ASMA
Pelos:
Grupo 1 :
7.Amalia Soares
PENDAHULUAN
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola
hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan.
Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma.
Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total.
Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari
ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor
ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab
serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh
penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama,
sering menjadi problem tersendiri.
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan penyakit)
asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia seperti Singapura,
Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma meningkat insidennya secara
dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju.
Beban global untuk penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan
kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya
kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. (Muchid dkk,2007)
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini
tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di
Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki
urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan
emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian
ke- 4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar
13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia
SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies
in Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent
asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik.
Maka disini kami akan memaparkan tentang Asma Bronchial yang nantinya akan
dibutuhkan oleh kita selaku askep. Didalamnya terkandung Definisi Penyakit Asma Bronchial,
Etiologi Penyakit Asma Bronchial, Patofisiologi Penyakit asma bronkial, Gejala Klinis Penyakit
Asma Bronchial, Diagnosis Penyakit Asma Bronchial dan Pencegahan Penyakit Asma
Bronchial.
1.2 Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asma adalah penyakit paru-paru kroniks yang menyebabkan penderita sulit bernapas.
Asma adalah suatu keadaan dimana terjadi penyempitan pada aliran nafas akibat dari ransangan
tertentu (pemicu) sehingga menyebabkan peradangan dan menyebabkan sulit bernafas dan
berbunyi “ngik” setiap bernafas. Hal ini biasanya menggurangi kualitas hidup seorang penderita
karena bisa menyebabkan gampang lelah dan sakit.
Asma adalah jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran pernapasan yang
ditandai dengan peradangan dan penyempita saluran napas yang menimbulkan sesak atau sulit
bernapas. Selain sulit bernapas, penderita asma juga bisa mengalami gejala lain seperti nyeri
dada, batuk-batuk, dan mengi.
Asma adalah suatu kadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan bronkus
yang berulang namun reversibel, dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat
keadaan ventilasi yang lebih normal.
Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat
reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
2.2 Etiologi
1. Ekstrinsik (alergik).
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik,
seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur.
Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka
akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi
saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa
pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
dan non-alergik.
a. Asma intermiten
Gejala muncul < 1 kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam beberapa jam atau hari,
gejala asma malam hari terjadi < 2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru normal dan asimtomatik di
antara waktu serangan, Peak Expiratory Folw (PEF) dan Forced Expiratory Value in 1 second
(PEV1) > 80%
b. Asma ringan
Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali dalam 1 hari, eksaserbasi
mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi > 2 kali dalam 1 bulan, PEF dan
PEV1 > 80%
Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam
hari terjadi >1 kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi beta 2 agonis kerja cepat dalam
keseharian, PEF dan PEV1 >60% dan < 80%
Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma malam hari sering
terjadi, aktifitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF dan PEV1 < 60%
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma
bronchial:
1. Faktor predisposisi
a. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat
juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena
penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
3. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini
berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
4. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera
diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya
belum bisa diobati.
5. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan
dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil,
pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani
atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
Penyebab asma secara pasti masih belum diketahui. Meskipun begitu, ada beberapa hal yang
dapat memicu kemunculan gejala penyakit ini, di antaranya:
Infeksi paru-paru dan saluran napas yang umumnya menyerang saluran napas bagian atas
seperti flu.
Alergen (bulu hewan, tungau debu, dan serbuk bunga).
Paparan zat di udara, misalnya asap kimia, asap rokok, dan polusi udara.
Faktor kondisi cuaca, seperti cuaca dingin, cuaca berangin, cuaca panas yang didukung
kualitas udara yang buruk, cuaca lembap, dan perubahan suhu yang drastis.
Kondisi interior ruangan yang lembap, berjamur, dan berdebu.
Stres.
Emosi yang berlebihan (kesedihan yang berlarut-larut, marah berlebihan, dan tertawa
terbahak-bahak).
Aktivitas fisik (misalnya olahraga).
Obat-obatan, misalnya obat pereda nyeri anti-inflamasi nonsteroid (aspirin, naproxen, dan
ibuprofen) dan obat penghambat beta (biasanya diberikan pada penderita gangguan
jantung atau hipertensi).
Makanan atau minuman yang mengandung sulfit (zat alami yang kadang-kadang
digunakan sebagai pengawet), misalnya selai, udang, makanan olahan, makanan siap saji,
minuman kemasan sari buah, bir, dan wine.
Alergi makanan (misalnya kacang-kacangan).
Penyakit refluks gastroesofageal (GERD) atau penyakit di mana asam lambung kembali
naik ke kerongkongan sehngga mengiritasi saluran cerna bagian atas.
Sangat penting untuk mengetahui apa yang kerap memicu munculnya gejala apabila Anda adalah
seorang penderita asma. Setelah mengetahuinya, hindari hal-hal tersebut karena itu merupakan
cara terbaik bagi Anda untuk mencegah terjadinya serangan asma.
2.4 Gejala
Gejala utama asma adalah sesak napas yang dapat terjadi tiba-tiba pada individu dari segala
usia, tetapi asma sering didiagnosis pada masa kanak-kanak meskipun tetap berlanjut sampai
dewasa. Hidup dengan penyakit kronis seperti asma membutuhkan banyak penerimaan dan
dedikasi untuk hidup dengan baik dengan penyakit ini, dan sering kali memakan waktu dan
menuntut proses. Berikut adalah beberapa tips yang dapat Anda gunakan untuk mempelajari cara
hidup dengan penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
Gejala sesak napas pada orang dewasa dan orang tua biasanya tidak disebabkan oleh asma, tetapi
oleh situasi lain, seperti gagal jantung, misalnya. Lihat lebih lanjut di: Gejala gagal jantung.
Gejala Asma
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus
terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi
dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibody yang normal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi
bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang
menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan
antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai
macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua factor-
faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi
mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga
menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar
bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah
akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume
residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan
udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
2.6 PATHWAYS ASMA
2.7 Komplikasi
Gagal nafas.
Bronkitis.
Fraktur iga (patah tulang rusuk).
Pneumotoraks (penimbunan udara pada rongga dada di sekeliling paru yang
menyebabkan paru paru kolaps).
Pneumodiastinum dan emfisema subkutis.
Aspergilosis bronkopulmoner alergik.
Atelektasis.
Kemungkinan Komplikasi
Mengurangi kemampuan untuk berolahraga dan mengambil bagian dalam kegiatan lain
Kurang tidur karena gejala nokturnal
Perubahan permanen dalam fungsi paru-paru
Batuk terus-menerus
Kesulitan bernapas yang membutuhkan bantuan pernafasan (ventilasi)
Rawat inap dan rawat inap untuk serangan asma yang parah
Efek samping obat yang digunakan untuk mengendalikan asma Kematian.
a. Pemeriksaan sputum
- Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
- Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
- Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas
yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan darah
- Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.
- Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan
menurun pada waktu bebas dari serangan.
c. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan
peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
- Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin
bertambah.
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi
yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes tempel.
e. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian,
dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
- Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clockwise rotation.
- Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch
block).
f. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang paling cepat
dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak
lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator
lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis
tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita
tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
g. Uji provokasi bronkus untuk membantu diagnosis
Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang paling rasional, karena
sasaran obat-obat tersebut langsung pada faktor-faktor yang menyebabkan bronkospasme. Pada
umumnya pengobatan profilaksis berlangsung dalam jangka panjang, dengan cara kerja obat
sebagai berikut :
2.9 PENATALAKSANAAN
a. Medis
b. Keperawatan
PENUTUP
a. Kesimpulan
Asma bronchial adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang
bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan
nafas. Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu : Ekstrinsik (alergik), Intrinsik (non alergik) ,Asma gabungan.
Dan ada beberapa hal yang merupakan faktor penyebab timbulnya serangan asma bronkhial
yaitu : faktor predisposisi(genetic), faktor presipitasi(alergen, perubahan cuaca, stress,
lingkungan kerja, olahraga/ aktifitas jasmani yang berat). Pencegahan serangan asma dapat
dilakukan dengan :
Medicafarma. (2008, Mei 7). Asma Bronkiale. Diakses 22 Juni 2012 dari Medicafarma:
http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/asma-bronkiale.html
Tanjung, D. (2003). Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Diakses 22 Juni 2012 dari USU
digital library: