Anda di halaman 1dari 32

ASMA

TUGAS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata kuliah Farmakoterapi


Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Jenderal Achmad Yani

NENENG NURHAYATI 3351071018


NURIYAH A DIAB 3351071019

PROFESI APOTEKER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2007
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

ini dengan judul “ASMA”. Adapun maksud dan tujuan pembuatan tugas ini

diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Farmakoterapi pada Profesi

Apoteker, Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI).

Dalam menyelesaikan tugas ini penulis telah banyak menerima bantuan

serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karenannya pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof., Dr., Elin, selaku dosen mata kuliah Farmakoterapi.

2. Teman-teman kuliah Profesi Apoteker UNJANI, atas segala bantuannya

selama pengerjaan tugas ini.

Semoga seluruh doa, bantuan, bimbingan, perhatian serta dukungan yang

diberikan mendapat penghargaan dari Allah SWT.

Akhir kata, penulis mengharapkan semoga tugas ini bermanfaat dalam

ilmu pengetahuan, Amien.

Cimahi, November 2007

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Asma adalah suatu keadaan yang sering ditemukan, yang meskipun dalam

tahun-tahun terakhir ini banyak mendapat perhatian, masing kurang sering

didiagnosis dan tidak cukup mendapat pengobatan. Asma yang cukup berat

dengan serangan mengi (wheezing) yang dicetuskan oleh stimulus khusus secara

relative mudah dikenali, tetapi mungkin terdapat kesulitan untuk penyakit yang

lebih berat bila fungsi paru-paru tak pernah kembali normal di antara serangan-

serangan. Dalam kasus yang ringan obstruksi aliran udara dapat bersifat berkala

tanpa ada gejala asma di antara serangan.(1)

Tanda-tanda klinis asma sering kambuh dan kadang-kadang disertai

serangan batuk, nafas pendek, rasa sesak di dada, dan susah bernafas. Sebagian

besar pasien asma dalam derajat yang ringan ditandai gejala yang hanya terjadi

pada saat tertentu, misalnya karena terpapar pada alergen atau polutan, pada saat

berolah raga, atau setelah infeksi saluran nafas atas yang disebabkan virus. Bentuk

asma yang berat ditandai dengan serangan wheezing dyspnea yang sering,

terutama pada malam hari, atau bahkan aktivitas yang terbatas secara kronis.

Sesungguhnya, asma merupakan penyakit kronis yang paling banyak

menyebabkan kecacatan pada anak-anak, tetapi dapat pula mengenai semua umur.

Asma secara fisiologis ditandai dengan peningkatan respons trachea dan bronkus

terhadap berbagai stimulus dan karena terjadi penyempitan jalan nafas secara
meluas. Derajat penyempitan tersebut dapat berubah, baik secara spontan atau

sebagai akibat pemberian terapi.(2)

Dulu terdapat kecenderungan untuk menggunakan istilah “bronchitis

mengi” pada anak-anak daripada asma karena adanya kepercayaan bahwa ini akan

melindungi orangtua dari label asma. Pada orang dewasa yang merokok, keadaan

ini mungkin sulit dibedakan dari penyempitan saluran nafas yang merupakan

bagian bronchitis kronis dan emfisema yang disebabkan oleh kebiasaan merokok

pada masa lalu.(1)


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Asma

Asma adalah kelainan radang yang kronis pada saluran nafas dimana

banyak sel memainkan peranan, termasuk sel mast dan eosinofil. Pada individu

yang rentan, radang ini menyebabkan gejala yang biasanya disertai dengan

obstruksi aliran udara yang meluas tetapi berubah-ubah, yang sering dapat pulih

secara spontan ataupun dengan terapi, dan meyebabkan peningkatan dalam

kemampuan respons saluran nafas terhadap berbagai jenis stimulus.(1)

Berdasarkan konsekuensi fungsional dari inflamasi saluran respiratorik

pada asma, Global Initiative for Asthma (GINA) menetapkan definisi operasional

asma sebagai berikut :

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan

banyak sel dan elemen selular yang berperan. Inflamasi kronik ini

berhubungan dengan hyperresponsiveness yang menyebabkan episode

wheezing berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk terutama

malam dan dini hari.(3,4)

Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) menggunakan definisi

operasional sebagai berikut :

Asma adalah wheezing dan/atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut

: timbul secara episodik, dan/atau kronik, cenderung pada malam atau dini

hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas


fisis, dan bersifat reversible baik secara spontan maupun dengan

pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien atau

keluarganya, sedangkan penyebab lain sudah disingkirkan.(4)

2.2. Prevalensi dan epidemiologi

Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain:

 Jenis kelamin

Pada usia anak-anak, rasio prevalensi pada laki-laki lebih mudah terkena

asma dibandingkan dengan wanita (2 : 1) dan kemungkinan pada usia

dewasa (lebih kurang 30 tahun) rasio prevalensinya menjadi sama. Pada

lansia, prevalensi pada wanita lebih banyak.

 Umur pasien

Asma dapat diderita pada semua usia, terutama diderita pada usia muda,

serta dapat kambuh setelah menghilang beberapa tahun. Umumnya

prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi ada pula yang

melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak. Angka ini juga

berbeda-beda antara satu kota dengan kota yang lain dinegara yang sama.

 Faktor keturunan

 Faktor lingkungan.

Tingkat prevalensi asma di daerah atau kawasan industri lebih tinggi.

Kualitas udara yang buruk (asap, uap dan debu) dapat menjadi penyebab

meningkatnya resiko kejadian asma. Pemaparan alergen dan iritan saluran

nafas, seperti asap rokok, serbuk sari meningkatkan kemungkinan resiko


berkembangnya asma pada bayi, serta menimbulkan penderita asma baru

atau memperberat yang sudah ada.(5)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan WHO 300 juta orang didunia

mengidap asma, 225ribu orang meninggal karena asma. Kematian akibat asma

akan meningkat 20% dari saat ini jika tidak dilakukan tindakan yang signifikan.

Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5 – 10% penduduk mengidap asma

dalam berbagai bentuknya.(6)

2.3. Klasifikasi

Klasifikasi berdasarkan penyebab

Berdasarkan penyebabnya, asma dapat digolongkan menjadi :

1. Asma alergi

Asma alergi umumnya berhubungan dengan sejarah penyakit alergi yang

diderita seseorang dan atau keluarganya (seperti rhinitis, urtikaria, dan

eksim), memberikan reaksi kulit positif pada pemberian injeksi antigen

secara intradermal, peningkatan IgE dalam serum, serta memberikan

respon positif pada uji inhalasi antigen spesifik.

2. Asma non alergi

Asma dapat pula terjadi pada seseorang yang tidak memiliki sejarah alergi,

uji kulit negative, dan kadar IgE dalam serumnya normal. Asma jenis ini

antara lain dapat timbul ketika seseorang menderita penyakit saluran nafas

atas.
3. Campuran asma alergi dan non alergi

Banyak penderita asma yang tidak dapat jelas dikelompokkan pada asma

alergi maupun non alergi, tetapi memiliki penyebab diantara kedua

kelompok tersebut.

Klasifikasi berdasarkan organ yang diserang

Berdasarkan organ yang diserang, asma digolongkan menjadi :

1. Asma bronchial

Asma bronchial (bronkus) merupakan serangan gangguan pernafasan dan

terjadi kesulitan respirasi karena penyempitan spastic bronkus dan

pembengkakan mukosa yang di sertai pengeluaran lendir kental dan

kelenjar bronkus.

2. Asma kardiak (kardium)

Asma kardiak merupakan serangan gangguan pernafasan pada penderita

penyakit jantung akibat tidak berfungsinya bilik kiri jantung dan

bendungan pada paru-paru.


Klasifikasi derajat penyakit asma berdasarkan gambaran klinis dan faal

paru

klasifikasi Gejala / hari Gelaja FEV1 PEFv


(malam)
Asma <sekali seminggi tidak ada < dua kali > 80% < 20%
Intermiten gejala dan PEF normal sebulan
diantara serangan
Asma Sekali seminggu tapi < sekali > dua kali > 80 % 20 – 30%
Persisten sehari sebulan
Ringan serangan dapat mempengaruhi
aktivitas
Asma Setiap hari > sekali 60 – 80 % > 30%
Persisten Serangn mempengaruhi seminggu
Sedang aktivitas
Asma Berkelanjutan sering < 60% >30%
Persisten Aktivitas fisik terbatas
Berat

Keterangan :

PEF = Peak Expiratory Flow ( Arus Puncak Ekspirasi)

FEV1 = Forced Expiratory Volume in 1 second ( Volume Ekspirasi Paksa detik

pertama)

PEFv = Peak Expiratory Flow Variability (Variabel Arus Puncak Ekspirasi)


Klasifikasi berdasarkan gejala

Berdasarkan waktu timbulnya gejala, asma dapat dikelompokkan menjadi :

1. Asma musiman

Merupakan asma yang muncul pada musim tertentu misalnya musim

hujan, malam hari, atau musim semi.

2. Asma kronik

Pada asma kronik gejala timbul terus menerus

3. Asma intermiten

Pada asma intermiten gejala timbul secara berkala (dapat dalam hitungan

minggu, bulan, tahun).(4)

2.4. Etiologi

Meskipun etiologi asma belum jelas, namun penelitian terakhir

menunjukan adanya faktor genetik dan lingkungan yang saling mempengaruhi.

Adanya hubungan yang erat antara asma pada anak dan kejadian alergi

menunjukan faktor lingkungan mempengaruhi berkembangnya sistem imunologi

kearah fenotip asma pada individu yang rentan.(4)

Pencetus asma menurut The Lung Association, ada 2 faktor :

 Pemicu (trigger) yang mengakibatkan mengencang dan menyempitnya

saluran pernafasan (bronkokontriksi).

 Penyebab (Inducer) yang mengakibatkan peradangan (inflamation) pada

saluran pernafasan.(6)
Faktor –faktor pencetus asma :

 Reaktifitas broncus

Bila reaktifitas jalan nafas tinggi, fungsi paru menjadi tidak stabil, gejala

menjadi lebih berat dan menetap, respon akut terhadap bronkodilator

menjadi lebih luas dan jumlah terapi yang dibutuhkan semakin meningkat.

 Latihan fisik /olah raga

Latihan yang berat seperti olah raga dapat menimbulkan penyempitan pada

saluran nafas pada sebagian besar pasien asma. Mekanisme terjadinya

obstruksi diperkirakan akibat kebutuhan oksigen tubuh meningkat

sehingga terjadi peningkatan pasokan darah pada pembuluh darah mikro

pada dinding bronchial.

 Faktor Emosional

Faktor – faktor fisiologis dapat memainkan peran penting dalam asma. Di

laboratorium faktor – faktor emosional dapat mempengaruhi respon

bronkokostriktor terhadap berbagai stimulus spesifik dan non-spesifik

serta respon bronkodilator terhadap terapi.

 Pencemaran

Pencemaran udara secara pribadi dengan asap rokok memperberat asma;

merokok aktif dan pasif menyebabkan timbulnya penyempitan saluran

nafas. Ozon, NO2, SO2 dan polutan udara berbahaya terhadap asma.

Mekanisme yang terjadi diperkirakan akibat kerusakan epitel dan

inflamasi mukosa saluran nafas.


 Asma pada kehamilan

Sesak nafas dapat lebih berat pada kehamilan yang telah lanjut karena

gerakan diafragma terbatas sekalipun tanpa perubahan pada obstruktif

aliran udara.

 Stimulus farmakologi / bahan obat - obatan

Obat – obat yang dapat menginduksi asma antara lain : penghambat-,

aspirin, obat antiradang nonsteroid, penghambat enzim pengubah

angiotensin.

 Stimulus pekerjaan

Pekerjaan yang dapat menstimuasi terjadinya asma antara lain pekerjaan

menangani hewan, industri obat antibiotic, pembuat roti baker atau tepung,

industri bahan kimia, pekerja rempah, penggilingan gabah, pekerja kayu.(1)

2.5. Diagnosis

Diagnosis asma biasanya dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisis saja. Pemeriksaan penunjang jarang dibutuhkan kecuali pada

kasusyang sulit.

 Diagnosis berdasarkan anamnesis

Adanya riwayat sesak nafas yang episodik, wheezing, dan rasa dada

tertekan. Beberapa pertanyaan yang bisa mambantu diagnosis asma adalah

wheezing atau wheezing berulang, batuk malam hari, batuk atau wheezing

setelah beraktivitas, wheezing atau batuk dan rasa dada tertekan setelah

terpapar alergen udara atau polutan, menderita common cold sampai dada
terasa tertekan atau perlu waktu > 10 hari untuk sembuh, dan gejala

membaik setelah pemberian obat anti asma.

 Diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisis

Karena gejala asma sangat bervariasi pada pemeriksaan fisis mungkin

tidak ditemukan kelainan sesak, wheezing dan hiperinflasi, umumnya

hanya ditemukan pada pariode serangan akut.

 Diagnosis berdasarkan pemeriksaan penunjang

- respon terhadap obat bronkodilator

Respon terhadap obat bronkodilator dan steroid sistemik

bermanfaat untuk diagnosis asma terutama pada anak dibawah 3

tahun.

- uji provokasi bronkus (bila memungkinkan)

Uji Provokasi bronkus dilakukan dengan histamine, metakolin,

latihan, udara kering, atau dingin, atau dengan NaCl hipertonis

penurunan lebih dari 20% pada FEV1. Setelah provokasi bronkus

dengan metakolin atau histamine menjadi asma.

- uji faal paru

Pada anak yang besar (usia lebih dari 6 tahun) sebaiknya dilakukan

uji faal paru. Terdapat 2 metode uji faal paru yaitu pengukuran

FEV, dan FVC (Forced Vital Capasity) memakai spirometer dan

PFR menggunakan peak Flow Meter.


- Pemeriksaan status alergi

Adanya komponen alergi pada asma dapat dilihat dari pemeriksaan

tes kulit atau pengukuran kadar IgE spesifik serum, karena dapat

membantu mengidentifikasi faktor resiko maupun faktor pencetus.

- Pemeriksaan radiologi

Pada umumnya pemeriksaan foto dada penderita asma adalah

normal. Pemeriksaan dilakukan bila ada kecurigaan terhadap

proses patologi di paru atau komplikasi asma.(4)

- Analisis gas darah

Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada penderita dengan serangan

asma berat, dimana terjadi hipoksemia, dan asidosis respiratorik.(3,5)

2.6 Patofisiologi asma

 Infalamasi kronik

Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut

adalah limposit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast, dan

otot polos bronkus.

- Limposit T

Beberapa tahun kebelakang banyak menegaskan peran dari

limposit pada patogenesis asma, terutama regulasi dari inflamasi.

Beberapa studi manggambarkan peningkatan jumlah limposit T

pada aliran bronkoalveolar dan percobaan biopsy saluran nafas

pada pasien asma. Limposit T yang berperan pada asma adalah

limposit T-CD4+ subtype Th2.limposit ini berperan sebagai


orcestra inflasi saluran nafas dengan mengeluarkan sitokinin antara

lain IL-3, IL-4, IL-5, IL-13, dan GM-CSF. Interlukin-4 berperan

dalam menginduksi Th0 kearah Th2 dan bersama-sama IL-13

menginduksi sel limposit B mensitesis IgE. IL-3, IL-5, serta GM-

CsF berperan pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang

ketahanan hidup eosinofil.

- Epitel

Sel epitel yang beraktivasi mengeluarkan antara lain 15-HETE,

PGE2 pada penderita asma. Sel epiteldapat mengekspresi

membrane markers seperti model adhesi, endothelin, nitric oxcide

synthase, sitokinin atau khemokin. Epitel pada asma sebagian

mengalami sheeding. Mekanisme terjadinya masih diperdebatkan

tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma eosinopil granule

protein oxygen free radical, TNF-alfa, mast-cell proteolytic

enzyme dan metaloprotease sel epitel.

- Eosinofil

Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma

tetapi tidak spesifik. Eosinofil merupakan sel efektor utama dalam

inflamasi saluran nafas dari asma. Derajat HBR dihubungkan

dengan jumlah eosinofilpada aliran darah perifer dan aliran

broncoalveolar. Eosinofil yang ditemukan pada saluran nafas

penderita asma adalah dalam keadaan teraktivasi.eosinofil berperan

sebagai efektor dan mensitesis sejumlah sitokin antara lain IL-3,


IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta mediatorlipid antara lain

LTC4 dan PAF.

- Sel Mast

Sel mast ditemukan pada seluruh bagian dinding saluran nafas,

dan mengalami peningkatan jumlah sel mast ini dapat digambarkan

pada sluran nafas pada orang asma yang alergi terhadap komponen.

Terjadi satu ikatan dari allergen pada ikatan sel immunoglobulin E

(IgE), mediator seperti histamine, eosinofil, dan neutrofil

merupakan factor khemotatik. Leukotrien C4, D4, dan E4,

prostaglandin, factor aktivasi platelet dan pelepasan lain dari sel

mast.

- Faktor lingkungan

Alergen dan sensitasi bahan lingkungan kerja dipertimbangkan

adalah penyebab utama asma, dengan pengertian faktor

lingkungan tersebut pada awalnya mensensitasi jalan nafas dan

mempertahankan kondisi asma tetap aktif dengan mencetuskan

serangan asma atau menyebabkan menetapnya gejala.(3)

2.7 Terapi Asma

 Terapi Non Farmakologi

Penanganan terapi Asma secara non farmakologi ditujukan untuk

pencegahan asma dengan meningkatkan tingkat pendidikan pasien terhadap asma

dan penanganan mandiri oleh penderita. Fokus penanganan mandiri adalah


mengajari pasien untuk mengenal pencetus asma dan bagaimana mengukur

gangguan aliran udara dengan menggunakan peak flow meter.

Upaya pencegahan secara non farmakologi dilakukan dengan menghindari

factor pencetus asma sehingga agen pentriger tersebut tidak sampai menginduksi

asmanya. Bahan atau allergen yang dapat mengainduksi serangan asma bisa

berbeda pada setiap individu. Allergen tersebut hanya diketahui melalui

pengamatan atau pemeriksaan. Jika telah diketahui sumber allergen tersebut, maka

dapat dilakukan upaya preventif dengan cara yang yang berbeda tergantung

alergen yang menginduksi.

Terapi asma non-farmakologi dapat dilakukan dengan :

- Meningkatkan sanitasi rumah yaitu dengan menyingkirkan semua

rangsangan luar terutama binatang peliharaan (burung, kucing,

anjing dan kelinci) dan debu rumah.

- Berhenti merokok karena asap rokok dapat menimbulkan

bronkokontriksi dan memperburuk asma.

- Menghindari obat – obat pencetus asma.

- Menghindari udara dingin dan asap pembakaran.

- Disarankan untuk menggunakan AC untuk meminimalkan

terbukanya jendela terutama saat musim puncak tersebarnya serbuk

sari atau pollen.

- Rehabilitasi / latihan pernafasan.


- Fisioterapi, dengan menepuk nepuk bagian dada guna

mempermudah pengeluaran dahak dan latihan pernafasan serta

relaksasi.

 Terapi Farmakologi

1. Short-term relievers (pereda jangka pendek)

Contoh : - Bronkodilator

- 2 agonis (terbutalin, salbutamol, eformeterol)

- Metil xantin (teofilin, aminofilin)

- Antikolinergik (atrofin, ipratropium klorida)

2. Long-term controllers (pengontrol jangka panjang)

Contoh : - steroid (beklometason, budesonid, flutikason)

- Non steroid (sodium kromoglikat, nedokromil sodium)

3. Obat – obat lain

Contoh : - antihistamin (ketotipen, tiazinamium)

- ekspektoran dan mukolitik (ambroksol, kalium iodide)


Jenis obat Golongan Nama Generik Bentuk Obat
Pengontrol anti Steroid inhalasi Flutikason IDT
inflamasi propionate
Budesonid IDT / turbuhaler
Kromolin IDT
Sodium kromoglika Nedokromil IDT
Nedokromil Zafirlukast Oral (tablet)
Antileukotrien Metal prednisolon Oral, injeksi
Kortikosteroid Prednisolon Oral
sistemik
Agonis 2 kerja Prokaterol Oral
lama Bambuterol Oral
formoterol Turbuhaler
Pelega Agonis 2 kerja Salbutamol Oral, IDT, rotacap,
bronkodilator singkat rotadisk, solutio
Terbutalin Oral, IDT, rotacap,
rotadisk, solutio, ampul
Prokaterol IDT
Fenoterol IDT, solution
Antikolinergik Ipratropium IDT, solusio
bromide
Metilsantin Teofilin Oral
Aminofilin Oral, injeksi,
Teofilin lepas Oral
lambat
Agonis 2 kerja Formoterol Turbuhaler
lama
Kortikosteroid Metilprednisolon Oral, injeksi
sistemik Prednison Oral
Keterangan :

IDT = inhalasi dosis terukur, dapat digunakan bersama dengan spacer

Solutio = larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebulizer

Oral = dapat berbentuk sirup atau tablet

Injeksi = dapan untuk penggunaan subkutan, im dan iv

Jenis alat inhalasi disesuaikan dengan

Umur Alat inhalasi

< 2 tahun Nebuliser (alat uap)


MDI (Metered Dose Inhaler) dengan
spacer Aerochamber, Babyhaler
5-8 tahun Nebuliser
MDI dengan spacer
DPI (Dry Powder Inhaler):
Diskhaler, Turbuhaler
> 8 tahun Nebuliser
MDI dengan spacer
DPI
MDI tanpa spacer
Berikut beberapa alat terapi inhalasi:

Alat terapi inhalasi pada dewasa tanpa spacer (7)

Alat terapi inhalasi pada anak dengan spacer(7)


Penanggulangan status asma dengan nebulizer(7)
2.8. Mekanisme kerja obat(2,8)

Golongan obat Mekanisme kerja obat

Bronkhodilator Bekerja selektif terhadap reseptor β2 adrenergik. Stimulasi β2


(Salbutamol. ditrakea dan bronkhi menyebabkan aktivasi dari adenisiklase
Terbutalin, yang memperkuat perubahan ATP menjadi cAMP sehingga
salmeterol) akan menghasilkan beberapa efek melalui enzim fosfokinase
yaitu bronkhodilasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh
mastells.
Antikolinergik Memblok efek pelepasan asetilkolin dari syaraf kolinergik pada
(ipratropium, jalan nafas.
deptropin)
Metilxantin Blokade reseptor adenosin, bronkhodilatasi berhubungan
(aminofilin, dengan hambatan fosfodiesterase terjadi pada konsentrasi
teofilin) tinggi.
Mukolitik dan Untuk mengurangi kekentalan dahak, mukolitik untuk
ekspektoran merombak muko protein dan ekspektoran untuk mengencerkan
(ambroksol, dahak sehingga mempermudah pengeluaran dahak.
kalium iodida,
amonium
klorida)
Kortikosteroid Meniadakan efek mediator seperti peradangan. Daya anti
(Beklometason, radang ini berdasarkan blokade enzim fosfolipase A2 sehingga
deksametason) membentuk mediator peradangan prostaglandin dan leukotrien
dari asam arakhidonat tidak terjadi. Kortikosteroid
menghambat mekanisme kegiatan alergen yang melalui IgE
dapat meyebabkan degranulasi mastelis juga akan
meningkatkan reseptor β2 sehingga efek β mimetik diperkuat.
Anti histamin Obat ini memblokir reseptor histamin sehingga akan mencegah
(Ketotipen, efek bronkhioli.
tiazinamium
Terapi asma akut yang berat pada orang dewasa dalam praktek umum
Asma yang berat

JIKA
Kalau denyut nadi >110
Pernafasan > 25
Aliran Puncak <200 atau 50% dari nilai terbaik
ATAU
Adanya kesan berat dari keadaan umum cepatnya
perkembangan serangan sebelumnya

MAKA
Biasanya masukkan ke rumah sakit dan beri terapi awal

Rumah sakit Rumah


Beri hidrokortison 200 mg, atau Beri prednisolon 30-60 mg +
prednisolon 30-60 mg, atau keduanya + nebuliser agonis 
nebuliser agonis  (contohnya
salbuutamol 5 mg) + oksigen dalam
ambulans Amati selama 30 menit

Memburuk Membaik
Masukkan ke rumah
Berikan nebuliser agonis  Prednisolon oral +
sakit
+ oksigen dalam ambulans agonis  biasa

Tidak ada perubahan nebuliser agonis 


periksa dalam 30 menit

Tidak ada perubahan membaik


atau lebih buruk

Nilai kembali dalam 24 jam tinjau terapi


biasa dan kepatuhan

Terapi orang dewasa dengan asma akut Tanda-tanda yang membahayakan jiwa
yang berat di rumah sakit - aliran puncak <33% dari
ramalan atau terbaik
- dada yang tidak berbunyi, usaha
Terapi segera pernafasan yang lemah
Oksigen 40%-60% - sianosis
Salbutamol 5 mg/trebutalin 10mg - bradikardia, hipotensi
dengan nebuliser berpendorong - kehabisan tenaga, kebingungan,
oksigen koma
secara intravena tanpa sedasi - PCO2  5 kPA, PO2  8 kPA,
radiograf dada cukup cepat asidosis
Kalau ada tanda – tanda membahayakan
jiwa tambahkan ipratropium 0,5mg
Prednisolon 30-60 mg secara oral atau
hidrokortison 200 mg kepada nebuliser
aminofilin 250 mg secara intravena atau
salbutamol/terbutalin 250g secara
intravena

Membaik Tidak membaik setelah 15-30


Lanjutkan menit
Oksigen Lanjutkan
Prednisolon 30-60 mg tiap hari Oksigen dan steroid
Agonis  sekurang-kurangnya Agonis  sampai setiap 15 menit
tiap empat jam Ipratripium 0,5 mg tiap 2-6 jam

Kalau masih belum membaik


Infuse aminofilin 0,5 mg/kg/jam (pantau kadar kalau
lebih lama dari 24 jam)
Atau
Infuse salbutamol/terbutalin 5-15g/menit

Pantau
- aliran puncak sebelum dan sesudah nebulasi
- oksimetri (pertahankan kejenuhan > 92%)
- tegangan gas darah kalau PaO2awal < 8 kPa dan
kejenuhan < 93% atau PaCO2 normal atau tinggi
atau pasien memburuk
Asma kronis – Penanganan umum

Langkah pendahuluan Cari faktor – faktor


penyebab dan kurangi bila
mungkin

Kadang – kadang menggunakan


bronkodilator dalam bentuk agonis-2
Langkah 1 kerja pendek. Kalau lebih dari sekali
sehari beralih ke Langkah 2
Obat anti-radang yang biasa plus
bronkodilator bila diperlukan. Biasanya
Langkah 2
steroid inhalasi sampai 400 g dua kali
sehari, atau natrium kromoglikat atau
nedokromil

Steroid inhalasi dosis tinggi, sampai 2000 g tiap hari


Langkah 3 melalui pengatur volume (spacer) yang besar. Pilihan
lain adalah bronkodilator yang berdaya kerja lama,
inhalasi atau oral, atau penambahan natrium
kromoglikat atau nedokromil.

Steroid inhalasi dosis tinggi dan


Langkah 4 bronkodilator yang biasa. Pilihan yang
lain adalah bronkodilator, obat
antikolinergik, atau teofilin

Langkah 5 Penambahan steroid oral

Catatan :
- tinjau terapi secara tertatur
- turunkan setelah stabil
- periksa tehnik inhaler
- steroid oral dalam jangka waktu
terbatas dapat digunakan
- pantau pengendalian dengan aliran
puncak

2.9. Interaksi obat(9)

Zat aktif Berinteraksi dengan Efek


Obat asma Stimulan lain Mengakibatkan perangsangan
sistem saraf pusat yang
berlebihan disertai gelisah,
agitasi, tremor takhikardia dan
palpitasi jantung, demam,
hilangnya koordinasi otot,
pernapasan yang cepat dan
dangkal, insomnia, pada kasus
yang berat dapat terjadi kenaikan
tekanan darah yang berbahaya,
ditandai sakit kepala, gangguan
penglihatan, atau kebingungan.
Kelompok Antidepresan Efek obat kelompok epinefrin
epinefrin meningkat akibatnya dapat terjadi
aritmia jantung atau kenaikan
tekanan darah yang berbahaya.
Gejalanya: Kelainan jantung,
sakit kepala, demam, gangguan
penglihatan.
Epinefrin Antipsikotika Menyebabkan penurunan tekanan
darah yang berbahaya. Akibatnya:
pusing, lemah, pingsan,
kemungkinan terjadi kejang atau
syok.
Epinefrin Obat jantung pemblok beta Efek efineprin pada asma akan di
lawan akibatnya saluran bronkhus
paru-paru kurang terbuka
sehingga dapat menanggulangi
serangan asma.
Epinefrin Obat antidiabetes Efek antidiabetes berkurang.
Akibatnya: kadar gula darah tetap
terlalu tinggi. Gejalanya: haus
dan lapar berlebihan, pengeluaran
urin yang banyak tak seperti
biasa, mengantuk, lelah, berat
badan menurun.
Epinefrin Obat tekanan darah tinggi Efek tekanan darah tinggi dapat
diantagonis, akibatnya tekanan
darah tidak dapat dikendalikan.
Kelompok Allupurinol Efek teofilin dapat meningkat,
teofilin akibatnya efek samping yang
merugikan akibat terlalu banyak
teofilin. Gejala: mual, pusing,
mudah terangsang, tremor,
insomnia, takhikardia, aritmia
jantung, kejang
Kelompok Obat jantung pemblok beta Efek obat kelompok teofilin
teofilin terhadap asma akan dilawan,
akibatnya saluran bronkhus paru-
paru kurang terbuka sehingga
tidak dapat menanggulangi
serangan asma.
Kelompok Rokok Efek obat teofilin dapat
teofilin berkurang, akibatnya asma tidak
terkendali

Kelompok Simetidin Efek obat teofilin dapat


teofilin meningkat, akibatnya terjadi efek
samping yang merugikan akibat
terlalu banyak teofilin. Gejala:
mual, pusing, sakit kepala, mudah
terangsang, tremor, insomnia,
takhikardia, aritmia jantung,
kejang.
Kelompok Vaksin influenza Efek obat teofilin meningkat
teofilin akibatnya terjadi efek samping
yang merugikan akibat terlalu
banyak teofilin. Gejala: mual,
pusing, sakit kepala mudah
terangsang, tremor, insomnia,
takhikardia, aritmia jantung,
kejang.
Kelompok Barbiturat Efek obat teofilin dapat
teofilin berkurang, akibatnya asma tidak
terkendali dengan baik.
Kelompok Alkohol Efek obat teofilin dapat
teofilin berkurang, akibatnya asma tidak
terkendali dengan baik.
Kelompok Obat jantung digitalis Kombinasi ini dapat merangsang,
teofilin jantung berlebihan. Akibatnya:
kemungkinan terjadi aritmia
jantung.
Kelompok Fenitoin Efek obat fenitoin dapat
teofilin berkurang, akibatnya serangan tak
dapat dikendalikan dengan baik.
Kelompok Antibiotik eritromisin Efek obat teofilin dapat
teofilin meningkat, akibatnya terjadi efek
samping yang merugikan akibat
terlalu banyak teofilin

BAB III

KESIMPULAN

Asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi penyakit

asma dapat dicegah dengan cara menghindari factor – factor pencetus, seperti :
1. Alergen, misalnya debu rumah, spora jamur, tepung sari rerumputan, bulu

binatang.

2. iritan, seperti asap, bau – bauan dan polutan

3. Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus

4. Perubahan cuaca yang ekstrim

5. Kegiatan jasmani yang berlebihan

6. Obat – obatan

7. Emosi

Selain yang di atas penyakit asma dapat juga dicegah dengan menjauhkan

sebanyak mungkin factor pencetus seperti berhenti merokok, melakukan latihan

fisioterapi, mengurangi kepekaan terhadap allergen dan prevensi virus atau

bakteri. Tujuan untuk mencegah reaksi antigen antibody serta rangsangan asma

dan menurunkan kegiatan hiperaktivitas bronki.

Asma merupakan penyakit peradangan saluran nafas kronik akibat

terjadinya peningkatan kepekaan saluran nafas terhadap rangsangan. Pada

penderita yang peka hal ini akan menyebabkan munculnya serangan batuk,

wheezing, banyak dahak, sesak nafas dan rasa tidak enak di dada terutama pada

malam hari atau menjelang pagi. Penyakit asma dapat diserang siapa saja baik

anak, dewasa, maupun lansia, laki laki dan perempuan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Rees, John., “Pentunjuk Penting Asma”, Penerbit Buku Kedokteran

EGC, Jakarta, 1996

2. Katzung, Bertram G., “Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 1”,

Penerbit Salemba Medika, Jakarta, 2001


3. Dipiro Joseph T., “Pharmacotherapy Handbook” Fifth Edition, Mc.

Graw-Hill Medical Publishing Division

4. Herry Garna, Prof, 2005, Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu


Kesehatan Anak, ed 3, Bag. Ilmu Kesehatan Anak, FK UNPAD, RSHS,
Bandung.
5. “Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam”, Harrison, Volume 3, Penerbit

EGC, 1995

6. www.FortuneStarIndonesia.com

7. www.Med.umich.edu/1libr/aha/aha_mdinhel_art.htm

8. Mutschler E., “Dinamika Obat”, Buku Ajar Farmakologi dan

Toksikologi edisi 5., Penerbit ITB Bandung, 1991

9. Harkness R., “Interaksi Obat”, Penerbit ITB, Bandung

Anda mungkin juga menyukai