Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONKIALE

Disusun oleh :

VERA DWI ANJANI


NIM. 180070300011017

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
1. DEFINISI

Asma bronkial adalah penyakit penyempitan saluran pernapasan yang disebabkan


oleh meningkatnya respons trakea dan bronkus terhadap berbagai macam
rangsangan.Penyempitan saluran pernapasan ini bersifat sementara dan dapat kembali
seperti semula, baik tanpa obat maupun dengan obat (Admin, 2011). Pengertian lain dari
asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible, bahwa trakea
dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulus tertentu. Asma
dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan dispnea, batuk
dan mengi.

2. EPIDEMIOLOGI

Menurut Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan 2010, Berdasarkan hasil surveilans


penyakit tidak menular berbasis rumah sakit di Sulawesi selatan pada tahun 2008.
Diperoleh informasi bahwa jumlah penderita asma adalah 800 orang. Sedangkan pada
tahun 2009 sebanyak 870 orang, dan berdasarkan hasil surveilans penyakit menular
berbasis puskesmas di Sulawesi selatan pada tahun 2008. Diperoleh informasi bahwa
jumlah penderita asma adalah 654 orang sedangkan pada tahun 2009 sebanyak 746 orang
(Lindawati, 2011). Berdasarkan dari data yang diperoleh dari bagian rekam medik,
Rumah Sakit dr. Wahidin Sudirohusodo. Makassar. Jumlah penderita asma bronchial
pada tahun 2009 sebanyak 166 penderita, sedangkan pada tahun 2010 terjadi penurunan
yaitu sebanyak 121 penderita, sedangkan pada tahun 2011 terjadi peningkatan sebanyak
138 penderita.

3. ETIOLOGI
Etiologi dari asma bronchial belum diketahui, tapi ada beberapa faktor predisposisi
dan presipitasi timbulnya serangan asma bronchial:
 Faktor predisposisi
Genetik adalah factor predisposisi dari asma bronkial yang diturunkan berupa
alerginya, meskipun belum diketahui cara penurunannya karena dengan
adanya alergi ini, penderita akan sangat mudah terkena
penyakitasmabronkialjikaterpapardengan factor pencetusnya.
 Faktor presipitasi
1. Alergen
- Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contohnya :
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi.
- Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contohnya : makanan dan
obat-obatan
2. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti : musim hujan,
musim kemarau, musim bunga. Hal yang berhubungan dengan arah mata
angin adalah debu dan serbuk bunga.
3. Stress
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberta serangan asma yang sudah ada. Jika stress masih belum
bisa diatasi maka gejala asma juga belum bisa diobati.
4. Lingkungan kerja
Lingkungankerjamempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya
serangan asma.Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.Misalnya orang
yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu
lintas.
5. Aktifitas Fisik
Asma yang timbul karena aktifitasfisik terjadi bila seseorang mengalami
gejala-gejala asma selama atau setelah berolahraga atau melakukan
aktifitas.Pada saat penderita dalam keadaan istirahat, penderitaakan bernafas
melalui hidung.Sewaktu udara bergerak melalui hidung, udara itu dipanaskan
dan menjadi lembab.Saat melakukan aktifitas, pernafasan terjadi melalui
mulut, nafasnya semakin cepat dan volume udara yang dihirup bertambah
banyak.Hal ini dapat menyebabkan otot yang peka di sekitar saluran
pernafasan mengencang sehingga saluran udara menjadi lebih sempit, yang
menyebabkan bernafas menjadi lebih sulit sehingga terjadilah gejalagejala
asma (Muzayin, 2004). Sebagian besar penderita asma akan menyebabkan
bernafas menjadi lebih sulit sehingga terjadilah gejalagejala asma (Muzayin,
2004).

4. PATOFISIOLOGI
Ciri khas pada asma bronkial adalah terjadinya penyempitan bronkus, yang
disebabkan oleh spasme atau konstriksi otot-otot polos bronkus, pembengkakan atau
edema mukosa bronkus, dan hipersekresi mukosa/ kelenjar bronkus (Smeltzer, 2002;
Sundaru, 2001).Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas.Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus
terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga
terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini
menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody
ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan
erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka
antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah
terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),
faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini
akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus
yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga
menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Diameter bronkiolus pada asma akan berkurang selama ekspirasi dari pada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian
luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya
adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama
ekspirasi.Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan
adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.Hal ini menyebabkan dispnea.Kapasitas
residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan
asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru.Hal ini bisa menyebabkan
barrel chest.

6. MANIFESTASI KLINIS
a. Tanda
Sebelum muncul suatu episode serangan asma pada penderita, biasanya akan
ditemukan tanda-tanda awal datangnya asma. Tanda-tanda awal datangnya asma
memiliki sifat-sifat sebagai berikut, yaitu sifatnya unik untuk setiap individu,
pada individu yang sama, tanda-tanda peringatan awal bisa sama, hampir sama,
atau sama sekali berbeda pada setiap episode serangan dan tanda peringatan awal
yang paling bisa diandalkan adalah penurunan dari angka prestasi penggunaan
“Preak Flow Meter”.
Beberapa contoh tanda peringatan awal (Hadibroto & Alam, 2006) adalah
perubahan dalam pola pernapasan, bersin-bersin, perubahan suasana hati
(moodiness), hidung mampat, batuk, gatal-gatal pada tenggorokan, merasa capai,
lingkaran hitam dibawah mata, susah tidur, turunnya toleransi tubuh terhadap
kegiatan olahraga dan kecenderungan penurunan prestasi dalam penggunaan
Preak Flow Meter.
b. Gejala
Gejala Asma Umum
- Perubahan saluran napas yang terjadi pada asma menyebabkan dibutuhkannya
usaha yang jauh lebih keras untuk memasukkan dan mengeluarkan udara dari
paru-paru. Hal tersebut dapat memunculkan gejala berupa sesak napas/sulit
bernapas, sesak dada, mengi/napas berbunyi (wheezing) dan batuk (lebih
sering terjadi pada anak daripada orang dewasa).
- Tidak semua orang akan mengalami gejala-gelaja tersebut. Beberapa orang
dapat mengalaminya dari waktu ke waktu, dan beberapa orang lainya selalu
mengalaminya sepanjang hidupnya. Gelaja asma seringkali memburuk pada
malam hari atau setelah mengalami kontak dengan pemicu asma (Bull &
Price, 2007). Selain itu, angka performa penggunaan Preak Flow Meter
menunjukkan rating yang termasuk “hati-hati” atau “bahaya” (biasanya antara
50% sampai 80% dari penunjuk performa terbaik individu) (Hadibroto &
Alam, 2006).

Gejala Asma Berat


- Gejala asma berat (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut yaitu
serangan batuk yang hebat, napas berat “ngik-ngik”, tersengal-sengal, sesak
dada, susah bicara dan berkonsentrasi, jalan sedikit menyebabkan napas
tersengal-sengal, napas menjadi dangkal dan cepat atau lambat dibanding
biasanya, pundak membungkuk, lubang hidung mengembang dengan setiap
tarikan napas, daerah leher dan di antara atau di bawah tulang rusuk melesak
ke dalam, bersama tarikan napas, bayangan abu-abu atau membiru pada kulit,
bermula dari daerah sekitar mulut (sianosis), serta angka performa
penggunaan Preak Flow Meter dalam wilayah berbahaya (biasanya di bawah
50% dari performa terbaik individu).

4. KLASIFIKASI ASMA
Klasifikasi tingkat penyakit asma dapat dibagi berdasarkan frekuensi kemunculan
gejala (Hadibroto & Alam, 2006).
- Intermitten, yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang dari 1 kali
dalam seminggu dan gejala asma malam kurang dari 2 kali dalam sebulan.
Jika seperti itu yang terjadi, berarti faal (fungsi) paru masih baik.
- Persisten ringan, yaitu gejala asma lebih dari 1 kali dalam seminggu dan
serangannya sampai mengganggu aktivitas, termasuk tidur. Gejala asma
malam lebih dari 2 kali dalam sebulan. Semua ini membuat faal paru realatif
menurun.
- Persisten sedang, yaitu asma terjadi setiap hari dan serangan sudah
mengganggu aktivitas, serta terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam
lebih dari 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1 kali dalam
seminggu. Faal paru menurun.
- Persisten berat, gejala asma terjadi terus-menerus dan serangan sering terjadi.
Gejala asma malam terjadi hampir setiap malam. Akibatnya faal paru sangat
menurun.

Klasifikasi tingkat penyakit asma berdasarkan berat ringannya gejala (Hadibroto &
Alam, 2006):

- Asma akut ringan, dengan gejala: rasa berat di dada, batuk kering ataupun
berdahak, gangguan tidur malam karena batuk atau sesak napas, mengi tidak
ada atau mengi ringan, APE (Arus Puncak Aspirasi) kurang dari 80%.
- Serangan asma akut sedang, dengan gejala: sesak dengan mengi agak nyaring,
batuk kering/berdahak, aktivitas terganggu, APE antara 50-80%.
- Serangan asma akut berat, dengan gejala: sesak sekali, sukar berbicara dan
kalimat terputus-putus, tidak bisa barbaring, posisi harus setengan duduk agar
dapat bernapas, APE kurang dari 50%.
5. DIAGNOSIS
Pemeriksaan Laboratorium
(1)   Pemeriksaan Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena
hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa,
sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram
penting untuk melibat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji
resistensi terhadap beberapa antibiotik (Muttaqin, 2008).
(2)   Pemeriksaan Darah (Analisa Gas Darah/AGD/astrub
(a) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
(b) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
(c) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm 3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
(3)   Sel Eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm 3 baik
asma intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-
200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil
menunjukkan pengobatan telah tepat (Muttaqin, 2008).

Pemeriksaan Penunjang
(1)   Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
(2)   Pemeriksaan Tes Kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
(3)   Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
(4)   Spirometer
Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga untuk
menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
(5)   Peak Flow Meter/PFM
Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut
digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena
pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan diagnosis asma diperlukan
pemeriksaan obyektif (spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer lebih diutamakan
dibanding PFM karena PFM tidak begitu sensitif dibanding FEV. Untuk diagnosis
obstruksi saluran napas, PFM mengukur terutama saluran napas besar, PFM dibuat
untuk pemantauan dan bukan alat diagnostik, APE dapat digunakan dalam diagnosis
untuk penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan FEV1.
(6)   X-ray Dada/Thorax
Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma.
(7)   Pemeriksaan IgE
Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik pada
kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji
alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE
Atopi dilakukan dengan cara radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk
kulit tidak dapat dilakukan (pada dermographism).
(8)   Petanda Inflamasi
Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak berdasarkan
atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan spirometri bukan
merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas
dapat dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan
kadar oksida nitrit udara yang dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang
diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic
Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat berat asma. Biopsi endobronkial dan
transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang atau sulit
dilakukan di luar riset.

6. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a)      Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen (bronkospasme), penumpukan sekret, sekret kental.
b)      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkospasme).
c)      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkuspasme).
d)     Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat imunitas.

Diagnosa Tujuan/Kriteri
No Intervensi Rasional
Keperawatan a Hasil
1 Tidak Pencapaian Mandiri 1.      Beberapa derajat
efektifnya bersihan jalan
1.      Auskultasi bunyi spasme bronkus
bersihan napas dengan nafas, catat terjadi dengan
jalan nafas kriteria hasil adanya bunyi obstruksi jalan nafas
berhubungan sebagai berikut: nafas, ex: mengi dan dapat/tidak
dengan 1.      2.      Kaji/pantau dimanifestasikan
gangguan Mempertahanka frekuensi adanya nafas
suplai n jalan napas pernafasan, catat advertisius.
oksigen paten dengan rasio 2.      Tachipnea biasanya
(bronkospas bunyi napas inspirasi/ekspirasi ada pada beberapa
me), bersih atau . derajat dan dapat
penumpukan jelas. 3.      Catat adanya ditemukan pada
sekret, sekret
2.      Menunjukan derajat dispnea, penerimaan atau
kental perilaku untuk ansietas, distress selama
memperbaiki pernafasan, stress/adanya proses
bersihan jalan penggunaan obat infeksi akut.
nafas misalnya bantu. 3.      Disfungsi
batuk efektif
4.      Tempatkan posisi pernafasan adalah
dan yang nyaman variable yang
mengeluarkan pada pasien, tergantung pada
sekret. contoh: tahap proses akut
meninggikan yang menimbulkan
kepala tempat perawatan di rumah
tidur, duduk pada sakit.
sandara tempat
4.      Peninggian kepala
tidur. tempat tidur
5.      Pertahankan memudahkan fungsi
polusi lingkungan pernafasan dengan
minimum, menggunakan
contoh: debu, gravitasi.
asap dll. 5.      Pencetus tipe alergi
6.      Tingkatkan pernafasan dapat
masukan cairan mentriger episode
sampai dengan akut.
3000 ml/ hari
6.      Hidrasi membantu
sesuai toleransi menurunkan
jantung kekentalan sekret,
memberikan air penggunaan cairan
hangat. hangat dapat
Kolaborasi menurunkan
7.      Berikan obat kekentalan sekret,
sesuai indikasi penggunaan cairan
bronkodilator. hangat dapat
menurunkan spasme
bronkus.
7.      Merelaksasikan otot
halus dan
menurunkan spasme
jalan nafas, mengi,
dan produksi
mukosa.

2 Pola nafas Perbaikan pola Mandiri 1.      Membantu pasien


tidak efektif nafas dengan
1.      Ajarkan pasien memperpanjang
berhubungan kriteria hasil pernapasan waktu ekspirasi
dengan sebagai berikut: dalam. sehingga pasien
gangguan 1.      2.      Tinggikan kepala akan bernapas lebih
suplai Mempertahanka dan bantu efektif dan efisien.
oksigen n ventilasi mengubah posisi.
2.      Duduk tinggi
(bronkospas adekuat dengan Berikan posisi memungkinkan
me) menunjukan semi fowler. ekspansi paru dan
RR:16-20 Kolaborasi memudahkan
x/menit dan
3.      Berikan oksigen pernapasan.
irama napas tambahan. 3.      Memaksimalkan
teratur. bernapas dan
2.      Tidak menurunkan kerja
mengalami napas.
sianosis atau
tanda hipoksia
lain.
3.      Pasien dapat
melakukan
pernafasan
dalam.
3 Gangguan Perbaikan Mandiri 1.      Sianosis mungkin
pertukaran pertukaran gas
1.      Kaji/awasi secara perifer atau sentral
gas dengan kriteria rutin kulit dan keabu-abuan dan
berhubungan hasil sebagai membrane sianosis sentral
dengan berikut: mukosa. mengindikasikan
gangguan 1.      Perbaikan
2.      Palpasi fremitus. beratnya
suplai ventilasi. 3.      Awasi tanda- hipoksemia.
oksigen 2.      Perbaikan tanda vital dan
2.      Penurunan getaran
(bronkuspas oksigen irama jantung. vibrasi diduga
me) jaringan Kolaborasi adanya pengumplan
adekuat. 4.      Berikan oksigen cairan/udara.
tambahan sesuai
3.      Tachicardi,
dengan indikasi disritmia, dan
hasil AGDA dan perubahan tekanan
toleransi pasien. darah dapat
menunjukan efek
hipoksemia sistemik
pada fungsi jantung.
4.      Dapat memperbaiki
atau mencegah
memburuknya
hipoksia.
4 Risiko tinggi Tidak terjadinya Mandiri 1.      Demam dapat
terhadap infeksi dengan
1.      Awasi suhu. terjadi karena
infeksi kriteria hasil
2.      Diskusikan infeksi dan atau
berhubungan sebagai berikut: adekuat dehidrasi.
dengan tidak
1.      kebutuhan nutrisi.2.      Malnutrisi dapat
adekuat Mengidentifikas Kolaborasi mempengaruhi
imunitas ikan intervensi
3.      Dapatkan kesehatan umum
untuk mencegah specimen sputum dan menurunkan
atau dengan batuk atau tahanan terhadap
menurunkan pengisapan untuk infeksi.
resiko infeksi. pewarnaan gram,
3.      Untuk
2.      Perubahan pola kultur/sensitifitas. mengidentifikasi
hidup untuk organisme penyabab
meningkatkan dan kerentanan
lingkungan terhadap berbagai
yang nyaman. anti microbial.
Daftar Pustaka

1. Asih, Niluh Gede Yasmin. (2003). Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Ayres, Jon. (2003). Asma. Jakarta: PT Dian Rakyat
3. Bull, Eleanor & David Price. (2007). Simple Guide Asma. Jakarta: Penerbit Erlangga
4. Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. (2006). Asma. Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama
5. Hartanti, Vien. (2003). Jadi Dokter di Rumah Sendiri dengan Terapi Herbal dan Pijat.
Jakarta: Pustaka Anggrek
6. Herdinsibuae, W dkk. (2005). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: PT Rineka Cipta
7. Mansjoer, Arif dkk. (2008). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
8. Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika
9. Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
10. Widjadja, Rafelina. (2009). Penyakit Kronis: Tindakan, Pencegahan, & Pengobatan
secara Medis maupun Tradisional. Jakarta: Bee Media Indonesia.
11. Wijayakusuma, Hembing. (2008). Ramuan Lengkap Herbal Taklukkan Penyakit.
Jakarta: Pustaka Bunda

Anda mungkin juga menyukai