BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit ini dapat timbul pada semua usia meskipun paling banyak pada anak. Asma
dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan
mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian. Pedoman nasional asma anak di dalam batasan
operasionalnya menyepakatinya kecurigaan asma apabila anak menunjukkan gejala batuk
dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam hari/dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan atopi pada pasien
atau keluarganya.
Menurut jurnal tentang “Karakteristik Asma Pada Anak yang Rawat Inap di RS Prof.
R.D Kandouw Malalayang Manado” bahwa prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktu
baik di Negara maju maupun Negara dalam berkembang. Oleh demikian, maka semakin
memacu dunia kesehatan khususnya keperawatan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
dan pelaksanaan dalam membantu program pemerintah dengan upaya mengurangi angka
kesakitan terutama asma pada anak di Indonesia.
B. Tujuan
Mahasiswa Mampu mengidentifikasi teori dan konsep penyakit asma pada anak dan
mampu mengintegrasikannya dalam asuhan keperawatan sesuai standard.
BAB II
KONSEP DASAR
A. Definisi
Asma adalah suatu peradangan pada bronkus akibat reaksi hipersensitif mukosa
bronkus terhadap alergen. Reaksi hipersensitif pada bronkus dapat mengakibatkan
pembengkakan pada mukosa bronkus. (Sukarmain, 2009).
Pada penderita asma, saluran napas menjadi sempit dan hal ini membuat sulit
bernapas. Terjadi beberapa perubahan pada saluran napas penyandang asma, yaitu dinding
saluran napas membengkak, adanya sekumpulan lendir dan sel-sel yang rusak menutupi
sebagian saluran napas, hidung mengalami iritasi dan mungkin menjadi tersumbat, dan otot-
otot saluran napas mengencang tetapi semuanya dapat dipulihkan ke kondisi semula dengan
terapi yang tepat. Selama terjadi serangan asma, perubahan dalam paru-paru secara tiba-tiba
menjadi jauh lebih buruk, ujung saluran napas mengecil, dan aliran udara yang melaluinya
sangat jauh berkurang sehingga bernapas menjadi sangat sulit
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian.
3. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma berdasarkan
beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
Tabel Klasifikasi Derajat Asma
Derajat Gejala Gejala Fungsi Paru
Asma Malam
Intemitten Gejala <1x/minggu. ≤ 2 kali VEPI atau APE ≥ 80 %.
Mingguan Tanpa gejala diluar serangan. Sebulan
C. Etiologi
Penyebab hipersensitifitas saluran pernapasan pada kasus asma banyak diakibatkan
oleh faktor genetik (keturunan). Sedangkan faktor pemicu timbulnya reaksi hipersensistifitas
saluran pernapasan dapat berupa:
a. Hirup debu yang didapatkan dijalan raya maupun debu rumah tangga.
b. Hirupan asap kendaraan, asap rokok, asap pembakaran.
c. Hirup aerosol (asap pabrik yang bercampur gas buangan seperti nitrogen).
d. Pajanan hawa dingin.
e. Bulu binatang.
f. Stress yang berlebihan.
Selain faktor-faktor diatas kadang juga ada individu yang sensitife terhadap faktor pemicu
diatas tetapi penderita lain tidak. (Sukarmin, 2009).
Tanda dan gejala asma berbeda pada setiap anak, dan dapat memburuk atau membaik.
Ketika suara sengau adalah yang paling dihubungkan dengan asma, tidak semua anak dengan
asma bersuara sengau. Anak anda dapat hanya memiliki satu tanda atau gejala, seperti batuk
yang tidak hilang atau penyumbatan di dada. Terkadang sulit untuk mengatakan apakah
gejala pada anak anda disebabkan oleh asma. Napas sengau dan gejala seperti asma lain
mungkin disebabkan infeksi bronchitis atau masalah pernapasan lain.
G. Komplikasi
Adapun komplikasi dari asma, yaitu:
1) Pneumothoraks
adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam rongga pleura, yang terjadi secara
spontan atau sebagai akibat trauma.
2) Emfisema
adalah suatu keadaan abnormal pada anatomi paru dengan adanya kondisi klinis berupa
melebarnya saluran udara bagian distal bronkhiolus terminal yang disertai dengan kerusakn
dinding alveoli.
3) Atelektasis
adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan adanya proses penyakit parenkim yang
disebabkan oleh obstruksi bronkhus.
4) Gagal nafas
adalah ketika pertukaran gas antara oksigen dengan karbon dioksida di paru tidak dapat
mengimbangi laju konsumsi oksigen dan produksi karbon dioksida pada sel tubuh. Kondisi
ini mengakibatkan tekanan oksigen arterial kurang dari 50mmHg (hipoksemia) dan tekanan
karbon dioksida arterial meningkat lebih dari 45mmHg (hiperkapnea).
5) Brokitis
adalah peradangan dari satu atau lebih bronkus yang dapat disebabkan oleh karena terkena
dingin,penghirupan bahan-bahan iritan dan oleh karena infeksi akut.
6) Status Asmatikus
adalah bentuk hebat dari asma akut dimana obstruksi jalan nafas tahan terhadap terapi obat
konvensional dan berakhir lebih dari 24 jam.
7) Disritmia
adalah gangguan pada frekuensi jantung regular atau irama yang disebabakan oleh perubahan
pada konduksi elektrik atau otomatisasi(Rab,1996).
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan asma antara lain:
1. Anak dengan episode pertama wheezing tanpa distress pernapasan, bisa dirawat di rumah
hanya dengan terapi penunjang. Tidak perlu diberi bronkodilator.
2. Anak dengan distres pernapasan atau mengalami wheezing berulang, beri salbutamol
dengan nebulisasi atau MDI (metered dose inhaler). Jika salbutamol tidak tersedia, beri
suntikan epinefrin/adrenalin subkutan. Periksa kembali anak setelah 20 menit untuk
menentukan terapi selanjutnya:
a. Jika distres pernapasan sudah membaik dan tidak ada napas cepat, nasihati ibu untuk
merawat di rumah dengan salbutamol hirup atau bila tidak tersedia, beri salbutamol sirup per
oral atau tablet.
b. Jika distres pernapasan menetap, pasien dirawat di rumah sakit dan beri terapi oksigen,
bronkodilator kerja-cepat dan obat lain seperti yang diterangkan di bawah.
3. Jika anak mengalami sianosis sentral atau tidak bisa minum, rawat dan beri terapi oksigen,
bronkodilator kerja-cepat dan obat lain yang diterangkan di bawah.
4. Jika anak dirawat di rumah sakit, beri oksigen, bronkodilator kerja-cepat dan dosis pertama
steroid dengan segera. Respons positif (distres pernapasan berkurang, udara masuk terdengar
lebih baik saat auskultasi) harus terlihat dalam waktu 20 menit. Bila tidak terjadi, beri
bronkodilator kerja cepat dengan interval 20 menit.
5. Jika tidak ada respons setelah 3 dosis bronkodilator kerja-cepat, beri aminofilin IV.
6. Oksigen
Berikan oksigen pada semua anak dengan asma yang terlihat sianosis atau mengalami
kesulitan bernapas yang mengganggu berbicara, makan atau menyusu (serangan sedang-
berat).
7. Bronkodilator kerja-cepat
Beri anak bronkodilator kerja-cepat dengan salah satu dari tiga cara berikut: nebulisasi
salbutamol, salbutamol dengan MDI dengan alat spacer, atau suntikan epinefrin/adrenalin
subkutan, seperti yang diterangkan dibawah.
BAB III
ASUHAN KEPERAWTAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway : mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai kontrol
servikal.
- Peningkatan sekresi pernafasan.
- Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing : mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi
adekuat.
- Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
- Menggunakan otot aksesoris pernafasan.
- Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
b. Circulation : mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan.
- Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi.
- Sakit kepala.
- Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah.
- Papiledema.
- Urin output meurun
d. Dissability : mengecek status neurologis.
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi dengan
memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
e. Exposure : environmental control, buka baju penderita tapi cegah hiportermia.
Intervensi :
1.) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas
redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
2.) Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan
frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
3.) Berikan posisi fowler atau semi fowler.
Rasional : posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya
pernafasan.
4.) Berikan cairan sedikitnya 1000 ml/hari (kecuali konraindikasi) tawarkan air hangat daripada
air dingin.
Rasional : meningkatkan hidrasi sputum. Air hangat mengurangi kekentalan dahak sehingga
mudah dikeluarkan.
5.) Lakukan fisioterapi dada
Rasional : Merangsang gerakan mekanik lewat vibrasi dinding dada supaya sputum mudah
bergerak keluar.
6.) Berikan obat bronkilator, ekspektoran, dan mukolitik secara oral (kalau sudah
memungkinkan).
Rasional : mengurangi spasme bronkus, mengencerkan dahak dan mempermudah
pengeluaran dahak melalui silia dan mokus pernapasan.
7.) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan bronkodilator dan mokolik melalui
inhalasi (nebulizer). Contoh pemberian obat flexotid dan ventolin atau flexotid dan bisolvon.
Rasional : Memudahkan pengeceran, dan pembuangan secret dengan cepat.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (spasme bronkus).
Tujuan : Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas.
Kriteria hasil :
- Setelah dilakukan intervensi, anak akan mempunyai pertukaran gas yang adekuat, dengan
GDA dalam rentang normal, PO2 ≥ 80 mmHg, Pa CO2 = 35-45 mmHg, dan pH = 7,35-
Intervensi:
1.) Kaji/awasi secara rutin kulitdan membran mukosa.
Rasional : Melihat adanya sianosis perifer atau sentral. Sianosis sentral mengindikasikan
beratnya hipoksemia.
2.) Lakukan Palpasi fremitus.
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga adanya pengumpulan cairan/udara.
3.) Awasi tanda vital dan irama jantung.
Rasional : Takikardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
4.) Posisikan klien pada posisi yang nyaman.
Rasional : Untuk meningkatkan pertukaran gas yang optimal.
5.) Kolaborasi dalam memerikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasilGDA dan
toleransi pasien.
Rasional : Memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi anak dapat terpenuhi.
Kriteria hasil :
- Nafsu makan baik,
- Menunjukkan peningkatan beratberat badan.
Intervensi :
1.) Kaji status nutrisi klien.
Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.
2.) Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien dalam asuhan
keperawatan.
3.) Timbang berat badan dan tinggi badan.
Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
4.) Auskultasi bunyi usus.
Rasional : bunyi usus mungkin menurun/ tak ada bila proses infeksi berat atau memanjang.
Distensi abdomen terjadi akibat menelan udara atau menunjukkan pengaruh toksin bakteri
saluran GI.
5.) Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering
Rasional : tindakan ini untuk meningkatkan/ memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
6.) Kolaborasi dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi. Rasional : menentukan kalori individu
dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
7.) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetik dan vitamain sesuai indikasi.
Rasional : Antiemetik untuk menghilangkan mual/muntah dan vitamin untuk meningkatkan
pertahanan imun.
Intervensi:
1.) Kaji/evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan
kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2.) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan
aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan
metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
3.) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau
bantal.
4.) Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas
selama fase penyembuhan.
Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
5.) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.
5. Risiko tinggi terhadap infeksi brhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas.
Tujuan : Mencegah komplikasi dan memburuknya keadaan anak.
Kriteria hasil :
- Anak/ keluarga akan dapat mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah atau menurunkan
resiko infeksi.
- Anak/ keluarga akan memperlihatkan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan
yang aman.
Intervensi:
1.) Awasi suhu pasien.
Rasional: Demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi.
2.) Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat.
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan
terhadap infeksi
3.) Kolaborasi dalam dapatkan spesimen sputum dengan batuk atau pengisapan untuk
pewarnaan gram, atau kultur/sensitifitas.
Rasional: Untuk mengidentifikasi organisme penyabab dan kerentanan terhadap berbagai anti
mikrobial.
6. Resiko tinggi cedera (asidosis respiratorius) berhubungan dengan hipoventilasi.
Tujuan: Klien tidak mengalami asidosis.
Kriteria hasil :
- Setelah dilakukan intervensi, anak tidak memperlihatkan tanda-tanda asidusis respiratorius.
Intervensi:
1.) Cegah muntah pada anak.
Rasional : Mencegah agar tidak terjadinya asidosis pada anak.
2.) Lakukan tindakan untuk memperbaiki ventilasi.
Rasional : Hipoventilasi dapat menyebabkan akumulasi CO2
3.) Pantau pH darah dengan cermat.
Rasional : pH normal dapat meningkatkan efek bronkodilator.
4.) Beri natrium bikarbonat sesuai ketentuan.
Rasional : Untuk mencegah atau memperbaiki asidosis.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit asma.
Tujuan: Memberi informasi tentang proses penyakit/ prognosis dan program pengobatan
Kriteria hasil:
- Setelah dilakukan intervensi, keluarga menyatakan pemahaman kondisi/ proses penyakit dan
tindakan.
Intervensi :
B. Saran
Diharapkan setelah mempelajari makalah “Asuhan Keperawatan Gawat darurat II
pada gangguan sistem pernafasan pada anak : status asma” pembaca khususnya mahasiswa/
aakademi keperawatan dapat mengerti dan mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan
sesuai rencana keperawatan secara komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, Suprohaita dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Edisi
Ketiga. Halaman 461-462.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Diakses pada dari
http://www.who.int/child-adolescent-health/). Pada tanggal 30 Desember 2014. Pukul : 22.00
WITA.
Doenges, Marylinn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Sujono Riyadi, Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu. Edisi
Pertama. Halaman 83-95.
Tanjung, dudut. 2003. Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Diakses dari http://google.com. Tanggal
31 Desember 2014. Pukul 02.15 WITA.