PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Perairan Teluk Jakarta membentang sepanjang kurang lebih 33
kilometer dengan kedalaman berkisar 4 sampai dengan 29 meter.
Pembangunan yang semakin banyak sepanjang pantai bagian hulu telah
menyebabkan terjadinya banyak perubahan. Lahan rawa-rawa yang
dulunya berfungsi sebagai daerah resapan air telah berubah menjadi
kawasan permukiman dan berbagai kegiatan industri maupun pergudangan
yang menghasilkan limbah dan menimbulkan pencemaran pada teluk
tersebut. Selain itu sampah dan limbah cair yang masuk ke Teluk Jakarta
melalui 13 sungai yang membelah Jakarta dan bermuara di teluk itu
semakin menambah beban pencemaran karena volumenya yang terus
bertambah.
Salah satu pencemaran yang cukup mengkhawatirkan yang terjadi
di Teluk Jakarta adalah pencemaran logam berat seperti Hg, Pb, Cd, Cr, Sn
dan lain-lain. Unsur logam berat tersebut umumnya berasal dari kegiatan
industri yang berada di sekitar Teluk Jakarta seperti industri kaca, industri
makanan ternak, industri cat dan cool storage/gudang pendingin.
Penggunaan timbal dikenal luas pada industri cat, tinta, pestisida,
fungisida dan juga sering digunakan pada industri plastik sebagai bahan
stabilizer dan kadmium (Cd) terakumulasi dalam air akibat masukan
limbah yang berasal dari kegiatan elektroplating (pelapisan emas dan
perak), pengerjaan bahan-bahan dengan menggunakan pigmen atau zat
warna lainnya dalam industri plastik, tekstil, dan industri kimia (Darmono,
1995).
Keberadaan logam berat dalam perairan akan sulit mengalami
degradasi bahkan logam tersebut akan diabsorpsi dalam tubuh organisme
padahal logam berat seperti Pb dan Cd ini termasuk golongan logam berat
yang berbahaya dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran
pernafasan dan pencernaan (Darmono, 1995;2001). Keracunan logam
berat Pb dan Cd dapat menyebabkan keracunan yang akut dan kronis.
Keracunan akut logam Pb ditandai oleh rasa terbakarnya mulut, terjadinya
perangsangan dalam gastrointestinal dengan disertai diare dan gejala
keracunan kronis ditandai dengan rasa mual, anemia, sakit di sekitar perut
dan dapat menyebabkan kelumpuhan (Darmono, 2001). Sedangkan efek
kronis dari keracunan logam Cd, biasanya mengakibatkan kerusakan
ginjal, kerusakan sistem syaraf dan kerusakan pada sebagian renal tubules.
Penyerapan Cd dalam tubuh cenderung terkonsentrasi di dalam hati dan
ginjal.
1.2.Rumusan masalah
1. Bagaimana gambaran pengertian dan karakteristik logam berat?
2. Apa saja sumber bahan pencemar logam berat?
3. Apa saja jenis-jenis logam berat berbahaya?
4. Bagaimana gambaran pencemaran oleh logam berat?
5. Bagaimana gambaran bahaya dan nilai toksisitas dari logam berat?
6. Bagaimana gambaran dampak pencemaran logam berat pada
kesehatan?
1.3.Tujuan
1. Mendiskripsikan pengertian dan karakteristik logam berat.
2. Mendiskripsikan sumber bahan pencemar logam berat.
3. Mendiskripsikan jenis-jenis logam berat berbahaya.
4. Mendiskripsikan pencemaran oleh logam berat.
5. Mendiskripsikan bahaya dan nilai toksisitas dari logam berat.
6. Mendiskripsikan dampak pencemaran logam berat pada kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
HASIL
Luas perairan Teluk Jakarta sekitar 514 km dan panjang garis pantai 80
km dengan 32 km merupakan garis pantai Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta.
Sebelah barat dibatasi oleh Tanjung Pasir dan di sebelah timur dibatasi oleh
Tanjung Karawang (Nontji dan Permana, 1980). Perairan Teluk Jakarta terletak
antara 05 48 30 LS hingga 06 10 30 LS dan 106 33 BT hingga 107 03
BT. Di perairannya mengalir beberapa sungai besar diantaranya Sungai Cisadane
di bagian barat, Sungai Ciliwung di bagian tengah serta Sungai Citarum dan
Bekasi di bagian timur. Pada dasar perairannya tumbuh pulau-pulau karang yang
sebagian besar terletak di bagian barat, membujur dengan arah utara-selatan,
seperti Pulau Bidadari, Pulau Damar, Pulau Anyer dan Pulau Lancang.
Pulaupulau itu muncul dari kedalaman 5 hingga 50 m (Suyarso, 1995).
Praseno (1980) mengatakan bahwa perairan Teluk Jakarta dapat dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu bagian barat, bagian tengah dan bagian timur. Teluk
bagian barat dipengaruhi oleh sungai-sungai yang sebelum bermuara di Teluk
Jakarta terlebih dahulu mengalir melalui kota Metropolitan Jakarta. Bagian tengah
teluk dipengaruhi oleh Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan minyak Jakarta
sedangkan bagian timur Teluk Jakarta terutama dipengaruhi oleh suatu sungai
besar dan sungai-sungai kecil yang tidak melalui kota Jakarta.
Praseno dan Kastoro (1980) menyatakan bahwa perairan Teluk Jakarta
mempunyai berbagai macam fungsi, antara lain sebagai mata pencaharian
nelayan, tempat lalu lintas kapal laut karena Pelabuhan Tanjung Priok merupakan
pintu gerbang Indonesia yang terbesar, sebagai tempat rekreasi dan pariwisata
serta tempat pembuangan limbah industri dan rumah tangga. Seperti halnya Laut
Jawa perairan Teluk Jakarta juga dipengaruhi oleh musim. Musim timur yang
terjadi pada bulan Juni-Agustus biasanya kering dan arah arus utama menuju ke
barat. Musim barat terjadi pada bulan Desember-Februari merupakan musim
hujan dan arah arus utama menuju timur. Diantara kedua musim tersebut terdapat
musim peralihan satu pada bulan Maret-Mei dan musim peralihan kedua pada
bulan September-November. Pada musim peralihan ini biasanya arah angin
berubah-ubah tetapi pada umumnya memiliki kecepatan lemah. Arus barat dan
arus timur banyak mempengaruhi pola arah arus. Adanya kecenderungan bahwa
pengaruh arus barat berlangsung lebih lama (April-November) daripada arus
timur (Desember-Maret) dapat mempengaruhi penyebaran unsur hara di laut
(Kastoro dan Birowo, 1977 dalam Anggraeni,2002).
Teluk Jakarta termasuk perairan yang relatif dangkal sehingga pengaruh
kecepatan dan kekuatan angin yang bertiup akan sangat mempengaruhi tinggi
gelombang di permukaan laut. Tinggi gelombang bervariasi dari 0.5-1.75 meter
yang juga menunjukkan variasi musiman. Pada musim timur tinggi gelombang di
Teluk Jakarta berkisar antara 0.5-1 meter (Anna, 1999). Gerakan pasang surut
Teluk Jakarta bersifat harian tunggal yaitu satu kali pasang dan satu kali surut
setiap harinya (Pardjaman, 1977 dalam Anggraeni, 2002).
Suhu di perairan Teluk Jakarta berkisar antara 25.6-32.3C. Kisaran suhu
ini adalah normal untuk perairan tropika dan perbedaan suhu antara lapisan
permukaan dan lapisan dasar berkisar antara 0.2-0.5C. Pada musim angin kuat
(musim barat dan timur) suhu permukaan menjadi rendah sedangkan pada musim
pancaroba suhu permukaan umumnya lebih tinggi (Praseno dan Kastoro, 1980).
Seperti halnya suhu, salinitas di perairan Teluk Jakarta dipengaruhi oleh musim.
Secara umum salinitas menunjukkan kisaran antara 28-32. Pada musim barat
kisaran salinitas bervariasi antara 16-30 dan pada musim timur bervariasi antara
31.4-32 (Ilahude dan Liasaputra, 1980).
Untuk jumlah oksigen terlarut di perairan Teluk Jakarta mendekati jenuh,
yaitu antara 3.2-5.6 mg/l dan di dekat muara-muara sungai kadarnya menurun
sampai 2.0 mg/l. Hal ini kemungkinan besar disebabkan proses pembusukan yang
memerlukan oksigen. Sedangkan keasaman (pH) air laut perairan Teluk Jakarta
berkisar 6.9-8.5 dan pH yang rendah umumnya didapatkan di perairan dekat
muara sunagi (Praseno dan Kastoro, 1980).
BAB IV
PEMBAHASAN
Pb (Timah Hitam)
Dari tabel tersebut dapat dilihat kadar Pb rerata di semua lokasi penelitian berkisar
antara 0.001-0.0027 ppm atau 1-2.7 ppb. Kadar Pb rerata tertinggi dijumpai di
muara Sungai Dadap yakni 0.0027 ppm. Data ini menunjukkan bahwa secara
rerata muara Sungai Dadap lebih banyak menerima masukan limbah yang
menagndung Pb. Untuk setiap stasiun atau lokasi pengamatan kadar Pb tertinggi
dijumpai di st 4 pantai Ancol 2 (K.Angsa), st 3 Cilincing, dan st 4 muara Dadap
yang kadar Pb nya masing-masing adalah 0.003 ppm. Kadar Pb di semua lokasi
penelitian lebih tinggi dari kadar Pb normal yang dijumpai dalam air laut yakni
0.03 ppb [8], namun masih sesuai dengan Nilai Ambang Batas (NAB) yang
ditetapkan [7] untuk kepentingan biota laut yakni sebesar 0.008 ppm atau 8
ppb. Dengan demikian berdasarkan [7] kadar Pb ini belum berbahaya bagi
kehidupan biota laut, dan kualitas air lautnya termasuk kelas A, baik sekali,
dengan nilai = 0 (memenuhi Baku Mutu) [7]. Namun demikian bila dibandingkan
dengan hasil penelitian BPLHD [1] terlihat bahwa kadar Pb hasil penelitian ini
jauh lebih rendah. BPLHD mendapatkan kadar Pb di perairan Ancol sebesar 0.55
ppm (posisi stasiunnya tidak diketahui). Kadar ini lebih besar dari NAB yang
ditetapkan oleh [7] untuk biota laut yakni0.008 ppm. Dengan kualitas air laut
berdasarkan hasil penelitian BPLHD ini, termasuk kelas B, baik, dengan nilai = -2
(tercemar ringan) [7]. Kadar Pb yang tinggi berbahaya bagi kehidupan biota laut.
Adanya perbedaan hasil penelitian inidengan BPLHD disebabkan letak stasiun
dan waktu pengambilan sampel tidak sama. Pb bersifat toksis terhadap biota laut,
kadar Pb sebesar 0.1 0.2 ppm telah dapat menyebabkan keracunan pada jenis
ikan tertentu [9], dan pada kadar 188 ppm dapat membunuh ikan-ikan [10].
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh [11] diketahui bahwa
biota-biota perairan seperti crustacea akan mengalami kematian setelah 245 jam,
bila pada badan perairan di mana biota itu berada terlarut Pb pada konsentrasi
2.75-49 ppm. Sedangkan biota perairan lainnya, yang dikelompokkan
dalamgolongan insecta akan mengalami kematian dalam rentang waktu yang lebih
panjang yaitu antara 168-336 jam, bila pada badan perairan tempat hidupnya
terlarut 3.5-64 ppm Pb. Secara umum, berdasarkan hasil pengukuran kadar Pb ini,
dapat dikatakan bahwa kualitas perairan ini termasuk kelas A, baik sekali dengan
nilai = 0 (memenuhi Baku Mutu) [7], namun bila mengacu kepada hasil penelitian
BPLHD, kualitas perairan ini termasuk kelas B, baik, dengan nilai = -2 (tercemar
ringan) [7] .
Kadmium (Cd)
Dari Tabel 1 dapat dilihat kadar rerata di semua lokasi penelitian adalah <0,001
ppm atau <1 ppb. Data ini menunjukkan bahwa kondisi perairan pada saat
pengamatan relatif homogen. Kadar Cd ini masih sesuai dengan kadar Cd
yang normal dalam air laut yakni 0.11 ppb [8], dan dengan Nilai Ambang
Batas (NAB) yang ditetapkan oleh [7] untuk kepentingan biota laut adalah
0.001 ppm atau 1 ppb. Berdasarkan hasil penelitian ini, kualitas perairan ini
termasuk kelas A, baik sekali, dengan nilai = 0 (memenuhi Baku Mutu) [7].
BPLHD [1] mendapatkan kadar Cd di perairan Ancol (posisi stasiun tidak
diketahui) sebesar 0.1 ppm atau 100 ppb. Hasil penelitian kadar Cd oleh
BPLHD relatif sangat tinggi dan berbahaya bagi kehidupan biota laut. Bila
mengacu kepada hasil penelitian BPLHD ini maka kualitas perairan ini
termasuk kelas B, baik, dengan nilai = -2(tercemar ringan) [7].Cd merupakan
salah satu logam berat yang bersifat racun dan merugikan bagi semua
organisme hidup, bahkan jugaberbahaya untuk manusia. Dalam badan
perairan, kelarutan Cd dalam konsentrasi tertentu dapat membunuh
biotaperairan. Biota-biota yang tergolong bangsa udang-udangan (crustacea) akan
mengalami kematian dalam selang waktu24 - 504 jam bila di dalam badan
perairan di mana biota tersebut hidup terlarut logam atau persenyawaan Cd
padarentang konsentrasi antara 0.005-0.15 ppm. Untuk biota-biota yang tergolong
ke dalam bangsa serangga (insecta) akanmengalami kematian dalam selang waktu
24-672 jam bila ditemukan di dalam badan perairan di mana biota tersebuthidup
terlarut Cd atau persenyawaan Cd dalam rentang konsentrasi antara 0.003-18
ppm. Sedangkan untuk biota-biotaperairan yang tergolong ke dalam keluarga
Oligochaeta akan mengalami kematian dalam selang waktu 24-96 jam bila
didalam badan perairan terlarut logam Cd atau persenyawaannya dengan rentang
konsentrasi antara 0.0028-4.6 ppm [10].
Tembaga (Cu)
Dari Tabel 1 dapat dilihat kadar Cu rerata di semua lokasi penelitian berkisar
antara <0.001-0.002 ppm. Kadar Cu rerata tertinggi dijumpai di Cilincing yakni
0.002 ppm. Demikian juga untuk setiap stasiun pengamatan kadar Cu
tertinggi dijumpai di st 3 Cilincing yakni sebesar 0.004 ppm. Data ini
menunjukkan bahwa lokasi Cilincing lebih banyak menerima limbah yang
mengandung Cu. Kadar ini masih sesuai dengan kadar normal Cu yang ada dalam
air laut. Kadar normal Cu dalam air laut berkisar antara 0.0020.005 ppm [10] dan
2 ppb atau 0.002 ppm [8]. Nilai Ambang Batas(NAB) Cu yang ditetapkan oleh [7]
untuk kepentingan biota laut adalah 0.008 ppm. Dengan demikian kadar Cu ini
masih sesuai dengan NAB tersebut. Berdasarkan kadar Cu ini maka kualitas
perairan ini termasuk kelas A, baik sekali, dengan nilai = 0 (memenuhi
BakuMutu) [7].Cu termasuk kedalam kelompok logam esensial, di mana dalam
kadar yang rendah dibutuhkan oleh organisme sebagaiKoenzim dalam proses
metabolisme tubuh, sifat racunnya baru muncul dalam kadar yang tinggi. Biota
perairan sangat peka terhadap kelebihan Cu dalam badan perairan di mana ia
hidup. Konsentrasi Cu terlarut dalam air laut sebesar 0,01ppm dapat
mengakibatkan kematian fitoplankton. Kematian tersebut disebabkan daya
racun Cu telah menghambataktivitas enzim dalam pembelahan sel fitoplankton.
Jenis-jenis yang termasuk dalam keluarga Crustasea akan mengalamikematian
dalam tenggang waktu 96 jam, bila konsentrasi Cu berada dalam kisaran
0.17-100 ppm. Dalam tenggangwaktu yang sama, biota yang tergolong ke
dalam keluarga moluska akan mengalami kematian bila kadar Cu
yangterlarut dalam badan perairan di mana biota tersebut hidup berkisar antara
0.16-0.5 ppm, dan kadar Cu sebesar 2.5-3.0ppm dalam badan perairan telah dapat
membunuh ikan-ikan [12].
Zink (Zn)
Nikel (Ni)
Dari Tabel 1 dapat dilihat kadar Ni rerata di semua lokasi penelitian berkisar
antara 0.001-0.0045 ppm. Kadar Ni reratatertinggi dijumpai di lokasi Cilincing
yakni 0.0045 ppm. Untuk setiap pengamatan, kadar Ni tertinggi dijumpai di st
3Cilincing yakni 0.007 ppm. Data ini menunjukkan bahwa lokasi Cilincing
relatif lebih banyak menerima masukanlimbah yang mengandung Ni. Kadar Ni
di st 3 ini lebih tinggi dari kadar normal Ni dalam air laut yakni 2.0 ppb atau0.002
ppm [8] dan lebih rendah dibandingkan dengan NAB yang ditetapkan [7] untuk
kepentingan biota laut yakni 0.05ppm. Dengan demikian kadar Ni ini belum
berbahaya bagi kehidupan biota perairan. Seperti halnya logam berat yanglain, Ni
juga bersifat racun terhadap organisme perairan. Menurut [12] terdapat
pengaruh toksisitas Ni pada ikansalmon. Pada kadar 1200 ppb (1.2 ppm) logam
Ni dapat mematikan 50% embrio dan larva kerang C. virginica(LC50,24 jam), dan
pada kadar 1300 ppb (1.3 ppm) dan 5700 ppb (5.7 ppm) dapat mematikan 50%
embrio dan larva kerangM. marcenaria [14,15]. Dengan demikian berdasarkan
hasil pengukuran kadar Ni, kualitas perairan ini termasuk kelasA, baik sekali,
dengan nilai = 0 (memenuhi Baku Mutu) [7].
Secara keseluruhan bila diperhatikan untuk setiap unsur logam berat, terlihat
bahwa kadar Pb lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain. Data ini
menunjukkan bahwa perairan Teluk Jakarta pada saat pengamatan menerima
masukan limbah yang mengandung Pb lebih banyak dibandingkan yang lain.
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
3.2.Saran
DAFTAR PUSTAKA
http://jurnal.ipb.ac.id/index.php/jippi/article/download/5261/3679
http://www.kelair.bppt.go.id/Jai/2006/vol2-1/01logam.pdf
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/2/6dce185d42acf9f805168107d1bd178e
8376ff1f.pdf
http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/09145/9145_1.pdf
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/ilmulingkungan/article/download/4094/pdf
http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JKL/article/viewFile/2431/2391
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=330456&val=7722&title=Pe
ncemaran%20Pb%20dan%20Cd%20%20pada%20Hasil%20Perikanan%20%20L
aut%20%20Tangkapan%20Nelayan%20di%20Sekitar%20Teluk%20Jakarta