Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah

meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui

terciptanya masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang ditandai oleh

penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku yang sehat,

memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu

secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di

seluruh wilayah Republik Indonesia (Depkes RI, 2002).

Pembangunan kesehatan, tidak akan terlaksana tanpa peningkatan

kualitas sumberdaya manusia (SDM). Gizi merupakan salah satu penentu

kualitas sumberdaya manusia. Hal ini dimungkinkan, karena seseorang yang

mengalami kekurangan gizi akan mengakibatkan rendahnya kualitas SDM.

Rendahnya kualitas sumberdaya manusia merupakan tantangan berat

mengahadapi persaingan bebas di era globalisasi. Keadaan gizi yang baik

merupakan prasyarat utama dalam mewujudkan sumber daya manusia yang

berkualitas. Berbagai upaya dalam rangka peningkatan keadaan gizi

masyarakat telah dirumuskan baik dalam undang-undang maupun kebijakan

rencana startegis Departemen Kesehatan 2010-2014.

1
2

Mengacu pada Undang-Undang Kesehatan RI No 36 tahun 2009 pasal

142 ayat (1), tertera bahwa upaya perbaikan gizi dilakukan pada seluruh

siklus kehidupan sejak dalam kandungan sampai dengan lanjut usia termasuk

ibu nifas.

Ibu setelah melahirkan (nifas) secara fisiologis membutuhkan zat gizi

yang lebih banyak dibandingkan dengan wanita dewasa biasa. Hal ini

dikarenakan pada masa nifas diperlukan suplai gizi yang lebih untuk

memulihkan organ-organ reproduksi kembali normal dan untuk proses laktasi

kepada bayinya. Seorang ibu rata-rata menghasilkan ASI 800-850 ml/hari

yang setara dengan 60-65 kalori, protein 1,0-1,2 gr, serta lemak 2,5-3,5 gr/ml.

Komponen-komponen ini diambil dari tubuh ibu dan harus digantikan oleh

suplai dari makanan ibu (Sediaoetama, 2006).

Status gizi ibu nifas sangat dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi

(dimakan) dan kondisi kesehatan. Makanan yang dikonsumsi akan diproses

dalam tubuh menjadi zat gizi yang diperlukan untuk berbagai kebutuhan

tubuh. Pemilihan jenis makanan yang dikonsumsi ibu nifas dipengaruhi

banyak faktor, seperti tingkat pendidikan, pengetahuan ibu tentang gizi,

kebiasaan makan, tradisi, infeksi, pemeliharaan kesehatan, daya beli

(pendapatan) keluarga dan lain-lain (Supariasa dkk, 2002).

Menurut Atmarita (2005), status gizi ibu dapat diketahui dengan

menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). Berdasarkan data NSS-HKI 1999-

2002 pada wanita umur 15-49 tahun terdapat sekitar 12 – 22 % yang

mengalami Kekurangan Energi Kronik ( IMT < 18,5). Sedangkan data pada
3

Gizi Dalam Angka, bahwa masalah gizi usia dewasa berdasarkan IMT dari

berbagai provinsi tahun 2003 yaitu IMT < 18,5 sebesar 15,5%, IMT 18,5-25

sebesar 63,8 %, IMT > 25 sebesar 21,0 %, IMT > 27 sebesar 11,1 % dan IMT

≥ 30 sebesar 3,9 % (Depkes, 2005).

Masalah kekurangan gizi lain yang banyak ditemukan terutama di

negara berkembang dan pada kelompok sosio-ekonomi rendah adalah

Anemia. Anemia terjadi pada wanita hamil dan wanita menyusui dikarenakan

mereka banyak mengalami defisiensi Fe. Secara keseluruhan, anemia terjadi

pada 45 % wanita di negara berkembang dan 13 % di negara maju. Di

Amerika, wanita usia subur (WUS) berkisar umur 15-49 tahun yang

mengalami anemia sebesar 12 % dan wanita hamil 11%. Anemia pada wanita

masa nifas (pasca persalinan) secara umum sekitar 10 % dan 22 % terjadi

pada wanita nifas dari keluarga miskin (FKMUI, 2007).

Menurut Arisman (2004), anemia defisiensi zat besi merupakan

masalah gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta

manusia. Pada tahun 1990 menurut WHO, prevalensi anemia kurang besi

pada ibu hamil sebesar 55 %, yang menyengsarakan sekitar 44 % wanita di

seluruh negara sedang berkembang (kisaran angka 13,4-87,5%) . Angka

tersebut pada tahun 1997, terus membengkak hingga 74% dengan gambaran

13,4% di Thailand dan 85,5% di India.

Di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)

tahun 2001, anemia defisiensi besi pada ibu hamil 40,1 %, yang mana di

daerah pedesaan lebih tinggi dari perkotaan dan di Kawasan Timur Indonesia
4

(KTI) lebih tinggi dari Kawasan Barat Indonesia (KBI). Sedangkan khusus

pada ibu nifas menurut SKRT 1995, prevalensi anemia besi yaitu sebesar 45,1

% (Depkes RI, 2006).

BPS Hj Yuyu Sopiah merupakan salah satu balai pelayanan kesehatan

maternal yang beralamat di jalan Olahraga, Majalengka. Berdasarkan hasil

survey pendahuluan yang penulis lakukan pada bulan Maret 2011 di BPS Hj

Yuyu Sopiah, diperoleh data dari buku registrasi pemeriksaan darah bagi ibu

hamil, bahwa sekitar 60% ibu hamil memiliki kadar hemoglobin di bawah

normal ( < 11 gr%). Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa sebagian

besar ibu hamil di wilayah BPS Hj Yuyu Sopiah mengalami anemia defisiensi

besi. Sedangkan ibu nifas belum pernah melakukan pemeriksaan darah.

Penyebab mendasar dari masalah ini adalah ketidakcukupan pasokan

zat gizi ke dalam sel. Meskipun banyak disebabkan oleh kekurangan zat gizi

esensial, tetapi faktor penyebabnya sangat kompleks yaitu faktor pribadi,

sosial, budaya, psikologis, ekonomi, politik dan pendidikan. Bila pengaruh

faktor ini hanya bersifat sementara malnutrisi bersifat akut dan bila tidak

segera diperbaiki dengan cepat maka kehidupannya akan terancam (FKMUI,

2007).

Perlu perhatian khusus dalam pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu

hamil dan ibu nifas. Ibu nifas dengan status gizi baik akan menghasilkan air

susu ibu (ASI) yang berkualitas baik pula, sebagai makanan utama dan yang

terbaik bagi pemenuhan kebutuhan zat gizi bayinya hingga berumur 6 bulan

(Erna Franchin dkk, 2005).


5

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk

mengadakan penelitian dan mengambil judul tentang “Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Status Gizi Ibu Nifas di BPS Hj Yuyu Sopiah

Majalengka Kabupaten Majalengka Tahun 2011”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dikemukakan rumusan

masalahnya adalah belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan

dengan status gizi ibu nifas di BPS Hj. Yuyu Sopiah tahun 2011.

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada variabel bebas meliputi

umu ibu nifas dan pekerjaan ibu nifas sedangkan variabel terikatnya adalah

status gizi pada ibu nifas.

Objek penelitian ini adalah seluruh ibu nifas di BPS Yuyu Sopiah Jln

Olahraga Majalengka Kabupaten Majalengka dari bulan Mei s.d Juli 2011.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi pada ibu

nifas di BPS Hj. Yuyu Sopiah tahun 2011.


6

1.4.2 Tujuan Khusus

1.4.2.1 Diketahuinya gambaran status gizi ibu nifas di BPS Hj. Yuyu Sopiah 2011

1.4.2.2 Diketahuinya gambaran umur ibu nifas di BPS Hj. Yuyu Sopiah 2011

1.4.2.3 Diketahuinya gambaran pekerjaan ibu nifas di BPS Hj. Yuyu Sopiah 2011

1.4.2.4 Diketahuinya hubungan antara umur dengan status gizi ibu nifas di BPS

Hj. Yuyu Sopiah 2011

1.4.2.5 Diketahuinya hubungan antara pekerjaan dengan status gizi ibu nifas di

BPS Hj. Yuyu Sopiah 2011

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi penulis

Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pemahaman tentang

status gizi, manfaat gizi pada ibu nifas serta memperoleh pengalaman di

bidang penelitian kesehatan. Selain itu dengan penelitian ini penulis dapat

mengaplikasikan ilmi-ilmu yang telah diperoleh selama masa pendidikan.

1.5.2 Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang

positif sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian lanjutan tentang

status gizi ibu nifas.

1.5.3 Bagi Instansi Puskesmas


7

Semoga proposal ini dapat dijadikan bahan dokumentasi agar dapat

digunakan sebagai bahan perbandingan dalam melaksanakan penelitian

selanjutnya.

BAB II
8

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Gizi

2.1.1 Pengertian Gizi

Secara etimologis kata gizi berasal dari bahasa arab ghidza yang

berarti makanan. Ilmu gizi sendiri pada awalnya diartikan sebagai ilmu

yang mempelajari nasib makanan sejak ditelan sampai diubah menjadi

bagian tubuh dan tenaga atau dikeluarkan sebagai sisa makanan

(Almatsier, 2009).

2.1.2 Zat Gizi

Zat gizi (Nutrient) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh

untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan

memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Terdapat

lima komponen dasar yang menjadi penyusun dasar makanan, yaitu

karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Dalam tubuh, makanan

dicerna/ diurai menjadi zat gizi yang akan diserap tubuh untuk

menjalankan fungsinya masing-masing (Almatsier, 2009).

2.1.3 Fungsi Zat Gizi

Fungsi zat gizi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. Zat penghasil energi atau tenaga

2. Zat pembangun dan pemelihara sel dan jaringan tubuh

3. Zat pengatur proses tubuh (Almatsier, 2009).

8
9

Zat penghasil energi atau disebut juga zat tenaga adalah fungsi zat

gizi yang pertama. Zat gizi dalam makanan yang menjadi sumber energi

disebut zat energi, yaitu meliputi karbohidrat, lemak, dan protein. Zat gizi

penghasil energi ini sebagian besar dihasilkan oleh bahan makanan pokok

yaitu seperti nasi, roti, kentang, dsb.

Mayoritas penduduk Indonesia mengkonsumsi karbohidrat dalam

porsi yang lebih dibandingkan zat gizi lainnya. Manfaat zat penghasil

energi ini adalah memberikan sumber tenaga untuk beraktifitas.

Fungsi zat gizi yang kedua, yaitu sebagai zat pembangun dan

pemelihara sel dan jaringan tubuh atau disebut juga zat pembangun. Zat

gizi yang berperan disini adalah protein. Protein sangat diperlukan untuk

membangun sel-sel baru, memelihara dan mengganti sel-sel yang telah

rusak atau mati. Protein perlu dipecah terlebih dahulu menjadi asam amino

sebelum diserap oleh mukosa usus dan dibawa ke hati melalui pembuluh

darah vena portae. Jenis makanan penghasil zat pembangun adalah ikan,

telur, susu, kacang-kacangan dll.

Fungsi zat gizi yang terakhir, yaitu sebagai pengatur proses dalam

tubuh atau disebut juga zat pengatur. Zat gizi yang berperan dalam proses

pengaturan tubuh adalah vitamin dan mineral. Makanan penghasil zat

pengatur ialah sayuran dan buah-buahan (Almatsier, 2009).

Beberapa zat mineral penting bagi tubuh adalah :


10

a. Zat kapur

Untuk pembentukan tulang, sumbernya : susu, keju, kacang – kacangan

dan sayuran berwarna hijau.

b. Fosfor

Dibutuhkan untuk pembentukan kerangka dan gigi anak, sumbernya :

susu, keju dan daging.

c. Zat besi

Tambahan zat besi sangat penting dalam masa menyusui karena

dibutuhkan untuk kenaikan sirkulasi darah dan sel, serta menambah sel

darah merah (HB) sehingga daya angkut oksigen mencukupi kebutuhan.

Sumber zat besi antara lain kuning telur, hati, daging, kerang, ikan,

kacang – kacangan dan sayuran hijau.

d. Yodium

Sangat penting untuk mencegah timbulnya kelemahan mental, penyakit

gondok dan kekerdilan fisik yang serius, sumbernya : minyak ikan, ikan

laut dan garam beryodium.

e. Kalsium

Ibu menyusui membutuhkan kalsium untuk pertumbuhan gigi anak,

sumbernya : susu dan keju.

Jenis – jenis vitamin :

a. Vitamin A

Digunakan untuk pertumbuhan sel, jaringan, gigi dan tulang,

perkembangan syaraf penglihatan, meningkatkan daya tahan tubuh


11

terhadap infeksi. Sumber : kuning telur, hati mentega, sayuran berwarna

hijau dan buah berwarna kuning ( wortel, tomat dan nangka). Selain itu

ibu menyusui juga mendapat tambahan berupa kapsul vitamin A

( 200.000 IU ).

b. Vitamin B1 ( Thiamin )

Dibutuhkan agar kerja syaraf dan jantung normal, membantu

metabolisme karbohidrat secara tepat oleh tubuh, nafsu makan yang

baik, membantu proses pencernaan makanan, meningkatkan pertahanan

tubuh terhadap infeksi dan mengurangi kelelahan. Sumbernya : hati,

kuning telur, susu, kacang – kacangan, tomat jeruk nanas dan kentang

bakar.

c. Vitamin B2 ( Riboflavin )

Vitamin B2 dibutuhkan untuk pertumbuhan, vitalitas, nafsu makan,

pencernaan, system urat syaraf, jaringan kulit dan mata. Sumber : hati,

kuning telur, susu, keju, kacang- kacangan, dan sayuran berwarna hijau.

d. Vitamin B3 ( Niacin )

Disebut juga Nitocine Acid, dibutuhkan dalam proses pencernaan,

kesehatan kulit, jaringan syaraf dan pertumbuhan. Sumber : susu,

kuning telur, daging, kaldu daging, hati, daging ayam, kacang-

kacangan beras merah, jamur dan tomat.

e. Vitamin B6 ( Pyridoksin )

Dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah serta kesehatan gigi

dan gusi. Sumber : gandum, jagung, hati dan daging.


12

f. Vitamin B12 ( Cyanocobalamin )

Dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah dan kesehatan jaringan

saraf. Sumber : telur, daging hati, keju, ikan laut dan kerang laut.

g. Folic Acid

Vitamin ini dibutuhkan untuk pertumbuhan pembentukkan sel darah

merah dan produksi inti sel. Sumber : hati, daging, ikan, jeroan dan

sayuran hijau.

h. Vitamin C

Untuk pembentukan jaringan ikat dan bahan semu jaringan ikat ( untuk

penyembuhan luka ), pertumbuhan tulang, gigi dan gusi, daya tahan

terhadap infeksi, serta memberikan kekuatan pada pembuluh darah.

Sumber : jeruk, tomat, melon, brokoli, jambu biji, mangga, papaya dan

sayuran.

i. Vitamin D

Dibutuhkan untuk pertumbuhan, pembentukkan tulang dan gigi serta

penyerapan kalsium dan fosfor. Sumbernya antara lain : minyak ikan,

susu, margarine dan penyinaran kulit dengan sinar matahari pagi

( sebelum pukul 09.00).

j. Vitamin K

Dibutuhkan untuk mencegah perdarahan agar proses pembekuan darah

normal. Sumber vitamin K adalah kuning telur, hati, brokoli, asparagus

dan bayam (Sediaoetama, 2006).


13

2.1.4 Makanan Sehat dan Menu Seimbang

Makanan yang baik adalah makanan yang bergizi, sehat, dan aman :

1. Mengandung zat gizi yang diperlukan tubuh.

2. Tidak mengandung bahan tambahan (pewarna, bumbu masak,

penyedap dsb, yang berbahaya atau dalam jumlah yang berlebihan.).

3. Disajikan pada wadah yang bersih.

4. Tidak basi atau rusak secara fisik.

5. Tidak tercemar baik secara fisik, kimiawi maupun mikroba.

Memilih makanan yang bergizi tidak harus mahal, yang terpenting

sesuai dengan kebutuhan nutrisi. Sedangkan menu seimbang adalah menu

yang terdiri dari beraneka ragam makanan dalam jumlah dan proporsi

yang sesuai, sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi seseorang guna

perbaikan sel-sel tubuh, proses kehidupan serta pertumbuhan dan

perkembangan.

4 sehat 5 sempurna adalah menu yang terdiri dari nasi atau

makanan pokok, lauk, sayur, buah dan agar menjadi sempurna

ditambahkan dengan susu. Bahan makanan pokok adalah makanan yang

mengandung karbohidrat seperti ; beras, jagung, gandum, sagu, umbi-

umbian dsb. Sedangkan lauk pauk adalah makanan yang mengandung

protein baik hewani (contoh : daging, ikan, telur) ataupun nabati (kacang-

kacangan dan olahannya seperti tahu dan tempe). Sayur dan buah-buahan

adalah sumber vitamin dan mineral.


14

2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Penyusunan Gizi Seimbang

1. Ekonomi (terjangkau dengan keuangan keluarga)

2. Sosial budaya

3. Kondisi kesehatan

4. Umur

5. Berat badan

6. Aktivitas

7. Kebiasaan makan (like or dislike).

8. Ketersediaan pangan setempat.

2.1.6 13 Pesan Umum Gizi Seimbang

1. Makanlah aneka ragam makanan.

2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi.

3. Makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah dari kebutuhan

energi.

4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan

energi.

5. Gunakan garam beryodium.

6. Makanlah makanan sumber zat besi.

7. Berikan ASI saja pada bayi sampai umur 6 bulan dan tambahkan MP-

ASI sesudahnya.

8. Biasakan makan pagi.

9. Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya.

10. Lakukan aktivitas fisik secara teratur.


15

11. Hindari minuman yang beralkohol.

12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan.

13. Bacalah label pada makanan yang dikemas.

2.1.7 Petunjuk Cara Mengolah Makanan Sehat :

1. Pilih sayur-sayuran, buah - buahan, daging dan ikan yang segar 

2. Cuci tangan sampai bersih sebelum dan sesudah mengolah makanan

3. Cuci bahan makanan sampai bersih lalu potong - potong

4. Masak sayuran sampai layu

5. Olah makanan sampai matang

6. Hindari pemakaian zat pewarna, pengawet ( vetsin )

7. Jangan memakai minyak yang sudah berkali - kali dipakai

8. Perhatikan kadaluarsa dan komposisi zat gizi makanan.

9. Jika dikemas dalam kaleng, jangan memilih kaleng yang telah penyok/

karatan

10. Simpan peralatan dapur dalam keadaan bersih dan aman

11. Jangan biarkan binatang berkeliaran didapur 

2.1.8 Status Gizi Ibu Nifas

Status gizi ibu nifas adalah suatu keadaan tubuh ibu nifas akibat

dari penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ibu nifas dipengaruhi oleh

konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila

tubuh ibu nifas memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara

efisien, maka akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan


16

diperolehnya kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin

(Almatsier, 2009).

2.2 Konsep Periode Nifas (Post Partum)

Periode nifas/ post partum adalah waktu masa setelah partus selesai

dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Dalam masa nifas, alat-alat

genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih seperti ke

keadaan sebelum hamil. Untuk membantu mempercepat proses

penyembuhan pada masa nifas, maka ibu nifas membutuhkan diet yang

cukup kalori dan protein, membutuhkan istirahat yang cukup dan

sebagainya (Sarwono, 2005).

2.2.1 Kebutuhan Nutrisi dan Cairan Ibu Nifas

Ibu nifas memerlukan nutrisi dan cairan untuk pemulihan kondisi

kesehatan setelah melahirkan, cadangan tenaga serta untuk memenuhi

produksi air susu. Ibu nifas dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan akan

gizi sebagai berikut :

1. Mengkonsumsi makanan tambahan, kurang lebih 500 kalori tiap hari

2. Makan dengan diet gizi seimbang untuk memenuhi kebutuhan

karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral

3. Minum sedikitnya 8 gelas atau 3 liter setiap hari

4. Mengkonsumsi tablet besi selama 40 hari post partum

5. Mengkonsumsi vitamin A 200.000 intra unit (www.gizi.net)


17

Zat-zat yang dibutuhkan ibu pasca persalinan antara lain:

1. Kalori

Kebutuhan kalori pada masa menyusui sekitar 400-500 kalori. Wanita

dewasa memerlukan 1800 kalori per hari. Sebaiknya ibu nifas jangan

mengurangi kebutuhan kalori, karena akan mengganggu proses

metabolisme tubuh dan menyebabkan ASI rusak.

2. Protein

Kebutuhan protein yang dibutuhkan adalah 3 porsi per hari. Satu

protein setara dengan tiga gelas susu, dua butir telur, lima putih telur,

120 gram keju, 1 ¾ gelas yoghurt, 120-140 gram ikan/daging/unggas,

200-240 gram tahu atau 5-6 sendok selai kacang.

3. Kalsium dan vitamin D

Kalsium dan vitamin D berguna untuk pembentukan tulang dan gigi.

Kebutuhan kalsium dan vitamin D didapat dari minum susu rendah

kalori atau berjemur di pagi hari. Konsumsi kalsium pada masa

menyusui meningkat menjadi 5 porsi per hari. Satu setara dengan 50-60

gram keju, satu cangkir susu krim, 160 gram ikan salmon, 120 gram

ikan sarden, atau 280 gram tahu kalsium.

4. Magnesium

Magnesium dibutuhkan sel tubuh untuk membantu gerak otot, fungsi

syaraf dan memperkuat tulang. Kebutuhan megnesium didapat pada

gandum dan kacang-kacangan.


18

5. Sayuran hijau dan buah

Kebutuhan yang diperlukan sedikitnya tiga porsi sehari. satu porsi

setara dengan 1/8 semangka, 1/4 mangga, ¾ cangkir brokoli, ½ wortel,

¼-1/2 cangkir sayuran hijau yang telah dimasak, satu tomat.

6. Karbohidrat kompleks

Selama menyusui, kebutuhan karbohidrat kompleks diperlukan enam

porsi per hari. Satu porsi setara dengan ½ cangkir nasi, ¼ cangkir

jagung pipil, satu porsi sereal atau oat, satu iris roti dari bijian utuh, ½

kue muffin dari bijian utuh, 2-6 biskuit kering atau crackers, ½ cangkir

kacang-kacangan, 2/3 cangkir kacang koro, atau 40 gram mi/pasta dari

bijian utuh.

7. Lemak

Rata-rata kebutuhan lemak dewasa adalah 41/2 porsi lemak (14 gram

perporsi) perharinya. Satu porsi lemak sama dengan 80 gram keju, tiga

sendok makan kacang tanah atau kenari, empat sendok makan krim,

secangkir es krim, ½ buah alpukat, dua sendok makan selai kacang,

120-140 gram daging tanpa lemak, sembilan kentang goreng, dua iris

cake, satu sendok makan mayones atau mentega, atau dua sendok

makan saus salad.

8. Garam

Selama periode nifas, hindari konsumsi garam berlebihan. Hindari

makanan asin seperti kacang asin, keripik kentang atau acar.


19

9. Cairan

Konsumsi cairan sebanyak 8 gelas per hari. Minum sedikitnya 3 liter

tiap hari. Kebutuhan akan cairan diperoleh dari air putih, sari buah, susu

dan sup.

10. Vitamin

Kebutuhan vitamin selama menyusui sangat dibutuhkan. Vitamin yang

diperlukan antara lain:

1. Vitamin A yang berguna bagi kesehatan kulit, kelenjar serta mata.

Vitamin A terdapat dalam telur, hati dan keju. Jumlah yang

dibutuhkan adalah 1,300 mcg.

2. Vitamin B6 membantu penyerapan protein dan meningkatkan

fungsi syaraf. Asupan vitamin B6 sebanyak 2,0 mg per hari.

Vitamin B6 dapat ditemui di daging, hati, padi-padian, kacang

polong dan kentang.

3. Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan, meningkatkan stamina

dan daya tahan tubuh. Terdapat dalam makanan berserat, kacang-

kacangan, minyak nabati dan gandum.

11. Zinc

Berfungsi untuk kekebalan tubuh, penyembuhan luka dan

pertumbuhan. Kebutuhan Zinc didapat dalam daging, telur dan

gandum. Enzim dalam pencernaan dan metabolisme memerlukan

seng. Kebutuhan seng setiap hari sekitar 12 mg. Sumber seng terdapat

pada seafood, hati dan daging.


20

12. DHA

DHA penting untuk perkembangan daya lihat dan mental bayi. Asupan

DHA berpengaruh langsung pada kandungan dalam ASI. Sumber

DHA ada pada telur, otak, hati dan ikan (www.gizi.net).

2.2.2 Penilaian Status Gizi Ibu Nifas

Menurut Supariasa dkk, (2002) yang mengutip pendapat Jelliffe

DB, penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidang

langsung. Penilaian secara langsung yaitu antropometri, klinis, biokimia

dan biofisik. Sedangkan penilaian secara tidak langsung yaitu : survei

konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

Cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan pada

masyarakat yaitu antropometri gizi. Pengertian dari antropometri gizi

adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh

dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Dari

sudut pandang antropometri, jenis pertumbuhan dapat dibagi atas dua yaitu

pertumbuhan yang bersifat linear dan pertumbuhan massa jaringan.

Pertumbuhan linear menggambarkan status gizi yang dihubungkan pada

saat lampau, misalnya : tinggi badan, lingkar dada, lingkar kepala.

Sedangkan pertumbuhan massa jaringan menggambarkan status gizi yang

dihubungkan pada saat sekarang, misalnya : berat badan, lingkar lengan

atas dan tebal lemak di bawah kulit (Susilowati, 2009).

Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi

dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan energi dan protein.


21

Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi

jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.

Berdasarkan pendapat Hadi (2001) bahwa indeks antropometri

merupakan kombinasi dari beberapa parameter. Indeks antropometri

penting untuk interpretasi pengukuran. Pada orang dewasa, indeks

antropometri yang biasa digunakan yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT),

kombinanasi dari pengukuran berat badan dan tinggi badan.

Menurut Depkes RI (1996) Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body

Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk

memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan

kekurangan dan kelebihan berat badan. Penggunaan IMT hanya untuk

orang dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi,

anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Nilai IMT dapat diketahui

dengan menggunakan rumus yaitu :

Berat Badan(Kg)
IMT =
Tinggi Badan ²(m)

Adapun batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan

FAO/WHO, yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan

perempuan, yaitu batas ambang normal untuk laki-laki adalah 20,1-25,0;

dan untuk perempuan adalah : 18,7-23,8. Adapun ambang batas IMT untuk

Indonesia adalah seperti pada tabel 2.1.


22

Tabel 2.1 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia

Kategori IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0

Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 - 18,4

Norma 18,5 - 25,0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 - 27,0

Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0

Dari kategori ambang batas IMT di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa apabila seseorang berada pada IMT < 17,0 maka keadaan orang

tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat berat atau

Kurang Energi Kronis (KEK) berat; apabila seseorang berada pada IMT

17,0-18,4 maka keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan

berat badan tingkat ringan atau KEK ringan; apabila seseorang berada

pada IMT 18,5-25,0 maka keadaan orang tersebut termasuk kategori

normal; apabila seseorang berada pada IMT 25,1-27,0 maka keadaan

orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat

ringan; apabila seseorang berada pada IMT >27,0 maka keadaan orang

tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat berat.

2.2.2.1 Cara Ukur Status Gizi Ibu Nifas

Pengukuran data status gizi ibu nifas diukur dengan antropometri

yaitu IMT (Index Masa Tubuh). Hasil perhitungan data status gizi (IMT)
23

kemudian dimasukan kedalam dua kategori yaitu sebagai berikut (Riyadi,

2001) :

1. Tidak baik : jika nilai IMT < 18,5 atau nilai IMT > 25,0

2. Baik : jika nilai IMT 18,5 – 25,0

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Ibu Nifas

2.2.3.1 Umur

Umur adalah Rentang waktu yang telah dijalani sejak dari lahir

hingga ulang tahun terakhir yang dinyatakan dalam tahun, secara teoritis

semakin bertambah usia seseorang, maka secara psikologis dan sosial akan

bertambah semakin dewasa (Chaniago, 2002).

Menurut Mubarok (2007) dengan bertambahnya umur seseorang

akan terjadi perubahan dan pada aspek fisik dan psikologis (mental).

Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan

1) perubahan ukuran, 2) perubahan proporsi, 3) hilangnya ciri-ciri lama, 4)

timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada

aspek psikologis atau mental taraf berpikir semakin matang dan dewasa

Sedangkan menurut Hurlock (2002) penalaran analogis dan

berpikir kreatif mencapai puncaknya serta kecepatan respon maksimal

dalam belajar dan menguasai atau menyesuaikan diri dari situasi-situasi

tertentu terjadi pada masa dewasa awal, terutama pada usia 21 – 40 tahun.

Hurlock (2002) merumuskan tahap perkembangan manusia secara

lebih lengkap sebagai berikut:

1. Masa Pranatal, saat terjadinya konsepsi sampai lahir.


24

2. Masa Neonatus, saat kelahiran sampai akhir minggu kedua.

3. Masa Bayi, akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua.

4. Masa Kanak- Kanak awal, umur 2 - 6 tahun.

5. Masa Kanak- Kanak akhir, umur 6 - 10 atau 11 tahun.

6. Masa Pubertas (pra adolesence), umur 11 - 13 tahun

7. Masa Remaja Awal, umur 13 - 17 tahun. Masa remaja akhir 17 - 21

tahun.

8. Masa Dewasa Awal, umur 21 - 40 tahun.

9. Masa Setengah Baya, umur 40 – 60 tahun.

10. Masa Tua, umur 60 tahun keatas.

Menurut teori Hurlock (2002) kebutuhan dan keinginan seseorang

sejalan dengan usia mereka. Sebab umur sangat berpengaruh terhadap

jenis dan banyaknya aktifitas yang dapat dilakukan oleh seseorang

Sedangkan menurut Mansjoer Arif, (2005) umur merupakan parameter

untuk mengetahui lamanya seseorang hidup sejak lahir sampai pada

umurnya sekarang. Sejalan dengan itu perkembangan alat-alat atau orang

tubuh tertentu ada yang mengalami penyempurnaan perkembangan setelah

ia dilahirkan dan kadang-kadang sampai umur tertentu dan mengikuti

perkembangan umur tersebut sehingga umur disini sangat perlu untuk

melihat apakah orang tersebut berisiko terkena penyakit ini atau tidak.

Menurut Rahayu (Wahyuni, 2006) umur merupakan ciri dari

kedewasaan fisik dan kematangan kepribadian yang erat hubungannya

dengan pengambilan keputusan, mulai umur 20 tahun secara hukum


25

dikatakan mulai masa dewasa dan pada umur tiga puluh lima tahunan telah

mampu menyelesaikan masalah dengan cukup baik, jadi stabil dan tenang

secara emosional.

Hasil penelitian Ismi (2004) tentang gambaran umur ibu nifas

berdasarkan status gizi didapatkan kurang dari setengahnya (35,7%) ibu

nifas berumur masa setengah baya. Sedangkan berdasarkan pekerjaan ibu

nifas berdasarkan status gizi kurang dari setengahnya (40,6%) ibu nifas

tidak bekerja di UPTD Puskesmas Cipeundeuy

Hasil penelitian Laila ( 2003) tentang hubungan umur ibu nifas

dengan status gizi pada masa nifas di RB Rajawali bidan Hj. Nanang

Karnasih didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara umur ibu

nifas dengan status gizi pada masa nifas, dengan nilai p (0,005).

2.2.3.2 Pekerjaan

Pekerjaan adalah perbuatan melakukan suatu kegiatan yang

dilakukan untuk mendapat hasil. (Chaniago, 2002).

Pekerjaan adalah suatu kegiatan rutin untuk mencukupi kebutuhan

rumah tangga (Andre, 2006).

Menurut Mubarok (2007) Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan

seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung

maupun tidak langsung.

Menurut Kodyat (2002) pekerjaan seseorang akan menentukan

berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan

yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong


26

seseorang untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Pengertiannya bahwa

untuk memenuhi kebutuhan gizi, harus didukung oleh suasana yang mapan

perekonomian.

Pekerjaan bukanlah sumber keuangan, tetapi lebih banyak

merupakan cara mencari nafkah yang membosankan dan banyak

tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang

menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap

kehidupan keluarga. Ibu bayi yang bekerja cenderung mempunyai

pengetahuan yang lebih tinggi dibandingkan yang hanya diam saja

dirumah, sehingga lebih mengetahui manfaat gizi untuk kebutuhannya

(Depkes RI,1999 : 10).

Peneitian Devi (2007) di wilayah keraja UPTD Puskesmas Sidoarjo

dengan hasil terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan

status gizi ibu nifas dengan nilai p (0,015) < nilai alpha (0,05), pada ibu

yang bekerja lebih banyak mengetahui informasi dan wawasan tentang gizi

daripada ibu yang tidak bekerja


27

2.3 Kerangka Teori

Karakteristik Ibu :
Faktor Predisposisi
Makanan yang dikonsumsi 1. Umur
Pendidikan 2. Pekerjaan
Pendapatan keluarga
Pengetahuan
Tradisi / budaya

Faktor Pendukung
Sarana dan prasarana fasilitas kesehatan
Status Gizi Ibu Nifas

Faktor Pendorong
Sikap dan perilaku petugas
Media promosi

Diagram 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Sumber : Modifikasi dari Penilaian Status Gizi (Supariasa dkk, 2002)


28

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL

DAN METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasi

dalam membentuk suatu teori yang memperjelas keterkaitan antara variabel

(baik variabel yang di teliti maupun yang tidak diteliti).

(Notoatmodjo,2002 :42)

Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep

– konsep yang ingin di ukur melalui penelitian – penelitian yang akan

dilakukan ( notoatmodjo, 2002:42 ).

Kerangka konsep penelitian ini didasarkan pada usia dan pekerjaan.

Semakin matang usia dan pekerjaan (daya beli) masyarakat, akan

meningkatkan kesadaran seseorang untuk mendapatkan gizi yang cukup.

3.1.1 Visualisasi Kerangka Konsep

Faktor-faktor Status Gizi Ibu Nifas:

Umur

Status Gizi Ibu Nifas


Pekerjaan

Variabel Independen Variabel Dependen

Diagram 3.1 Visualisasi Kerangka Konsep Penelitian

28
29

3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1Definisi Operasional

Cara Skala
No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur Ukur
Independen
1. Umur Rentang waktu yang Melihat Melihat 1 : Masa Ordinal
dilalui ibu nifas dari Rekamedik Rekamedik Setengah
sejak lahir hingga Baya (41-
ulang tahun terakhir 60 tahun)
yang dinyatakan
dalam tahun sampai 2 : Masa
diadakannya Dewasa
penelitian ini Awal (21-
40 tahun)

2. Pekerjaan Suatu kegiatan yang Melihat Melihat 1 : Tidak Ordinal


dilakukan oleh ibu Rekamedik Rekamedik Bekerja
nifas untuk mendapat (IRT)
hasil

2 : Bekerja
(Swasta,
PNS,
Petani,
dagang, dll)

3. Status Gizi Gambaran atau hasil Melihat Melihat 1. Tidak Ordinal


Ibu Nifas akhir dari Rekamedik Rekamedik baik : bila
keseimbangan IMT >25,0
antara pemasukan atau
dan penyerapan zat- IMT <
zat gizi pada ibu 18,5
nifas dengan
penggunaan zat-zat 2. Baik : bila
gizi tersebut dalam IMT 18,5 –
bentuk variabel 25,0
tertentu.
30

3.3 Hipotesis

3.3.1 Ada hubungan antara umur dengan status gizi ibu nifas di BPS Hj. Yuyu

Sopiah 2011 kabupaten Majalengka.

3.3.2 Ada hubungan antara pekerjaan dengan status gizi ibu nifas di BPS Hj.

Yuyu Sopiah 2011 kabupaten Majalengka.

3.4 Metode Penelitian

3.4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan studi cross sectional, dimana

pengambilan data dilakukan pada waktu yang sama dan satu kali

pengumpulan data dengan tujuan agar diperoleh yang lengkap dalam waktu

yang relatif cepat (Notoatmodjo, 2010).

Adapun penelitian kuantitatif yaitu metode penelitian yang

berlandaskan pada filsafat positivism, digunakan untuk meneliti pada

populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument

penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk

menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2009).

3.4.2 Populasi dan Sampel

3.4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti.

(Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu

nifas yang datang ke BPS Hj Yuyu Sopiah dari bulan Maret s.d April tahun
31

2011 sesuai dengan data catatan pasien ibu nifas tercatat berjumlah 41

orang.

3.4.2.2 Sampel

Sampel penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010).

Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan secara total

sampling. Besarnya sampel pada penelitian ini adalah seluruh ibu nifas

yang datang ke BPS Hj Yuyu Sopiah dari bulan Mei s.d Juli tahun 2011,

berjumlah 41 orang.

3.4.2.3 Cara Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan total

sampling atau sampling jenuh. Pengambilan sampel secara total sampling

adalah dengan mengambil seluruh populasi menjadi sampel (Arikunto,

2006).

Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas yang

ditemui di BPS Hj. Yuyu Sopiah selama periode bulan Mei s.d Juli 2011.

3.4.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat Penelitian : Di BPS Hj. Yuyu Sopiah Majalengka Kabupaten

Majalengka

Waktu Penelitian : Bulan September tahun 2011


32

3.4.4 Pengolahan Data

3.4.4.1 Teknik pengolahan data

Setelah data terkumpul, dilakukan pengolahan data dari hasil

pengamatan data rekamedik dengan langkah – langkah sebagai berikut :

1. Editing ( mengedit data )

Kegiatan yang dilakukan untuk meneliti setiap jawaban kuesioner

yang telah diisi oleh responden mengenai kelengkapan pengisian

sehingga diharapkan peneliti adalah data yang terkumpul lengkap,

kesesuaian jawaban yang konsisten dan dapat dibaca dengan jelas.

2. Codding ( method data )

Pemberian tanda atau kode sesuai jawaban yang diberikan oleh

responden. Kode tersebut disusun kembali dalam lembaran –

lembaran ke dalam kode tersendiri untuk pedoman dalam analisis data

dan penulisan laporan.

3. Scoring

Penilaian data dengan memeberikan skor pada pertanyaan variabel

bebas dan terikat. Tahap ini meliputi nilai untuk masing – masing

pertanyaan dan penjumlahan hasil skoring dari semua pertanyaan.

4. Entry data

Data yang sudah di berikan kode kemudian di masukan kedalam

komputer dengan software excel, dimasukan dalam bentuk tabel.


33

5. Cleaning

Cleaning adalah merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang

sudah dimasukan. Dilakukan bila terdapat kesalahan dalam

memasukan data yaitu dengan melihat distribusi dari variabel yang di

teliti.

6. Uji Statistik

Pengeluaran hasil nilai yang diperoleh dari analisis data yang telah

dihitung untuk diuji keabsahannya secara reliable.

3.4.5 Teknik Analisa Data

Analisa data dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan

variabel independen dengan variabel dependen. Analisa data akan

dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS Versi 17.0

Langkah-langkah analisis data, yaitu :

1. Analisa Univariat

Analisa univariat dimaksudkan untuk mendeskripsikan hubungan

dari masing-masing variabel bebas, yaitu pekerjaan dan umur variabel

terikat yaitu status gizi.

Langkah-langkah analisis univariat adalah sebagai berikut :

a. Distribusi Frekuensi

Mendeskripsikan hubungan dari masing-masing variabel

bebas ke dalam distribusi frekuensi dan presentase masing-masing

variabel dari semua jawaban responden dalam bentuk distribusi

frekuensi dan presentase dengan rumus sebagai berikut:


34

f
p= x 100 %
n

Keterangan :

P = Proporsi

f = Frekuensi Kategori

n = Jumlah sampel

b. Membuat Tabel Distribusi Frekuensi

Tabel 3.2 : Distribusi masing-masing variabel


Variabel f %

Jumlah

c. Nilai Interpretasi Prosentase Hasil

Tabel 3.3 Interpretasi hasil Prosentase

Skala
No Interpretasi
Pengukuran (%)
1 0 Tidak satupun responden
2 1 – 25 Sebagian kecil responden
3 26 – 49 Kurang dari setengah responden
4 50 Setengah responden
5 51 – 75 Lebih dari setengah responden
6 76 – 99 Sebagian besar responden
7 100 Seluruh responden
(Arikunto, 2007)

2. Analisa Bivariat

Analisa ini bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel

yaitu variabel bebas (independen) dan variabel terikat ( dependen). Uji

yang dipakai adalah uji Chi- Square dengan batas kemaknaan.


35

¿ = 0,05 atau derajat kebebasan df= 1.

Langkah – langkah analisis bivariat adalah sebagai berikut :

a. Menyusun Tabel Silang ( 2x2 )

Tabel 3.3:Tabel Silang (2x2)

Variabel Terikat
Variabel Bebas
Tidak Baik Baik
faktor resiko (+) a b a+b (m1)
faktor resiko (-) c d c+b (m2)
a+c ( n1) b+d (n2) n

b. Menghitung Chi-Square dengan rumus :

2
x=
[ ( ad−bc )2−n ]
( n 1. n 2 .m 1. m2 )

Apabila terdapat sel yang kosong atau nilai <5, maka digunakan

fisher exact dengan rumus :

{
x = [ ( ad−bc ) −1/ 2/ n ] . .n }
2 2 2.

( n 1. n 2. m 1 . m 2 )

c. Menentukan uji kemaknaan hubungan dengan cara

membandingkan nilai ρ ( ρ value) dengan nilai ¿ = 0,05 pada

taraf kepercayaan 95 % dan derajat kebebasan = 1 dengan kaidah

keputusan sebagai berikut :

1) Nilai ρ ( ρ value) < 0,05 , maka HO ditolak, yang berarti ada

hubungan yang bermakna antara variabel bebas dengan

variabel terikat.
36

2) Nilai ρ ( ρ value) > 0,05, maka Ho gagal ditolak, yang berarti

tidak ada hubungan yang bermakna antar variabel bebas

dengan variabel terikat.

3.5 Jadwal Kegiatan Penelitian

3.5.1 Tahapan Persiapan

3.5.1.1 Memilih lahan penelitian

3.5.1.2 Bekerjasama dengan lahan penelitian untuk studi pendahuluan

3.5.1.3 Melakukan studi kepustakaan tentang hal-hal yang berkaitan

dengan masalah penelitian

3.5.1.4 Menyusun proposal

3.5.1.5 Seminar proposal

3.5.1.6 Mengadakan uji coba instrument

3.5.2 Tahapan Pelaksanaan

3.5.2.1 Permohonan ijin penelitian

3.5.2.2 Melakukan inform concent dengan responden

3.5.2.3 Melakukan wawancara dengan responden

3.5.2.4 Melengkapi data dari responden

3.5.2.5 Melakukan pengolahan dan analisis data

3.5.2.6 Penarikan kesimpulan

3.5.3 Tahap Akhir

3.5.3.1 Penyusunan laporan

3.5.3.2 Sidang uji hasil penelitian

3.5.3.3 Perbaikan hasil sidang

Anda mungkin juga menyukai