Anda di halaman 1dari 31

Hubungan peran kader posyandu dengan status gizi balita

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Pembangunan negara Indonesia seperti yang tercantum dalam GBHN bertujuan


untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur merata materil dan
spiritual berdasarkan Pancasila. Untuk mencapai tujuan tersebut maka
pembangunan di segala bidang pun harus dilakukan termasuk di bidang kesehatan.
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat mewujudkan derajat
kesehatan seoptimal mungkin sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari
tujuan nasional (Depkes, 1999).

Gizi sangat berperan pada manusia khususnya bagi bayi dan balita. Gizi
berpengaruh terhadap tumbuh kembang bayi dan balita serta memberikan
kekebalan tubuh terhadap kuman penyakit. Gizi sering dianggap sebagai penyebab
langsung dan tidak langsung terhadap kematian balita. Kematian balita dapat
dicegah dan dihindari bila saja segera diketahui status gizi balita secara berkala dan
pemberian makanan seimbang. Konsumsi makanan berpengaruh terhadap
penyimpanan zat gizi dalam tubuh yang menghasilkan pertumbuhan fisik dan
kemampuan imunologik yang memadai sehingga akan menghasilkan tingkat
kesehatan yang baik pula. Sebaliknya pertumbuhan fisik yang terhambat biasanya
disertai kemampuan imunologik yang rendah sehingga berakibat kematian
(Aritonang, 1999).
Angka kematian balita (AKABA) adalah jumlah kematian anak umur 1-5 tahun per
1.000 kelahiran hidup. Angka kematian balita dianggap sebagai faktor penting
untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan sosial dari suatu penduduk dan
mencerminkan tingkat permasalahan kesehatan anak serta faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap anak balita, seperti gizi, sanitasi, penyakit infeksi dan
kecelakaan. Angka kematian balita di Indonesia pada tahun 2003 adalah 46 per
1.000 kelahiran hidup, sementara angka kematian balita di Propinsi Bengkulu pada
tahun 2005 sebesar 1.665 balita dari 190.367 jumlah balita (Dinas Kesehatan Kota
Bengkulu, 2006).
Menurut Departemen Kesehatan (2004) di Indonesia pada tahun 2003 terdapat
sekitar 5 juta balita (27,5%) kurang gizi, 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi
kurang dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). Berdasarkan laporan tahunan Dinas
Kesehatan Kota Bengkulu tahun 2006 diperoleh gambaran di Kota Bengkulu sebagai
berikut:

Tabel 1.1. Status gizi balita menurut Kecamatan dan Puskesmas Kota Bengkulu
Sumber : SP2TP, 2006

Untuk mewujudkan suatu cita-cita Indonesia sehat, maka terlebih dahulu


mewujudkan Propinsi sehat, seterusnya Kabupaten/ Kota sehat, Kecamatan sehat,
Desa/ Kelurahan sehat dan Dusun/ RW dan Rumah Tangga sehat, Suatu Desa /
Kelurahan sehat memiliki karakteristik yaitu mengedepankan aspek promotif dan
preventif (pencegahan penyakit) dengan tidak mengesampingkan aspek kuratif dan
rehabilitatif. Desa yang penduduknya memiliki watak demikian disebut sebagai
Desa Siaga.
Desa Siaga adalah Desa dimana masyarakatnya memiliki kemampuan untuk
mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan dalam lingkup desa. Sebuah desa
dikategorikan sebagai Desa Siaga jika memiliki pelayanan kesehatan desa seperti
Pos Kesehatan Desa atau Puskesmas Pembantu. Selain itu harus dilengkapi
berbagai unit kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) sesuai kebutuhan
masyarakat setempat seperti Posyandu. Posyandu adalah tulang punggung upaya
kesehatan masyarakat (UKBM), sayangnya saat ini 60% Posyandu sudah tidak
berfungsi (Siswono, 2006).
Posyandu sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining/deteksi dini dan
pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus gizi buruk (Nency,
2006). Rendahnya kualitas kader serta belum optimalnya pembinaan dari dinas /
instansi lintas sektoral mengakibatkan rendah minat masyarakat untuk
memanfaatkan posyandu sebagai pelayanan kesehatan dasar dan gizi keluarga bagi
masyarakat. Apabila peran kader posyandu meningkat, kebutuhan tumbuh
kembang anak sejak dalam kandungan dapat terpenuhi dan status gizi dan maupun
derajat kesehatan ibu dan anak dapat ditingkatkan (Anondo, 2007).
Data yang diperoleh dari puskesmas Kuala Lempuing Kota Bengkulu pada
puskesmas tersebut terdapat 6 posyandu dan 31 orang kader. Berdasarkan survey
awal yang peneliti lakukan pada tanggal 15 Maret 2007, dari 3 orang kader yang
diwawancarai, 1 orang kader mengatakan bahwa selain melakukan kegiatan
penyelenggaraan posyandu yang meliputi pendaftaran (meja I), penimbangan (meja
II), pencatatan (meja III), penyuluhan (meja IV) dan pemberian makanan tambahan
kepada balita, kader juga telah mengajak ibu-ibu yang mempunyai balita untuk
datang pada hari pelaksanaan posyandu, dan melakukan kunjungan rumah untuk
penyuluhan terutama pada ibu yang mempunyai balita dengan gizi buruk.
Sedangkan 2 orang kader lainnya mengatakan bahwa selama ini kegiatan kader
hanya sebatas pada meja I, II, III, IV yang dilakukan 1 bulan sekali pada saat
pelaksanaan posyandu saja.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian


tentang hubungan peran kader posyandu dengan status gizi balita di wilayah
puskesmas Kuala Lempuing Kota Bengkulu.

B.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka masalah dalam penelitian ini
adalah masih tingginya angka kejadian gizi buruk pada balita di wilayah Puskesmas
Kuala Lempuing Kota Bengkulu tahun 2006, dengan pertanyaan penelitian apakah
terdapat hubungan antara peran kader posyandu dengan status gizi balita di
wilayah Puskesmas Kuala Lempuing Kota Bengkulu.

C.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :


1.

Hubungan peran kader sebagai motivator dengan status gizi balita

2.

Hubungan peran kader sebagai administrator dengan status gizi balita

3.

Hubungan peran kader sebagai edukator dengan status gizi balita

D.
1.

Manfaat Penelitian
Manfaat Bagi Akademik

Dapat memberikan informasi dan bahan masukan yang bermanfaat bagi mahasiswa
politeknik kesehatan Bengkulu Jurusan Kebidanan.
2.

Manfaat Bagi Pelayan Kesehatan

Dapat memberikan informasi dan masukan yang bermanfaat bagi puskesmas


sehingga diharapkan dapat berguna dalam menentukan kebijakan dan strategi
kesehatan khususnya dalam meningkatkan peran kader posyandu dan gizi balita.
3.

Manfaat Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan sebagai bahan masukan bagi
peneliti lain yang akan datang.

E.

Keaslian Penelitian

Penelitian serupa sudah pernah dilakukan oleh :


1.
Yanita. S (2006) dengan judul hubungan status ekonomi dengan status gizi
balita di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu dengan hasil penelitian Terdapat
hubungan antara status ekonomi dengan status gizi balita.
2.
Novalya. M (2005) dengan judul hubungan tingkat pendidikan ibu dengan
status gizi balita di wilayah puskesmas Sawah Lebar Kota Bengkulu dengan hasil
penelitian Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi
balita
3.
Penelitian ini meneliti tentang hubungan peran kader posyandu dengan
status gizi balita di wilayah kerja puskesmas Kuala Lempuing, perbedaan dengan
penelitian ini adalah variabel independent, tempat, waktu, populasi, dan sampel
penelitian.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
1.

Posyandu
Pengertian

Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan
masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategi dalam
mengembangkan sumber daya manusia sejak dini (Effendy, 1998). Posyandu
merupakan salah satu bentuk kegiatan LKMD, dimana masyarakat (antara lain
kader-kader PKK) menyelenggarakan pelayanan 5 program prioritas secara terpadu
di suatu tempat dan dalam waktu yang sama, dengan bantuan pelayanan langsung
dari staf puskesmas, yaitu pada jenis pelayanan yang masyarakat tidak kompeten
untuk memberikannya sendiri (Depkes RI, 1998). Selanjutnya pengertian lain
tentang posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat di mana masyarakat dapat
sekaligus memperoleh pelayanan KB dan kesehatan (Depkes RI, 1995).
2.

Tujuan

Tujuan pokok dari pelayanan Posyandu adalah untuk :


a. Mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak.
b. Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR.
c. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan
kesehatan dan kegiatan
d. kegiatan lain yang menunjang peningkatan kemampuan hidup sehat.
e. Mempercepat penerimaan NKKBS
f. Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam
usaha meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada penduduk
berdasarkan letak geografi.

g. Meningkatkan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih


teknologi untuk swakelola usaha-usaha kesehatan masyarakat (Effendi,
1998).
3.

Sasaran

Yang menjadi sasaran Posyandu menurut Zulkifli (2004) adalah bayi, balita, ibu
hamil, ibu menyusui, wanita usia subur (WUS), dan pasangan usia subur (PUS).
4.

Kegiatan
a.

b.

5.

Lima kegiatan posyandu (Panca Krida Posyandu) yaitu kesehatan ibu dan
anak, keluarga berencana, imunisasi, peningkatan gizi, dan penanggulangan
diare.
Tujuh kegiatan posyandu (Sapta Krida Posyandu) yaitu kesehatan ibu dan
anak, keluarga berencana, imunisasi, peningkatan gizi, penanggulangan
diare, sanitasi dasar dan penyediaan obat esensial (Effendi, 1998).
Pelayanan Kesehatan yang Dijalankan

a.

b.

6.

Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita, meliputi penimbangan bulanan,


pemberian makanan tambahan bagi yang berat badannya kurang, imunitas
bayi 3-14 bulan, pemberian oralit untuk penanggulangan diare dan
pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama.
Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia subur,
meliputi pemeriksaan kesehatan umum, pemeriksaan kehamilan dan nifas,
pelayanan peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil tambah
darah, imunisasi TT untuk ibu hamil, penyuluhan kesehatan dan KB,
pemberian alat kontrasepsi KB, pemberian oralit pada ibu yang terkena
diare, pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama, dan pertolongan
pertama pada kecelakaan (Effendi, 1998).
Pelaksanaan kegiatan posyandu

Posyandu diselenggarakan 1 bulan sekali yang ditentukan oleh LKMD, Kader, Tim
Penggerak PKK Desa/Kelurahan serta petugas kesehatan dari KB. Pada Posyandu
dilakukan pelayanan masyarakat dengan sistem lima meja. Petugas pada meja I
IV dilaksanakan oleh kader PKK, sedangkan meja V merupakan meja pelayanan
paramedic (Jurim, Bides, Perawat dan Petugas KB) (Zulkifli, 2004).
7.

Stratifikasi Posyandu
a.
a.
b.
c.

Stratifikasi posyandu adalah kategorisasi posyandu berdasarkan telaah


kemandirian yang dikelompokkan menjadi 4 yaitu :
Posyandu Pratama (Warna Merah)
Posyandu tingkat pratama adalah Posyandu yang masih belum mantap,
kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas.
Posyandu Madya (Warna Kuning)

d.

b.
e.

c.
f.

8.

Posyandu pada tingkat madya sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih


dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau
lebih. Akan tetapi cakupan program utamanya (KB, KIA, Gizi dan imunisasi)
masih rendah, yaitu kurang dari 50%. Ini berarti, kelestarian kegiatan
Posyandu sudah baik tetapi masih rendah cakupannya.
Posyandu Purnama (Warna Hijau)
Posyandu pada tingkat purnama adalah Posyandu yang frekuensinya lebih
dari 8 kali per tahun, rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, dan
cakupan 5 program utamanya (KB, KIA, Gizi dan Imunisasi) lebih dari 50%.
Sudah ada program tambahan, bahkan mungkin sudah ada Dana Sehat
yang masih sederhana.
Posyandu Mandiri (Warna Biru)
Posyandu ini berarti sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur,
cakupan 5 program utama sudah bagus, ada program tambahan dan Dana
Sehat telah menjangkau lebih dari 50% KK. Untuk Posyandu tingkat ini,
intervensinya adalah pembinaan Dana Sehat, yaitu diarahkan agar Dana
Sehat tersebut menggunakan prinsip JPKM.
Indikator Penentu Tingkat Kemandirian Posyandu
Ada seperangkat indikator yang digunakan sebagai penyaring atau penentu
tingkat kemandirian posyandu menurut Depkes RI (1994) yaitu:

a.

b.
g.

h.
c.
i.

j.
d.

Frekuensi penimbangan per tahun


Seharusnya Posyandu menyelenggarakan kegiatan setiap bulan, jadi bila
teratur akan ada 12 kali penimbangan setiap tahun. Dalam kenyataannya,
tidak semua Posyandu dapat berfungsi setiap bulan, sehingga frekuensinya
kurang dari 12 kali setahun. Untuk ini diambil batasan 8 (delapan) kali.
Posyandu yang frekuensi penimbangannya kurang dari 8 kali per tahun,
dianggap masih rawan, sedangkan bila frekuensinya sudah 8 kali lebih,
dianggap sudah cukup mapan.
Rata-rata jumlah kader tugas pada hari H Posyandu
Jumlah kader yang bertugas pada hari H Posyandu dapat dijadikan indikasi
lancar tidaknya Posyandu. Hari H merupakan puncak kegiatan Posyandu,
oleh karena itu banyaknya kader yang bertugas pada hari itu amat
menentukan kelancaran Posyandu.
Kegiatan di Posyandu bisa tertangani dengan baik bila jumlah kader 5 orang
atau lebih.
Cakupan D/S
Cakupan D/S dapat dijadikan sebagai tolok ukur peran serta masyarakat dan
aktivitas kader/tokoh masyarakat dalam menggerakan masyarakat
setempat untuk memanfaatkan Posyandu.
D/S dianggap baik bila dapat mencapai 50% atau lebih, sedangkan bila
kurang dari 50% dapat dikatakan bahwa Posyandu ini belum mantap.
Cakupan Imunisasi

k.

e.
l.

f.
m.

g.
n.

h.

9.

Cakupan imunisasi dihitung secara kumulatif selama satu tahun. Cakupan


kumulatif dianggap baik bila mencapai 50% ke atas, sedang bila kurang dari
50% dianggap Posyandunya belum mantap.
Cakupan Ibu Hamil
Cakupan pemeriksaan ibu hamil juga dihitung secara kumulatif selama satu
tahun. Batas mantap tidaknya Posyandu digunakan angka serupa yaitu
50%.
Cakupan KB
Cakupan peserta KB juga dihitung secara kumulatif selama satu tahun.
Pencapaian 50% ke atas dikatakan mantap, sedang kurang dari 50% berarti
belum mantap.
Program tambahan
Posyandu pada mulanya melaksanakan 5 program utama, yaitu : KB, KIA,
Perbaikan Gizi, Imunisasi dan Penanggulangan Diare. Bila telah mantap
jalannya, wajar bila programnya ditambah. Program tambahan disini yang
dimaksudkan adalah bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat
(UKBM) lain seperti :
1) Pemberantasan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
2) Pemberantasan penyakit menular melalui pendekatan PKMD (P2MPKMD)
3) Penyehatan lingkungan pemukiman melalui pendekatan PKMD (PLPPKMD)
4) Pemantauan dan Stimulasi Perkembangan Balita (PSPB) atau Bina
Keluarga Balita (BKB)
5) Pemberantasan demam berdarah dengue dalam bentuk
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) secara berkala.
6) Pondok Bersalin Desa (Polindes)
7) Upaya Kesehatan Gigi Masyarakat Desa (UKGMD)
8) Pos Obat Desa (POD)
9) Dana Sehat
10) Dan lain-lain
Dana Sehat
Dana sehat merupakan wahana untuk memandirikan Posyandu. Oleh karena
itu keberadaan dan cakupan Dana Sehat dapat dijadikan indikator
kemandirian Posyandu. Diharapkan bila Dana Sehat telah mampu
membiayai Posyandu, maka tingkat kemandirian masyarakat sudah cukup
baik. Sebagai ukuran digunakan Persentase Kepala Keluarga (KK) yang ikut
Dana Sehat, yaitu bila 50% ke atas dikatakan baik, sedang bila kurang dari
50% dikatakan masih kurang.

Peran Kader Posyandu


a. Pengertian
1) Peran

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh


orang yang berkedudukan dalam masyarakat (Ali Lukman, Dkk.1996).
Selanjutnya pengertian tentang peranan menurut Pusat Pendidikan dan
Latihan Pegawai (Depkes. RI, 1993) adalah seperangkat atau pola perilaku
yang diharapkan untuk ditampilkan oleh seseorang sesuai dengan
posisinya.
2) Kader
Menurut Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat Depkes RI kader adalah
warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat
dan dapat bekerja secara sukarela. Menurur Zulkifli (2003) yang
mengutip pendapat L.A. Gunawan kader kesehatan adalah kader
kesehatan yang dipilih oleh dari masyarakat dan bertugas
mengembangkan masyarakat. Kader Posyandu adalah anggota
masyarakat yang diberikan keterampilan untuk menjalankan Posyandu
(Nurpudji, 2006). Kader Posyandu yaitu kader-kader yang dipilih oleh
masyarakat menjadi penyelenggara Posyandu (Zulkifli, 2003).
b. Peran Kader Posyandu
Peran kader secara umum adalah melaksanakan kegiatan pelayanan
kesehatan dan mensukeskannya bersama masyarakat serta merencanakan
kegiatan pelayanan kesehatan tingkat desa. Dalam penyelenggaraan
Posyandu yang mempunyai peranan besar adalah kader. Peran kader dibagi
dalam 3 kelompok yaitu :
1. Peran kader sebagai motivator
a. Melakukan kunjungan rumah untuk mengajak ibu-ibu datang pada
kegiatan posyandu
b. Memberi tahu dan mengajak ibu-ibu untuk datang ke posyandu
2. Peran kader sebagai administrator
a) Mempersiapkan alat dan bahan untuk penyelenggaraan posyandu
b) Melaksanakan pembagian tugas
c) Mendaftar balita yang hadir
d) Menimbang balita
e) Mencatat hasil penimbangan di KMS (Kartu Menuju Sehat)
f) Memberikan oralit, vitamin A dan tablet besi kepada ibu-ibu yang
mempunyai balita
g) Pemberian makanan tambahan
h) Pemberian rujukan kepada puskesmas apabila ditemukan balita yang
berat badannya di bawah garis merah (BGM) pada KMS, 2 kali berturutturut berat badan tidak naik, kelihatan sakit (lesu), kurus, busung
lapar, mencret, rabun mata dan sebagainya).
i) Memindahkan catatan dalam KMS ke dalam buku register
j) Menilai (mengevaluasi) hasil kegiatan dan merencanakan kegiatan hari
posyandu pada bulan berikutnya
k) Setelah kegiatan selesai dilakukan pertemuan kader untuk
membicarakan hasil kegiatan
3. Peran kader sebagai educator

a) Menjelaskan data KMS atau keadaan anak berdasarkan data kenaikan


berat badan yang digambarkan dalam grafik KMS kepada ibu dari anak
yang bersangkutan
b) Memberikan penyuluhan kepada setiap ibu dengan mengacu kepada
kartu menuju sehat (KMS) anaknya atau dari hasil pengamatan
mengenai masalah yang dialami anaknya
c) Kegiatan diskusi kelompok (penyuluhan kelompok) bersama ibu-ibu
yang lokasi rumahnya berdekatan
d) Kegiatan kunjungan rumah (penyuluhan perorangan) sekaligus untuk
tindak lanjut (Depkes RI, 2000).
Kriteria Kader Kesehatan
Menurut Syahlan (1996) kriteria kader kesehatan adalah :
1. Diterima dan dipilih masyarakat serta bersedia dan sanggup menjadi
kader kesehatan
2. Kader harus dapat membaca, menulis dan berbahasa Indonesia
3. Kader dapat berasal dari kelompok generasi muda dan kelompok lainnya
Ida (2003) mempunyai pendapat lain mengenai persyaratan bagi seorang
kader antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.

Berasal dari masyarakat setempat


Tinggal di desa tersebut
Tidak sering meninggalkan tempat untuk waktu yang lama
Diterima oleh masyarakat setempat
Masih cukup waktu bekerja untuk masyarakat disamping mencari nafkah
lain
6. Sebaiknya yang bisa baca tulis
Menurut Zulkifli (2003) kriteria kader posyandu yaitu
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Dapat membaca dan menulis


Berjiwa sosial dan mau bekerja secara relawan
Mengetahui adat istiadat serta kebiasaan masyarakat
Mempunyai waktu yang cukup
Bertempat tinggal di wilayah posyandu
Berpenampilan ramah dan simpatik
Diterima masyarakat setempat

11. Tujuan Pembentukan Kader


Dengan terbentuknya kader kesehatan, pelayanan kesehatan yang selama ini
dikerjakan oleh petugas kesehatan saja dapat dibantu oleh masyarakat. Dengan
demikian masyarakat bukan hanya merupakan objek pembangunan, tetapi juga
merupakan mitra pembangunan itu sendiri. Selanjutnya dengan adanya kader,
maka pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima dengan sempurna berkat

adanya kader. Jelaskan bahwa pembentukan kader adalah perwujudan


pembangunan dalam bidang kesehatan (Zulkifli, 2004)

B.

Balita

Balita adalah seorang anak yang berusia 1 5 tahun (Depkes RI, 2001)

C.

Status Gizi

1. Pengertian
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ,
serta menghasilkan energi (Supariasa, 2002). Gizi adalah bahan makanan yang
berhubungan dengan kesehatan tubuh (Ngastyah, 2005). Menurut Almatsier (2005)
status gizi adalah keadaan tubuh akibat konsumsi makanan dan penggunaan zatzat gizi. Status gizi (nutrien status) adalah ekspresi dari keadaan-keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2001).
2. Manfaat Gizi
a. memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan,terutama bagi
mereka yang masih dalam pertumbuhan
b. memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari. (Kartasa Poetra,
2003).
3. Penilaian
Menurut Supariasa (2002), penilaian status gizi dibagi 2 yaitu :
a.

Secara langsung

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian yaitu :
1)

Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh. Ditinjau dari sudut pandang gizi,
maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi
tubh dan komposisi tubuh dan berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Beberapa
indeks antrometri yang sering digunakan yaitu :
a).

Berat badan menurut umur (BB/UU)

b).

Tinggi badan menurut umur (TB/U)

c).

Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

d). Lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U)


2)

Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi
masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan
kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat permukaan
tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis
secara cepat. Survei dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis
umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan
untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan
fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.
3)

Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji
secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai jaringan tubuh. Jaringan tubuh
yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja, hati dan otot.
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi
keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik,
maka penentuan kimia faal lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan
gizi yang spesifik.
4)

Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan
melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur
dan jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian
buta senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes
adaptasi gelap.
b.
1)

Secara tidak langsung


Survei Konsumsi makanan

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan
data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang kondisi berbagai zat
gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi
kelebihan dan kekurangan zat gizi.
2)

Status vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data
beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka
kematian dan kesakitan akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang
berhubungan dengan gizi.
3)

Faktor Ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik,
biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung
dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.
Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab
malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi
gizi.

4. Klasifikasi Status Gizi


Menurut Supariasa (2002), dalam buku petunjuk teknik Pemantauan Status Gizi
(PSG) anak balita tahun 1999, klasifikasi status gizi menggunakan buku rujukan
World Health Organization Nasional Centre For Health Statistik (WHO-NHCS)
dengan indeks berat badan menurut umur dapat dilihat pada tabel berikut :
5. Penyakit-penyakit Gizi
Menurut Notoatmodjo (1996) penyakit-penyakit kesehatan akibat dari kelebihan dan
kekurangan zat gizi antara lain sebagai berikut :
a.

Penyakit kurang kalori dan protein (KKP)

Penyakit ini terjadi karena ketidakseimbangan antara konsumsi kalori atau


karbohidrat dan protein dengan kebutuhan energi, atau terjadinya efisiensi energi
dan protein. KKP dibedakan menjadi KKP ringan atau gizi kurang dan KKP berat
yang disebut Marasmus (Kwashiorhor).
b.

Penyakit Kegemukan (obesitas)

Penyakit ini terjadi karena konsumsi kalori terlalu berlebihan dibandingkan dengan
kebutuhan dan pemakaian energi, kelebihan dalam tubuh ini disimpan dalam
bentuk lemak yaitu di tempat-tempat tertentu seperti jaringan subcutan dan di
dalam jaringan tirai usus.
c.

Anemia (penyakit kurang darah)

Penyakit ini terjadi karena konsumsi zat besi (Fe) pada tubuh tidak seimbang atau
kurang dari kebutuhan tubuh. Zat besi merupakan mikro elemen yang esensial bagi

tubuh, yang sangat diperlukan dalam pembentukan darah yakni dalam hemoglobin
(Hb)

d.

Zerophtalmia (defisiensi vitamin A)

Penyakit ini disebabkan karena kekurangan konsumsi vitamin A di dalam tubuh.


Gejalanya adalah kekurangan epithel biji mata dan kornea, terlihat selaput bola
mata keriput dan kusam bila mata bergerak, tidak sanggup melihat pada cahaya
remang-remang, buta senja atau buta ayam dan dapat menimbulkan kebutaan
e.

Penyakit gondok edemik

Zat iodium merupakan zat gizi esensial bagi tubuh, karena merupakan komponen
dari hormon thyrokxin. Kekurangan zat iodium berakibat hypothyroldisme
(kekurangan iodium) akibatnya terjadi pembesaran kelenjar thyroid yang disebut
penyakit gondok. Apabila kelebihan zat iodium maka mengakibatkan gejala-gejala
pada kulit yang disebut iodium dermatitis
6. Akibat gizi kurang pada proses tubuh
a.

Pertumbuhan

Anak-anak tidak tumbuh menurut potensialnya, protein digunakan sebagai zat


pembakar sehingga otot-otot menjadi lembek dan rambut mudah rontok. Anak
anak yang berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah keatas rata-rata lebih
tinggi daripada yang berasal dari keadaan sosial ekonomi rendah.

b.

Produksi Tenaga

Kekurangan energi menyebabkan seseorang kekurangan tenaga untuk bergerak,


bekerja, dan melakukan aktivitas. Orang menjadi malas, merasa lemah dan
produktivitas kerja menurun.
c.

Pertahanan Tubuh

Daya tahan tekanan terhadap tekanan atau stress menurun. Sistem imunitas dan
antibody berkurang, sehingga orang mudah terserang infeksi seperti pilek, batuk
dan diare. Pada anak-anak hal ini dapat membawa kematian.
d.

Struktur dan fungsi otak

Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental
dengan demikian kemampuan berfikir otak mencapai bentuk maksimal pada usia 2
tahun. Kekurangan gizi dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara permanen.
e.

Perilaku

Bagi anak-anak ataupun orang dewasa yang kurang gizi menunjukkan perilaku tidak
tenang, mereka mudah tersinggung, cengeng dan apatis. (Almatsier, 2005)
7. Akibat Gizi Lebih Pada Proses Tubuh
Gizi lebih menyebabkan kegemukan atau obesitas, kelebihan energi yang
dikonsumsi disimpan di dalam jaringan dalam bentuk lemak, kegemukan salah satu
faktor resiko terjadinya berbagai penyakit degeneratif seperti hipertensi, penyakitpenyakit diabetes jantung koroner, hati dan kantung empedu (Almatsier, 2005)
8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gizi Balita
Status gizi balita dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis
besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan oleh :
a.
1)

Asupan yang kurang disebabkan banyak faktor antara lain :


Tidak tersedianya makanan secara adekuat

Tidak tersedianya makanan yang adekuat terkait dengan kondisi sosial ekonomi.
Kadang-kadang bencana alam, perang, maupun kebijaksanaan politik dan ekonomi
yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat identik
dengan tidak tersedianya makanan yang adekuat. Kemiskinan merupakan
penyebab pokok gizi buruk. Proporsi anak mal nutrisi berbanding terbalik dengan
pendepatan. Makan kecil pendapatan penduduk makin tinggi persentase anak yang
kekurangan gizi.
2)

Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang

Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu air susu ibu, dan sesudah usia 6 bulan
anak tidak mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah
dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi, MP-ASI yang baik
tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat
besi, vitamin A, asam kolat, vitamin B serta vitamin mineral lainnya. Pada keluarga
dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah sering kali anaknya
harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita
karena ketidaktahuan.
3)

Pola makan yang salah

Pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk, anak yang
diasuhnya oleh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan

mengerti pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama


miskin anak lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas
pengasuhan anak.
Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan / adat istiadat masyarakat tertentu yang
tidak benar dalam pemberian makanan akan sangat merugikan anak. Misalnya
kebiasaan memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan
padat terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu (misalnya tidak memberikan
anak daging, telur, santan), hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk
mendapat asupan lemak, protein maupun kalori yang timbul.
b.

Sering sakit (frequent infection)

Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi apalagi di negara-negara


terbelakang dan yang sedang berkembang, dimana kesadaran akan kebersihan/
personal hygine yang masih kurang, serta ancaman penyakit tertentu. Kaitan infeksi
dan kurang gizi seperti lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya
saling terkait dan saling memperberat (Nency, 2006).
Menurut Akhsan (2006), pendapatan rendah bukan satu-satunya faktor penyebab
rendahnya keadaan gizi, akan tetapi faktor lain seperti pengetahuan gizi ibu juga
cukup berperan di dalamnya, sehingga penyuluhan gizi yang ditujukan pada ibu dan
pengasuh anak balita akan paling efisien untuk mengatasi masalah ini melalui
posyandu. Ujung tombak perbaikan gizi masyarakat adalah posyandu, UPGK
maupun PKK. Peran kader posyandu sangat signifikan dalam menurunkan masalah
gizi. Kurang energi protein (KEP) dapat dengan mudah ditemukan di posyandu
hanya dengan cara pengukuran antopometri (ukuran badan, berat atau tinggi) dan
cukup mudah dilakukan hanya oleh kader saja.

D.

Hubungan peran kader posyandu dengan status gizi balita

Menurut Fita (2006) bermunculannya kasus gizi buruk sebenarnya bisa terjadi
karena penyaringan tingkat bawah yakni posyandu sudah lebih aktif. Keaktifan
kader posyandu amat penting untuk menjaring bayi dan balita pada penimbangan
rutin. Bayi dan balita yang ditimbang secara rutin dapat terpantau perkembangan
status gizinya. Termasuk jika berat badannya tidak kunjung naik selama tiga bulan
berturut-turut. Pada kondisi seperti ini kader harus mencari penyebab agar berat
badan kembali naik dan tidak jatuh pada gizi buruk.
Bento (2007) mengatakan peran kader sebagai motivator dapat meningkatkan
kualitas Posyandu khususnya dalam penanganan masalah kesehatan. Masalah
kurang gizi dan BGM dapat teratasi dengan cepat melalui upaya pencegahan dan
penanganan yang cepat, dengan menghimbau para kaum ibu yang mempunyai

balita agar secara rutin setiap bulan sekali membawa balita ke Posyandu terdekat
untuk diperiksa supaya terpantau kesehatannya.
Menurut Anondo (2007) rendahnya kualitas kader serta belum optimalnya
pembinaan dari dinas atau instansi lintas sektoral telah mengakibatkan rendahnya
pemanfaatan posyandu sebagai pelayanan kesehatan dasar dan gizi keluarga bagi
masyarakat. Apabila fungsi dan peran kader posyandu meningkat kebutuhan
tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan dapat terpenuhi dan status gizi
maupun derajat kesehatan anak juga dapat dipertahankan dan ditingkatkan.
Menurut Depkes (2000) kader Posyandu yang berhasil adalah kader yang bisa
mendorong masyarakat melaksanakan sendiri usaha-usaha meningkatkan gizi
keluarga, dimana sebagai motivator kader mengundang dan menggerakkan
masyarakat. Kegiatan utama kader Posyandu pada hari-hari di luar hari buka
Posyandu adalah melakukan penyuluhan. Kader Posyandu akan sangat efektif bagi
program perbaikan gizi masyarakat jika mau membantu dalam pemberian edukasi
kepada masyarakat terutama dalam menanggulangi kebiasaan atau mitos-mitos
yang salah pada pemberian makanan pada anak. Penyuluhan dapat dilakukan oleh
kader kepada masyarakat terutama ibu-ibu yang mempunyai balita dengan
berbagai cara, misalnya kunjungan rumah, pada saat arisan, pertemuan PKK dan
sebagainya.
Menurut Akhsan (2006) peran kader Posyandu mempunyai banyak fungsi termasuk
sebagai alat monitoring dan evaluasi bagi program perbaikan gizi masyarakat.
Kegiatan penanganan masalah gizi tercermin dalam kegiatan utama kader
Posyandu dalam pelaksanaan Posyandu yang menggunakan prinsip lima meja yaitu
pendaftaran dan penimbangan, pengisian kartu menuju sehat, pemberian makanan
tambahan, serta pemberian vitamin A dosis tinggi bagi anak yang mengalami
kurang vitamin A, dan pemberian tablet besi bagi anak yang mengalami anemia
serta pemberian rujukan ke Puskesmas/ RS jika ditemukan kasus-kasus luar biasa
pada Posyandu.
Menurut Nency (2005) mengatakan Posyandu sebagai ujung tombak dalam
skrining/deteksi dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus
gizi buruk. Penggunaan kartu menuju sehat dan pemberian makanan tambahan
perlu digalakkan. Tindakan cepat pada balita yang dua kali berturut-turut tidak naik
timbangan berat badannya untuk segera mendapatkan akses pelayanan lebih lanjut
dapat menjadi sarana deteksi dan intervensi yang efektif.

E.

Hipotesis

1.

Ada hubungan peran kader sebagai motivator dengan status gizi balita

2.

Ada hubungan peran kader sebagai administrator dengan status gizi balita

3.

Ada hubungan peran kader sebagai edukator dengan status gizi balita

BAB III
METODE PENELITIAN

A.

Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey analitik dengan
pendekatan cross sectional, dimana penelitian dilakukan untuk mengetahui
hubungan peran kader posyandu dengan status gizi balita di wilayah Puskesmas
Kuala Lempuing. Desain penelitian secara cross sectional dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :
Gizi buruk

B.

Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti adalah :


Gambar 3.2 Hubungan Variabel peran kader posyandu dengan status gizi balita.
Peran kader
Posyandu
-

Motivator

Administrator

Edukator

Variabel independent
Status gizi balita

Variabel Dependent

Sumber : Notoatmodjo, 2002

C.

Definisi Operasional

Tabel 3.3 Definisi Operasional Variabel Independent dan Variabel Dependent


Variabel
Definisi Operasional
Alat ukur
Hasil ukur
Skala
Independent
Peran kader sebagai motivator
Yang dimaksud dengan peran kader sebagai motivator dalam penelitian ini adalah
seperangkat tugas yang dilakukan oleh kader untuk memotivasi ibu-ibu yang
mempunyai balita agar memanfaatkan posyandu meliputi :
1. Mengajak ibu-ibu yang mempunyai balita untuk datang di setiap kegiatan
posyandu
2. Memotivasi masyarakat untuk memanfaatkan posyandu
3. melakukan pendekatakan tokoh masyarakat / tokoh agama

4. mengajak masyarakat untuk terlibat dalam pelaksanaan posyandu

Check list dan kuesioner 1-5


- baik bila 76%-100% (4-5) tugas telah dilakukan = 2
- sedang bila 56%-75% (2-3) tugas telah dilakukan= 1
- Kurang bila < 56% (<2) tugas yang dilakukan = 0

Ordinal
Peran kader sebagai administrator
Yang dimaksud dengan peran kader sebagai administrator dalam penelitian ini
adalah seperangkat tugas yang dilakukan kader dalam pelaksanaan kegiatan
posyandu dengan sasaran balita meliputi
1.

Memberitahukan jadwal kegiatan posyandu

2.
mempersiapkan tempat, sarana dan peralatan untuk penyelenggaran
posyandu
3.

mendaftar, menimbang, dan mencatat hasil penimbangan balita pada KMS

4.

merencanakan dan mengevaluasi kegiatan posyandu

5.

merujuk ke puskesmas

6.

mengkoordinir distribusi oralit dan PMT

Check list dan kuesioner (1-5)


- baik bila 76% - 100% (15-20) tugas dilakukan = 2
- sedang bila 56%-75% (11-14) tugas yang dilakukan = 1
- kurang bila < 56% (<11) tugas yang dilakukan

Ordinal

Peran kader sebagai edukator


Yang dimaksud dengan peran kader sebagai edukator dalam penelitian ini adalah
seperangkat tugas yang dilakukan oleh kader untuk meningkatkan pengetahuan
dan kesadaran ibu-ibu yang mempunyai balita mengenai keadaan gizi anaknya,
meliputi :
1.

Penyuluhan perorangan

2.

Penyuluhan kelompok

3.

Kunjungan rumah

Check list dan kuesioner 1-5


- Baik, bila 76%-100% (4-5) tugas dilakukan = 2
- Sedang bila 55%-75% (2-3) tugas dilakukan = 1
- Kurang bila < 55% (< 2) tugas yang dilakukan = 0

Ordinal
Dependent
Status gizi Balita
Yang dimaksud dengan status gizi balita dalam penelitian ini adalah keadaan gizi
balita yang ditentukan berdasarkan umur dan berat badan menurut standar baku
WHO-NCHS
Tabel WHO-NCHS
Baik bila berat badan balita sesuai dengan tabel WHO-NCHS (berat badan balita
berada pada gizi baik dan gizi lebih = 1)
Kurang, bila berat badan balita tak sesuai dengan tabel WHO-NCHS (berat dan
pada gizi kurang = 2)
Buruk bila berat sesuai dengan tabel WHO-NCHS (berada pada gizi buruk = 3)
Ordinal

D.
1.

Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kader yang ada di wilayah puskesmas
Kuala Lempuing yaitu sebanyak 31 kader dan seluruh balita yang berumur 1 5
tahun yang ada di wilayah puskesmas Kuala Lempuing sebanyak 580 balita.
2.

Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah kader yang diambil secara total sampling
sebanyak 31 kader, dan balita yang berumur 1-5 tahun yang diambil 20% dari
jumlah populasi balita (Arikunto, 2002) yaitu balita.
Pengambilan sampel menggunakan teknik stratified sampling dengan perhitungan
sebagai berikut :

Tabel 3.4. Pengelompokan sampel


Stratum
Jenis Posyandu
Jumlah
I
II
III
IV
V
VI
Lempuing Indah I
Lempuing Indah II
Lempuing Indah III
Lempuing Indah IV
Lempuing Indah V

Lempuing Indah VI
173
95
98
103
45
66
Jumlah

580
Pengambilan sampel dari masing-masing stratum adalah :
Stratum I
Stratum II
Stratum III
Stratum IV
Stratum V
Stratum VI
173/580 x 116
95/580 x 116
98/580 x 116
103/580 x 116
45/580 x 116
66/580 x 116
34 balita
19 balita
20 balita

21 balita
9 balita
13 balita

Jumlah sampel seluruhnya


116 balita

E.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Posyandu yang ada di wilayah Puskesmas Kuala Lempuing
Kota Bengkulu dan waktu penelitian dilaksanakan bulan Januari sampai bulan Juni
2007.

F.

Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa Data

Pengumpulan data
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan data primer dan sekunder. Data
primer tentang peran kader dalam kegiatan posyandu dilakukan dengan
membagikan kueisoner kepada kader. Data sekunder tentang status gizi balita
dengan melihat register hasil penimbangan berat badan balita pada register
Puskesmas.
Pengolahan Data
Data yang diperoleh diolah melalui program SPSS for windows dengan beberapa
tahap yaitu :
a.

Editing (Pengeditan data)

Meneliti kembali apakah jawaban yang diberikan responden sudah cukup benar
untuk diproses lebih lanjut, editing dilakukan ditempat pengumpulan data di
lapangan sehingga jika terjadi kesalahan maka upaya pembetulan dapat segera
dilakukan.
b.

Koding (Pengkodean)

Peneliti memberikan kode terhadap jawaban yang diberikan responden agar lebih
mudah dan sederhana
c.

Entry Data (Pemasukan Data)

Data yang telah dikoding kemudian diolah ke dalam komputer.


d.

Cleaning Data (pembersihan data)

Mengecek kembali data yang sudah diproses apakah ada kesalahan atau tidak pada
masing-masing yang sudah diproses sehingga dapat diperbaiki dan dinilai.
Analisa Data
Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a.

Analisa univariat

Digunakan untuk melihat distribusi frekuensi dari peran kader posyandu dean status
gizi balita.
b.

Analisa bivariat

Analisa yang digunakan untuk melihat hubungan variabel bebas (peran kader
posyandu) dengan variabel terikat (status gizi balita) yang menggunakan uji chisquare (X2) dengan derajat kepercayaan 95% dengan r < 0,05
Analisis :
Bila r 0,05 artinya Ho ditolak, berarti ada hubungan antara peran kader posyandu
dengan status gizi balita.
Bila r > 0,05 artinya Ho diterima, berarti tidak ada hubungan antara peran kader
posyandu dengan status gizi balita.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S, 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Anondo, dodo, Kualitas Kader Rendah, Peran Posyandu Melemah. Infokom Jawa
Timur, 4 Februari 2007. Jawa Timur

Arikunto, 1998. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Aritonang,I, 1996. Penilaian Status Gizi Balita. Jakarta.

Depkes RI, 1994. Pedoman Teknis Pembinaan Kader UPGK. Jakarta.

_________, 1995. Pedoman Kegiatan Kader di Pos Pelayanan Terpadu. Jakarta

_________, !996. Pembinaan Upaya Kesehatan Bersumber Daya Manusia. Jakarta.

_______, 1998. Manajemen Puskesmas Untuk Latihan Teknik Perawat atau Bidan
Puskesmas Pembantu. Jakarta.

________, 2000. Panduan Pelatihan Kader Posyandu. Jakarta.

Dinkes Propinsi, 1998. Promosi Posyandu Pedoman Untuk LKMD. Bengkulu.

___________, 2006. Profil Kesehatan Propinsi Bengkulu. Dinas Kesehatan Propinsi


Bengkulu.

__________, Pencapaian Pembangunan Kesehatan. Dinas Kesehatan Propinsi Jambi,


27 Februari 2007. Jambi

Effendi, N, 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

Fita, Tangani Gizi Buruk dengan Pengentasan Kemiskinan. Pikiran Rakyat. 20 Maret
2006, Jakarta.

Hasah, Iqbal, 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.


Ghalia Indonesia. Jakarta.

Kartasapoetra, 2003. Ilmu Gizi. Rineka Cipta. Jakarta.

Lukman, Ali, dkk, 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta.


Notoatmodjo, Soekitjo, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta.

Nency, Yetty, dkk, Gizi Buruk, Ancaman Generasi yang Hilang. PPI Jepang Volume 7 /
XVII November 2005, Jakarta.

Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.

Nurpudji, Kontroversi Seputar Gizi Buruk. Artikel Universitas Hasanuddin, Makasar

Santoso, Soegeng, 1995. Kesehatan dan Gizi. Rineka Cipta. Jakarta.

Siswono, Depkes Gulirkan Desa Siaga. Republika, 3 Juni 2006 Jakarta

Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Perbaikan Gizi, Bumi Aksara. Jakarta.

Supariasa, dkk, 2001. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta.

Zulkifli, 2004. Posyandu dan Kader Kesehatan.

KUESIONER

Petunjuk Pengisian :
a.

Bacalah setiap pertanyaan dengan teliti

b.

Cantumkan nama, umur dan alamat di lembar jawaban

c.

Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang dianggap benar

d.

Lembar kuesioner ini dikembalikan setelah mengisi seluruh pertanyaan

Nama

Umur

Alamat
A.

Peran Kader Sebagai Motivator

1.

Yang dimaksud dengan kader adalah?

a.

Anggota masyarakat yang bertugas di Puskesmas

b.

Anggota masyarakat yang bertugas menjalankan posyandu

c.

Petugas kesehatan yang bertugas di posyandu

2.

Peran kader adalah ?

a.

Memotivasi masyarakat untuk aktif pada kegiatan posyandu

b.

Menjalankan posyandu

c.

Memotivasi dan mendidik masyarakat serta menjalankan posyandu

3.

Peran kader secara umum adalah ?

a.
Merencanakan, melaksanakan, dan mensukseskan kegiatan pelayanan
kesehatan
b.

Melaksanakan kegiatan posyandu

c.

Mendidik masyarakat

4.
Yang dilakukan oleh kader untuk memotivasi masyarakat agar datang ke
posyandu adalah ?
a.

Mengatur pembagian tugas dalam posyandu

b.

Melakukan kunjungan rumah dan mengajak ibu ke posyandu

c.

Melakukan penyuluhan kepada masyarakat

5.

Untuk memperlancar kegiatan posyandu maka yang kader lakukan adalah ?

a.

Melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat dan tokoh agama

b.

Meminta bantuan kepada petugas puskesmas

c.

Melakukan penyuluhan kepada masyarakat

B.

Peran Kader Sebagai Administrator

1.

Yang dimaksud dengan peran kader sebagai administrator yaitu ?

a.

Tugas kader dalam mendidik masyarakat

b.

Tugas kader dalam memotivasi masyarakat

c.

Tugas kader dalam pelaksanaan posyandu

2.

Yang dilakukan kader sebelum hari buka posyandu adalah ?

a.

Memberitahukan jadwal kegiatan (hari buka) posyandu kepada masyarakat

b.

Mengatur pembagian tugas

c.

Mempersiapkan peralatan untuk penyelenggaraan posyandu

3.

Tugas kader dalam penyelenggaraan posyandu adalah ?

a.

Mendaftar dan menimbang balita

b.

Mendaftar, menimbang dan mencatat hasil penimbangan balita pada KMS

c.

Mendaftar, menimbang, mencatat pada KMS dan memberikan penyuluhan

4.

Bila ada balita yang sakit maka yang dilakukan kader adalah ?

a.

Memberikan obat-obatan

b.

Memberikan vitamin A

c.

Merujuk ke Puskesmas

5.
Kapan kader membagikan kapsul vitamin A kepada ibu-ibu yang mempunyai
balita ?
a.

Setiap bulan Februari dan September

b.

Setiap bulan Februari dan Agustus

c.

Setiap bulan Maret dan Agustus

C.

Peran Kader Sebagai Edukator

1.

Menjelaskan data KMS dan memberikan penyuluhan merupakan tugas

a.

Petugas Puskesmas / bidan

b.

Dokter

c.

Kader

2.
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai gizi balita maka
yang dilakukan kader adalah ?
a.
Melakukan kegiatan diskusi kelompok bersama ibu-ibu yang rumahnya
berdekatan
b.

Mengajak masyarakat datang di setiap kegiatan posyandu

c.

Menimbang balita dan mencatat hasilnya pada KMS

3.

Pada meja berapa dilakukan penyuluhan perbaikan gizi ?

a.

III

b.

IV

c.

4.

Kapan kader melakukan penyuluhan perbaikan gizi ?

a.

Pada saat penyelenggaraan posyandu, acara arisan dan pengajian.

b.

Saat penyelenggaraan posyandu saja

c.

Bila ada petugas Puskesmas yang hadir

5.

Sebagai edukator, maka tugas kader adalah ?

a.

Melaksanakan penyelenggaran posyandu

b.

Memberikan penyuluhan dan melakukan pembinaan keluarga

c.

Melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S, 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Anondo, dodo, 2007. Kualitas Kader Rendah, Peran Posyandu Melemah. Diakses dari
http://www.infokom-jatim.com
Arikunto, 1998. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Aritonang,I, 1996. Penilaian Status Gizi Balita. Jakarta.
Depkes RI, 1994. Pedoman Teknis Pembinaan Kader UPGK. Jakarta.
_________, 1995. Pedoman Kegiatan Kader di Pos Pelayanan Terpadu. Jakarta
_________, !996. Pembinaan Upaya Kesehatan Bersumber Daya Manusia. Jakarta.
_______, 1998. Manajemen Puskesmas Untuk Latihan Teknik Perawat atau Bidan
Puskesmas Pembantu. Jakarta.
________, 2000. Panduan Pelatihan Kader Posyandu. Jakarta.
Dinkes Propinsi, 1998. Promosi Posyandu Pedoman Untuk LKMD. Bengkulu.
___________, 2006. Profil Kesehatan Propinsi Bengkulu. Dinas Kesehatan Propinsi
Bengkulu.
__________, 2007. Pencapaian Pembangunan Kesehatan. Diakses dari
http://www.dinkesjambi.com/profilkesehatan5.php
Effendi, N, 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

Fita, 2007. Tangani Gizi Buruk dengan Pengentasan Kemiskinan. Diakses dari
http://www.pikiran-rakyat.com
Hasah, Iqbal, 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.
Ghalia Indonesia. Jakarta.

Kartasapoetra, 2003. Ilmu Gizi. Rineka Cipta. Jakarta.


Lukman, Ali, dkk, 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta.
Notoatmodjo, Soekitjo, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta.
Nency, Yetty, dkk,2007. Gizi Buruk, Ancaman Generasi yang Hilang. Diakses dari
http://io.ppi-jepang-org/article.php?id=133
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
Nurpudji, 2006. Kontroversi Seputar Gizi Buruk. Diakses dari
http://www.gizi.net/makalah.artikel.
Santoso, Soegeng, 1995. Kesehatan dan Gizi. Rineka Cipta. Jakarta.
Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Perbaikan Gizi, Bumi Aksara. Jakarta.
Supariasa, dkk, 2001. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta.
Zulkifli, 2004. Posyandu dan Kader Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai