Anda di halaman 1dari 33

ASMA

OLEH :
Kelompok 4
Ita Suriani br Harianja
Lisa Lestari
Muhammad Haris
Salhati
Natasya
Novalita
Megawati
1 Rahma Tari
Salhati
Try aquaris

.
PENGERTIAN ASMA

 Penyakit Asma (Asthma)


adalah suatu penyakit
kronik (menahun) yang
menyerang saluran
pernafasan (bronchiale)
pada paru dimana terdapat
peradangan (inflamasi)
dinding rongga bronchiale
sehingga mengakibatkan
penyempitan saluran nafas
yang akhirnya seseorang
mengalami sesak nafas.

2
EPIDEMIOLOGI

Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum


di dunia, dimana terdapat 300 juta penduduk dunia
yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada
anak-anak maupun dewasa, dengan prevalensi yang
lebih besar terjadi pada anak-anak (GINA, 2003).

3
ETIOLOGI
Pada individu yang rentan, inflamasi menyebabkan
episode berulang dari bengek, sesak nafas, sempit
dada, dan batuk.Episode ini biasanya terkait dengan
obstruksi jalan udara yang sering reversible baik
secara spontan maupun setelah pemberian
penanganan. Inflamasi juga menyebabkan
peningkatan hiperresponsifitas bronkus (bronchus
hyperresponsiveness, BHR) terhadap berbagai
stimulus (Sukandar dkk., 2009).
4
FAKTOR RISIKO
1. Imunitas dasar
Mekanisme imunitas terhadap kejadian inflamasi pada asma
kemungkinan terjadi ekspresi sel Th2 yang berlebihan. Gen ORMDL3
mempunyai hubungan kuat sebagai faktor predisposisi asma.
2. Umur
Insidensi tertinggi asma biasanya mengenai anak-anak (7-10%), yaitu
umur 5 – 14 tahun. Sedangkan pada orang dewasa, angka kejadian asma
lebih kecil yaitu sekitar 3-5%), kejadian asma pada kelompok umur 18 –
34 tahun adalah 14% sedangkan >65 tahun menurun menjadi 8.8%.

5
FAKTOR RISIKO
3. Jenis Kelamin

Menurut GINA (2009) dan NHLBI (2007), jenis kelamin laki-laki merupakan sebuah faktor rIsiko terjadinya asma
pada anak-anak. Akan tetapi, pada masa pubertas, rasio prevalensi bergeser dan menjadi lebih sering terjadi
pada perempuan (NHLBI, 2007). Pada manusia dewasa tidak didapati perbedaan angka kejadian asma di antara
kedua jenis kelamin (Maryono, 2009).

4. Faktor pencetus

Paparan terhadap alergen merupakan faktor pencetus asma yang paling penting. Alergen – allergen ini dapat
berupa kutu debu, kecoak, binatang, dan polen/tepung sari. Kutu debu umumnya ditemukan pada lantai
rumah, karpet dan tempat tidur yang kotor. Kecoak telah dibuktikan menyebabkan sensitisasi alergi, terutama
pada rumah di perkotaan

5. Status sosioekonomik

Mielck dkk (1996) menemukan hubungan antara status sosioekonomik / pendapatan dengan prevalensi derajat

asma berat. Dimana, prevalensi derajat asma berat paling banyak terjadi pada penderita dengan status

sosioekonomi yang rendah, yaitu sekitar 40%.

6
PATOFISIOLOGI

 Pada suatu serangan asma, otot polos dari


bronki mengalami kejang dan jaringan yang
melapisi saluran udara mengalami
pembengkakan karena adanya peradangan
dan pelepasan lendir ke dalam saluran
udara. Hal ini akan memperkecil diameter
dari saluran udara (disebut
bronkokonstriksi) dan penyempitan ini
menyebabkan penderita harus berusaha
sekuat tenaga supaya dapat bernafas.
7
PENYEBAB PENYAKIT ASMA
 pada penderita asma saluran
pernapasannya memiliki sifat yang khas
yaitu sangat peka terhadap berbagai
rangsangan (bronchial hyperreactivity =
hipereaktivitas saluran napas) seperti
polusi udara (asap, debu, zat kimia),
serbuk sari, udara dingin, makanan,
hewan berbulu, tekanan jiwa, bau/aroma
menyengat (misalnya;parfum) dan
olahraga.
8
TANDA DAN GEJALA PENYAKIT ASMA
 Pernafasan berbunyi (wheezing/mengi/bengek)
terutama saat mengeluarkan nafas (exhalation). Tidak
semua penderita asma memiliki pernafasan yang
berbunyi, dan tidak semua orang yang nafasnya terdegar
wheezing adalah penderita asma!
 Adanya sesak nafas sebagai akibat penyempitan saluran
bronki (bronchiale).
 Batuk berkepanjangan di waktu malam hari atau cuaca
dingin.
 Adanya keluhan penderita yang merasakan dada
sempit..
 Serangan asma yang hebat menyebabkan penderita
tidak dapat berbicara karena kesulitannya dalam
mengatur pernafasan. 9
DIAGNOSA
Seperti pada penyakit lain, diagnosis penyakit asma dapat ditegakkan dengan
anamnesis yang baik. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan faal paru akan lebih
meningkatkan nilai diagnostik.

A. Anamnesis
 Anamnesis yang baik meliputi riwayat tentang penyakit/gejala, yaitu:

 1. Asma bersifat episodik, sering bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan

 2. Asma biasanya muncul setelah adanya paparan terhadap alergen, gejala


musiman, riwayat alergi/atopi, dan riwayat keluarga pengidap asma
 3. Gejala asma berupa batuk, mengi, sesak napas yang episodik, rasa berat di dada
dan berdahak yang berulang
 4. Gejala timbul/memburuk terutama pada malam/dini hari

 5. Mengi atau batuk setelah kegiatan fisik

 6. Respon positif terhadap pemberian bronkodilator

10
B. PEMERIKSAAN FISIK

Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan fisik dapat

normal (GINA, 2009). Kelainan pemeriksaan fisik yang paling umum

ditemukan pada auskultasi adalah mengi. Pada sebagian penderita, auskultasi

dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah

terdapat penyempitan jalan napas. Oleh karena itu, pemeriksaan fisik akan

sangat membantu diagnosis jika pada saat pemeriksaan terdapat gejala-gejala

obstruksi saluran pernapasan (Chung, 2002)

11
C. PEMERIKSAAN FAAL PARU
Banyak metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah dianggap sebagai standard pemeriksaan
adalah:

(1) pemeriksaan spirometri dan

(2) (2) Arus Puncak Ekspirasi meter (APE).

Pemeriksaan spirometri merupakan pemeriksaan hambatan jalan napas dan reversibilitas yang
direkomendasi oleh GINA (2009). Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan
kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui spirometri. Untuk
mendapatkan hasil yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 3 ekspirasi. Banyak penyakit paru-
paru menyebabkan turunnya angka VEP1. Maka dari itu, obstruksi jalan napas diketahui dari
nilai VEP1 prediksi (%) dan atau rasio VEP1/KVP (%). Pemeriksaan dengan APE meter walaupun
kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi dan
sore (tidak lebih dari 20%).

12
PRESENTASI KLINIS
a. Asma Kronik

Asma klasik ditandai dengan dispnea yang disertai dengan bengek, tapi
gambaran klinik asma beragam. Pasien dapat mengeluhkan sempit dada; batuk
(terutama pada malam hari), atau bunyi saat bernafas. Hal ini sering terjadi saat latihan
fisik tetapi dapat terjadi secara spontan atau berhubungan dengan alergen tertentu.
Tanda-tandanya termasuk bunyi saat ekspirasi dengan pemeriksaan auskultasi, batuk
kering yang berulang, atau tanda atopi. Asma dapat bervariasi dari gejala harian kronik
sampai gejala yang berselang. Terdapat keparahan dan remisi berulang, dan interval
antar gejala dapat mingguan, bulanan, atau tahunan. Keparahan ditentukan oleh fungsi
paru-paru dan gejala sebelum terapi disamping jumlah obat yang diperlukan untuk
mengontrol gejala
13
b. Asma Parah Akut

Asma yang tidak terkontrol dapat berlanjut menjadi akut dimana inflamasi
edema jalan udara, akumulasi mukus berlebihan, dan bronkospasmus parah
menyebabkan penyempitan jalan udara yang serius yang tidak responsive terhadap
terapi bronkodilator biasa. Pasien mungkin mengalami kecemasan dan mengeluhkan
dispnea parah , nafas pendek, sempit dada, atau rasa terbakar. Mereka mungkin hanya
dapat mengatakan beberapa kata dalam satu nafas. Gejala tidak responsif terhadap
penanganan biasa. Tanda termasuk bunyi yang terdengar dengan auskultasi saat
inspirasi dan ekspirasi, batuk kering yang berulang, takhipnea, kulit pucat atau kebiruan
dan dada yang mengembang disertai dengan retraksi interkostal, dan supraklaviral.
Bunyi nafas dapat hilang bila obstruksi sangat parah (Sukandar dkk., 2009).

14
Perkiraan Keparahan
Penentuan (Arus Puncak Ekspirasi)APE : Nilai < 50 %
kemampuan terbaik atau prediksi normal menandakan
keparahan tertinggi
Penanganan Awal
Inheler Short acting β2 agonis: Dgn Matered
Dosis Inhaler 2-4 puff 3 kali dengan interval 20
menit atau sekali menggunakan nebulizer

Respon Sedang Respon Buruk


Respon Baik

Keparahan Sedang Keparahan Tinggi


Keparahan Ringan
APE 50 % prediksi atau APE <50 % prediksi atau
APE>80 % prediksi atau
kemampuan terbaik kemampuan terbaik
kemampuan terbaik
Nafas terengah-engah atau Nafas terengah-engah atau
Tidak terengah-engah atau
nafas pendek persisten nafas pendek yang sangat
nafas pendek
Tambah kortikosteroid oral terlihat.
Respon terhadap β2 agonis
Lanjutkan β2 agonis Tambah kortikosteroid oral
bertahan hingga 4 jam
Ulangi β2 agonis secepatnya
β2 agonis dilanjutkan setiap 3-4
Jika pesakit tidak responsif,
jam selama 24-48 jam Kontak dokter untuk masukkan ke unit gawat
Untuk pasien dengan
kortikosteroid inhaler, dosis instruksi selanjutnya darurat
digandakan untuk 7 – 10 hari

Kontak dokter untuk tindakan Bawa ke IGD


lanjut
KLASIFIKASI ASMA
 Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan
etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan
aliran udara.

APT.
Farmakologi Sosial_Rina Yuniarti, S.Farm,
 Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit
penting bagi pengobatan dan perencanaan
penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat
asma semakin tinggi tingkat pengobatan.

16
KLASIFIKASI ASMA

Derajat Asma Gejala Fungsi Paru


I. Intermitten Siang hari < 2 kali per minggu Variabilitas APE < 20%
Malam hari < 2 kali per bulan FEV1 > 80% nilai prediksi
Serangan singkat APE > 80% nilai terbaik
Tidak ada gejala antar serangan
Intensitas serangan bervariasi

II. Persisten Ringan Siang hari > 2 kali per minggu, tetapi < 1 Variabilitas APE 20 - 30%
kali per hari Malam hari FEV1 > 80% nilai prediksi
> 2 kali per bulan APE > 80% nilai terbaik
Serangan dapat mempengaruhi aktifitas

III. Persisten Sedang Siang hari ada gejala Variabilitas APE > 30%
Malam hari > 1 kali per minggu FEV1 60-80% nilai prediksi
Serangan mempengaruhi aktifitas APE 60-80% nilai terbaik
Serangan > 2 kali per minggu
Serangan berlangsung berhari-hari
Sehari-hari menggunakan inhalasi β2-
agonis short acting

IV. Persisten Berat Siang hari terus menerus ada gejala Variabilitas APE > 30%
Setiap malam hari sering timbul gejala FEV1 < 60% nilai prediksi
Aktifitas fisik terbatas APE < 60% nilai terbaik
Sering timbul serangan
ASMA DAN PENANGGANANYA
Asma dapat diterapi dengan 2 macam cara:
 Cara pertama merupakan terapi non-obat, dapat
dilakukan dengan menghindari pemicunya, atau
dengan terapi napas (senam asma).
 Cara kedua dengan melibatkan obat-obat asma

18
OBAT-OBAT UNTUK ASMA
 Turunan xantin (bronkodilatasi), ex:
aminophilyn, theofillyn.
 Kortikosteroid (anti inflamasi)
ex:prednison, metilprednisolon
 Imunosupresan (obat yang menekan
reaksi AgAb juga sebagai anti inflamasi)
ex:metotreksat
 Garam-garam kromolin (profilaksis,
untuk mencegah keluarnya AH=anti
histamin)
19
TERAPI MELIBATKAN OBAT-OBAT ASMA YANG
DIGOLONGKAN MENJADI 2 MELIBATKAN OBAT-

OBAT ASMA YANG DIGOLONGKAN MENJADI 2

 untuk penggunaan jangka panjang yang berguna


mengontrol gejala asma dan sebagai terapi untuk
mencegah kekambuhan (long-term prevention)
 obat asma untuk penggunaan jangka pendek
yang merupakan pengobatan cepat untuk
mengatasi serangan asma akut (short-term
relief).

20
TERAPI JANGKA PANJANG
Obat jangka panjang memberikan pencegahan
jangka panjang terhadap gejala asma, menekan,
mengontrol, dan menyembuhkan inflamasi jika
digunakan teratur namun tidak efektif untuk
mengatasi serangan akut. Beberapa obat jangka
panjang antara lain kortikosteroid inhalasi yang
merupakan obat paling efektif, beta-2 agonis aksi
panjang dan metil ksantin (teofilin) untuk
mengatasi gejala asma pada malam hari (gejala
nocturnal), kromolin dan nedokromil sebagai
antiinflamasi

21
TERAPI JANGKA PENDEK
 sedangkan untuk jangka pendek, berupa
obat-obat bronkodilator (salbutamol,
terbutalin, dan ipratropium) dan
kortikosteroid oral ketika serangannya
sedang sampai berat.
 Untuk jangka panjang dan pendek, dapat
digunakan obat-obat sistemik
(prednisolon, prednison,
metilprednisolon).
22
OBAT-OBAT ASMA :
1. Golongan Beta-Adrenergika

ADRENALIN
 Zat adrenergika ini dengan efek alfa + beta adalah bronchodilator terkuat dengan kerja cepat
tetapi singkat dan digunakan untuk serangan asma yang hebat. Sering kali senyawa ini
dikombinasi dengan transquilizer peroral guna melawan rasa takut dan cemas yang
menyertai serangan. Secara oral, adrenalin tidak aktif.
 Efek samping berupa efek sentral (gelisah, tremor, nyeri kepala) dan terhadap jantung
(palpitasi,
aritmia), terutama pada dosis lebih tinggi. Dosis : pada serangan asma i.v 0,3 ml dari larutan
1 : 1.000 yang dapat diulang 2 kali setiap 20 menit.

ISOPRENALIN
 Derivat ini mempunyai efek β1 + β2 adrenergis dan memiliki daya bronchodilatasi baik, tetapi
resorpsinya di usus buruk dan tidak teratur. Resorpsinya dari mulut (oromukosal) dalam
bentuk tablet atau larutan sedikit lebih baik dan cepat, dan efeknya sudah timbul setelah
beberapa menit dan bertahan sampai 1 jam.
 Penggunaannya sebagai obat asma sudah terdesak oleh adrenergika dengan khasiat spesifik
terhadap reseptor β2 (bronchi) dan praktis tanpa efek β1 (jantung), sehingga lebih jarang
menimbulkan efek samping.
2. Golongan Beta-Mimetika
SALBUTAMOL
 Derivat isoprenalin ini merupakan adrenergikum pertama (1968) yang pada dosis biasa memiliki daya kerja
yang lebih kurang spesifik terhadap reseptor β2. Selain berdaya bronchodilatasi baik, salbutamol juga
memiliki efek lemah terhadap stabilisasi mastcell, maka sangat efektif mencegah atau meniadakan serangan
asma.
 Efek samping jarang terjadi dan biasanya berupa nyeri kepala, pusing-pusing, mual dan tremor tangan. Pada
overdose, dapat terjadi stimulasi reeptor β1 dengan efek kardiovaskular : tachycardia, palpitasi, aritmiadan
hipotensi.

TERBUTALIN
Derivat metildari orsiprenalin (1970) ini jga berkhasiat β2 selektif. Secara oral, mulai kerjanya sesudah 1-2 jam
sedangkan lama kerjanya 6 jam. Lebih sering mengakibatkan tachycardia.

TEOFILIN
Alkaloid ini (1908) terdapat bersama kofein dan memiliki sejumlah khasiat antara lain berdaya spasmolitik
terhadap
otot polos, khususnya otot bronchi, menstimulasi jantung (efek inotrop positif) dan mendilatasinya. Teofilin juga
menstimulasi SSP dan pernapasan. Kini obat ini banyak digunakan sebagai obat prevensi dan terapi serangan
asma.

AMINOFILIN
Adalah garam yang dalam darah membebaskan teofilin kembali. Garam ini bersifat basa dan sangat
merangsang
selaput lendir, sehingga scara oral sering mengakibatkan gangguan lambung (mual, muntah). Pada serangan
asma, obat
3. GOLONGAN ANTIKOLINERGIKA

IPRATOPIUM
 Derivat N-propil dari atropin ini (1974) berkhasiat
bronchodilatasi, karena melawan pembentukan cGMP yang
menimbulkan konstriksi. Ipratropium berdaya mengurangi
hipersekresi di bronchi, yakni “efek mengeringkan” dari obat
antikolinergika, maka amat efektif pada pasien yang
mengeluarkan banyak dahak. Khususnya digunakan sebagai
inhalasi, efeknya dimulai lebih lambat (15 menit) daripada β2
mimetika. Efek maksimalnya dicapai setelah 1-2 jam dan
bertahan rata-rata 6 jam.
 Sangat efektif sebagai obat pencegah dan pemeliharaan,
terutama pada bronchitis kronis. Kini zat ini tidak digunakan
(lagi) sebagai monoterapi (pemeliharaan), melainkan selalu
bersama kortikosteroid-inhalasi. Kombinasinya dengan β2
mimetika memperkuat efeknya (adisi)
 Resorpsinya secara oral buruk. Secara tracheal hanya bekerja
setempat dan praktis tidak diserap. Keuntungannya ialah zat
ini dapat digunakan oleh pasien jantung yang tidak tahan
terhadap adrenergika. Efek sampingnya jarang terjadi dan
biasanya berupa mulut kering, mual, nyeri kepala dan pusing.
4.GOLONGAN KORTIKOSTEROID-
INHALASI

BEKLOMETASON
 Derivat betametason ini (1967) dimana atom fluor-nya digantikan
oleh klor, mempunyai daya larut buruk dan hanya sedikit diresorpsi
oleh mukosa bronchi. Karena sebagian besar obat ini suatu inhalasi
(80%) terendap di mulut dan tenggorokan, resiko resorpsi meningkat
pada dosis tinggi dan bagi beklometason pada dosis diatas 1.000 mcg
sehari.
 Glukortikoid ini dapat digunakan secara lokal dalam bentuk dosis-
aerosol (nebuhaler), serbuk inhalasi (turbuhaler) atau cairan
inhalasi. Dengan cara pemberian ini, efeksamping sistemis dari
penggunaan oral dapat dihindari.

FLUTIKASON
 Derivat-difluor (dalam inti steroid) pada penggunaan tracheal tidak
diinaktifkan dalam paru-paru. Efeknya menjadi nyata setelah 1
minggu, daya kerjanya bertahan lebih panjang dari kedua obat
lainnya (plasma t1/2 nya 3 jam). Bagian dosis yang diminum hanya
diserap untuk sebagian kecil, kemudian dirombak dalam hati
menjadi metabolit inaktif.
 Efek samping : pada dosis tinggi (diatas 500 mcg/hari) ternyata
menimbulkan efek sistemis; pada anak-anak dihambat
pertumbuhannya. Penyebabnya mungkin karena bersifat sangat
lipofil dengan volume pembagian lebih besar dan ikatan reseptornya
Kromolin Sodium dan
Nedokromil
 Kromolin merupakan obat antiinflamasi. Obat-obat
ini menghambat pelepasan mediator, histamin dan
SRS-A (Slow Reacting Substance Anaphylaxis,
leukotrien) dari sel mast. Kromolin bekerja lokal
pada paru-paru tempat obat diberikan.
 Nedokromil merupakan anti-inflamasi inhalasi untuk
pencegahan asma. Obat ini akan menghambat
aktivasi secara in vitro dan pembebasan mediator
dari berbagai tipe sel berhubungan dengan asma
termasuk eosinofil, neutrofil, makrofag, sel mast,
monosit dan platelet. Nedokromil menghambat
perkembangan respon bronko konstriksi baik awal
dan maupun lanjut terhadap antigen terinhalasi.
PENGOBATAN ASMA KRONIK
D. Penggunaan obat-obatan
Derajat Asma Pengobatan
I. Intermitten -Tidak di butuhkan pengobatan harian
-Eksaserbasi akan terjadi dalam waktu lama dengan fungsi paru normal
dan tidak ada gejala. Ketika terjadi eksaserbasi cukup diberi Short acting β
agonis
II. Persisten Ringan Pengobatan utama
Dosis rendah inhalasi kortikosteroid
Alternatif pengobatan
Kromolin, Leukotrien, nedocromil atau Teofilin SR dengan konsentrasi
serum 5-15 mcg/ml
III. Persisten Sedang Pengobatan Utama
Dosis rendah-menengah inhalasi kortikosteroid dan inhalasi long –acting β
agonis
Alternatif Pengobatan
-Meningkatkan inhalasi kortikosteroid dengan range dosis sedang atau
- Dosis rendah sampai tinggi inhalasi kortikosteroid dan salah satu
modifikasi leukotrien atau teofilin

IV. Persisten Berat Pengobatan Utama


-Dosis tinggi inhalasi kortikosteroid dan
- Inhalasi Long-acting β agonis dan jika dibutuhkan
- Kortikosteroid tablet atau sirup (2 mg/kg/hari, tidak boleh melebihi 60
mg/hari)
(Pemakaian berulang dapat mereduksi kortikosteroid sistemik dan untuk
pemeliharaan guna kortikosteroid dosis tinggi)
EFEK SAMPING
 Kortikosteroid hirup, pada ibu hamil berefek
pada rendahnya berat bayi yang lahir dan
memperlambat pertumbuhan anak-anak jika
digunakan selama bertahun-tahun.
 Kortikosteroid inhalasi berefek samping lokal
pada anak-anak seperti batuk, rasa haus, dan
kekakuan lidah bila pemberian melalui
nebulizer, meningkatkan kejadian osteoporosis
pada wanita.
 Kortikosteroid oral dapat saja digunakan untuk
jangka panjang, tetapi hanya boleh digunakan
kalau obat lain telah gagal sebab beresiko
osteoporosis.
29
EFEK SAMPING
 Teofilin,pada anak-anak, menimbulkan
hiperaktivitas dan gangguan pencernaan.
 Obat-obat sistemik dalam jangka pendek
dapat meningkatkan berat badan,
hipertensi, gemuk air karena retensi
cairan, dan jangka panjangnya
menimbulkan moon face, perlambatan
pertumbuhan, diabetes, dan penipisan
jaringan kulit.
30
TERAPI NON FARMAKOLOGI

- Meminimalkan paparan alergen

- Kontrol terhadap faktor pemicu serangan (debu, polusi, merokok,

olah raga, perubahan suhu)

- Menghindari stress fisik dan emosional.

- Olah raga khusus asma 2x seminggu selama 8 minggu

- Tidak boleh minum alkohol

- Tidak boleh memelihara hewan peliharaan


31
CONTOH KASUS
 Ada seorang pasien bernama ibu tuti sejak
kurang lebih 6 jam yang lalu, pasien mengeluh
sesak nafas, sesak timbul saat cuaca dingin dan
terkena debu, tidak dipengaruhi oleh aktivitas,
posisi. Mengi (+), batuk (+) berdahak berwarna
putih, encer, darah tidak ada. Demam tidak ada,
Obat apa yang diberikan kepada pasien tersebut?
a. Salbutamol 2mg tablet dan ambroxol syrup
b. Prednisolon
c. Ibuprofen
d. Bromhexine 32
e. Dextromethorphan
33

Anda mungkin juga menyukai