Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

" ASMA BRONKIAL "

Disusun oleh :

Nama : Made Kesuma Dewi

Nim : 202201019

DOSEN PENGAMPU : EVI KURNIASARI , S.Kep.,Ns.,M.Kes

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES BATARAGURU SOROWAKA

LUWU TIMUR

TAHUN AJARAN 2022 / 2023


Laporan Pendahuluan

A. Definisi Asma

Asma adalah suatau keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hivesensivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradanagan,
penyempitan ini bersifat berulang dan di antara episode penyempitan bronkus tersebut
terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. Penderita Asma Bronkial,
hipersensensitif dan hiperaktif terhadap rangasangan dari luar, seperti debu rumah,
bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab alergi. Gejala kemunculan sangat
mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba jika tidak dapat
mendapatkan pertolongan secepatnya, resiko kematian bisa datang. Gangguan asma
bronkial juga bias muncul lantaran adanya radang yang mengakibatkan penyempitan
saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat berkerutnya otot polos
saluran pernapasan, pembengkakan selaput lender, dan pembentukan timbunan lendir
yang berlebihan (Irman Somarti, 2012).

Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan bronkus
yang berulang namun revesibel, dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut
terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. Keadaan ini pada orang-orang yang
rentang terkena asma oleh berbagai rangsangan yang menandakan suatu keadaan
hiperaktivitas bronkus yang khas (Solmon, 2015).

Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
brokospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada
percabangan trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimul seperti oleh
faktor biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi (Irman Somarti, 2012).

Menurut (Solmon, 2015), Tipe asma berdasarkan penyebab terbagi menjadi alergi,
diopatik, dan nonalergik atau campuran (mixed) antara lain :

a. Asma alergik/Ekstrinsik

Merupakan suatu bentuk asma dengan alergan seperti bulu binatang, debu,
ketombe, tepung sari, makanan, dan lain-lain.Alergi terbanyak adalah airboner
dan musiman (seasonal).Klien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat
penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan eksrim atau rhinitis alergik.
Paparan terhadap alergik akanmencetus serangan asma. Bentuk asma ini biasanya
di mulai sejak kanak kanak.

b. Idiopatik atau nonarelgik asma/instrinsik

Tidak berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik. Faktor-faktor


seperti common cold, infeksi saluran nafas atas, aktivitas, emosi/stres, dan
populasi lingkungan akan mencetuskan serangan. Beberapa agen farmakologi
seperti antagonis b-adrenergik dan bahan sulfat (penyedap makanan) juga dapat
menjadi faktor penyebab.Serangan dari asma idiopatik atau non nalregik menjadi
lebih berat dan sering kali berjalannya waktu dapat berkembang menjadi btis dan
emfisma.Pada beberapa kasus dapat

dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai
ketika dewasa (> 35 tahun).

c. Asma campuran (Mixed Asma)

Merupakan bentuk asma yang paling sering.Asma campuran dikarateristikkan


dengan bentuk kedua jenis asma alergik dan idiopatik atau nonalergik.

B. Etiologi

Menurut berbagai penelitian patologi dan etiologi asma belum diketahui dengan pasti
penyebababnya, akan tetapi hanya menunjukan dasar gejala asma yaitu inflamasi dan
respon saluran nafas yang berlebihan ditandai dengan dengan adanya kalor (panas
karena vasodilatasi), tumor (esudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit karena
rangsagan sensori), dan function laesa fungsi yang terganggu (sudoyoAru,dkk.2015).

Sebagai pemicu timbulnya serangan dapat berupa infeksi (infeksi virus RSV), iklim
(perubahan mendadak suhu, tekanan udara), inhalan (debu, kapuk, tunggau, sisa
serangga mati, bulu binatang, serbuk sari, bau asap, uap cat), makanan (putih telur,
susu sapi, kacang tanah, coklat, biji bijian, tomat), obat (aspirin), kegiatan fisik
(olahraga berat, kecapaian, tertawa terbahak-bahak), dan emosi (sudoyo Aru,
dkk.2015).

C. Patofisiologi

Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh limfosit T
dan B serta diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE dengan sel
mast.Sebagian besar allergen yang mencetus asma bersifat airborne dan agar dapat
menginduksi keadaan sensitivitas, allergen tersebut harus tersedia dalam jumlah
banyak untuk periode waktu terentu. Akan tetapi, sekali sensitivitasi telah terjadi,
klien akan memperlihatkan respon yang sangan baik, sehingga sejumlah kecil allergen
yang mengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi penyakit yang jelas (Nurarif
& kusuma, 2015).

Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut asma adalah
aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis, beta adrenergik, dan bahan sulfat.
Sindrom pernafasan sensitif-aspirin khususnya terjadi pada orang dewasa, walaupun
keadaan ini juga dapat dilihat pada masa kanakkanak. Masalah ini biasanya berawal
dari rhinitis vasomotor perennial yang diikuti oleh rhinosinusitis hiperplastik dengan
polip nasal. Baru kemudian muncul asma progresif. Klien yang sensitive terhadap
aspirin dapat didesentisasi dengan pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani
terapi ini, toleransi silang juga akan terbentuk terhadap agen anti-inflamasi non-
steroid. Mekanisme yang menyebabkan bronkospasme karena penggunaan aspirin dan
obat lain tidak diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotrien
yang diinduksi secara khusus oleh aspirin (Solomon, 2015).

Antagons ᵝ-adenergik biasanya menyebabkan obtruksi jalan napas pada klien asma,
halnya dengan klien lain. Dapat menyebabkan peningkatan reaktivitas jalan nafas dan
hal tersebut harus dihindari. Obat sulfat, seperti kalium metabisulfit, kalium dan
natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida, yang secara luas dignakan dalam
industri makanan dan farmasi sebagai agen sanitasi serta pengawet dapat
menimbulkan obstruksi jalan nafas akut pada klien yang sensitive. Pajanan biasanya
terjadi setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa ini, seperti
salad, buah segar, kentang, karang, dan anggur (Irman Somarti, 2012).

Pencetus-pencetus serangan diatas ditambah dengan pencetus lainnya dari internal


klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibody. Reaksi antigen
antibody ini akan mengeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya merupakan
mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan. Zat yang dikeluarkan dapat berupa
histamine, bradikinin, dan anafilaktoksin. Hasil ini dari reaksi tersebut adalah
timbulnya tiga gejala, yaitu berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas
kapiler, dan peningkatan sekret mukus (nurarif & kusuma, 2015).

D. Manisfestasi Klinis

Beberapa kondisi klinis yang terkait dengan terjadinya asma bronkhial di antaranya
adalah : gejala klinis asma klasik terdiri dari trias sesak napas, batuk, dan mengi.
Gejala lainnya dapat berupa rasa berat di dada, produksi sputum, penurunan toleransi
kerja, nyeri tenggorokkan, dan pada asma alergik dapat disertai dengan pilek atau
bersin. Gejala tersebut dapat bervariasi menurut waktu dimana gejala tersebut timbul
musiman atau perenial, beratnya, intensitas, dan juga variasi diurnal. Timbulnya
gejala juga sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pencetus seperti paparan terhadap
alergen, udara dingin, infeksi saluran nafas, obat-obatan, atau aktivitas fisik. Faktor
sosial juga mempengaruhi munculnya serangan pada pasien asma, seperti
karakteristik rumah, merokok atau tidak, karakteristik tempat bekerja atau sekolah,
tingkat pendidikan penderita, atau pekerjaan (H. Sukamto, 2006).

Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronkhial adalah batuk, dispnea, dan
wheezing. Serangan sering kali terjadi pada malam hari. Asma biasanya bermula
mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan
lambat,wheezing. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi, yang
mendorong pasien unutk duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori
pernapasan. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Serangan asma dapat
berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan.
Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang
lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer
& Bare, 2002). Gejala penyakit asma bronkhial biasanya pada penderita yang sedang
bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tetapi pada saat serangan asma
bronchial penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan
menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Gejala klasik dari asma bronkhial ini adalah sesak nafas, mengi (whezing), batuk, dan
pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada.

Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang
lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain: silent chest, sianosis,
gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal.
(Tanjung, 2003). Gejala asma terdiri atas triad, yaitu dipsnea, batuk dan mengi.Gejala
yang disebutkan terakhir sering dianggap sebagai gejala yang harus ada (sine qua
non), data lain terlihat pada pemeriksaan fisik (Nurarif & kusuma, 2015).

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai
berikut:

a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.


b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD). Maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium.
f. maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
2. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

3. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3


bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu:

a. Perubahan aksis jantung

Perubahan aksis jantung yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation.

b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung

Tanda-tanda hipertropi otot jantung yakni terdapatnya RBB (Right bundle


branch block).

c. Tanda-tanda hopoksemia
Tanda-tanda hopoksemia yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

d. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
e. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pemberian bronkodilator aerosol golongan adrenergic. Peningkatan FEV1 atau
FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma.

Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri
tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai
beratobstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi

F. Komplikasi

Komplikasi yang dapat teradi pada Asma Bronkial apabila tidak segera ditangani,
adalah : (Sundaro & Sukanto, 2006).

1. Gagal napas.
2. Bronkhitis.
3. Fraktur iga (patah tulang rusuk).
4. Pneumotoraks (penimbunan udara pada rongga dada disekeliling paru yang
menyebabkan paru-paru kolaps).
5. Pneumodiastinum penimbunan dan emfisema subkitus.
6. Aspergilosis bronkopulmoner alergik.
7. Atelektasis
G. Penatalaksanaan

Prinsip-prinsip penatalaksanaan asma bronkial adalah sebagai berikut : (Somantri,


2009).

1. Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan:


a. Saatnya serangan
b. Obat-obatan yang telah diberikan (macam dan dosis)
2. Pemberian obat bronkodilator
3. Penilaian terhadap perbaikan serangan.
4. Pertimbangan terhadap pemberian kartikosteroid.
5. Penatalaksanaan setelah serangan mereda
a. Cari faktor penyebab
b. Modifikasi pengobatan penunjang selanjutya
H. Klasifikasi Asma

Asma dapat diklasifikasikan berdasakan fenotip (fungsional dan fisiopatologis),


keparahan (intermiten, ringan, sedang, dan berat), presentasi klinis (akut dan kronis),
dan etiologi (alergi dan non alergi atau ekstrinsik dan intrinsik) (Athari, 2019).
Pengelompokkan asma ekstrinsik dapat dipicu oleh reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang
di induksi oleh pejanan suatu antigen ekstrinsik seperti serbuk sari (bunga), hewan,
dan tungau debu rumah, sedangkan pengelompokan intrinsik dapat dipicu oleh
beragam mekanisme nonimun.

Termasuk ingesti aspirin, infeksi paru terutama karena virus, udara dingin, iritan
inhalan, stress, dan olahraga. Kategori lain menggolongkan asma berdasarkan agen
atau kejadian yang memicu bronkokonstriksi. Hal ini mencakup asma musiman
karena olahraga, efek obat, dan occupational (akibat kerja), serta bronkitis asmatik
pada perokok (Husain & kumar, 2010).

Menurut GINA (2019) fenotip klinis asma yang telah diidentifikasi, beberapa yang
paling umum adalah :

1. Asma alergi

Asma alergi merupakan fenotip asma yang paling mudah dikenali, yang sering
dimulai pada masa kanak-kanak dan dikaitkan dengan riwayat penyakit alergi
masa lalu atau riwayat keluarga seperti eksim, rinitis alergi, alergi makanan atau
obat. Pasien dengan fenotip asma ini biasanya merespon dengan baik terhadap
pengobatan inhaled corticosteroid (ICS).

2. Asma non-alergi

Beberapa pasien memiliki asma yang tidak berhubungan dengan alergi. Profil
seluler dahak pasien ini mungkin bersifat neutrofilik, eosinofilik atau hanya
mengandung beberapa sel inflamasi (paucigranulocytic). Pasien dengan asma non-
alergi sering menunjukkan respon jangka pendek terhadap inhaled corticosteroid
(ICS).

3. Asma onset dewasa (onset lambat)

Beberapa orang dewasa, terutama wanita, menderita asma untuk pertama kalinya.
Pasien seperti ini cenderung non-alergi, dan sering kali memerlukan ICS dosis
tinggi. Biasanya dipicu asma akibat kerja (yaitu asma akibat pajanan di tempat
kerja).

4. Asma dengan keterbatasan aliran udara persisten

Pasien dengan asma yang berkepanjangan, terjadi keterbatasan aliran udara yang
persisten atau tidak dapat balik sepenuhnya. Hal ini dianggap karena renovasi
dinding saluran udara.

5. Asma dengan obesitas

Pasien obesitas dengan asma memiliki gejala pernapasan yang menonjol dan
sedikit peradangan eosinofilik pada saluran napas. Asma juga dapat
diklasifikasikan berdasarkan jenis sel-sel inflamasi dan kekebalan yang terlibat.
Baru-baru ini dua subtipe dari proses inflamasi yang disebabkan oleh sel T helper
telah didefinisikan sebagai Th2- high dan Th2-low.

Subtipe Th2-tinggi dapat ditandai dengan infiltrasi eosinofilik pada saluran napas,
sedangkan pada subtipe Th2-rendah ditandai oleh infiltrasi neutrofilik (Athari, 2019).
Asma dapat diklasifikasikan pada saat serangan dan tanpa serangan.
Klasifikasi itu sangat penting untuk penatalaksanaan asma. Berat ringan asma
ditentukan oleh berbagai faktor antara lain gambaran klinis sebelum pengobatan dan
frekuensi pemakaian obat (Pitriani, 2018). Menurut GINA (Global Initiative for
Asthma), klasifikasi beratnya asma dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu (Huriyati
& Hafiz, 2016) :

1. Asma berjeda (Intermitten)


Ditemukan gejala asma kurang dari 1 kali seminggu, asimtomatik dan terdapat arus
puncak ekspirasi (APE) diantara serangan normal. Frekuensi serangan malam kurang
dari 2 kali sebulan. APE lebih besar atau sama dengan 80% prediksi, dengan variasi
kurang dari 20%.
2. Asma menetap ringan (Mild Persistent)
Gejala asma 1 kali atau lebih dalam seminggu, tapi kurang dari 1 kali sehari.
Frekuensi serangan lebih dari 2 kali sebulan. APE lebih besar atau sama dengan 80%
prediksi, variasi 20-30%.
3. Asma menetap sedang (Moderate Persistent)
Gejala asma tiap hari, menggunakan B2-agonist tiap hari, aktivitas terganggu hanya
saat serangan. Frekuensi serangan malam lebih dari 1 kali seminggu, APE lebih dari
60% dan kurang dari 80% prediksi, variasi lebih dari 30%.
4. Asma menetap berat (Severe Persistent)
Gejala asma terus menerus, aktivitas fisik terbatas, frekuensi serangan sering, APE
kurang atau sama dari 60% prediksi, variasi lebih dari 30%.

Anda mungkin juga menyukai