Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perbaikan kesehatan ibu dan bayi menjadi prioritas pembangunan

kesehatan di Indonesia. Gizi ibu hamil perlu mendapat perhatian karena

berpengaruh terhadap 1000 hari pertama kehidupan seorang anak. Kecukupan

zat gizi akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kognitif

seorang anak. Pertumbuhan dan perkembangan otak janin didalam kandungan

membutuhkan asam lemak esensial Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) seperti

Docosahexaenoic acid (DHA) dan Arakhidonat acid (AA). AA dan DHA sangat

berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan otak janin di dalam kandungan

(Dita, 2015).

Selama kehamilan kebutuhan omega 3 dan omega 6 meningkat melebihi

asupan normal agar dapat mendukung pertumbuhan janin, khususnya otak.

Berdasarkan hasil penelitian Mulyani (2014) sebagian besar makanan Indonesia

mengandung pangan yang dikategorikan rendah sumber asam lemak esensial

dengan nilai kontribusi kecukupan kurang dari 10%. Kelompok makanan yang

dikategorikan dalam sumber pangan yang kaya asam lemak esensial PUFA yaitu

kelompok makanan yang berasal laut dan olahannya seperti bahan makanan

ikan tuna, ikan tongkol, ikan salmon yang mampu memenuhi lebih dari 70%

kecukupan asam lemak esensial untuk ibu hamil, ibu menyusui dan anak-anak.

Buah biji berminyak seperti minyak zaitun, kacang mede, dan yang mudah

1
diperoleh kacang kedelai sangat berkontribusi dalam pertumbuhan dan

perkembangan kognitif janin saat di

2
kandungan. Sehingga, ibu hamil di Indonesia berisiko

kekurangan asupan Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) (Pusat

Ketahanan dan Kerawanan Pangan, 2018) Kejadian BBLR dan mikrosefali atau

lingkar kepala tidak normal masih menjadi fokus pemerintah untuk mencegah

peningkatan angka kematian bayi. Tahun 2016 jumlah kematian bayi sebesar 32.007

jiwa. Angka kematian bayi di Bali sebesar 6,01/1.000 kelahiran hidup. Tahun 2016

angka kematian bayi di Gianyar 9/1.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan

dengan angka kematian bayi di provinsi Bali, angka kematian bayi di Kabupaten

Gianyar masih lebih tinggi. Hal ini disebabkan, kejadian BBLR masih cendrung

tinggi (Dinkes Kabupaten Gianyar, 2017). Sementara prevalensi kejadian lingkar

kepala < 33 cm saat lahir di Provinsi Bali tahun 2018 mencapai 36,8

%. Hal tersebut menandakan sebanyak

36,8% perkembangan otak bayi pada saat janin belum maksimal, yang

akan berpengaruh

terhadap fungsi kemampuan kognitif (Kemenkes RI, 2018).

Asupan Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) yang cukup pada masa

kehamilan lingkar kepala bayi bertambah 0,20 cm. Lingkaran kepala

mencerminkan volume intrakranial termasuk pertumbuhan otak. Apabila otak

tidak tumbuh dengan normal, kepala akan kecil atau sebaliknya, bila kepala

tidak tumbuh otak akan mengikuti (Mila dkk, 2015). Sementara, konsumsi ikan

pada masyarakat di daerah pesisir juga memiliki hubungan yang positif dengan

kejadian BBLR dan lingkar kepala bayi baru lahir (Rendra dkk, 2017). Dari data

tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan asupan Polyunsaturated

3
Fatty Acid (PUFA) dengan status gizi dan lingkar kepala bayi baru lahir.

4
B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara konsumsi Polyunsaturated fatty acid (PUFA)

dengan status gizi dengan lingkar kepala bayi baru lahir di Klinik Bersalin

Yayasan Bumi Sehat.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan konsumsi Polyunsaturated fatty acid (PUFA) dengan

status gizi dan lingkar kepala bayi baru lahir di Klinik Bersalin Yayasan Bumi

Sehat.

2. Tujuan Khusus

a. Menilai tingkat konsumsi Polyunsaturated fatty acid (PUFA) pada


pasien

postpartum di Klinik Bersalin Yayasan Bumi Sehat.

b. Mengukur status gizi bayi baru lahir di Klinik Bersalin Yayasan Bumi Sehat.

c. Mengukur lingkar kepala bayi baru lahir di Klinik Bersalin Yayasan Bumi

Sehat.

d. Menganalisis hubungan konsumsi Polyunsaturated fatty acid (PUFA)

dengan status gizi dan lingkar kepala bayi baru lahir di Klinik Bersalin

Yayasan Bumi Sehat.

5
D. Manfaat

1. Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sarana untuk mengembangkan

pengetahuan dan wawasan yang bersifat ilmiah tentang hubungan konsumsi

polyunsaturated fatty acid (PUFA) dengan status gizi dan lingkar kepala bayi baru

lahir.

2. Praktis

Dapat menerapakan ilmu kepada pasien dan masyarakat dalam pemilihan

bahan makanan pada menu ibu hamil . Sehingga, ibu hamil dapat memilih bahan

makanan yang mengandung Polyunsaturated fatty acid (PUFA) untuk

pertumbuhan dan perkembangan otak janin yang optimal.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Status Gizi Bayi Baru Lahir

1. Definisi

Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang berusia 0 - 28 hari

(Kementerian Kesehatan RI, 2010). Sedangkan, status gizi adalah ekspresi dari

keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu,atau perwujudan dari

nutriture dalam bentuk variabel tertentu. (Supariasa dkk ,2014)

2. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

a) Faktor Internal

1) Genetik

Pada masa fertilisasi merupakan fase penentuan kualitas dan kuantitas

pertumbuhan. Hal ini ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan,

derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas, dan

berhentinya pertumbuhan tulang.

b) Faktor Eksternal

1) Gizi ibu pada saat hamil

Status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan janin dalam

kandungan. Apabila seorang ibu mengalami kekurangan energi kronis (KEK)

maka, akan beresiko melahirkan anak yang BBLR. Sedangkan kekurangan zat

gizi mikro dapat menyebabkan kecacatan hingga abortus pada kehamilan.

6
2) Mekanis

Kelainan bawaan pada bayi dapat disebabkan oleh trauma dan cairan

ketuban yang kurang. Demikian, pula posisi janin yang tidak normal dapat

menyebabkan berbagai kelainan pada bayi yang dilahirkan dan dapat

menyebabkan terlambatnya pertumbuhan.

3) Toksin/zat kimia

Zat – zat kimia berupa obat – obatan penyakit, maupun obat – obatan

terlarang dapat menyebabkan kelainan bawaan pada bayi. Konsumsi alkohol

dan perokok berat dapat menyebabkan BBLR.

4) Endokrin

Jenis hormon yang berperan saat masa kehamilan untuk pertumbuhan

janin adalah somatotropin, hormon plasenta, hormon tiroid, insulin, dan peptide

– peptide lain dengan aktivitas mirip insulin.

5) Radiasi

Pengaruh radiasi pada bayi sebelum berumur 18 minggu dapat

mengakibatkan kematian, kerusakan otak, mikrosefali, atau cacat bawaan

lainnya

6) Infeksi

Cacat bawaan dapat diakibatkan karena terinfeksi suatu penyakit menular

intrauterine yang menyebabkan seorang bayi terinfeksi penyakit menular.

Penyakit menular yang dapat menginfeksi bayi antara lain HIV, varisela,

hepatitis, dan influenza.

7
7) Stress

Stress yang dialami oleh seorang ibu selama masa kehamilan dapat

mempengaruhi pertumbuhan janin termasuk menghambat dan kegagalan

pertumbuhan serta lamanya gestation yang akan memicu kelahiran prematur

serta berat bayi lahir rendah (BBLR). Peningkatan darah arteri serta penurunan

aliran darah pada rahim dapat mempengaruhi plasenta sehingga asupan untuk

janin akan berkurang hal ini juga menyebabkan terhambatnya pertumbuhan

janin yang akan menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah (Yurike,

2015).

8) Anoksia Embrio

Menurunnya oksigenasi janin melalui gangguan pada plasenta atau tali

pusat, dapat menyebabkan berat badan lahir rendah.

3. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi adalah proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang

dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun

subyektif,untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia.

Penilaian status gizi dapat dibagi menjadi dua yaitu penilaian status gizi

secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung. Penilaian gizi

secara langsung terdiri dari pemeriksaan antropometri, klinis, biokimia, dan

biofisik. Sedangkan, penilaian status gizi secara tidak langsung terdiri dari survei

konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Mengukur status gizi bayi

secara cepat secara umum digunakan penilaian status gizi secara langsung

dengan antropometri.
8
a) Penilaian status gizi secara langsung

1) Antropometri

Antropometri berasal dari kata anthopos dan metros. Antrophos artinya

tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi, antropometri adalah berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan

gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain: berat badan,tinggi badan, lingkar

lengan atas, dan tebal lemak bawah kulit. Berat badan merupakan ukuran

antropometri terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir

(neonates). Berat badan digunakan untuk mendiagnosis bayi normal atau BBLR.

Dikatakan BBLR apabila berat badan bayi lahir di bawah 2500 gram atau di

bawah 2,5 kg. Pada masa bayi – balita, berat badan dapat digunakan untuk

melihat laju pertumbuhan fisik dan status gizi. (Supariasa dkk, 2014)

9
Tabel 1
Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan
BB/PB

Amban
Indeks Kategori
g
Status
Batas
Gizi
(Z-score)
Berat Badan Menurut Gizi buruk <-3 SD
Panjang Badan (severely
(BB/PB) wasted)
-3 s/d <-2
Anak Umur 0-24 Gizi
SD
bulan
kurang
(wasted)
-2 s/d 1
Gizi baik SD
(normal)
Beresiko 1 s/d 2 SD
gizi lebih
Gizi Lebih > 2 s/d 3 SD
Obesitas > 3 SD
Sumber: (Kemenkes R.I, 2020)

B. Lingkar Kepala Bayi Baru Lahir

1. Definisi

Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang berusia 0 - 28 hari

(Kementerian Kesehatan RI, 2010). Lingkar kepala bayi baru lahir adalah

pengukuran lingkar kepala pada bayi yang berusia 0 – 28 hari yang digunakan

sebagai pengganti pengukuran ukuran dan pertumbuhan otak.

Pengukuran lingkar kepala merupakan prediktor terbaik dalam melihat

10
perkembangan syaraf anak dan dalam menyediakan tampilan dinamis dari

11
pertumbuhan global otak dan struktur internal, sehingga harus dipantau
dalam

pranatal awal dan tahap postnatal.

Pada bayi baru lahir ukuran lingkar kepala normal adalah 34 – 35cm,

akan bertambah 2 cm setiap bulan pada usia 0-3 bulan. Pada usia 4-6 bulan

akan bertambah 1 cm per bulan, dan pada usia 6-12 bulan pertambahan 0,5 cm

per bulan. Sampai usia 5 tahun biasanya sekitar 50 cm. Usia 5-12 tahun hanya

naik sampai 52- 53 cm dan setelah usia 12 tahun akan menetap.

Pertumbuhan otak yang tercepat terjadi pada trimester ketiga kehamilan

sampai 5 – 6 bulan pertama setelah lahir. Pada masa ini, terjadi pembelahan sel-

sel otak yang pesat. Setelah itu pembelahan melambat dan terjadi pembesaran

sel otak saja, sehingga pada waktu lahir berat otak bayi sudah seperempat otak

dewasa, tetapi jumlah selnya sudah mencapai 2/3 jumlah sel otak orang dewasa

(Mila dkk, 2015). Klasifikasi pertumbuhan lingkar kepala bayi normal adalah :

Tabel 2
Klasifikasi Lingkar Kepala
Bayi
Amban
Indeks Kategori
g
Status
Batas
Gizi
(Z-score)
Lingkar Kepala Bayi Mikrosefali <-2 SD
Normal -2 s/d 2
SD
Makrosefal
>-2 SD
i
Sumber: (Kemenkes R.I, 2016)

12
2. Faktor Penyebab

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan lingkar

kepala meliputi faktor intrinsik dan ekstrinsik.

a. Faktor Intrinsik

1) Genetik

Teori klasik dikaitkan dengan pengendalian pertumbuhan tengkorak yang

juga dikontrol oleh faktor genetik intrinsik. Dalam pandangan Sicher, semua

elemen yang membentuk tulang (kartilago, sutura, dan periosteum),

pertumbuhannya berasal dari gen. Misalnya, sutura yang menghubungkan

kompleks maksila dan kranium, dua- duanya dapat mengatur pertumbuhan

bagian tengah wajah (midface) ke bawah dengan proliferasi seluler dan juga

menentukan tingkat aktivitas ini melalui komposisi genetiknya. Gen

menentukan karakteristik herediter. Analisis data dari suatu populasi berkaitan

morfologi kraniofasial menunjukkan basis kranium, tulang temporal, wajah atas,

dan seluruh kranium merupakan turunandari generasi sebelumnya (Sari dkk,

2013)

2) Fungsi otot

Pertumbuhan komponen tulang sekunder terjadi sebagai respons terhadap

pengaruh jaringan lunak yang berdekatan. Kepala memiliki desain untuk

melakukan suatu fungsi seperti integrasi neural, respirasi, pencernaan,

pendengaran, penglihatan, dan bicara. Setiap fungsi dilakukan oleh sekelompok

jaringan lunak, yang didukung dan dilindungi oleh unsur tulang yang

13
berhubungan. Contohnya, hipermasticatory (peningkatan pengunyahan)

menyebabkan peninggian bagian cranium atas.

14
3) Hormon

Hormon memiliki peran utama dan mengatur pertumbuhan semua

jaringan. Meskipun hormon dihasilkan dalam struktur yang berbeda, namun

dapat mencapai tempat terjadinya proses pertumbuhan melalui sistem

peredaran darah.Hormon yang mempengaruhi perkembangan kraniofasial

termasuk hormon paratiroid, hormon tiroid, dan androgen.

b. Faktor ekstrinsik

1) Lingkungan

Sanitasi lingkungan yang buruk akan menyebabkan seorang ibu atau bayi

mudah terkena zat – zat berbahaya seperti paparan logam berat, pestisida, dan

obat – obat tertentu yang dapat menginfeksi. Infeksi dari lingkungan, dapat

mempengaruhi penyerapan zat – zat gizi menjadi terganggu. Sehingga,

pertumbuhan cranial dan perkembangan otak janin menjadi tidak optimal.

(Supariasa dkk, 2016).

2) Nutrisi

Pada periode tumbuh tumbuh kembang otak, kebutuhan Polyunsaturated

Fatty Acid (PUFA) meningkat pada membran sel saraf. Polyunsaturated Fatty

Acid (PUFA) berperan penting dalam proses tumbuh kembang otak, terutama

pada saat otak tumbuh dengan cepat, yaitu pada trimester ketiga kehamilan

hingga usia 2-3 tahun.

3) Penyakit

Beberapa penyakit seperti rubela mampu menginfeksi janin yang

mengakibatkan kelainan atau cacat bawaan pada bayi salah satunya adalah
15
mikrosefali (otak bayi tidak berkembang sesuai usia). Sehingga, untuk masa

prenatal

16
ibu perlu mendapatkan vaksin rubela dan beberapa vaksin wajib untuk bayi

pada masa postnatal agar tidak terjadi kejadian mikrosefali pada bayi

3. Cara Pengukuran

Adapun cara pengukuran lingkar kepala bayi baru lahir adalah

1) Siapkan pita pengukur (meteran)

2) Lingkarkan pita pengukur pada daerah glabella (frontalis) atau supra

orbita bagian anterior menuju oksiput pada bagian posterior. Kemudian

tentukan hasilnya

3) Cantumkan hasil pengukuran pada kurva lingkar kepala

17
C. Konsumsi Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA)

1. Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA)

a. Definisi Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA)

Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) merupakan asam lemak tidak jenuh

jamak yang mengandung dua atau lebih ikatan rangkap. PUFA merupakan jenis

asam lemak esensial, karena tubuh tidak dapat mensintesisnya sedangkan tubuh

membutuhkan Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) untuk pertumbuhan dan

fungsi normal semua jaringan. Asam lemak esensial rantai panjang tersebut

adalah asam linoleat (18 : 2 omega 6) dan asam linolenat (18 : 3 omega 3).

Masing – masing mempunyai ikatan rangkap pada karbon ke – 6 dan ke – 3

dari ujung gugus metal. Manusia tidak dapat menambahkan ikatan rangkap

pada karbon ke – 6 dan ke – 3 pada asam lemak yang ada di dalam tubuh

sehingga tidak dapat mensintesis kedua jenis asam lemak tersebut oleh karena

itu, asam linoleat dan asam linolenat merupakan asam lemak esensial. Akan

tetapi, manusia dapat menambahkan ikatan rangkap pada gugus karboksil,

disamping itu panjang rantai pada ujung gugus karboksil dapat ditambah.

Turunan asam lemak yang berasal dari kedua jenis Polyunsaturated Fatty

Acid (PUFA) yang penting dalam ilmu gizi adalah asam arikodinat (20 : 4 omega

6) dari asam linoleat, eikosapentanoat (20 : 5 omega 3), dan dokosaheksaenoat

(22 : 6 omega 3) dari asam linolenat. Ketiga asam lemak ini bukan merupakan

asam lemak esensial karena tubuh dapat mensintesisnya.

18
Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) merupakan prekursor sekelompok

senyawa eikosanoid karena diperoleh dari asam lemak 20 – karbon yang mirip

hormon, yaitu prostaglandin, prostasiklin, tromboksan, dan leukotrien. Senyawa

– senyawa ini mengatur tekanan darah, denyut jantung, fungsi kekebalan,

rangsangan sistem saraf, kontraksi otot, serta penyembuhan luka (Sunita, 2009).

b. Bagian Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA)

a) Omega 3
1) Pengertian

Asam lemak esensial poli tak jenuh ganda (PUFA), yakni asam

eikosapentanoat (EPA, C20 : 5 n – 3) dan asam dokosaheksanoat (DHA, C22 : 6 n-

3) berasal dari asam lemak tak jenuh ganda/ Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA),

yaitu asam alfa – linolenat ( ALA) dan diklasifikasikan sebagai asam lemak

omega – 3 (n- 3). Tata nama asam lemak omega – 3 mengindikasikan bahwa

ikatan rangkap karbon

– karbon yang pertama terjadi pada atom karbon ketiga dari ujung metil
molekul.

Meskipun asupan asam lemak jenuh, asam lemak trans, dan asam arakidonat

berkaitan dengan perkembangan penyakit kronis, EPA dan DHA memiliki

potensi terapeutik yang tinggi dalam pencegahan dan pengobatan berbagai

kondisi inflamasi dan degeneratif (Grober, 2009).

2) Fungsi

Asam lemak omega 3, EPA berperan dalam mencegah penyakit degeneratif

sejak janin dan pada saat dewasa. Pada saat janin dalam kandungan, EPA sangat

19
diperlukan dalam pembentukan sel-sel pembuluh darah dan jantung.

Keseimbangan rasio EPA, DHA, dan AA dalam darah bayi, remaja, atau

dewasa dapat dijadikan

20
salah satu indikator untuk meramalkan risiko gangguan sistem pembuluh darah

dan penyakit jantung di masa mendatang. Untuk itu perlu dilakukan upaya

preventif sejak dini agar terhindar dari penyakit degeneratif ini. Pasokan

makanan sumber omega-3, EPA, DHA, AA, dan alfa-linolenat harus dikonsumsi

dalam jumlah yang seimbang. DHA diperlukan sebagai unsur pembentuk cawan

untuk wadah rhodopsin yaitu senyawa vital penginderaan dan pengiriman balik

sinyal yang diterima mata ke otak. Docosahexaenoic Acid (DHA) dan Arachidonic

Acid (AA) merupakan unsur nutrisi yang juga penting dalam tumbuh kembang

dan perkembangan saraf di otak dan membantu pembentukan jaringan lemak

otak (mylenisasi ) serta menjaga interkoneksi sel-sel syaraf otak terutama untuk

mempengaruhi perkembangan otak. DHA dan AA adalah komponen terbesar

dari long-chain polyunsaturated fatty acids (LC-PUFA), merupakan bahan yang

sangat penting bagi organ susunan saraf pusat. DHA penting untuk

pembentukan jaringan syaraf, sedangkan AA berperan sebagai neurotransmitter

dan sebagai suatu bentuk asam lemak yang esensiel LC-PUFA yang harus

ditambahkan pada makanan (Fivi, 2012).

3) Kebutuhan Asupan

Konsumsi memadai yang berasal dari asam lemak omega – 3 saat kehamilan

adalah 1,5 gr / hari. (Grober,2009)

4) Sumber Makanan

Kandungan asam lemak omega – 3 yang tinggi terdapat di ikan air laut,

namun beberapa penelitian menyatakan ikan di perariran air tawar juga

memiliki kandungan lemak omega – 3 yang tinggi. Berikut ini sumber bahan
21
makanan yang tinggi omega

– 3 yaitu minyak ikan seperti ikan haring (1700 mg/100gr), ikan sarden
(1400

22
mg/100gr), ikan salmon (1600 mg/100 gr) (Grober,2009). Ikan tongkol

mengandung DHA sebesar 23,47% dan EPA sebesar 6,03% kembung

mengandung DHA 20,57% dan EPA 4,95%; kakap mengandung DHA 20,57%

dan EPA 4,5%; selar mengandung DHA 21,56% dan EPA 7,3%; tembang

mengandung DHA 15,69% dan EPA 4,33%; kakap merah mengandung 17,05%

dan EPA tidak teridentifikasi; bawal mengandung DHA 7,04% dan EPA 2,13%

(Sukarsa, 2004).

b) Omega 6

1) Pengertian

Omega 6 adalah asam lemak tidak jenuh ganda yang memiliki ikatan ganda

pertarnanya pada posisi ke-6. Sifat fisis dan sifat kimia, metabolisme,

pencernaan dan absorbs serta sekresi sama dengan lemak. Omega 6 termasuk

salah satu asam lemak esensial. Asam lemak esensial sebenarnya terdiri dari

asam linoleat (AL)/ linoleic acid (LA), asam linolenat (ALN) linolenic acid (ALA)

serta asam arachidonic/arachidonic acid (AA), asam lemak ini tidak bisa dibuat

oleh tubuh baik dari asam lemak lain maupun dari karbohidrat ataupun asam

amino. LA oleh enzim delta-6-desaturase dirubah menjadi GLA (gamma-linolenic

acid) dan DGLA (dihomogamma-linolenic acid), kemudian oleh enzim delta 5-

desaturase dirubah menjadi AA (aracidonicAcid) dan adrenic acid.

Asam lemak jarang terdapat bebas dalam alam, akan tetapi banyak

terdapat dalam bentuk ikatan ester atau amida dalam berbagai lipida. Asam

lemak merupakan asam organik yang terdiri atas rantai hidrokarbon lurus yang

pada ujung mempunyai gugus karboksil (COOH) dan pada ujung lain gugus metil
23
(CH3). Asam lemak alami biasanya mempunyai rantai dengan jumlah atom

karbon genap, yang berkisar antara

24
empat hingga dua puluh dua karbon.Lemak merupakan simpanan energi paling

utama di dalam tubuh, dan di dalam hewan di samping itu merupakan sumber

zat gizi esensial.Asam lemak yang diperoleh dari hidrolisis lipida biasanya

mengandung campuran asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Lipida

hewani terutama mengandung asam lemak jenuh rantai pajang, yaitu asam

palmitat (Cl6) dan asam stearat (Clg). Asam lemak yang terdiri atas sepuluh

karbon atau kurangjarang terdapat didalam lipida hewani, kecuali lemak susu

yang mengandung cukup banyak asam lemak dengan rantai pendek (Fivi, 2012).

2) Fungsi

Sering kali peran omega-3 bekerja sinergis dan didukung oleh keberadaan

omega-6. Beberapa manfaat omega-3 didukung dan bahkan hanya bisa muncul

oleh keberadaan omega-6. Peran omega-6 menjadi penting karena sifatnya yang

mendukung fungsi omega-3. Namun, fungsi omega-6 tidak semata-mata sebagai

penyokong omega-3. Omega 6 juga memiliki kelebihan tersendiri, yang tak kalah

pentingnya dari omega-3. Jika seorang ibu hamil mengalami kekurangan omega

6 maka akan beresiko mengalami keguguran, menurunnya kekebalan tubuh,

hingga kelainan detak jantung (Fivi, 2012).

3) Kebutuhan Asupan

Walaupun Omega-6 baik untuk kesehatan tetapi banyak orang

mengkonsumsi Omega-6 terlalu banyak dari pada Omega-3 dapat menjurus ke

penyakit degeneratif kronis di kemudian hari seperti meningkatkan resiko

penyakit. Bila kebutuhan akan asam linolenat terpenuhi maka kebutuhan akan

asam linoleat juga akan terpenuhi,


25
karena kedua macam asam lemak ini terdapat dalam bahan makanan yang

sama (Sunita, 2009)

4) Sumber Makanan

Sumber makanan asam lemak Omega 6 yang terdapat pada daging, unggas,

telur,alpukat, sereal, gandum, margarin, minyak nabati, minyak biji rami,minyak

kedelai, minyak biji kapas, minyak bunga matahari, minyak jagung, minyak biji

labu, biji bunga matahari, biji kenari, kacang mete, kacang kedelai, dan kacang-

kacangan lainnya (Fivi, 2012).

2. Konsumsi

a. Definisi

Konsumsi adalah susunan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau

kelompok orang pada waktu tertentu. Konsumsi pangan merupakan gambaran

mengenai jumlah bahan makanan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari dan

merupakan ciri khas pada suatu kelompok masyarakat tertentu (Baliwati dkk,

2010). Umumnya konsumsi makanan di pelajari untuk di hubungkan dengan

keadaan gizi masyarakat suatu wilayah atau individu. Informasi ini dapat

digunakan untuk perencanaan pendidikan gizi khususnya untuk menyusun

menu atau intervensi untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM), mulai

dari keadaan kesehatan dan gizi serta produktivitasnya. Mengetahui konsumsi

makanan suatu individu merupakan salah satu cara untuk menduga keadaan gizi

individu bersangkutan (Clara dan Supariasa, 2014).

26
b. Metode Penilaian Konsumsi Polyunsaturated Fatty Acid

(PUFA) 1.) Definisi Metode frekuensi makan (Food Frequency)

Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang

frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode

tertentu dengan menggunakan formulir semi quantitative food frequency

quisionare (SQ – FFQ)

2.) Tahapan membuat semi quantitative food frequency quisionare (SQ – FFQ)

a) Menemukan daftar bahan makanan dalam tabel daftar komposisi bahan

makanan (DKBM) atau melalui program software Nutri Survey (NS) untuk

item bahan makanan yang spesifik mengandung zat gizi tertentu (zat gizi

yang ingin diketahui) per 100 gr bahan makanan.

b) Pilih semua daftar bahan makanan yang banyak dan tinggi kandungan zat

gizi tersebut.

c) Melakukan satu kali survey pendahuluan dengan melakukan survey/recall

24 jam dalam komunitas tertentu untuk mengidentifikasi sumber bahan

makanan yang tersedia dan yang umum dikonsumsi sesuai dengan lokasi

penelitian dalam kaitannya dengan sumber bahan makanan yang kaya

akan sumber zat gizi tertentu.

d) Menggunakan daftar DKBM atau NS sebagai dasar/pedoman survey.

Makanan yang tidak pernah atau tidak biasa dikonsumsi (kurang dari 10%

dari subjek) dikeluarkan dari daftar.

e) Bahan makanan yang tersisa setelah langkah di atas, adalah yang sebagai

daftar bahan makanan yang akan final digunakan dalam form SQ-FFQ.
27
f) Beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam menentukan bahan

makanan yang akan dimasukkan dalam form SQ-FFQ adalah :

(1) Bahan makanan mengandung zat gizi spesifik atau terdapat komponen

makanan yang memodifikasi penyerapan dari zat gizi spesifik tersebut (zat

gizi tertentu dan inhibitornya).

(2) Mengandung zat gizi spesifik sangat tinggi dan menjadi bagian dari

makanan khas penduduk atau mengandung tingkat yang cukup tinggi zat

gizi tertentu tetapi umumnya dimakan atau jarang dimakan tetapi

mengandung tingkat zat gizi yang sangat tinggi.

3.) Prosedur penggunaan semi quantitative food frequency quisionare (SQ – FFQ)

(1) Subyek diwawancarai mengenai frekuensi mengkonsumsi jenis makanan

sumber zat gizi yang ingin diketahui, apakah harian, mingguan, bulanan

atau tahunan.

(2) Subyek diwawancarai mengenai ukuran rumah tangga dan porsinya. Untuk

memudahkan subyek menjawab, pewawancara menggunakan alat bantu

photo ukuran bahan makanan.

(3) Mengestimasi ukuran porsi yang dikonsumsi subyek ke dalam ukuran

berat (gram).

(4) Mengkonversi semua frekuensi daftar bahan makanan untuk perhari.

(5) Mengalikan frekuensi perhari dengan ukuran porsi (gram) untuk

mendapatkan berat yang dikonsumsi dalam gram/hari.

28
(6) Hitung semua daftar bahan makanan yang dikonsumsi subyek penelitian

sesuai dengan yang terisi di dalam form.

(7) Setelah semua bahan makanan diketahui berat yang dikonsumsi dalam

gram/hari, maka semua berat item dijumlahkan sehingga diperoleh total

asupan zat gizi dari subyek.

(8) Cek dan teliti kembali untuk memastikan semua item bahan makanan telah

dihitung dan hasil penjumlahan berat (gr) bahan makanan tidak terjadi

kesalahan.

4.) Kelebihan semi quantitative food frequency quisionare (SQ – FFQ)

Beberapa kelebihan dalam penggunaan SQ-FFQ ini adalah bahwa SQ-FFQ

(1) Merupakan metode pengumpulan data yang dikhususkan untuk

mengetahui asupan mikro nutrient secara restrospektif, dimana dapat

diketahui kisaran asupan zat gizi mikro pada beberapa waktu sebelumnya

(misal 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan bahkan 1 tahun sebelumnya).

(2) SQ-FFQ tidak hanya mengetahui kebiasaan atau pola makan responden

namun juga dapat diketahui jumlah asupan zat gizi tersebut secara detail.

(Fahmida & Dillon, 2007)

29
D. Hubungan Konsumsi Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) dengan
Status Gizi dan Lingkar Kepala Bayi Baru Lahir

Proses metabolisme Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) pada neuron

sudah dimulai sejak masa perkembangan otak. EPA, AHA, AA, dan DHA pada sel

neuron dari plasma darah yang bersumber dari makanan atau proses biosintesis

di hati dan sintesis lokal di otak. Diantara sel saraf terdiri dari sel neuron,

astrosit, mikroglia dan aligomikroglia yang mampu mensintesis DHA dari

Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) adalah astrosit. Sel neuron sebagai target

Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) tidak dapat melakukan sintesis oleh karena

tidak adanya enzim desaturase (Dita, 2015).

Kandungan Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) dapat mempengaruhi

hormon prostaglandin yang terlibat dalam proses persalinan sehingga

memperpanjang durasi kehamilan dan juga dengan cara menurunkan viskositas

darah sehingga aliran darah dan zat gizi ke plasenta terpenuhi dengan baik,

dengan demikian pertumbuhan janin dapat meningkat. Pada trimester tiga

kehamilan kebutuhan janin akan Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) meningkat

karena terjadi pertumbuhan otak yang sangat cepat. Untuk mencukupi

kebutuhan itu janin sepenuhnya tergantung pada ibu melalui tranfer placenta.

Konsentrasi Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) pada bayi baru lahir

mempunyai korelasi dengan status Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) ibu,

sehingga dengan berlanjutnya kehamilan status Polyunsaturated Fatty Acid

(PUFA) pada ibu hamil semakin berkurang, sedangkan semakin berat bayi kadar

Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) yang dibutuhkan janin semakin besar. Pada

30
periode tumbuh kembang

31
otak kandungan Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) meningkat pada membran sel

saraf. Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) berperan penting dalam proses tumbuh

kembang otak terutama pada saat otak tumbuh dengan cepat yaitu trimester ketiga

kehamilan. Hal ini tercermin dengan mengukur lingkaran kepala bayi baru lahir

(Dita, 2015).

56
BAB III

KESIMPULAN

Dari penelitian mengenai hubungan konsumsi Polyunsaturated Fatty Acid

(PUFA) pada masa hamil terhadap status gizi dan lingkar kepala bayi baru lahir di

Klinik Bersalin Yayasan Bumi Sehat dapat disimpulkan bahwa :

1. Konsumsi Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) pada saat hamil sesuai

kebutuhan 81,8% .

2. Bayi baru lahir dengan status gizi normal 95,5 % .

3. Bayi baru lahir dengan status lingkar kepala normal dengan presentase 72,7 %.

4. Tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi Polyunsaturated Fatty

Acid (PUFA) dengan status gizi bayi baru lahir di Klinik Bersalin Yayasan

Bumi Sehat dengan dan terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi

Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) dengan lingkar kepala bayi baru lahir di

Klinik Bersalin Yayasan Bumi Sehat.

57
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian Hubungan Konsumsi Polyunsaturated Fatty Acid

(PUFA) pada masa hamil dengan status gizi bayi dan lingkar kepala bayi baru lahir di

Klinik Bersalin Yayasan Bumi Sehat maka peneliti memberikan saran :

1. Harapan penulis agar ada penelitian lebih lanjut tentang PUFA menggunakan

aplikasi dengan jenis bahan makanan sumber Polyunsaturated Fatty Acid

(PUFA) yang lebih banyak.

2. Klinik Bersalin Yayasan Bumi Sehat agar melakukan konseling gizi untuk

meningkatkan pengetahuan tentang konsumsi zat gizi pada ibu hamil

khususnya Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA)dari bahan makanan sumber

PUFA yang paling sering dikonsumsi sesuai hasil penetian yaitu olahan kedelai

dan ikan tongkol . Sehingga menghasilkan buah hati yang sehat dan unggul

baik fisik maupun kognitif.

58
DAFTAR PUSTAKA

Almatseir, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Baliawati, Y. F., Ali, K., dan Meti, D., 2010, Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta:
Penerbit Swadaya

Boonie L Beezhold , Carol S Johnston, 2012, Restriction of meat, fish, and poultry in
omnivores improves mood: A pilot randomized controlled trial, Nutrition
Jurnal : 11(1): 9

Citara Utami, Khairun Nisa Berawi, Nisa Karima, 2018, Hubungan Suplementasi
Omega 3 Pada Ibu Hamil dengan Kejadian Preeklamsia, Majority. Vol 7(3)

Clara M.Kusharto, Supariasa. 2014. Survei Konsumsi Gizi.Yogyajarta : Graha Ilmu

Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatus bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika

Dida Gurnida. 2011. Revolusi Kecerdasan Nutrisi Bagi Perkembangan Otak .

Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar. 2016. Profil Kesehatan Kabupaten Gianyar


2015. Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar: Gianyar.

Dita Diana Panti, 2015, Pengaruh Pemberian Suplemen DHA Pada Ibu Hamil
Terhadap Berat Badan dan Lingkar Kepala Bayi Baru Lahir,
Stomatognatic,12(1) : 35-37

Fahmida, Umi dan Drupadi HS Dillon. 200. Handbook Nutritional Assessment.


SEAMEO-TROPMED RCCN UI: Jakarta.

Fivi M.Diana, 2012, Omega 6, Jurnal Kesehatan Masyakarat, 7(1):26-31

Grober,Uwe, 2009. Micronutrient: Metabolic Tuning-Prevention-Therapy. Germany:


Medpharm Scintific Publisher.

Hardinsyah dan Supariasa IDM. 2016. Ilmu Gizi Teori & Aplikasi. Jakarta:
EGC.
Hastuti,I. 2012. Alokasi Pengeluaran Pangan dan Asupan Makan Sebagai Faktor
Resiko Kejadian Kurang Energi Kronis (KEK) Pada Calon Pengantin Wanita
di Kabupaten Bantul. Yogyakarta: UGM

Kemenkes RI. 2016. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Kemenkes RI: Jakarta

59
Kemenkes RI. 2011. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1995/MENKES/SK/XII/2010 Tentang Standar Antropometri Penilaian Status
Gizi Anak. Jakarta: Direktorat Jendral Bina G.

Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta: Balitbang


Kemenkes RI

Kemenkes RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta: Balitbang


Kemenkes RI

Kementerian Kesehatan Indonesia, 2010. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009.


Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan Indonesia. 2015. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014.


Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Kementerian Pertanian RI, 2019, Laporan Kinerja Pusat Ketersediaan dan


Kerawanan Pangan Tahun 2018, Badan Ketahan Pangan: Jakarta

Liss Dyah Dewi Arini, Erma Nurhayati Firdaus, 2019, Pengaruh Asupan DHA dan
Protein Pada Ibu Hamil Terhadap Berat Badan dan Panjang Janin Di Rumah
Bersalin Nissa Tegal Gede, Karanganyar, Prosiding Call For Paper SMIKNAS

Mulyani RI. 2014. Studi kandungan dan presentase daily value asam lemak esensial
makanan IndonesiA. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Nelly S,Tiangsa S, Tri Faranita, Winra Pratita, 2012, Peranan Asam Lemak Esensial
Terhadap Perkembangan Otak dan Ketajaman Penglihatan, Majalah
Kedokteran Nusantara, Vol. 45 (3)

Nurasmi,Agus Purnama S., Rusmiati, 2018, Analisis Kandungan Asam Lemak


Omega 3, Omega 6, dan Omega 9 dari ikan lele (Clarisa Sp) Pada Peningkatan
Nutrisi Balita, Jurnal Of Borneo Holistic Health, 1(1): 96-100

Oktami Dwi Martasari, Annastasia Ediati, 2018, Harapan Orangtua Dan Depresi Pada
Mahasiswa Program Studi S1 Kedokteran Umum, Jurnal Empati, 7(3): 1-8

Rendra Kusuma, Ali Khomsan, Lilik Kustiyah, 2017, Konsumsi Ikan Pada Ibu Hamil
dan Kaitannya dengan Outcome Kelahiran, Jurnal MKMI, 13(4)

Retni, Ani Margawati, Bagus Widjanarko, 2016, Pengaruh Status Gizi dan Asupan
Gizi Ibu terhadap berat bayi lahir rendah pada kehamilan usia remaja. Jurnal
Gizi Indonesia, 5(1) :14 – 19.
Sastroasmoro, Sudigdo, dan Sofyan Ismael. 2014. Dasar - Dasar Metodologi
Penelitian Klinis. Edisi 5. Jakarta: CV.Sagung Seto

60
Supariasa Nyoman, Bachyar Bakri, Ibnu Fajar. 2014. Penilaian Status Gizi. Edisi 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.EGC

Swarjana, Ketut. 2015. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Yogyakarta:


CV.Andi Offset

61

Anda mungkin juga menyukai