BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Gizi sangat berperan pada manusia khususnya bagi bayi dan balita. Gizi
berpengaruh terhadap tumbuh kembang bayi dan balita serta memberikan
kekebalan tubuh terhadap kuman penyakit. Gizi sering dianggap sebagai penyebab
langsung dan tidak langsung terhadap kematian balita. Kematian balita dapat
dicegah dan dihindari bila saja segera diketahui status gizi balita secara berkala dan
pemberian makanan seimbang. Konsumsi makanan berpengaruh terhadap
penyimpanan zat gizi dalam tubuh yang menghasilkan pertumbuhan fisik dan
kemampuan imunologik yang memadai sehingga akan menghasilkan tingkat
kesehatan yang baik pula. Sebaliknya pertumbuhan fisik yang terhambat biasanya
disertai kemampuan imunologik yang rendah sehingga berakibat kematian
(Aritonang, 1999).
Angka kematian balita (AKABA) adalah jumlah kematian anak umur 1-5 tahun per
1.000 kelahiran hidup. Angka kematian balita dianggap sebagai faktor penting
untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan sosial dari suatu penduduk dan
mencerminkan tingkat permasalahan kesehatan anak serta faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap anak balita, seperti gizi, sanitasi, penyakit infeksi dan
kecelakaan. Angka kematian balita di Indonesia pada tahun 2003 adalah 46 per
1.000 kelahiran hidup, sementara angka kematian balita di Propinsi Bengkulu pada
tahun 2005 sebesar 1.665 balita dari 190.367 jumlah balita (Dinas Kesehatan Kota
Bengkulu, 2006).
Menurut Departemen Kesehatan (2004) di Indonesia pada tahun 2003 terdapat
sekitar 5 juta balita (27,5%) kurang gizi, 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi
kurang dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). Berdasarkan laporan tahunan Dinas
Kesehatan Kota Bengkulu tahun 2006 diperoleh gambaran di Kota Bengkulu sebagai
berikut:
Tabel 1.1. Status gizi balita menurut Kecamatan dan Puskesmas Kota Bengkulu
Sumber : SP2TP, 2006
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka masalah dalam penelitian ini
adalah masih tingginya angka kejadian gizi buruk pada balita di wilayah Puskesmas
Kuala Lempuing Kota Bengkulu tahun 2006, dengan pertanyaan penelitian apakah
terdapat hubungan antara peran kader posyandu dengan status gizi balita di
wilayah Puskesmas Kuala Lempuing Kota Bengkulu.
C.
Tujuan Penelitian
2.
3.
D.
1.
Manfaat Penelitian
Manfaat Bagi Akademik
Dapat memberikan informasi dan bahan masukan yang bermanfaat bagi mahasiswa
politeknik kesehatan Bengkulu Jurusan Kebidanan.
2.
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan sebagai bahan masukan bagi
peneliti lain yang akan datang.
E.
Keaslian Penelitian
Posyandu
Pengertian
Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan
masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategi dalam
mengembangkan sumber daya manusia sejak dini (Effendy, 1998). Posyandu
merupakan salah satu bentuk kegiatan LKMD, dimana masyarakat (antara lain
kader-kader PKK) menyelenggarakan pelayanan 5 program prioritas secara terpadu
di suatu tempat dan dalam waktu yang sama, dengan bantuan pelayanan langsung
dari staf puskesmas, yaitu pada jenis pelayanan yang masyarakat tidak kompeten
untuk memberikannya sendiri (Depkes RI, 1998). Selanjutnya pengertian lain
tentang posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat di mana masyarakat dapat
sekaligus memperoleh pelayanan KB dan kesehatan (Depkes RI, 1995).
2.
Tujuan
Sasaran
Yang menjadi sasaran Posyandu menurut Zulkifli (2004) adalah bayi, balita, ibu
hamil, ibu menyusui, wanita usia subur (WUS), dan pasangan usia subur (PUS).
4.
Kegiatan
a.
b.
5.
Lima kegiatan posyandu (Panca Krida Posyandu) yaitu kesehatan ibu dan
anak, keluarga berencana, imunisasi, peningkatan gizi, dan penanggulangan
diare.
Tujuh kegiatan posyandu (Sapta Krida Posyandu) yaitu kesehatan ibu dan
anak, keluarga berencana, imunisasi, peningkatan gizi, penanggulangan
diare, sanitasi dasar dan penyediaan obat esensial (Effendi, 1998).
Pelayanan Kesehatan yang Dijalankan
a.
b.
6.
Posyandu diselenggarakan 1 bulan sekali yang ditentukan oleh LKMD, Kader, Tim
Penggerak PKK Desa/Kelurahan serta petugas kesehatan dari KB. Pada Posyandu
dilakukan pelayanan masyarakat dengan sistem lima meja. Petugas pada meja I
IV dilaksanakan oleh kader PKK, sedangkan meja V merupakan meja pelayanan
paramedic (Jurim, Bides, Perawat dan Petugas KB) (Zulkifli, 2004).
7.
Stratifikasi Posyandu
a.
a.
b.
c.
d.
b.
e.
c.
f.
8.
a.
b.
g.
h.
c.
i.
j.
d.
k.
e.
l.
f.
m.
g.
n.
h.
9.
B.
Balita
Balita adalah seorang anak yang berusia 1 5 tahun (Depkes RI, 2001)
C.
Status Gizi
1. Pengertian
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ,
serta menghasilkan energi (Supariasa, 2002). Gizi adalah bahan makanan yang
berhubungan dengan kesehatan tubuh (Ngastyah, 2005). Menurut Almatsier (2005)
status gizi adalah keadaan tubuh akibat konsumsi makanan dan penggunaan zatzat gizi. Status gizi (nutrien status) adalah ekspresi dari keadaan-keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2001).
2. Manfaat Gizi
a. memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan,terutama bagi
mereka yang masih dalam pertumbuhan
b. memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari. (Kartasa Poetra,
2003).
3. Penilaian
Menurut Supariasa (2002), penilaian status gizi dibagi 2 yaitu :
a.
Secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian yaitu :
1)
Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh. Ditinjau dari sudut pandang gizi,
maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi
tubh dan komposisi tubuh dan berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Beberapa
indeks antrometri yang sering digunakan yaitu :
a).
b).
c).
Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi
masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan
kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat permukaan
tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis
secara cepat. Survei dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis
umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan
untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan
fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.
3)
Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji
secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai jaringan tubuh. Jaringan tubuh
yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja, hati dan otot.
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi
keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik,
maka penentuan kimia faal lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan
gizi yang spesifik.
4)
Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan
melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur
dan jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian
buta senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes
adaptasi gelap.
b.
1)
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan
data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang kondisi berbagai zat
gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi
kelebihan dan kekurangan zat gizi.
2)
Status vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data
beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka
kematian dan kesakitan akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang
berhubungan dengan gizi.
3)
Faktor Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik,
biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung
dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.
Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab
malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi
gizi.
Penyakit ini terjadi karena konsumsi kalori terlalu berlebihan dibandingkan dengan
kebutuhan dan pemakaian energi, kelebihan dalam tubuh ini disimpan dalam
bentuk lemak yaitu di tempat-tempat tertentu seperti jaringan subcutan dan di
dalam jaringan tirai usus.
c.
Penyakit ini terjadi karena konsumsi zat besi (Fe) pada tubuh tidak seimbang atau
kurang dari kebutuhan tubuh. Zat besi merupakan mikro elemen yang esensial bagi
tubuh, yang sangat diperlukan dalam pembentukan darah yakni dalam hemoglobin
(Hb)
d.
Zat iodium merupakan zat gizi esensial bagi tubuh, karena merupakan komponen
dari hormon thyrokxin. Kekurangan zat iodium berakibat hypothyroldisme
(kekurangan iodium) akibatnya terjadi pembesaran kelenjar thyroid yang disebut
penyakit gondok. Apabila kelebihan zat iodium maka mengakibatkan gejala-gejala
pada kulit yang disebut iodium dermatitis
6. Akibat gizi kurang pada proses tubuh
a.
Pertumbuhan
b.
Produksi Tenaga
Pertahanan Tubuh
Daya tahan tekanan terhadap tekanan atau stress menurun. Sistem imunitas dan
antibody berkurang, sehingga orang mudah terserang infeksi seperti pilek, batuk
dan diare. Pada anak-anak hal ini dapat membawa kematian.
d.
Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental
dengan demikian kemampuan berfikir otak mencapai bentuk maksimal pada usia 2
tahun. Kekurangan gizi dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara permanen.
e.
Perilaku
Bagi anak-anak ataupun orang dewasa yang kurang gizi menunjukkan perilaku tidak
tenang, mereka mudah tersinggung, cengeng dan apatis. (Almatsier, 2005)
7. Akibat Gizi Lebih Pada Proses Tubuh
Gizi lebih menyebabkan kegemukan atau obesitas, kelebihan energi yang
dikonsumsi disimpan di dalam jaringan dalam bentuk lemak, kegemukan salah satu
faktor resiko terjadinya berbagai penyakit degeneratif seperti hipertensi, penyakitpenyakit diabetes jantung koroner, hati dan kantung empedu (Almatsier, 2005)
8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gizi Balita
Status gizi balita dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis
besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan oleh :
a.
1)
Tidak tersedianya makanan yang adekuat terkait dengan kondisi sosial ekonomi.
Kadang-kadang bencana alam, perang, maupun kebijaksanaan politik dan ekonomi
yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat identik
dengan tidak tersedianya makanan yang adekuat. Kemiskinan merupakan
penyebab pokok gizi buruk. Proporsi anak mal nutrisi berbanding terbalik dengan
pendepatan. Makan kecil pendapatan penduduk makin tinggi persentase anak yang
kekurangan gizi.
2)
Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu air susu ibu, dan sesudah usia 6 bulan
anak tidak mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah
dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi, MP-ASI yang baik
tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat
besi, vitamin A, asam kolat, vitamin B serta vitamin mineral lainnya. Pada keluarga
dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah sering kali anaknya
harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita
karena ketidaktahuan.
3)
Pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk, anak yang
diasuhnya oleh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan
D.
Menurut Fita (2006) bermunculannya kasus gizi buruk sebenarnya bisa terjadi
karena penyaringan tingkat bawah yakni posyandu sudah lebih aktif. Keaktifan
kader posyandu amat penting untuk menjaring bayi dan balita pada penimbangan
rutin. Bayi dan balita yang ditimbang secara rutin dapat terpantau perkembangan
status gizinya. Termasuk jika berat badannya tidak kunjung naik selama tiga bulan
berturut-turut. Pada kondisi seperti ini kader harus mencari penyebab agar berat
badan kembali naik dan tidak jatuh pada gizi buruk.
Bento (2007) mengatakan peran kader sebagai motivator dapat meningkatkan
kualitas Posyandu khususnya dalam penanganan masalah kesehatan. Masalah
kurang gizi dan BGM dapat teratasi dengan cepat melalui upaya pencegahan dan
penanganan yang cepat, dengan menghimbau para kaum ibu yang mempunyai
balita agar secara rutin setiap bulan sekali membawa balita ke Posyandu terdekat
untuk diperiksa supaya terpantau kesehatannya.
Menurut Anondo (2007) rendahnya kualitas kader serta belum optimalnya
pembinaan dari dinas atau instansi lintas sektoral telah mengakibatkan rendahnya
pemanfaatan posyandu sebagai pelayanan kesehatan dasar dan gizi keluarga bagi
masyarakat. Apabila fungsi dan peran kader posyandu meningkat kebutuhan
tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan dapat terpenuhi dan status gizi
maupun derajat kesehatan anak juga dapat dipertahankan dan ditingkatkan.
Menurut Depkes (2000) kader Posyandu yang berhasil adalah kader yang bisa
mendorong masyarakat melaksanakan sendiri usaha-usaha meningkatkan gizi
keluarga, dimana sebagai motivator kader mengundang dan menggerakkan
masyarakat. Kegiatan utama kader Posyandu pada hari-hari di luar hari buka
Posyandu adalah melakukan penyuluhan. Kader Posyandu akan sangat efektif bagi
program perbaikan gizi masyarakat jika mau membantu dalam pemberian edukasi
kepada masyarakat terutama dalam menanggulangi kebiasaan atau mitos-mitos
yang salah pada pemberian makanan pada anak. Penyuluhan dapat dilakukan oleh
kader kepada masyarakat terutama ibu-ibu yang mempunyai balita dengan
berbagai cara, misalnya kunjungan rumah, pada saat arisan, pertemuan PKK dan
sebagainya.
Menurut Akhsan (2006) peran kader Posyandu mempunyai banyak fungsi termasuk
sebagai alat monitoring dan evaluasi bagi program perbaikan gizi masyarakat.
Kegiatan penanganan masalah gizi tercermin dalam kegiatan utama kader
Posyandu dalam pelaksanaan Posyandu yang menggunakan prinsip lima meja yaitu
pendaftaran dan penimbangan, pengisian kartu menuju sehat, pemberian makanan
tambahan, serta pemberian vitamin A dosis tinggi bagi anak yang mengalami
kurang vitamin A, dan pemberian tablet besi bagi anak yang mengalami anemia
serta pemberian rujukan ke Puskesmas/ RS jika ditemukan kasus-kasus luar biasa
pada Posyandu.
Menurut Nency (2005) mengatakan Posyandu sebagai ujung tombak dalam
skrining/deteksi dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus
gizi buruk. Penggunaan kartu menuju sehat dan pemberian makanan tambahan
perlu digalakkan. Tindakan cepat pada balita yang dua kali berturut-turut tidak naik
timbangan berat badannya untuk segera mendapatkan akses pelayanan lebih lanjut
dapat menjadi sarana deteksi dan intervensi yang efektif.
E.
Hipotesis
1.
Ada hubungan peran kader sebagai motivator dengan status gizi balita
2.
Ada hubungan peran kader sebagai administrator dengan status gizi balita
3.
Ada hubungan peran kader sebagai edukator dengan status gizi balita
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey analitik dengan
pendekatan cross sectional, dimana penelitian dilakukan untuk mengetahui
hubungan peran kader posyandu dengan status gizi balita di wilayah Puskesmas
Kuala Lempuing. Desain penelitian secara cross sectional dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :
Gizi buruk
B.
Variabel Penelitian
Motivator
Administrator
Edukator
Variabel independent
Status gizi balita
Variabel Dependent
C.
Definisi Operasional
Ordinal
Peran kader sebagai administrator
Yang dimaksud dengan peran kader sebagai administrator dalam penelitian ini
adalah seperangkat tugas yang dilakukan kader dalam pelaksanaan kegiatan
posyandu dengan sasaran balita meliputi
1.
2.
mempersiapkan tempat, sarana dan peralatan untuk penyelenggaran
posyandu
3.
4.
5.
merujuk ke puskesmas
6.
Ordinal
Penyuluhan perorangan
2.
Penyuluhan kelompok
3.
Kunjungan rumah
Ordinal
Dependent
Status gizi Balita
Yang dimaksud dengan status gizi balita dalam penelitian ini adalah keadaan gizi
balita yang ditentukan berdasarkan umur dan berat badan menurut standar baku
WHO-NCHS
Tabel WHO-NCHS
Baik bila berat badan balita sesuai dengan tabel WHO-NCHS (berat badan balita
berada pada gizi baik dan gizi lebih = 1)
Kurang, bila berat badan balita tak sesuai dengan tabel WHO-NCHS (berat dan
pada gizi kurang = 2)
Buruk bila berat sesuai dengan tabel WHO-NCHS (berada pada gizi buruk = 3)
Ordinal
D.
1.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kader yang ada di wilayah puskesmas
Kuala Lempuing yaitu sebanyak 31 kader dan seluruh balita yang berumur 1 5
tahun yang ada di wilayah puskesmas Kuala Lempuing sebanyak 580 balita.
2.
Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah kader yang diambil secara total sampling
sebanyak 31 kader, dan balita yang berumur 1-5 tahun yang diambil 20% dari
jumlah populasi balita (Arikunto, 2002) yaitu balita.
Pengambilan sampel menggunakan teknik stratified sampling dengan perhitungan
sebagai berikut :
Lempuing Indah VI
173
95
98
103
45
66
Jumlah
580
Pengambilan sampel dari masing-masing stratum adalah :
Stratum I
Stratum II
Stratum III
Stratum IV
Stratum V
Stratum VI
173/580 x 116
95/580 x 116
98/580 x 116
103/580 x 116
45/580 x 116
66/580 x 116
34 balita
19 balita
20 balita
21 balita
9 balita
13 balita
E.
Penelitian ini dilakukan di Posyandu yang ada di wilayah Puskesmas Kuala Lempuing
Kota Bengkulu dan waktu penelitian dilaksanakan bulan Januari sampai bulan Juni
2007.
F.
Pengumpulan data
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan data primer dan sekunder. Data
primer tentang peran kader dalam kegiatan posyandu dilakukan dengan
membagikan kueisoner kepada kader. Data sekunder tentang status gizi balita
dengan melihat register hasil penimbangan berat badan balita pada register
Puskesmas.
Pengolahan Data
Data yang diperoleh diolah melalui program SPSS for windows dengan beberapa
tahap yaitu :
a.
Meneliti kembali apakah jawaban yang diberikan responden sudah cukup benar
untuk diproses lebih lanjut, editing dilakukan ditempat pengumpulan data di
lapangan sehingga jika terjadi kesalahan maka upaya pembetulan dapat segera
dilakukan.
b.
Koding (Pengkodean)
Peneliti memberikan kode terhadap jawaban yang diberikan responden agar lebih
mudah dan sederhana
c.
Mengecek kembali data yang sudah diproses apakah ada kesalahan atau tidak pada
masing-masing yang sudah diproses sehingga dapat diperbaiki dan dinilai.
Analisa Data
Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a.
Analisa univariat
Digunakan untuk melihat distribusi frekuensi dari peran kader posyandu dean status
gizi balita.
b.
Analisa bivariat
Analisa yang digunakan untuk melihat hubungan variabel bebas (peran kader
posyandu) dengan variabel terikat (status gizi balita) yang menggunakan uji chisquare (X2) dengan derajat kepercayaan 95% dengan r < 0,05
Analisis :
Bila r 0,05 artinya Ho ditolak, berarti ada hubungan antara peran kader posyandu
dengan status gizi balita.
Bila r > 0,05 artinya Ho diterima, berarti tidak ada hubungan antara peran kader
posyandu dengan status gizi balita.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S, 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Anondo, dodo, Kualitas Kader Rendah, Peran Posyandu Melemah. Infokom Jawa
Timur, 4 Februari 2007. Jawa Timur
_______, 1998. Manajemen Puskesmas Untuk Latihan Teknik Perawat atau Bidan
Puskesmas Pembantu. Jakarta.
Fita, Tangani Gizi Buruk dengan Pengentasan Kemiskinan. Pikiran Rakyat. 20 Maret
2006, Jakarta.
Nency, Yetty, dkk, Gizi Buruk, Ancaman Generasi yang Hilang. PPI Jepang Volume 7 /
XVII November 2005, Jakarta.
KUESIONER
Petunjuk Pengisian :
a.
b.
c.
d.
Nama
Umur
Alamat
A.
1.
a.
b.
c.
2.
a.
b.
Menjalankan posyandu
c.
3.
a.
Merencanakan, melaksanakan, dan mensukseskan kegiatan pelayanan
kesehatan
b.
c.
Mendidik masyarakat
4.
Yang dilakukan oleh kader untuk memotivasi masyarakat agar datang ke
posyandu adalah ?
a.
b.
c.
5.
a.
b.
c.
B.
1.
a.
b.
c.
2.
a.
b.
c.
3.
a.
b.
c.
4.
Bila ada balita yang sakit maka yang dilakukan kader adalah ?
a.
Memberikan obat-obatan
b.
Memberikan vitamin A
c.
Merujuk ke Puskesmas
5.
Kapan kader membagikan kapsul vitamin A kepada ibu-ibu yang mempunyai
balita ?
a.
b.
c.
C.
1.
a.
b.
Dokter
c.
Kader
2.
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai gizi balita maka
yang dilakukan kader adalah ?
a.
Melakukan kegiatan diskusi kelompok bersama ibu-ibu yang rumahnya
berdekatan
b.
c.
3.
a.
III
b.
IV
c.
4.
a.
b.
c.
5.
a.
b.
c.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S, 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Anondo, dodo, 2007. Kualitas Kader Rendah, Peran Posyandu Melemah. Diakses dari
http://www.infokom-jatim.com
Arikunto, 1998. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Aritonang,I, 1996. Penilaian Status Gizi Balita. Jakarta.
Depkes RI, 1994. Pedoman Teknis Pembinaan Kader UPGK. Jakarta.
_________, 1995. Pedoman Kegiatan Kader di Pos Pelayanan Terpadu. Jakarta
_________, !996. Pembinaan Upaya Kesehatan Bersumber Daya Manusia. Jakarta.
_______, 1998. Manajemen Puskesmas Untuk Latihan Teknik Perawat atau Bidan
Puskesmas Pembantu. Jakarta.
________, 2000. Panduan Pelatihan Kader Posyandu. Jakarta.
Dinkes Propinsi, 1998. Promosi Posyandu Pedoman Untuk LKMD. Bengkulu.
___________, 2006. Profil Kesehatan Propinsi Bengkulu. Dinas Kesehatan Propinsi
Bengkulu.
__________, 2007. Pencapaian Pembangunan Kesehatan. Diakses dari
http://www.dinkesjambi.com/profilkesehatan5.php
Effendi, N, 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
Fita, 2007. Tangani Gizi Buruk dengan Pengentasan Kemiskinan. Diakses dari
http://www.pikiran-rakyat.com
Hasah, Iqbal, 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.
Ghalia Indonesia. Jakarta.