PENYAKIT ASMA
DI SUSUN OLEH :
MAXI NUGRAHI (51421011162)
1.1.Latar Belakang
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan
perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat
yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di
masyarakat adalah penyakit asma.
Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan
secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu
dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena
pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu
berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya
pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita
atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih
lama, sering menjadi problem tersendiri.
Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter
sebagai pintu pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong
penderita asma, harus selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering
diabaikan adalah memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan
kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi penderita,
terutama bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan pada waktu
menghadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan
asma.
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan
penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di
Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus
asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun,
baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit
ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup,
produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya
kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian.
(Muchid dkk,2007)
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab
kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada
SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-
4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh
Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi
paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan
kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC),
didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 %
yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Asma
Asma sendiri berasal dari kata asthma. Kata ini berasal dari bahasa Yunani
yang memiliki arti sulit bernafas. Penyakit asma dikenal karena adanya gejala
sesak nafas, batuk, dan mengi yang disebabkan oleh penyempitan saluran nafas.
Atau dengan kata lain asma merupakan peradangan atau pembengkakan saluran
nafas yang reversibel sehingga menyebabkan diproduksinya cairan kental yang
berlebih (Prasetyo, 2010)
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang
disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils,
dan T-lymphocytes terhadap stimuli tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea,
whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan
terjadi secara episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2001).
Menurut Prasetyo (2010) Asma, bengek atau mengi adalah beberapa nama
yang biasa kita pakai kepada pasien yang menderita penyakit asma. Asma bukan
penyakit menular, tetapi faktor keturunan (genetic) sangat punya peranan besar di
sini.
Saluran pernafasan penderita asma sangat sensitif dan memberikan respon
yang sangat berlebihan jika mengalami rangsangan atau ganguan. Saluran
pernafasan tersebut bereaksi dengan cara menyempit dan menghalangi udara yang
masuk. Penyempitan atau hambatan ini bisa mengakibatkan salah satu atau
gabungan dari berbagai gejala mulai dari batuk, sesak, nafas pendek, tersengal-
sengal, hingga nafas yang berbunyi ”ngik-ngik” (Hadibroto et al, 2006).
2.2. Jenis-Jenis Penyakit Asma
Beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang dianut
banyak dokter ahli pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni:
1. Asma Ekstrinsik
2. Asma Intrinsik
2.2.1. Asma Ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan disebabkan
karena reaksi alergi penderitanya terhadap hal-hal tertentu (alergen), yang tidak
membawa pengaruh apa-apa terhadap mereka yang sehat.
Pada orang-orang tertentu, seperti pada penderita asma, sistem imunitas
bekerja lepas kendali dan menimbulkan reaksi alergi. Reaksi ini disebabkan oleh
alergen. Alergen bisa tampil dalam bentuk: mulai dari serbuk bunga, tanaman,
pohon, debu luar/dalam rumah, jamur, hingga zat/bahan makanan. Ketika alergen
memasuki tubuh pengidap alergi, sistem imunitasnya memproduksi antibodi
khusus yang disebut IgE. Antibodi ini mencari dan menempelkan dirinya pada
sel-sel batang. Peristiwa ini terjadi dalam jumlah besar di paru-paru dan saluran
pernafasan lalu membangkitkan suatu reaksi. Batang-batang sel melepaskan zat
kimia yang disebut mediator. Salah satu unsur mediator ini adalah histamin.
Akibat pelepasan histamin terhadap paru-paru adalah reaksi
penegangan/pengerutan saluran pernafasan dan meningkatnya produksi lendir
yang dikeluarkan jaringan lapisan sebelah dalam saluran tersebut.
2.2.2. Asma Intrinsik
Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari alergen.
Asma jenis ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi lingkungan seperti
cuaca, kelembaban dan suhu udara, polusi udara, dan juga oleh aktivitas olahraga
yang berlebihan.
Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan menurunnya kondisi
ketahanan tubuh, terutama pada mereka yang memiliki riwayat kesehatan paru-
paru yang kurang baik, misalnya karena bronkitis dan radang paru-paru
(pneumonia). Penderita diabetes mellitus golongan lansia juga mudah terkena
asma intrinsik.
Tujuan dari pemisahan golongan asma seperti yang disebut di atas adalah untuk
mempermudah usaha penyusunan dan pelaksanaan program pengendalian asma
yang akan dilakukan oleh dokter maupun penderita itu sendiri. Namun dalam
prakteknya, asma adalah penyakit yang kompleks, sehingga tidak selalu
dimungkinkan untuk menentukan secara tegas, golongan asma yang diderita
seseorang. Sering indikasi asma ekstrinsik dan intrinsik bersama-sama dideteksi
ada pada satu orang.
2.3. Gejala Penyakit Asma
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita
lebih sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak
napas yang singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya
hampir selalu mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan
hebat setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh
alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan
timbulnya gejala dan juga sering batuk berkepanjangan terutama di waktu malam
hari atau cuaca dingin.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan napas yang
berbunyi (mengi, bengek), batuk dan sesak napas. Bunyi mengi terutama
terdengar ketika penderita menghembuskan napasnya. Di lain waktu, suatu
serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap
semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan
oleh seorang penderita asma adalah sesak napas, batuk atau rasa sesak di dada.
Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai
beberapa jam, bahkan selama beberapa hari.
Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher.
Batuk kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan
satu-satunya gejala.
Selama serangan asma, sesak napas bisa menjadi semakin berat, sehingga
timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan
mengeluarkan banyak keringat.
Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara
karena sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang
menurun, dimana penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar
kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan)
merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu
segera dilakukan pengobatan. Meskipun telah mengalami serangan yang berat,
biasanya penderita akan sembuh sempurna,
Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan
menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara
terkumpul di sekitar organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan
oleh penderita.
Terapi Penanganan Terhadap Gejala Terapi ini dilakukan tergantung
kepada pasien. Terapi ini dianjurkan kepada pasien yang mempunyai pengalaman
buruk terhadap gejala asma, dan dalam kondisi yang darurat. Penatalaksanaan
terapi ini dilakukan di rumah penderita asma dengan menggunakan obat
bronkodilator seperti: β2 -agonist inhalasi dan glukokortikosteroid oral (GINA,
2005).
2.4.Gambar Paru – Paru
1. Antialergika
Yaitu za-zat yang bekerja manstabilkan mastcell, hingga tidak pecah dan
melepaskan histamin. Obat ini sangat berguna untuk mencegah serangan asma
dan rhinitis alergis
(hay fever). Yang termasuk kelompok ini adalah kromoglikat. b2 adrenergika dan
antihistamin seperti ketotifen dan oksatomida juga memilii efek ini.
2. Bronchodilator
Mekanisme kerja obat ini adalah merangsang sistem adrenergiksehingga
memberikan efek bronkodilatasi. Yang termasuk ke dalamnya adalah :
§ Adrenergika
Khususnya b2 simpatomimetika (b2-mimetik), zat ini bekerja selektif terhadap
reseptor b2(bronchospasmolyse) dan tidak bekerja terhadap reseptor b1 (stimulasi
jantung).
Kelompok b2-mimetik seperti :
1. salbutamol,
2. fenoterol,
3. terbutalin,
4. rimiterol,
5. prokaterol
6. tretoquinol.
Sedangkan yang bekerja terhadap reseptor b2 dan b1 adalah
1. efedrin,
2. isoprenalin,
3. adrenalin, dan lain-lain.
§ Antikolinergika
Contoh :
1. oksifenonium,
2. tiazinamium
3. ipratropium)
Dalam otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergik dan kolinergik.
Bila reseptor b2 sistem adrenergik terhambat, maka sistem kolinergikmenjadi
dominan, sehingga terjadi peciutan bronchi. Antikolinergik bekerja memblokir
reseptor saraf kolinergik pada otot polos bronchi sehingga aktivitas saraf
adrenergik menjadi dominan, engan efek bronchodilatasi.
Efek samping : tachycardia, pengentalan dahak, mulut kering,obstipasi, sukar
kencing, gangguan akomodasi. Efek samping dapat diperkecil dengan pemberian
inhalasi.
§ Derivat xantin
Contoh :
1. Teofilin,
2. Aminofilin
3. Kolinteofinilat
Mempunyai daya bronchodilatasi berdasarkan penghambatan enzim
fosfodiesterase. Selain itu, Teofilin juga mencegah pengikatan hiperaktivitas
sehingga dapat bekerja sebagai profilaksis. Kombinasi dengan Efedrin praktis
tidak memperbesar bronchodilatasi, sedangkan efek tachycardia diperkuat. Oleh
karena itu, kombinasi tersebut dianjurkan.
3. Antihistaminika
Contoh :
1. Ketotipen,
2. Oksatomida,
3. Tiazinamium
4. Deptropin
Obat ini memblokir reseptor histamine sehingga mencegah bronchokonstriksi.
Banyak antihistamin memiliki daya antikolinergika dan sedatif.
4. Kortikosteroida
Contoh :
1. Hidrokortison,
2. Prednison,
3. Deksametason,
4. Betametason)
Daya bronchodilatasinya berdasarkan mempertinggi kepekaan resptor b2,
melawan efek mediator seperti gatal dan radang. Penggunaan terutama pada
serangan asma akibat infeksi virus atau bakteri. Penggunaan jangka lama
hendaknya dihindari, berhubung efek sampingnya, yaitu osteoporosis, borok
lambung, hipertensi dan diabetes. Efek samping dapat dikurangi dengan
pemberian inhalasi.
5.Ekspektoransia
Contoh :
1. KI,
2. NH4CI,
3. Bromheksin,
4. Asetilsistein
Efeknya mencairkan dahak sehingga mudah dikeluarkan. Pada serangan akut, obat
ini berguna terutama bila lendir sangat kentaldan sukar dikeluarkan.
Mekanisme kerja obat ini adalh merangsang mukosa lambung dan sekresi saluran
nafas sehingga menurunkan viskositas lender. Sedangkan asetilsistein
mekanismenya terhadap mukosa protein dengan melepaskan ikatan disulfide
sehingga viskositas endir berkurang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asma bronchial adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif
intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode
bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. Berdasarkan
penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
Ekstrinsik (alergik), Intrinsik (non alergik) ,Asma gabungan.
Dan ada beberapa hal yang merupakan faktor penyebab timbulnya serangan
asma bronkhial yaitu : faktor predisposisi(genetic), faktor presipitasi(alergen,
perubahan cuaca, stress, lingkungan kerja, olahraga/ aktifitas jasmani yang berat).
Pencegahan serangan asma dapat dilakukan dengan :
B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar
dapat menelaah dan memahami apa yang telah terulis dalam makalah ini sehingga
sedikit banyak bisa menambah pengetahuan pembaca. Disamping itu saya juga
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca sehinga kami bisa berorientasi
lebih baik pada makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Muchid, dkk. (2007, September). Pharmaceutical care untuk penyakit asma.
Diakses 22 Juni 2012 dari Direktorat Bina Farmasi Komunitas
Dan Klinik Depkes RI:http://125.160.76.194 /bidang/yanmed/farmasi/
Pharmaceutical/ASMA.pdf
Tanjung, D. (2003). Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Diakses 22 Juni 2012
dari USU digital library: