Anda di halaman 1dari 82

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kekurangan gizi saat masa balita selalu dihubungkan dengan kekurangan

vitamin atau mineral yang spesifik dan berhubungan dengan pola makan.

Pertumbuhan dan perkembangan balita sangat bervariatif ada yang tumbuh

berkembang dengan cepat dan ada pula yang lambat, bahkan cenderung

kekurangan gizi. Tentunya hal tersebut juga dipengaruhi oleh pola asuh orang tua

balita dan pola makan balita.

Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini ditandai

dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan disertai

dengan perubahan yang memerlukan zat-zat gizi yang jumlahnya lebih banyak

dengan kualitas yang tinggi. Akan tetapi, balita termasuk kelompok yang rawan

gizi serta mudah menderita kelainan gizi karena kekurangan makanan yang

dibutuhkan. Konsumsi makanan memegang peranan penting dalam pertumbuhan

fisik dan kecerdasan anak sehingga konsumsi makanan berpengaruh besar

terhadap status gizi anak untuk mencapai pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak

(Ariani, 2014).

Anak-anak balita sangat rentan terhadap masalah gizi buruk. Berdasarkan

data dari Kementrian Kesehatan, Indonesia masih mengalami masalah gizi ganda,

yaitu gizi kurang dan gizi lebih dengan berbagai risiko penyakit yang ditimbulkan,

yang terjadi di masyarakat pedesaan dan perkotaan. Berbagai penelitian

1
mengungkapkan bahwa kekurangan gizi, terutama pada usia dini akan berdampak

pada tumbuh kembang anak. Anak yang kurang gizi akan tumbuh kecil, kurus,

dan pendek. Gizi kurang pada anak usia dini juga berdampak pada rendahnya

kemampuan kognitif dan kecerdasan anak, serta berpengaruh terhadap

menurunnya produktivitas anak (Kemenkes RI, 2014).

Gizi kurang pada anak usia balita banyak ditemukan oleh pola makan

sehari-hari. Ada beberapa indikator yang mempengaruhi pola makan dan status

gizi pada balita, diantaranya faktor pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua

serta jumlah keluarga. Dikutip dalam penelitian yang dilakukan Ibrahim (2015),

yang menjelaskan bahwa tingkat pendidikan dapat meningkatkan keputusan orang

tua dalam membuat keputusan, yang meningkatkan gizi anak, kesehatan dan

akhirnya pertumbuhan fisik mereka. Orang tua yang bekerja tidak lagi dapat

memberikan perhatian penuh terhadap anak balitanya karena kesibukkan dan

beban kerja yang ditanggungnya sehingga menyebabkan kurangnya perhatian

dalam menyiapkan hidangan yang sesuai untuk balitanya.

Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia 2021, angka prevelensi

stunting di Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai 30,02%. Jika dilihat dari data

Kabupaten/Kota, yang tertinggi berada di Kabupaten Buton Selatan sebanyak

45,2%. Data tersebut kemudian beririsan dengan keadaan balita yang ada di Desa

Uwemaasi Kecamatan Kadatua. Di mana terdapat sebagain balita yang mengalami

kondisi gizi buruk.

2
Masyarakat di Desa Uwemaasi masih memberikan makanan-makanan

berbasis pangan lokal kepada balita sebagai tambahan asupan nutrisi. Pada

umumnya mereka diberikan makanan lokal seperti rebusan ubi jalar yang di

haluskan, pisang yang dihaluskan, dan juga makanan instan khusus balita.Sebab

di fase tersebut balita sedang melakukan proses pertumbuhan yang sangat giat,

sehingga memerlukan zat-zat makanan yang relatif lebih banyak dengan kualitas

yang lebih tinggi. Hasil pertumbuhan setelah menjadi manusia dewasa, sangat

ditentukan oleh pertumbuhan waktu balita. Kekurangan gizi pada fase

pertumbuhan akan menghasilkan manusia dewasa dengan sifat-sifat berkualitas.

Berdasarkan hasil pengamatan awal peneliti, diketahui pertumbuhan balita

cukup bervariasi, balita yang diberi ASI dan makanan-makanan tradisional

pertumbuhan dan perkembangannya lebih signifikan dibandingkan dengan balita

yang diberikan susu formula dan makanan-makanan instan. Akan tetapi hal

tersebut juga tidak terlepas dari faktor genetik orang tuanya.

Sebagaian besar anak-anak yang mengalami gizi buruk berasal dari

keluarga menegah kebawah. Dikarenakan pola asuh balita yang tidak maksimal

dan balita diberikan makanan yang belum memenuhi syarat untuk asupan gizi

yang maksimal. Selain itu juga ada pula Desa Uwemaasi merupakan salah satu

desa lucus stunting untuk Kabupaten Buton Selatan. Sehingga terdapat beberapa

anak-anak yang mengalami gejala stanting dengan ciri-ciri, kerdil, kurus, lambat

berpikir, serta mengalami bentuk fisik yang berbeda dengan anak-anak lainnya.

3
Berdsarakan uraian latar belakang di atas maka peneliti melakukan

penelitian yang berjudul Pola Makan Balita di Desa Uwemaasi Kecamatan

Kadatua Kabupaten Buton Selatan.

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pola makan balita di Desa Uwemaasi Kecamatan Kadatua

Kabupaten Buton Selatan?

2. Bagaimna dampak pola makan yang diberikan terhadap pertumbuhan

balita di Desa Uwemaasi Kecamatan Kadatua Kabupaten Buton Selatan?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan pola makan balita di Desa

Uwemaasi Kecamatan Kadatua Kabupaten Buton Selatan Untuk

mengetahui dan

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan dampak pola makan yang diberikan

terhadap pertumbuhan balita di Desa Uwemaasi Kecamatan Kadatua

Kabupaten Buton Selatan

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai pola makan balita

yang dapat digunakan untuk kepentingan ilmiah yang dapat bermanfaat

4
bagi perkembangan ilmu pengetahuan khusnya dalam kajian Antropologi

Terapan.

b. Memperkaya literatur mengenai kajian tentang pola makan balita yang

dapat dijadikan acuan untuk para peneliti lain untuk melakukan kajian

serupa yang berkaitan dengan pola makan serta dampaknya terhadap

balita.

c. Memberikan sumbangan penelitian dibidang Antropologi Kesehatan

terkait dengan kebudayaan, pola makan, dan kesehatan balita.

2. ManfaatPraktis

a. Terdokumentasikannya pengetahuan masyarkat Desa Uwemaasi mengenai

pola makan balita dan dampaknya pada petumbuhan balita.

b. Dapat dijadikan rujukan bagi masyarkat setempat terkait dengan pola

makan pada balita berdasarkan kriteria kesehatan.

c. Menjadi rujukan bagi pemerintah Desa Uwemaasi ataupun pemerintah

Kecamatan Kadatua untuk mencegah dan mengatasi stunting pada balita.

5
BAB II

TINJAUANPUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKAFIKIR

2.1 TinjauanPustaka

2.1.1 Konsep Pola Makan

Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan

jenis makanan dengan informasi gambaran dengan meliputi mempertahankan

kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit (Depkes

RI, 2009). Sulistyoningsih, (2011: 54) menjelaskan pola makan diartikan sebagai

tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi makanan yang

meliputi sikap, kepercayaan, dan pilihan makanan, sedangkan menurut Suhardjo

(1989) pola makan di artikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang untuk

memilih makanan dan mengkonsumsi makanan terhadap pengaruh fisiologis,

psikologis, budaya dan sosial. Dan menurut seorang ahli mengatakan bahwa pola

makan di definisikan sebagai karateristik dari kegiatan yang berulang kali makan

individu atau setiap orang makan dalam memenuhi kebutuhan makanan.

Pola makan pada balita berbeda dengan pola makan anak usia sekolah dan

orang dewasa. Persatuan Ahli Gizi Indonesia (1992) dalam bukunya menuliskan,

dalam bidang ilmu gizi dan kesehatan, yang disebut anak sehat meliputi anak

prasekolah (1-6 tahun), anak sekolah (7-12 tahun) dan golongan remaja (13-18

tahun). Tiap golongan mempunyai kebutuhan zat gizi berbeda, sesuai dengan

kecepatan tumbuh dan aktivitas yang dilakukan. Jadwal pemberian makanan

sama, yaitu 3 kali makanan utama (pagi, siang, dan malam) dan 2 kali makanan

selingan (diantara dua kali makanan utama).

6
Menurut Moehji (1988) Pengaturan makanan bayi dan balita adalah

penggunaan ASI secara tepat dan benar serta pemberian makanan pendamping

ASI dan makanan selingan yang tepat waktu dan tepat mutu. Pola hidangan

sehari-hari yang dianjurkan adalah makanan seimbang yang terdiri atas, sumber

zat tenaga (nasi roti, jagung, ubi), sumber zat pembangun ( ikan, telur, ayam,

daging, susu, tahu, tempe), dan sumber zat pengatur (sayuran dan buah-buahan)

2.1.2 Konsep Balita

Balita merupakan, anak-anak yang sedang mengalami masa pertumbuhan.

Menurut Septiari (2012), balita dapat dimaknai sebagai anak pada usia di bawah 5

tahun pada karakter pertumbuhan yakni pertumbuhan lebih cepat pada usia 0

sampai 1 tahun dimana umur 5 bulan berat badan naik 2 kali berat badan lahir,

pada umur 1 tahun 3 kali berat badan lahir dan pada umur 2 tahun menjadi 4 kali

berat badan lahir. Pertumbuhan mulai lambat saat usia prasekolah dengan

peningkatan berat badan kurang lebih 2 kg pertahun, akhirnya pertumbuhan

konstan mulai berhenti.

Menurut Sediaotomo (2010), anak balita adalah anak yang telah

menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak

di bawah lima tahun. balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita)

dan anak pra sekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh

kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan

makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik, namun

kemampuan lain masih terbatas. Masa balita merupakan periode penting dalam

proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan pada masa itu

7
menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak pada

periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang

berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang kembali, karena itu sering

disebut golden age atau masa keemasan.

Balita menurut karakterisik terbagi dalam dua kategori, yaitu anak usia 1-3

tahun (batita) dan anak usia pra sekolah. Anak usia 1-3 tahun merupakan

konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan oleh

ibunya (Sodiaotomo, 2010).

Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia pra sekolah

sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Pola makan yang

diberikan sebaiknya dalam porsi kecil dengan frekuensi sering karena perut balita

masih kecil sehingga tidak mampu menerima jumlah makanan dalam sekali

makan (Proverawati & Wati, 2011).

Pada usia pra sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah dapat

memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini, anak mulai bergaul dengan

lingkungannya atau bersekolah playgroup sehingga anak mengalami beberapa

perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai fase gemar

memprotes sehingga mereka akan mengatakan “tidak” terhadap ajakan. Pada

masa ini berat badan anak cenderung mengalami penurunan, ini terjadi akibat

dari aktifitas yang mulai banyak maupun penolakan terhadap makanan.

2.1.3. Konsep Makanan Balita

Menurut Kemenkes RI (2011), makanan balita dapat diasumsikan sebagai

makanan pendamping ASI yang diberikan kepada balita untuk memenuhi

8
kecukupan gizi yang diperoleh balita dari makanan sehari-hari yang diberikan ibu.

Makana Bayi Dalam mewujudkan pemberian makanan yang bergizi bagi balita

menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu yang

memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Dalam pemberian makanan bergizi ini

dapat terlihat dari pengetahuan ibu bisa memilih makanan yang bergizi bagi

keluarganya terutama balita, serta ibu dapat pula memilih bahan makanan yang

bergizi tinggi berdasarkan bahan yang murah dan sederhana (Notoatmodjo, 2012).

Dalam pemberian makanan balita, Faktor ekonomi cukup dominan dalam

mempengaruhi konsumsi makanan. Meningkatnya pendapatan dalam keluarga

akan meningkatkan peluang untuk membeli makanan dengan kualitas dan

kuantitas yang lebih baik (Sulistyoningsih, 2011).

Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu dapat dipengaruhi

oleh faktor budaya atau kepercayaan. Pantangan yang didasari oleh kepercayaan

pada umumnya mengandung perlambang atau nasihat yang dianggap baik ataupun

tidak baik yang lambat laun menjadi kebiasaan. Budaya mempengaruhi seseorang

dalam menentukan apa yang akan dimakan, bagaimana pengolahan, persiapan,

dan

penyajiannya serta untuk siapa dan dalam kondisi bagaimana pangan tersebut

dikonsumsi (Sulistyoningsih, 2011).

2.1.4. Penelitian Relevan

Penelitian mengenai pola makan balita sudah banyak diteliti para ahli gizi

relative sedikit. Olehnya itu penulis akan menyajikan beberapa penelitian yang

pernah dilakukan diantaranya sebagai berikut :

9
Penelitan yang Notoatmodjo (2012) berjudul faktor-faktor yang

berhubungan dengan perilaku pemberian makanan pendamping asi bayi usia <6

bulan. Melaporkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku

pemberian makanan pendamping ASI bayi usia <6 bulan pada ibu batita Lebih

dari setengahnya perilaku pemberian makanan pendamping ASI bayi usia <6

bulan termasuk kategori MP-ASI dini. Selain itu, ada hubungan antara

pengetahuan dengan perilaku pemberian makanan pendamping ASI bayi usia <6

bulan pada ibu batita. Bagi Ibu yang memiliki pengetauan modern mereka akan

memberikan makan pada anaknya berdasarkan kriteria kesehatan, sedangan ibu

yang memiliki pengetahuan yang tradisional akan memberikan makanan

berdasarkan pengetahuan-pengetahuan lokal bahkan cenderung tidak melakukan

imunisasi pada balita.

Penelitan tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitan

yang akan penulis lakukan. Persamaannya sama-sama mengkaji tentang pola

makan anak sehingga dapat dijadikan sebagai parameter untuk penlulis untuk

melihat pola makan balita. Sedangkan perbedaannya, penelitian di atas melihat

faktor-faktor yang mempengaruhi pola makan balita dengan penelitan ini akan

melihat pola makan balita yang berdampak pada pertumbuhannya.

Penelitan yang dilakukan oleh Azmi (2012) yang berjudul Gambaran

Pemberian Pola Makan Pada Bayi dan Balita Usia 0-59 Bulan. Melaporkan bahwa

terdapat persebaran secara merata jenis kelamin bayi dan balita. Tingkat

pendidikan orang tua memperngaruhi pola makan balita karena umumnya orang

Ibu balita di Suku Baduy tidak mendapatkan pendidikan di sekolah, walaupun ada

10
juga yang sempat bersekolah sampai SD namun tidak tamat. Selain itu juga

pekerjaan orang tua di Suku Baduy bekerja sebagai petani. Sehingga seluruh

masyarakat di Suku Baduy memenuhi kebutuhan pangan mereka dari hasil ladang

dan kebun sendiri.

Penelitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitan yang akan

penulis lakukan yakni meneliti tentang pemberian pola makan balita. Dari

penelitian tersebut akan dijadikan rujukan terkait faktor-faktor yang

mempengaruhi pola makan balita seperti tingkat pendidikan orang tua ataupun

pekerjaannya. Namun demikian memiliki juga perbedaan yang cukup signifikan

dimana penelitian yang akan penulis lakukan lebih focus terhadap pola makan

balita yang berdampat pada pertumbuhan dan perkembangannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Huryanah (2020) yang berjudul Persepsi

Orang Tua Tentang Makanan Sehat Pada Anak Usia 4-5 Tahun. Melaporkan

bahwa karena rendahnya pendidikan orang tua balita menyebabkan pemberian

makan pada balita tidak memperhatikan masalah seperti higenis, bersih,

mengandung pengawet yang pada akhirnya membahanyakan tubuh balita. Dari

penelitian ini tingkat pengetahuan orang tua juga dipengaruhi oleh tingkat

Pendidikan terakhir setiap individu, rata-rata pendidikan terakhir para responden

ini adalah di tingkat SMP.

Penelitan di atas memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian

yang akan penulis lakukan. Adapun persamaannya dapat dilihat dari bagaimana

persepsi orang tua terhadap makanan yang akan diberikan kepada anaknya. Dari

hal tersebut kemudian dapat dijadikan sebagai acuan untuk melihat indikator-

11
indikator terhadap pemberian makanan kepada balita. Perbedaannya terdapat pada

kajian yang dilakukan yaitu penelitian di atas menganalisis tentang persepsi

tentang makanan sehat dengan metode kuantitatif, sedangkan penelitian yang akan

penulis lakukan mengkaji pola makan balita dengan metode kualitatif.

Penelitian yang dilakukan oleh Waladow (2013) yang berjudul Hubungan

Pola Makan Dengan Status Gizi Pada Anak Usia 3-5 Tahun Di Wilayah Kerja

Puskesmas Tompaso Kecamatan Tompaso. Melaporkan bahwa gambaran pola

makan anak usia 3-5 tahun didapatkan bahwa dengan pola makan baik lebih

banyak dibandingkan dengan responden dengan pola makan tidak baik. Ada

hubungan yang bermakna antara pola makan dengan status gizi pada anak usia 3-

5 tahun. Jadi pola makan yang tidak baik beresiko untuk terjadi status gizi kurang.

Penelitian tersebut memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan

penelian yang akan penulis lakukan. Penelitian di atas menganalisis tentang

hubungan pola makan anak terhadap status gizi anak yang dianalisis dengan

program SPSS dengan pendekatan kuantitatif. Namun demikian dapat dijadikan

acaun sebagai sumber informasi untuk mengetahui pola makan balita.

Peneltian yang dilakukan oleh Pratiwi (2020) yang berjudul Peran Ibu

dalam Pemberian Makanan Bergizi pada Balita Status Gizi Baik yang Kesulitan

Makan. Hasil Penelitian adalah seluruh Ibu telah berperan dalam pemilihan jenis

bahan makanan bergizi pada balitanya, namun belum memberikan makanan yang

bervariasi. Mayoritas Ibu belum menyajikan hidangan yang menarik untuk balita

dari segi warna, rasa, cara pengolahan, bentuk makanan, serta alat makan belum

menggunakan khusus balita. Mayoritas Ibu memberikan makan sesuai dengan

12
keinginan balita, yaitu makan sambil bermain. Kesimpulan penelitian ini adalah

peran pemilihan dan menciptakan situasi makan telah dilakukan Ibu balita, hanya

peran penyajianyang belum dilakukan.

Penelitian di atas memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian

yang akan penulis lakukan. Persamaannya terdapat pada pemberian makanan pada

balita, akan tetapi perbedaannya pada penelitian yang akan penulis lakukan

bersifat umum terhadap pola makan balita dengan mengklasifikasikan objek

penelitian berdasarkan mata pencaharian masyarakat. Sehingga hal tersebut dapat

dijadikan dasar untuk menganalisis dampak terhadap pemberian makanan tersebut

pada pertumbuhan dan perkembangan balita di Desa Uwemasi.

2.2 Landasan Teori

Makanan yang boleh dimakan dan tidak boleh dimakan memang selalu

hadir dalam kehidupan masyarakat umum khususnya pada masyarakat Desa

Uwemaasi Kecamatan Kadatua. Menurut Foster dan Anderson (2006: 315)

menjelaskan bahwa kebiasaan makan yang terbukti merupakan hal yang paling

menentang perubahan di antara semua kebiasaan. Semua makanan mampu

memainkan peranannya masing-masing di setiap daerah. Peran yang dimainkan

oleh makanan dua macam yaitu berupa pantangan makanan dan anjuran makanan.

Suatu makanan yang disukai belum tentu boleh dimakan, begitu juga

sebaliknya makanan yang tidak disukai belum tentu tidak boleh dimakan.

Makanan mampu memainkan peranannya masing-masing, yaitu berupa pantangan

makanan dan anjuran makanan. Munculnya pandangan tentang makanan yang

boleh atau tidak boleh dimakan menimbulkan kategori “bukan makanan” sebagai

13
sebutan makanan yang tidak boleh dimakan (Foster dan Anderson, 2006: 313).

Makanan yang dikonsumsi oleh balita di Desa Uwemaasi, yaitu makanan berbasis

pangan lokal seperti hasil olahan ubi kayu yang dihaluskan yang oleh masyarkat

loka disebut ledo, buah-buahan seperti pisang yang dihaluskan, serta beberapa

makananinstan pendamping ASI.

14
2.3. Kerangka Fikir

Masayarakat Desa
Uwemaasi

Balita Di Dasa Uwemaasi

Pola Makan Balita Dampak Terhadap


Pola Makan Yang
diberikan

Teori Makanan dan Kebudayaan


Foster dan Anderson

Pola Makan Balita di Desa Uwemaasi Kecamatan Kadatua

Bagan Kerangka Fikir

Berdasarkan bagan kerangka pikir di atas makan dapat diformulasikan

sebagai berikut :

Pertumbuhan dan perkembangan balita adalah periode yang dikenal

sebagai masa emas karena terjadi pertumbuhan yang sangat cepat, dan

pembentukan kecerdasan balita. Hal ini terkait dengan asupan zat gizi yang

diperoleh, apabila tidak terpenuhi bisa mengakibatkan gizi kurang. Pada

masyarakat di Desa Uwemaasi Kecamatan Kadatua, memiliki cara yang variatif

15
dalam pemberian asupan makanan pada Balita. Hal tersebut dilatar belakangi

karena beberapa faktor, yakni faktor budaya, faktor Pendidikan, faktor ekonomi

dan beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi pola makan tersebut.

Dalam rancangan penelitian ini penulis berupaya untuk menganalisis pola

makan balita di sana sehingga dengan hal tersebut kemudian dapat mengetahui

dampak-dampak yang mempengaruhi pertumbuhan balita. Sehingga untuk

menganalisis permasalahan dalam penelitian ini makan penulis menggunakan

teori makanan dan kebudayaan oleh Foster dan Anderson (2006) .

16
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan diDesa Uwemaasi Kecamatan Kadatua

Kabupaten Buton Selatan dengan pertimbangan bahwa, (1) Desa Uwemaasi

ditemui jumlah balitanya cukup banyak, (2) makanan yang dikonsumsi balita

bervariatif. Bahkan ada beberapa pengetahuan lokal terhadap asupan makanan

berbasis pangan lokal yang diolah agar dapat dikonsumsi oleh balita (3) di Desa

Uwemaasi pola makan yang variatif kepada balita yang dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Misalnya seperti tingkat Pendidikan orang tua, faktor ekonomi keluarga.

3.1.1. Teknik Pemilihan Informan

Pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive

sampling, yaitu penentuan informan secara sengaja dengan pertimbangan yang

bersangkutan bersedia untuk di mintai keterangan atau informasi sehubungan

dengan materi penelitian dengan mengacu pada Spradley dalam Endraswara

(2003), yang mana ia mengidentifikasi lima persyaratan minimal untuk memilih

informan yang baik dan salah satunya peneliti gunakan untuk memilih informan

dalam penelitian ini yaitu enkulturasi penuh (memahami budayanya dengan begitu

baik, tanpa harus memikirkannya karena sudah terbiasa dengan hal tersebut). Atau

dengan kata lain informan disini yakni mereka yang dianggap mengetahui secara

tepat permasalahan penelitian.

Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah masyarakat

setempat yakni perempuan yang berstatus sebagai ibu balita atau pernah

17
mempunyai dan merawat balita. Informan yang dipilih dari latar belakang ibu

dengan latar mata pencaharian keluarga sebagai petani, nelayan, pedagangan dan

PNS.

Informan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang yang ada di Desa

Uwemaasi Kecamatan Kadatua Kabupaten Buton Selatan. Informnya kunci dalam

penelitian ini adalah, Ibu yang sedang mengasuh balita terkait dengan pola makan

yakini, Hasnia (31 tahun), Idawati (33 tahun), Nasrah (24 tahun), Salma (28

tahun), Wa Ati (43 tahun), Nurmala (23 tahun), Wa Jahara (24 tahun).

Selanjutnya informan tambahan dalam penelitian ini, Rahma (45 tahun) selaku

Bidan Desa, Sridevi (19 tahun) selaku kakak dari salah seorang balita di lokasi

peneltitian, dan Nafaruddin (56 tahun) selaku kepala desa.

3.1.2.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara untuk memperolehdata

yang lengkap, objektif dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya serta

sesuai dengan penelitian. Untuk mendapatkan data,fakta, serta informasi yang

terkait, maka peneliti menggunakan beberapa metode pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian di lapangan.Beberapa metode pengumpulan data

tersebut sebagaimana disajikan berikut ini :

1. Pengamatan (observation)

Observasi adalah suatu penyelidikan secara sistematis menggunakan

kemampuan indera manusia (Endraswara, 2003: 208).Pengamatan

(obsevasi)berperan serta merupakan suatu teknikpengambilan data dengan cara

18
terjun langsung atau telibat dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh objek

yang akan diteliti, maksudnya peneliti ikut masuk atau tinggal bersama objek

yang akan diteliti. Dalam penelitian ini peneliti berupaya untuk mengamati pola

makan balita, yang meliputi waktu-waktu makan dalam sehari, jenis makanan

yang diberikan, frekuansi makan dalam sehari, strategi yang dilakukan orang tua

dalam memberi makan anaknya, makanan-makanan tradisional yang diberikan,

serta hal-hal yang berkenaan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

2. Wawancara (interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara(interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan terwawancara(interview) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu (Meleong, 2010: 186). Ciri utama wawancara adalah kontak

langsung dengan tatap muka antara pencari informasi dan sumber informasi.

Dalam wawancara sudah disiapkan berbagai macam pertanyaan-pertanyaan tetapi

muncul berbagai pertanyaan lain saat meneliti.Melalui wawancara inilah peneliti

menggali data, informasi, dan kerangka keterangan dari subyek penelitian.

Teknik wawancara yang dilakukan adalah wawancara bebas terpimpin, artinya

pertanyaan yang dilontarkan tidak terpaku pada pedoman wawancara dan dapat

diperdalam maupun dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan.

Adapan pertanyaan-pertanyaan yang akan dilontarkan kepada informan

meliputi, pola makan yang dilakukan pada balita, makanan apa saja yang

dikonsumsi balita, apakah ada makanan tradisional yang diberikan, apakah ada

19
pantangan makanan bagi balita, apakah pada waktu makan berbeda-beda menu

makanan yang diberikan, seberapa banyak balita diberi makan dalam sehari,

apakah ada makanan instan yang diberikan. Selain itu juga akan menanyakan hal-

hal yang sifatnya umum seperti pekerjaan informan, pendapatan dalam sebulan,

serta pengetahuan-pengetahual lokal yang dimiliki terkait dengan pola makan

balita.

3.1.3Teknik Analisis

Analisis data dilakukan secara induktif terhadap data yang dihimpun.

Penulis berupaya untuk dapat mengerti persepsi, ide pemikiran dan ingatan

informan yang diungkapkan dengan menggunakan kata-kata sendiri, melalui

upaya yang dikatakan oleh para informan. Seluruh data yang berasal dari

wawancara dan pengamatan yang telah dikumpulkan akan direduksi dengan

membuat pengelompokan dan abstraksi ( Endraswara:2003). Seluruh data yang

diperoleh dari hasil penelitian akan dihubungkan dengan teori yang ada dan

dianalisis serta diinterpretasikan sesuai kebutuhan penelitian. Selanjutnya dari

hasil intreprestasi akan menggambarkan kenyataan yang bersifat deskriptif

kualitatif sehingga mampu menjawab masalah yang ada dalam penelitian ini. Data

yang dianalisis dalam penelitian ini yakni pola makan balita serta dampak

terhadapat pertumbuhannya.

20
BAB IV

GAMBARAN UMUM DESA UWEMAASI KECAMATAN KADATUA


KABUPATEN BUTON SELATAN

Pembahasan pada bab ini mengulas tentang gambaran umum Desa

Uwemaasi yang menjadi tempat fokus peneliti dalam melakukan penelitian,

pengambilan data, dan dapat mengetahui bagaimana gambaran umum tekait

lokasi studi. Berikut akan disajikan beberapa informasi terkait dengan kondisi

lokasi penelitian :

Gambar 4.1 Peta Kecamtan Kadatua

Sumber : BPS Buton Selatan

Letak Kecamatan Kadatua bila dilihat dari peta Kabupaten Buton berada

di sebelah barat daerah Pulau Buton yang terdiri dari Pulau Kadatua dan

sebagian Pulau Liwutongkidi. Kecamatan Kadatua berada di Selatan Pulau Buton

21
dan merupakan pulau tersendiri dengan luas wilayah 32,82 km2. Secara

Administratif Kecamatan Kadatua berbatasan dengan :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan laut Flores

2. Sebelah Timur berbatasan dengan selat Masiri

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan selat Siompu

4. Sebelah Barat berbatasan dengan laut Flores

Sebelum terbentuknya Kecamatan sendiri Kadatua hanya terdiri dari Enam

Desa, yakni : Desa Banabungi, Desa Lipu,Desa Uwemaasi,Desa Kaofe,Desa

Waonu, dan Desa Kapoa. dengan seiring berjalanya waktu dan Untuk peningkatan

kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Kadatua, sehingga pada tahun 2006

beberapa Desa dimekarkan. Adapun desa yang yang berada dikecamatan kadatua

sampai sekarang terdiri dari :

1. Desa Banabungi dengan luas wilayah 4,13 km2

2. Desa Banabungi Selatan dengan luas wilayah 2,15 km2

3. Desa Lipu dengan luas wilayah 7,08 km2

4. Desa Uwemaasi dengan luas wilayah 2,90 km2

5. Desa Kaofe dengan luas wilayah 1,39 km2

6. Desa Marawali dengan luas wilayah 7,00 km2

7. Desa Mawambunga dengan luas wilayah 1,50 km2

8. Desa waonu dengan luas wilayah 1,76 km2

9. Desa Kapoa Barat dengan luas wilayah 2,40 km2

22
4.2 Sejarah Singkat Desa Uwemaasi

Berdasarkan tradisi lisan masyarakat Uwemaasi, Uwemaasi berasal bahasa

wolio yang terdiri dari dua suku kata. Yakni uwe dan maasi. Secara harfiah uwe

diterjemahkan sebagai air dan maasi artinya emas. Cerita yang kemudian di

kisahkan secara turun temurun menuturkan bahwa dahulu di perkampungan

tersebut susah untuk didapatkan air. Sehingga pernah dilakukan suatu ritual

dimana bongkahan emas disimpan pada wadah sehingga lalu kemudian keluarlah

air dari wadah tersebut.

Desa Uwemaasi terletak di Kecamatan Kadatua, Kabupaten Buton Selatan,

Sulawesi tenggara. Jarak tempuh untuk sampai ke Desa Waonu dari pusat Kota

Baubau, berkisar kurang lebih 30 Km dan harus menyebrang lautan dari

pelabuhan Topa Kota Baubau menuju pelabuhan Banabungi, yang terletak di

Kecamatan Kadatua ditempuh sekitar 30 menit tergantung kondisi Gelombang

dan Arus air laut. Menggunakan Transportasi laut dengan biaya Rp 15.000, dalam

sekali menyebrang.

Di kecamatan Kadatua belum ada pelabuhan transportasi seperti

tansportasi veri, sebagai alat transportasi untuk keluar masuknya kendaraan dari

kecamatan menuju kota sekaligus sebagai pemasokan barang dagangan dari kota

untuk menuju kecamatan Kadatua. Masyarakat di Desa Waonu masih

menggunakan Transportasi Rakyat untuk bepergian ke Kota. (BPS, 2021)

Kondisi jalan raya dari pelabuhan menuju desa Uwemaasi masih dalam

kondisi rusak hingga saat ini masih kondisi perbaikan perbaikan jalan raya. Begitu

23
pun juga dengan pasokan listrik masih terbatas, di Desa Uwemaasi listrik akan

dinyalakan oleh pada pada malam hari dari pukul 18.00 sampai pukul 06.00

WITA. Kondisi tersebut akan semakin menyulitkan masyarakat di sana untuk

mengawetkan makanan yang akan di konsumsi

Kondisi lain di Kecamatan Kadatua tidak adanya Pertamina yang

menyediakan kebutuhan masyarakat untuk memperoleh bahan bakar minyak

sehingga bagi masyarakat Uwemaasi diKecamatan Kadatua merasakan

kelangkaan bahan bakar minyak selain itu bahan bakar minyak yang diperoleh

dengan harga yang lebih mahal dibanding daerah-daerah lain seperti di Kota

Baubau.

Secara adminstrasi, total data jumlah penduduk Desa Uwemaasi sebanyak

1.144 Jiwa, yang terdiri dari jenis kelamin laki-laki sebanyak 539 dan berjenis

kelamin perempuan 605 dari jumlah penduduk desa.

4.3 Demografi Masyarakat Uwemaasi

4.3.1 Penduduk di Desa Uwemaasi

Penduduk adalah pelaku pembangunan yang sangat berpengaruh dan

diharapkan sumber dayanya. Dimana setiap tahun mengalami perubahan dan

perkembangan yang disebabkan oleh adanya fasilitas, moralitas, dan mobilitas

penduduk antar daerah yang masuk maupun yang keluar.

Menurut data yang diperoleh dari hasil penelitian ini masyarakat Desa

Uwemaasi berjumlah 1.144 Jiwa, dengan perbandingan 539 jiwa penduduk laki-

24
laki dan 605 jiwa penduduk perempuan. jumlah kepala keluarga sebanyak 193

KK. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Desa Uwemaasi Menurut Dusun dan Jenis Kelamin.

JUMLAH PENDUDUK

NO Dusun Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Dusun 113 127 240


Uwemaasi

2 Dusun 107 114 221


Kalweli

3 Dusun 84 96 180
Laumba

4 Dusun 98 121 219


Gunung

5 Dusun 137 147 284


Mafarah

Jumlah 539 605 1.144

Sumber Data: Desa Uwemaasi 2023.

Berdasarkan tabel 4.1 di atas, terlihat bahwa jumlah penduduk yang paling

banyak di Desa Uwemaasi ada pada Dusun Mafarah dengan jumlah penduduk 284

jiwa, sedangkan dusun yang paling sedikit penduduknya yaitu Dusun Laumba

dengan jumlah penduduk 180 jiwa. Secara administrasi Desa Uwemaasi terbagi

menjadi 5 dusun yang masing-masing dikepalai oleh seorang kepala dusun. Dusun

Uwemaasi yang merupakan wilayah pemukiman masyarakat Desa Uwemaasi

merupakan dusun dengan jumlah petani dan nelayan yang cukup banyak.

25
4.3.2 Tingkat Pendidikan Masyrakat di Desa Uwemaasi

Pada sektor pendidikan permerintah memegang peran penting, hal ini

diakui karena berhasilnya tidaknya pelaksanaan tersebut tergantung dari tingkat

pendidikan masyarakatnya. Dengan adanya pendidikan yang memadai, maka akan

meningkatkan keterampilan penduduk khususnya dalam hal pemenuhan

kebutuhanya sehingga dapat tercipta masyarakat sejahtera. Pendidikan juga dapat

berfungsi sebagai modal sosial, hal demikian dapat dilihat dalam pergaulannya

sehari-hari, masyarakat yang berpendidikan akan mampu menjalin hubungan

sosial yang baik dengan orang-orang sekitarnya. Pendidikan juga merupakan tolak

ukur keberhasilan seseorang untuk mengangkat dan meningkatkan taraf hidupnya,

karena semakin tinggi jenjang pendidikan yang telah ditempuh maka kualitas

sumber daya manusia akan meningkat.

Pendidikan juga sangat erat kaitannya dengan perkembangan sumber daya

manusia dalam membentuk manusia dengan tingkat pengetahuan, kepribadian

yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan sumber dayanya. Oleh karena itu,

pendidikan perlu diperhatikan karena merupakan salah satu aspek paling penting

dalam membuka cakrawala dan wawasan pengetahuan dalam masyarakat. Jumlah

penduduk Desa Uwemaasi menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel

berikut ini:

26
Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Desa UwemaasiMenurut Tingkat Pendidikan.

NO Tingkat Pendidikan Jumlah

1. Tidak Sekolah 112

2. Belum Sekolah 137

3. Tamatan TK 34

4. Tidak Tamat SD 108

5. Tamat SD 168

6. Tamatan SLTP 172

7. Tamatan SLTA 281

8. Tamatan Diploma/Sarjana 128

9. Tamatan S2 4

Jumlah 1.144

Sumber Data: Desa Uwemaasi 2023

Berdasarkan tabel 4.2 di atas, terlihat bahwa tingkat pendidikan di Desa

Uwemaasi yang terbanyak adalah yang tamatan SLTA yakni sebanyak 281 jiwa.

Sedangkan yang paling rendah adalah tamatan S-2, yakni sebanyak 4 jiwa. Untuk

setingkat desa hal demikian sudah masuk dalam kategori sumberdaya manusia

yang cukup potensial untuk di kembangkan, dimana sekitar 128 adalah lulusan

sarjana dari berbagai bidang ilmu. Hal tersebut akan berdampak baik pada

keberlanjutan kehidupan sosial dan pembangunan disana di karenakan

masyarakatnya sudah banyak yang berpendidikan.

4.3.3 Mata Pencaharian Masyarakat di Desa Uwemaasi

Pada sektor mata pencaharian, hal tersebut merupakan suatu pekerjaan

yang menjadi rutinitas sehari-hari setiap manusia ataupun kelompok yang

27
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada aspek mata pencaharian

penduduk yang ada di wilayah Desa Uwemaasi, perkerjaan masyarakat cukup

variatif sebagai petani, nelayan, pedagang dan Pegawai Negeri. Untuk lebih

mudah memahami terkait dengan jenis mata pencaharian penduduk di Desa

Uwemaasi, dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Desa Uwemaasi Menurut Mata Pencaharian

NO Jenis Mata Pencaharian Jumlah Jiwa

1. Petani 289

2. Nelayan 286

3. Wiraswasta 78

4. PNS 17

5. Honorer 35

6. Perantau 265

6. Tidak/ Belum Bekerja 174

Jumlah 1.144

Sumber Data: Desa Uwemaasi 2023.

Berdasarkan tabel 4.3 di atas, maka terlihat bahwa mayoritas mata

pencaharian masyarakat Desa Uwemaasi adalah petani yakni sebanyak 289 jiwa.

Hal ini dikarenakan sejak turun temurun mata pencaharian masyarakat adalah

bertani. Sedangkan nelayan berada pada posisi kedua sebagai mata pencaharian

sampingan di Desa Uwemaasi, masyarakat tidak hanya berfokus pada pekerjaan

tetap mereka misalnya petani tidak hanya bekerja menggarap kebun semata,

melainkan sewaktu-waktu mereka turun melaut mencari ikan begitu pula dengan

nelayan.

28
Pekerjaan masyarakat di Desa Uwemaasi dapat dikatakan tidak menetap,

melihat dari peluang yang bisa mereka kerjakan. Hal demikian di sebabkan oleh

faktor alam yang berubah-ubah setiap tahunya. Pada saat musim teduh pekerjaan

akan tetap normal seperti biasanya namun apabila musim timur telah berlansung,

maka yang bekerja sebagai petani ataupun pegawai negri tetap akan turun mencari

ikan. Fakta menunjukan bahwa hampir semua masyarakat Desa Uwemaasi pandai

dalam bertani, karena hal tersebut melaut telah menjadi perkerjaan paling umum

yang dilakukan oleh masyarakat.

Selain itu juga sebanyak 265 jiwa masyarakat uwemaasi yang merantau ke

luar daerah hingga keluar negeri. Para perantau ini didominasi oleh laki-laki yang

telah berumah tangga ataupun belum. Wilayah yang menjadi tempat mereka

mencari nafkah yakni daerah Timur, yang menurut mereka lebih besar pendapatan

namun resikonya juga. Rata-rata pekerjaan yang mereka geluti yakni buruh

pabrik, tukang bangunan, tukang ojek, berdangan dan lain sebagainya.

4.4 Religi

Masuknya agama Islam di Sulawesi Tenggara, seperti di Kepulauan Buton

dibawah oleh para pedagang muslim dari Gujarat, India, dan kaum muslim

berkebangsaan Arab. Agama Islam di Buton, ternyata masuk melewati

beberapa gelombang.(a).Islam diterima secara resmi di Buton dan Muna. Ini

dimulai sejak masuknya Islam raja Buton yang keenam yang bernama La

Kilaponto. (b). meskipun Islam telah menjadi agama resmi kerajaan, namun

penataan kerajaan berdasarkan nilai-nilai Islam baru lahir pada masa sultan

29
keempat yaitu Dayanu Ikhsanuddin. (c) Gerakan Islamisasi kerajaan Buton

gelombang ketiga terjadi pada era Sultan kelima. (Zahari : 1997)

Agama adalah satu prinsip kepercayaan kepada Tuhan yang harus dimiliki

setiap manusia, karena dengan beragama manusia bisa mengenal dirinya dan

Tuhannya, dan dengan beragama manusia bisa tahu hak dan kewajibannya sebagai

makhluk yang diciptakan Tuhan. Masyarakat Desa Uwemaasi seluruhnya

memeluk agama Islam dengan keanekaragaman budaya masing-masing. Agama

dianggap sebagai media pemersatu kerukunan antar warga baik dalam berinteraksi

maupun kehidupan sehari-hari.

4.5. Adat Istiadat

Adat adalah aturan, kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu

masyarakat yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi

masyarakat pendukungnya. Di Indonesia aturan-aturan tentang segi kehidupan

manusia tersebut menjadi aturan-aturan hukum yang mengikat yang disebut

hukum adat. Adat telah melembaga dalam kehidupan masyarakat baik berupa

tradisi, adat upacara dan lain-lain yang mampu mengendalikan perilau warga

masyarakat dengan perasaan senang atau bangga, dan peranan tokoh adat yang

menjadi tokoh masyarakat menjadi cukup penting.

Pada masyarakat Uwemaasi, mengenal juga beberbagai adat sebagai

norma dalam mengatur tatanan hidup mereka yang menjadi pandangan hidup

masyarakat setempat, misalnya seperti berikut ini :

30
“Pemali duduk di bantal, nanti dapat bisul”. Bantal adalah salah satu

komponen tempat tidur yang kadang diperlukan setiap kali tidur. Sehubungan

dengan itu merupakan kebiasaan anak-anak bermain-main di tempat tidur. Bantal

diduduki dan biasanya dijadikan sebagai kudakudaan. Jika perbuatan anak

tersebut ditinjau dari segi kebersihan, anak-anak yang bermain-main di tempat

tidur kemungkinan memberikan kotoran utamanya pada bantal yang diduduki.

Dengan demikian orang yang memakai bantal tersebut pada saat hendak tidur

akan merasa terganggu tidurnya karena bau yang ditimbulkan oleh kotoran yang

ada pada bantal.

“Pemali menyapu di malam hari, nanti rejeki hilang”. Menyapu pada

malam hari dianggap sebagai suatu pekerjaan yang kurang efektif bila

dibandingkan dengan menyapu pada pagi hari dan siang hari. Pada malam hari

penerangan kurang mendukung kotorakotoran yang masih terselip di cela-cela

papan atau dinding tidak terlihat sehingga tidak tersapu. Selanjutnya menyapu

pada malam hari kemungkinan benda-benda kecil yang masih berguna akan turut

tersapu seperti paku, silet, peniti, bahkan terkadang uang logam atau emas yang

jatuh.

Ungkapan ini oleh masyarkat Buton pada umumnya memakai kata “ ayilakea

razaki artinya rejeki hilang “ kata ini dapat diartikan sebagai benda-benda yang

masih berguna atau berharga disapu hingga jatuh akhirnya hilang. Jadi dengan

hilangnya benda-benda yang dimaksud tadi dapat dikatakan rejeki hilang. Jadi

makna yang tekandung dalam ungkapan tersebut merupakan suatu nasihat yang

31
ditujukan kepada anak, khususnya bagi remaja putri agar tidak membiasakan

dirimenyapu pada malam hari karena berdampak negatif.

“ Pemali bertopang dagu, nanti cepat jadi yatim”. Bertopang dagu adalah

suatu pekerjaan yang sia-sia. Bertopang dagu sering dilakukan oleh anak-anak

maupun remajabaik itu disengaja maupun tidak sengaja. Seseorang yang

bertopang dagu dapat ditafsirkan bahwa kemungkinan orang tersebut mempunyai

masalah atau sedang menganganangankan sesuatu. Hal ini dianggap sebagai

perbuatan tidak baik oleh masyarakat.

Jika ditinjau dari segi adat, anak yang sering bertopang dagu tidak disukai

oleh semua orang yang melihatnya karena menunjukkan sikap seorang

pemalas. Ungkapan ini memakai kata “tamasimbaakea tamaelu” artinya cepat

jadi yatim agar anak-anak atau remaja dapat mengambil pengertian begitu pula

pada orang tua, orang tua akan selalu melarang jika melihat anak yang demikian

karena di samping tidak baik di lihat juga dapat memberikan penilaian yang lain

bagi orang yang sedang melihatnya.

“Pemali duduk di pintu pada waktu menjelang malam hari. nanti

ditabrak setan”. Masyarakat Uwemaasi adalah masyarakat mayoritas beragama

islam dan relatif fanatik menjalankan ajaran agamanya. Menjelang malam hari

merupakan saat-saat untuk menghadap kepada Tuhan yakni melaksanakan Shalat

Maghrib, segala bentuk aktivitas sudah dihentikan.

Orang yang duduk di pintu menjelang malam hari dapat menimbulkan

penafsiran bahwa kemungkinan orang tersebut tidak mempunyai persiapan untuk

menjalankan shalat. Bagi orang yang duduk di pintu menjelang malam hari dapat

32
pula orang menafsirkan bahwa kemungkinan sedang menantikan seseorang

ataupun sedang mempunyai masalah yang besar, walaupun kenyataannya tidak

ada. Akibat lain yang ditimbulkan orang yang duduk di pintu menjelang malam

hari adalah selain menghalangi orang yang masuk, dapat pula menyebabkan

dirinya jatuh karena tersenggol.

33
BAB V

POLA MAKAN BALITA DI DESA UWEMAASI

Pada bab ini penulis akan mendeskripsikan pola makan balita serta

menerangkan dampak dari pola makan tersebut terhap pertumbuhan balita di Desa

Uwemaasi Kecamatan Kadatua Kabupaten Buton Selatan. Untuk lebih mudah

memahaminya maka akan disajikan data berikut ini :

5.1 Pola Pola Makan Teratur

Secara umum masyarakat di Desa Uwemaasi beranggapan bahwa Pola

hidup sehat perlu untuk diterapkan sejak awal agar memberikan dampak positif

bagi tubuh. Hal tersebut sejak dini diterapkan oleh sebagian masyarakat di sana

terhadap balita. Disiplin terhadap pola makan adalah salah satu cara agar bisa

mendapatkan hidup sehat yang jauh dari penyakit.

Bila merujuk pada konsep-konsep yang telah disajikan pada bab

sebelumnya, menulis merujuk pada pola makan yang benar menurut Kementrian

Kesehatan yakni gizi seimbang mengandung komponen-komponen yang kurang

lebih sama, yaitu: cukup secara kuantitas, cukup secara kualitas, mengandung

energi, protein, vitamin dan mineral yang diperlukan untuk menjaga kesehatan

dan untuk melakukan aktifitas sehari-hari bagi semua kelompok umur dan kondisi

fisik.

Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh informan Hasnia (31

Tahun) sebagai berikut :

34
“ saya ini anakku sudah dua mi laki-laki dan perempuan, dari anak
pertamaku itu selalu saya jaga pola makannya. Karna memang saya rasa
bahwa makanan itu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
kesehatan anak. Artinya kalau kita kasih makan juga sembarang kita punya
anak pasti berdampak pada kesehatannya” (Wawancara 7 Mei 2023)
Berdasarkan ungkapan informan di atas dapat diketaui bahwa, sebagian

Ibu di Desa Uwemaasi beranggapan bahwa pentingnya makan teratur diterapkan

kepada bayi merupakan upaya untuk pencagahan penyakit terhadap balita serta

untuk mempercepat proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Informan di

atas mengatakan bahwa, Ia telah memiliki sepasang anak laki-laki dan perempuan.

Sejak anak pertamanya selalu menerapkan pola makan teratur.

Menurut Bonnie Worthington Roberts dan Williams (2000 : 47) Kebiasaan

makan dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi

ketersediaan pangan, status sosiol-ekonomi dan kesadaran akan gizi. Faktor

internal meliputi jenis kelamin, usia, citra tubuh, preferensi makanan dan tingkat

kemandirian pola mengkonsumsi makanan yang terus berubah-ubah.

Untuk lebih memudahkan dalam mengetahui terkait dengan pola makan

teratur yang diberikan kepada balita di Desa Uwemaasi, maka penulis akan

menyajikan beberapa informasi berikut ini :

5.1.1 Meberikan ASI (Air Susus Ibu) Eksklusif Pada Bayi.

Salah satu upaya untuk menjaga metabolisme dan pertumbuhan bayi dan

anak yaitu dengan meberikan ASI (air susu ibu) minimal hingga usia 6 bulan.

Pemerintah Indonesia pada 2003 sudah menerapkan wajib ASI selama 6 bulan.

Sebagaimana yang dianjurkan oleh WHO dan UNICEF juga, setelah mendapat

35
ASI eksklusif selama 6 bulan selanjutnya anak harus diberi makanan padat dan

semi padat tambahan selain ASI.

Bila merujuk Pada UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 128

disebutkan bahwa selama pemberian ASI pihak keluarga, pemerintah, dan

masyarakat harus mendukung ibu secara penuh dengan penyediaan waktu dan

fasilitas khusus. PP No 33 tahun 2012 juga menegaskan kewajiban pemberian ASI

pada bayi baru lahir.

Sebagaimna yang dikatakan oleh informan Hasnia (31 Tahun) sebagai

berikut :

“anakku yang kedua ini usianya sudah 7 bulan, dari baru lahir saya
upayakan memang untuk tidak memberikan susu formula, pokokoknya
saya kasi ASI terus. Dulukan saya melahirkan di RS Siloam Baubau
karena waktu itu suamiku masih kerja diluar daerah. Disana memang
bidan dia anjurkan saya untuk dikasi ASI saja jangan mi kasi minum susu
formula. Karna bu bidan bilang kalau dikasi ASI bayi bisa mencegah
pendarahan pasca operasi” (Wawancara 7 Mei 2023)

Berdasarkan ungkapan informan di atas dapat diketahui bahwa, Ibu Hasnia

selalu berupaya untuk memberikan ASI kepada bayinya. Beliau tidak pernah

memberikan susu formula kepada anakknya. Ia beranggapan bahwa dengan

memberikan ASI eksklusif kepada bayinya akan merangsang perkembangan dan

pertumbuhan anak lebih baik. Pengetahuan tersebut Ia dapatkan saat Ia melakukan

persalinan di RS Siloam Baubau. Beliau kemudian mendapatkan edukasi oleh

bidan terhadap manfaan memberikan ASI ekskluasif pada bayi hingga usia 6

bulan.

36
Air susu ibu dapat mengurangi perdarahan setelah melahirkan karena

terjadi peningaktan kadar oksitosin yang mengakibatkan penutupan pembuluh

darah sehingga pendarahan akan lebih cepat berhenti. Menyusui bayi juga dapat

mencegah terjadinya anemia. Pemberian ASI dapat, mempercepat pengecilan

rahim, mengurangi kemunkinan menderita kanker payudara, ekonomis, tidak

merepotkan, hemat waktu, praktis, memberikan ASI eksklusif akan memberikan

kepuasan, kebanggaan dan kebahagian yang mendalam bagi ibu, serta dapat

menjarangkan kehamilan (Roesli, 2005 :33).

Lebih lanjut Roesli (2005 :34 ) berpendapat bahwa ASI berperan sebagai

sebagai nutrisi untuk bayi, dimana ASI memiliki komposisi yang seimbang dan

sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan bayi dan merupakan makanan tunggal

yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tumbuh bayi normal hingga usia enam

bulan. Air susu ibu dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi yang dapat

melindungi dari penyakit infeksi bakteri, virus, parasit, dan jamur. Air susu ibu

eksklusif dapat meningkatkan perkembangan otak karena ASI mengandung

nutrien-nutrien khusus yang diperlukan otak bayi agar dapat tumbuh optimal. Air

susu ibu dapat meningkatkan jalinan kasih sayang yang menjadi dasar

perkembangan emosi dan membentuk kepribadian bayi.

Ketika penulis mencoba menggali lebih dalam terkait dengan pola makan

Ibu atau nutrisi yang dikomsumsi olehnya sebagian besar mengatakan bahwa

mereka banyak mengkonsumsi makanan-makanan tinggi protein seperti ikan,

kacang-kacangan, sayur-sayurran dan ikan. Sebagian juga ada yang mengatakan

37
bahwa mereka mengkonsumsi suplmen pelancar ASI ataupun susu untuk ibu

menyusui. Selanjutnya dapat dilihat pada sub judul berikut ini.

a. Ibu menyusui mengkonsusi sayur kelor

Makanan yang dikonsumsi ibu menyusui sangat berpengaruh terhadap

produksi ASI. Apabila makanan yang ibu makan cukup akan gizi dan

pola makan yang teratur, maka produksi ASI akan berjalan dengan

lancar. Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh informan Idawati (33 Tahun)

sebagai berikut:

“sejak masih mengandung saya selalu makan-makanan yang bisa


meningkatkan ASI, khususnya itu saya sering makan sayur kelor. Karna
memang dari kita punya orang tua dulu mereka yakini kalau sering makan
sayur kelor itu akan memperbanyak ASI. Alhamdulliah lancar ASI saya
konsumsi sayur kelor (Wawancara 9 Mei 2023)

Berdasarkan pernyataan informan di atas dionformasikan bahwa, sebagian

Ibu menyusui di Desa Uwemaasi, mengkonsumsi sayur kelor sebagai asupan

nutrisi untuk meningkatkan kualitas ASI. Kebiasaan tersebut secara turun temurun

telah dilakukukan oleh keluarga informan Idawati. Dengan mengkonsumsi sayur

3 kali sehari berdampak pada kuantitas dan kualitas ASI ibu menyusui. Bahkan

sebagian besar masyarakat di Desa Uwemaasi menanam pohon kelor pada

halaman rumah mereka. Sebagaimna dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

38
Gambar 5.1 :pohon kelor yang ditanan dihalaman rumah
Dokumntasi Nurmaliati, Mei 2023

Ketika peneliti mencoba berdiskusi dengan Bidan Desa Uwemaasi, dapat

diinformasikan bahwa, mereka selalu memberikan pengetahuan terhadap calon

pengentin terkait dengan hal-hal yang menyangkut dengan aspek kesehatan calon

pengantin, khususnya terhadap pemberian ASI eklsklusif pada bayi. Diantara

edukasi tersebut, Bidan desa menganjurkan juga mereka untuk mengkonsumsi

sayur kelor ataupun daun kelor untuk nutrisi penambah ASI.

Hal ini sebagaimana yang di ungkapkan informan Bidan Rahma (45

Tahun) sebagai berikut :

ASI itu kan merupakan nutrisi alamiah untuk bayi karena mengandung
makanya itu memang dibutuhkan untu kebutuhan energi, sampe dia 6
bulan pertama. Pernah dulu kita ikut pelatihan dari BKKBN Buton
Selatan, intinya pokoknya kandungan dalam kelor itu salah satu juga
nutrisi untuk menunjang banyaknya ASI. Makanya itu selalu kita ajarkan
sejak dini terkait dengan itu, malah sejak mereka masih berstatus sebagai
calon pengantin. (Wawancara 11 Mei 2023)

39
Bersasarkan penyataan informan di atas dapat dipahami bahwa,

pertumbuhan dan perkembangan bayi ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh

termasuk energi dan zat lainnya yang terkandung dalam ASI. Tanaman Kelor

diyakini sebagai bahan makanan lokal yang memiliki potensi untuk

dikembangkan dalam kuliner ibu mneyusui, karena mengandung zat yang

berfungsi meningkatkan dan memperlancar produksi ASI.

b. Ibu menyusui mengkonsumsi susu dan suplemen pelancar Asi

banyak berkembang di pasaran susu ataupun sumpelen pelancar ASI. Tidak

sedikit juga Ibu menyusui menjadi konsumen dari berbagai prodak tersebut.

Biasanya, ibu menyusui yang mengkonsumsi susu ataupun suplemen tersebut

dikarenakan minimnya kualitas ataupun Kuantitas ASI mereka. Padahal mereka

ingin memberikan ASI ekskluasif terhadap bayi mereka.

Terkait dengan penjelasan di atas senada dengan yang dikatakan informan

Nasrah (24 Tahun) sebagai berikut :

“Suamiku dia larang memang kasi susu formula untuk anakku, padahal
ASI ku ini tidak lancar. Karena memang waktu saya melahirkan itu hari
ada pendarahan, jadi sekitar 4 hari saya dirawat. Makanya ASI ku tidak
lancar. Alhamdulillah saya konsumsi suplemen pelancar ASI, baru saya
minumkan juga susu Lactamil. Lancar mi ASI ku.” (Wawancara 7 Mei
2023)

Berdasarkan pernyataan informan di atas dapat diketahui bahwa informan

Nasrah pada saat proses persalinan, terjadi pendarahan yang mengakibatkan Ia

harus mendapatkan tindakan operasi oleh Dokter Kandungan. Pasca operasi

tersebut Ia harus dirawat selama empat hari sehingg anaknya tidak diasuh

olehnya. Hal tersebut kemudian berdampak terhadap kuantitas dan kualitas ASI

nya. Namun demikian dengan dukungan dan motivasi dari suaminya Ia berupaya

40
untuk mengkonsumsi susu dan suplemen pelancar ASI. Sebagaimana dapat dilihat

pada gambar dibawah ini :

Gambar 5.2 :Suplemen Penambah ASI


Dokumntasi Nurmaliati, Mei 2023

Informan Nasrah berupaya untuk meberikan ASI eksklusif kepada

bayinya. Apabila Ia harus bepergian meninggalkan rumah, maka bayinya di asuh

oleh neneknya. Maka Ia menggunakan pompa ASI, untuk menyedot ASI nya dan

kemudian disimpan di lemari pendingin (kulkas). Olehnya itu walaupun Ia

bepergian anaknya akan terus diberikan ASI tanpa harus digantikan oleh susu

formula. Hal seresebut seperti apa yang dikatakan olehnya sebagai berikut :

“kalau saya misalnya ada tempat pergiku tetap anakku itu dikasi ASI,
karna ada neneknya yang kasi ASI itu saya pompa, ada saya beli alatnya di
tiktok. Jadi kalau semacam saya mau pergi saya pompakan memang,
sekitar 30 menitan itu adami satu botolan. Kadang juga saya stok-stok,
saya pompa memang baru saya simpan di kulkas” (Wawancara 7 Mei
2023)

Berdasarkan ungkaapan informan di atas dapat diinformasikan bahwa,

sebagian bayi usia dibawah 6 bulan yang ada di Desa Uwemaasi selalu diberikan

ASI eksklusif. Apabila sang ibu harus bepergian keluar rumah tanpa membawa

bayinya, maka Ia menggunakan alat pemompa ASI. Dengan menggunakan alat

41
tersebut bayi di Desa Uwemaasi akan terus mendapatkan ASI eksklusif walaupun

tidak bersama ibunya.

Alat pemompa ASI tersebut dapat di lihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 5.3: Pompa ASI Elektrik


Dokumntasi Nurmaliati, Mei 2023

Gambar di atas merupakan alat pemompa ASI yang digunakan untuk

menyedot ASI dari sang ibu. Alat tersebut oleh informan dibeli secara online pada

platfom tiktokshop. Informan Nasrah membelinya dengan harga Rp. 150.000.

Cara kerja alat tersebut dengan ditempelkan pada payudara sang ibu selama

kurang lebih 30 menit dan secara otomasi ASI akan mengalir ke botol

penampung.

5.1.2 Memberikan Makanan Pendamping ASI

Ibu mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembanan

Bayi dan Balita, khususnya pengetahuan ibu memiliki pengaruh kepada pola pikir

dan tingkat kepedulian untuk memberikan asupan makan yang tepat untuk

42
anaknya. Bayi dan balita masuk dalam kelompok rawan gizi di masyarakat

dimana prevalensi gizi kurang tertinggi pada bayi dan balita.

Ketika bayi telah berumur di atas 6 bulan, bayi memerlukan makanan

pendamping ASI untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Bayi usia 6 bulan ke atas

di Desa Uwemaasi, diberikan makanan pendamping ASI yang bervariatif. Mulai

dari buah-buahan, makanan instan, hingga makanan yang diolah sendari dan

kemudian dihaluskan. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh informan

Rahma (45 tahun) sebagai berikut :

“di sinikan kalau posyandu itu tiap tanggal 13, jadi kalau ibu-ibu datang
bawa anaknya selalu kita pantau perkembangan pola makannya. Inikan
salah sa tu punya pencegahan stunting. Karena desa ini juga masuk desa
locus. Variatif memang makanan yang diberikan. Ada yang kasi makan
pisang, ada SUN, ada juga yang masakan sendiri baru dihaluskan”
(Wawancara 11 Mei 2023)

Berdasarkan ungkapan informan di atas dapat diinformasikan bahwa, Desa

Uwemaasi masuk dalam desa locus stunting. Sehingga dalam upaya

pencegahannya bidan-bidan desa ditugaskan untuk memantau pola makan balita

di sana. Bidan Rahma yang merupakan bidan Desa Uwemaasi, selalu memberikan

eduksi terhadap Ibu yang merawat anaknya. Setiap tanggal 13 selalu

diselenggarakan posyandu pada ibu hamil dan juga pada balita. Sebagai mana

dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

43
Gambar 5.4: Kegiatan Posyandu di Desa Uwemaasi
Dokumntasi Nurmaliati, Mei 2023

Gambar di atas menunjukan bahwa, posyandu merupakan agenda rutinitas

yang selalu dilakukan bidan desa. Bukan cuma memberikan vaksin pada balita

ataupun ibu hamil, bidan desa juga memberikan edukasi terkait beberapa hal

diantaranya tentang makan pendamping ASI yang harus diberikan kepada bayi

usia 6 bulan ke atas.

Untuk lebih mudah memahami berbagai jenis makanan pendamping ASI

yang diberikan kepada balita, maka akan disajikan data berikut ini :

a. Memberikan buah-buahan

Memilih makanan pendamping ASI pertama bayi tentu sangat penting,

karena hal ini akan memengaruhi pola dan kebiasaan makannya kelak.Sebagian

Ibu di Desa Uwemaasi memberikan bayinya buah-buahan sebagai makanan

pertamanya. Buah-buahan bisa jadi menu pendamping ASI pertama bayi yang

tepat karena memiliki tekstur yang ringan. Bahkan ini bisa jadi pengenalan bayi

terhadap tekstur makanan, agar bayi mendapatkan nutrisi yang tepat.

44
Pisang adalah buah yang paling banyak dan sering diberikan untuk makan

pendamping ASI pertama bayi. Bukan tanpa sebab, pisang memiliki tekstur yang

pas, sedikit padat tapi tetap lembut untuk bayi. Tak hanya itu, kandungan gizi

pisang yang cukup tinggi juga menjadi alasan para ibu sehingga pisang menjadi

alternatif untuk makan yang diberikan kepada bayi. Hal ini sepertin apa yang

dikatakan informan Hasnia (31 Tahun) sebagai berikut :

“waktu anakku berumur 6 bulan, makanan pendamping ASI yang saya


berikan pertama itu adalah pisang. Karena memang kebiasaan orang di sini
juga mereka kasih makan pisang anaknya. Pisang inikan gampang dikasi
makan, tinggal digarukan sendok. Baru gampang juga dicari, banyak dijual
di pasar” ( Wawancara 7 Mei 2023)

Berdasarkan apa yang dikatakan informan di atas dapat diketahi bahwa

pisang menjadi buah pilihan untuk diberikan kepada bayi sebagai makanan

pertamanya. Teksturnya yang lembut serta cara penyajiannya yang mudah,

kemudian menjadi pilihan para ibu di Desa Uwemaasi untuk memberikan pisang

kepada bayinya. Pisang juga memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi.

Selain itu, buah berwarna kuning ini juga kaya akan vitamin C yang baik untuk

sistem kekebalan tubuh anak.

Berikut adalah gambar informan memberikan pisang kepada anakknya :

45
Gambar 5.5: Balita yang di Suapi Pisang
Dokumntasi Nurmaliati, Mei 2023

Gambar di atas menujukan, Ibu Hasniah sedang menyuapi anaknya dengan

jenis pisang susu. Ia memberikan makan anaknya tiga kali sehari. Pisang tersebut

dibelinya di pasar dan terkadang juga ada memperolehnya dari kebun orang

tuanya. Dari gambar di atas memperlihatkan bayi yang dengaan lahapnya

memakan pisang tersebut. Terkadang dalam satu buah pisang dapat dihabiskan

dengan waktu kurang lebih 30 menit.

Tentu selain memberikan pisang kepada bayi yang ada di Desa Uwemaasi,

sang ibu juga akan meberikan buah-buahan lainya seperti pepaya. Pepaya punya

kandungan serat yang tinggi dan dapat membantu melancarkan pencernaan bayi.

Buah berwarna jingga ini juga diperkaya dengan vitamin C dan vitamin A yang

cukup tinggi. Sehingga apabila diberikan kepada bayi akan menjadi asupan yang

cukup nutrisi.

46
Ketika penulis melakukan pengamatan terlibat, penulis juga ikut

memberikan bayi bauh pepaya. Bayi tersebut memakanya dengan lahap dan

cenderung dengan porsi yang banyak. Teksturnya yang lembut membuat pepaya

sangat cocok untuk menjadi makanan pendamping ASI. Kandungan air yang

cukup banyak pada buah pepaya juga mempermudah bayi yang belum bisa

mengunyah sempurna.

Terkait dengan hal tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan informan

Salma (28 Tahun) sebagai berikut :

“kalau saya punya anak dia suka makan pepaya, karna memang lembe juga
to. Tinggak dipotong-potong baru dikasi halus pake sendok. Jadi aman
dimakan anak-anak biarpun belum tumbu giginya” (Wawancara 6 Mei
2023)

Berdasarkan kutipan wawancara di atas dapat diketahui bahwa, buah

pepaya menjadi salah satu makanan pendamping ASI yang diberikan oleh ibu

kepada bayinya. Teksturnya yang lembuh serta mudah untuk mendapatkannya

menjadi alasan ibu di Desa Uwemaasi untuk memberikan buah pepaya pada

anaknya. Cara penyajiannya juga mudah cukup dikupas kulitnya, bijinya

dibersihkan, setelah itu dicuci bersih dan dipotong-potong menjadi bagian-bagian

kecil. Apabila ingin diberikan pada bayi, sang ibu tinggal menghaluskannya

dipiring dengan menggunakan sendok.

b. Memberikan bubur instan.

Salah satu bentuk makanan pendamping ASI yang telah

banyak beredar di masyarakat adalah bubur instan. Menurut SK Menteri

47
Kesehatan No. 224/MENKES/SK/II/2007 tentang Spesifikasi Teknis MP-ASI,

MPASI dalam bentuk bubur diberikan kepada anak usia 7-12 bulan. Bubur instan

yang telah ada secara komersial umumnya berbahan dasar tepung beras sebagai

sumber karbohidrat. Tingginya konsumsi beras saat ini mendorong berbagai

upaya diversifikasi pangan untuk menghindari ketergantungan terhadap satu

komoditas (Tejasari, 2003 dalam Yustiyani, 2013). Sebagai pengganti tepung

beras, Indonesia memiliki potensi sumber karbohidrat yang berasal dari serealia

lain salah satunya adalah sorgum.

Sorgum merupakan tanaman sereal pangan ketiga setelah padi

dan jagung. Namun penggunaannya sebagai bahan pangan maupun industri masih

terbatas, bahkan menurun tajam seiring ketersediaan beras yang makin mencukupi

kebutuhan dengan harga yang relatif murah. Walaupun potensi sorgum di

Indonesia cukup besar dengan beragam varietas, pengembangannya masih lamban

karena banyak masalah yang dihadapi, termasuk aspek sosial, budaya, dan

psikologis. Beras dianggap sebagai pangan bergengsi, sedangkan sorgum kurang

bergengsi (Suarni, 2016).

Produk yang dibuat dari bahan sorgum ini kemudian banyak diminati oleh

para ibu khususnya di Desa Uwemaasi untuk diberikan kepada anaknya. Saat ini

banyak beredar di pasaran berbagai produk bubur instan diantaranya SUN,

Promina, Milna, dan lain-lain. Bubur instan tersebut kemudian menjadi alternatif

untuk diberikan pada balita yang ada di sana. Kandungan gizi yang terdapat pada

48
produk tersebut dan penyajiannya yang praktis kemudian menjadikan bubur instan

menjadi makanan yang diberikan sehari-hari.

Sebagaimana yang dikatakan oleh informan Marsuna (24 Tahun) sebagai

berikut :

“untuk makananannya anakku saya kasih makan SUN, kalau rasanya saya
ganti-gantikan supaya dia tidak bosan. Kadang rasa buah, kadang rasa
ayam, pokonya saya ganti-gantikan. Kadang juga saya kasih makan
promina, tapi anakku kaya dia tidak suka begitu e. (Wawancara 10 Mei
2023)

Berdasarkan apa yang dikatakan informan di atas dapat diketahui bahwa

pemberian bubur instan berbahan sorgum, menjadi pilahan sebagian ibu di Desa

Uwemaasi untuk diberikan kepada anakknya. Informan di atas mengungkapkan

bahwa Ia memberikan bubur instan pada anakknya dengan brand SUN dan

Promina.

Ketika penulis mencoba menelusuri informasi melalui akses internet

terkait bubur instan tersebut, diperoleh data bahwa bubur instan dengan bran SUN

memiliki berbagai varian rasa, seperti aneka buah, varian ayam, dan varian

daging. Sedangkan Promina merupakan produk berbentuk biskuit yang cara

penyajiannya diseduh dengan air hangat. Hal tersebut sebagaimana dapat dilihat

pada gambar di bawah ini.

49
Gambar 5.6: Aneka Makan Bayi Brand SUN
Dokumntasi @sunindonesia Instagram, Mei 2023

Gambar diatas merupaka gambar yang diambil dari akun instagram SUN.

brand tersebut tersedia dalam 6 varian rasa yakni ; Kurma dan susu, kacang hijau,

aneka buah (jeruk,apel, dan pisang), ubi ungu, ayam kampung, beras merah,

browkoli, dan pisang susu. Produk tersebut juga banyak diberikan kepada balita

yang ada di Desa Uwemaasi.

5.1.3 Kreasi Dalam Menyajikanan.

Dalam memberikan makanan kepada balita, terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi seorang Ibu yaitu antara lain enak, menyenangkan, tidak

membosankan, berharga murah, serta mudah didapat dan diolah. Sebagaimna

yang diungkapkan oleh informan Salma (28 tahun) sebagai berikut :

“anakku yang pertama usianya sudah 3 tahun 4 bulan, yah namanya anak-
anak inikan agak susah kalau kita mau kasih makan secara teratur.
Makanya pintar-pintarnya mi dari kita orangtua ini mau kasih makan
mereka. Kalau saya siasati biasanya saya kasih makanan itu yang enak tapi

50
sehat baru menu saya ganti-ganti supaya mereka tidak bosan (Wawancara
6 Mei 2023)
Seperti apa yang telah dikatakan informan di atas, dapat diinformasikan

bahwa sebagaian Ibu di Desa Uwemaasi selalu berupaya untuk memeberikan

makanan kepada anakknya dengan cara menginovasi menu-menu makanan.

Makan tersebut disajikan dengan rasa yang enak tapi tetap mengutamakan nilai

gizi yang terkandung didalamnya. Hal serupa juga sejalan dengan apa yang

dilakukan informan lainnya sebagaimana yang dikatakan oleh informan Nasrah

(24 Tahun) sebagai berikut :

“kalau saya punya anak pertama ini dia suka makan telur mata sapi. Jadi
saya suka gorengkan telur tidak pake masako. Jadi saya goreng itu saya
pake saja blueband saja. Kemudian saya kasi pake cetakan karakter jadi
telur itu dia berbentuk menyerupai cetakannya. Itu mi yang buat anakku
nafsu makan” (Wawancara 7 Mei 2023)
Berdasarkan apa yang dikatakan informan di atas dapat diketahui bahwa

Tampilan makanan merupakan hal yang berkontribusi paling besar terhadap nafsu

makan balita. Nasrah menggoreng telur dengan menggunakan cetakan karakter

dan kemudian diberikan toping bawang goreng ataupun kecap manis.Penyajian

makanan sehat yang kreatif ternyata sangat bermanfaat untuk mendorong selera

makan balita. Sebagai dampaknya, nilai gizi dalam hal ini sering tidak dijadikan

prioritas utama untuk pemilihan makanan.

Sebagaimana informan yang lain, informan Hasnia juga berkreasi dalam

menyajikan makanan untuk anakknya. Ia menggukana piring karekter dalam

menyajikan makanan untuk anakknya. Sehingga ada ruang-ruang terpisah untuk

51
menata nasi beserta lauknya. Sebagaimana dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Gambar 5.7: Piring karekter yang digunakan balita


Dokumntasi Nurmaliati, Mei 2023

Gambar di atas menujukan piring makan khusus yang diberikan kepada

balita. Di atas piring tersebut disajikan makanan yang terdiri dari nasi, sayuran,

dan aneka lauk pauk lainnya. Dengan penyajian seperti itu akan menambah nafsu

makan dari balita. Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh informan Hasnia

(31 Tahun) sebagai berikut :

“kalau anakku yang pertama ini kalau makan piringnya khusus saya
pakepan. Kaya ompreng begitu e, hanyakan plastik toh baru ada gambar-
gambarnya. Namanya juga anak-anak ini lah kalau mereka mau makan ini
banyak maunya. Jadi kalau semisalkan ada piring khususunya kaya dia
semangat mau makan (Wawancara 7 Mei 2023)
Berdasarkan apa yang dikatakan informan di atas dapat di terangkan

bahwa, informan Hasnia, dalam menyajikan makanan kepada anakknya Ia menata

52
pada piring khusus berkarakter gambar kartun. Hal tersebut kemudian menambah

nafsu makan si balita. Dengan sekat-sekat yang ada pada piring sehingga menu

makanan yang disajikan dapat tertata dengan rapi.

5.2 Pola Makan Tidak Teratur

Pola hidup sehat perlu diterapkan sejak awal agar memberikan dampak

positif bagi tubuh. Banyak hal yang tanpa disadari dilakukan kepada balita justru

jauh dari kebiasaan pola hidup sehat. Misalnya, malas mengajak anak untuk

melakukan aktivitas fisik karena sudah dalam zona nyaman, mengonsumsi

makanan cepat saji karena terbatasnya waktu, terlalu banyak bergadang karena

pekerjaan atau bahkan hal yang tidak penting, adalah beberapa contoh pola hidup

yang tidak sehat yang terkadang kita tidak sadari lakukan.

Berikut akan di sajikan beberapa data terkait dengan pola makan tidak

teratur :

5.2.1 Mengantikan ASI dengan Susu Formula

Susu formula atau susu botol merupakan susu sapi yang susunan

nutrisinya diubah menyerupai ASI sehingga dapat diberikan kepada bayi. Untuk

memilih susu formula, maka diharapkan diperhatikan kandungan gizinya yang

tertera pada kemasan. Susu formula yang beredar dipasaran bermacam- macam

jenisnya, ada yang mengandung Omega 3, DHA, AA/ARA, prebiotik FOS,

laktoferin dan laktulosa dan lain-lain.

Sebagian ibu di Desa Uwemaasi tidak memberikan ASI kepada anaknya

tetapi gigantikan dengan susu formula. Tentunya hal tersebut dilandasi beberapa

53
hal, mulai dari kuanititas ASI yang minim hingga sibuknya sang ibu sehingga

tidak sempat untuk memberikan ASI kepada anaknya. Hal ini selanjutnya dapat

dicermati dalam kutipan wawancara berikut ini yang dikatakan oleh informan Wa

Ati (43 tahun) sebagai berikut :

“saya ini saya mengejar di SD, inikan anakku yang ke empat yang bayi ini.
Jadi ada kaka-kakanya yang jaga dirumah. Itu mi saya belikan susu SGM
untuk dikasi. Yah namanya juga dijaga kakanya ini kadang-kadang tidak
teratur juga kalau dikasi susu. (Wawancara 11 Maret 2023)
Berdasarkan apa yang dikatakan informan di atas dapat diketahi bahwa,

informan Wa Ati berprofesi sebagai guru di SDN 1 Kadatua. Sehari-hari anak

bayinya di asuh oleh kakaknya. Sehingga ketika Ia berangkat untuk bekerja, bayi

tersebut terkait dengan pola makannya akan diberikan susu formula dengan brand

SGM. Ia pun mengakui bahwa bayi tersebut diberikan susu formula secara tidak

teratur. Apalagi terkait dengan makanan tambahan yang diberikan.

Diketahui bahwa, dalam penyajian susu formula terdapat petunjuk

penyajiannya pada kemasan seperti yang dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 5.8: Petunjuk penyajian susu formula


Dokumntasi @SGM Instagram, Mei 2020

54
Berdasarkan gambar di atas menunjukan bawah saran penyajian yang

dianjurkan untuk membuat susu dengan perbanginyan satu sendok takar

berbanding dengan 30 ml air hangat. Kemudian susu tersebut tidak boleh lagi

diberikan 2 jam setelah diseduh. Selain itu juga cara penyajiannya dengan

menyeduh air terlebih dahulu sesuai takaran susu yang akan dibuat. Selanjutnya

baru memasukan susu kedalam botol bayi.

Ketika penulis menanyakan terkait dengan tahapan penyajian tersebut

kepada informan, penulis mendapatkan informasi bahwa umumnya mereka tidak

mengikuti saran penyajian yang tertera pada kotak susu. Informan cenderung

melakukan cara-cara yang praktis. Misalnya seperti memasukan susu tidak

menggunakan sendok takar, memasukan susu terlebih dahulu kemudian

memasukan air hangat. Bahkan jika susu sudah melewati batas waktu yang

ditemtukan untuk dikomsumsi mereka tetap memberikan kepada bayi.

Terkait dengan hal ini sejalan dengan pernyataan informan Sridevi (19

tahun) sebagai berikut :

“kalau mamaku dia lagi keluar, baru saya tidak kuliah saya mi yang jaga
saya punya ade. Susunya itu saya bikin saja, saya kira-kirakan saja kalau
sa mau bikin. Baru kalau belum habis saya simpankan kalau dia mau lagi
baru saya kasikan” (Wawancara 11 Mei 2023)
Kutipan wawancara di atas menujukan bahwa, adanya penyajian susu

formula yang diberikan kepada sang bayi tidak sesuai dengan petunjuk penyajian.

Sreidevi adalah pertama dari Ibu Wa Ati dan sedang melanjutkan pendidikan

strata 1 (S1) di Universitas Dayana Ikhasanuddin Baubau. Sridevi mengatakan

bahwa apabila Ia sedang libur kuliah maka Ia yang mengasuh adik bungsunya

55
bersama kedua adiknya yang lain. Akan tetapi ketika penulis menanyakan terkait

dengan cara penyajian susu formula yang sesuai dengan petunjuknnya Ia tidak

mengetahuinya.

Hal yang lebih fatal adalah berdasarkan informasi dari saran penyajiannya,

susu formula tidak boleh lagi di konsumsi 2 jam setelah disajikan dan disarankan

dibuang. Akan tetapi informasi yang diperoleh di lokasi penelitian mereka tetap

memberikan susu formula walaupun sudah melewati batas waktunya. Mereka

berpersepsi bahwa akan mubazir bila susu formula yang sudah disajikan akan

dibuang. Sehingga walaupun sudah berjam-jam susu tersebut akan tetap

diberikan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Naney (2019) dilaporkan

bahwa bayi yang mendapatkan susu formula lebih banyak yang mengalami

peningkatan yaitu 27 bayi (90%) dan yang berat badan tidak meningkat 3 bayi

(10%). Namun demikian terjadi apabila cara penyajiannya dilakukan sesuai

dengan petunjuk yang tertera. Apabila cara yang salah yang dilakukan tentu akan

berdapak terhadap perncernaan sang bayi bahkan akan terjadi alergi pada kulit.

5.2.2 Balita Makan Sambil Bermain Handphone / Gadget

Idealnya orang tua perlu membuat jadwal makan pada anak yang sesuai

dengan kebutuhan pola makan anak. Tetapkan waktu kapan anak akan sarapan,

makan siang, atau makan malam. Ini juga berlaku untuk makan selingan. Orang

tua harus mampu mengajarkan anak bahwa pada waktu-waktu makan tersebut, ia

56
tidak boleh memainkan handphonenya. Namun, jika ia sudah selesai makan, ia

boleh melanjutkan permainannya.

Saat anak bermain game di handphone, ia mungkin tampak lebih banyak

memasukkan makanannya ke dalam mulut. Namun, ini sebenarnya tidak seperti

yang Mums lihat. Sebaliknya, membiarkan anak bermain game saat makan justru

akan menghambat proses makan dan mengurangi kualitasnya.

ketika balita tidak mau makan dan memilih berlarian, saat disodorkan

handphone/ gadget, mereka seperti terhipnotis untuk duduk manis dan menatap

layar gadget dengan tenang. Mulut mereka pun akan otomatis terbuka, ketika akan

disuapi makanan sehingga menyuapinya pun jadi mudah. Akhirnya makan sambil

main gadget pun menjadi kebiasaan anak sehari-hari.

Hal ini seperti yang terjadi pada informan Nurmala (23 Tahun)

sebagaimana yang dikatakannya berikut ini :

“Kalau saya kasi makan anakku ini setegahmati, maunya mau lari-lari,
lompat-lompat. Susahnya dia makan e. tapi kapan sudah dikasi Hp tidak
pindah-pindah mi dari tempat duduknya. Tinggal sa suruh buka-buka
mulutnya. (Wawancara 9 Mei 2023)

Berdasarkan ungkapan informan di atas dapat di informasikan bahwa,

degan memberikan balita gedget kemudian akan membuat balita tersebut

menghentikan aktivitas fisiknya. Ia akan fokus bermain game ataupun menonton

film pada gadget tersebut. Sehingga Sang ibu bisa dengan mudahnya menyuapi

anaknya yang sedang fokus dengan gadgetnya. Padahal, cara membujuk dengan

memberi gadget agar anak mau makan tidak disarankan karena hanya sebagai

57
solusi sesaat dan bukan jangka panjang. Apalagi di bawah usia dua tahun, anak-

anak idealnya belum boleh dikenalkan pada gadget.

5.2.3 Balita lebih Sering Makan Jajanan

Definisi jajanan adalah makanan atau minuman yang disajikan dalam

wadah atau sarana penjualan di pinggir jalan, tempat umum atau tempat lain, yang

terlebih dahulu sudah dipersiapkan atau di masak di tempat produksi, dirumah,

dan ditempat berjualan. Makanan tersebut langsung dimakan atau dikonsumsi

tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (Adriani, 2012).

Balita di Desa Uwemaasi laju dan pertumbuhannya relative tetap, akan

tetapi mengalami ada yang perkembangan yang luar biasa secara kognitif,

emosional dan sosial, namun ada juga yang sebaliknya dimana perkembangannya

cukup lambat. Kehidupan balita pada periode ini merupakan persiapan bagi

kebutuhan-kebutuhan fisik dan emosional yang timbul akibat dorongan

pertumbuhan sebelum masuk sekolah

Pada umumnya balita di Desa Uwemaasi pernah bahkan sering membeli

jajanan yang dijual di sekitar rumah mereka ataupun pada penjual keliling, tanpa

menyadari bahwa sebagian pangan jajanan yang dikonsumsi itu kelak dapat

membahayakan kesehatan tubuhnya dan kondisi tersebut diperparah dengan cara

penjualan yang tidak semestinya yaitu di tepi jalan yang relative terbuka sehingga

rawanter cemar oleh mikroorganisme yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

58
Hal ini sebagaimna yang dikatakan oleh informan Rahma (45 Tahun)

sebagai berikut :

“Ibu-ibu disini sudah sering kita sampaikan untuk tidak kasi biasa jajan
anak-anaknya. Hanya itu mi anak-anak ini kalau sudah liat makanan di
kios atau penjual somay yang lewat maunya mrka beli juga. Padahal
bahaya memang sering-sering makan jajan begitu” (Wawancara 11 Mei
2023)
Berdasarkan kutipan wawancara di atas dapat diketahui bahwa, pada saat

jadwal posyandu di Desa Uwemaasi, Bidan di sana selalu menghimbau kepada

orang tua untuk tidak membiasakan balitanya untuk sering mengkonsumsi

jajanan. Akan tertapi hal tersebut tidak dihiraukan oleh sebagian masyarakat

disana. Selanjutnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 5.9: Balita yang sedang makan jajanan sambil bermain


handphone
Dokumntasi Nurmaliati, Mei 2023

Gambar di atas menunjukan balita yang sedang memakan jajanan sambil

bermain handphone/gadget. Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh informan

Nurmala (23 Tahun) sebagai berikut :

59
“anakku ini paling hobi jajan, masalhnya kasian kalau tidak diikuti juga
maunya hanya dia mengamuk. Yah jadi hari-hari itu pasti mi dia jajan.
Apalagi sambil dia main hp” ( Wawancara 9 Mei 2023)
Berdasarkan ungkapan informan di atas diketahui bahwa, sebagian ibu di

Desa Uwemaasi, selalu memberikan anaknya makan jajanan. Kebiasaan ini

muncul karena ketidak mampuan ibu untuk menangani anakknya pada saat

anaknya menangis. Padahal balita merupakan salah satu kelompok yang rawan

mengalami gizi kurang diantara penyebabnya ialah asupan makanan yang kurang

seimbang serta rendahnya pengetahuan orang tua. Sehingga balita dengan pola

makan yang tidak seimbang cenderung memiliki status gizi yang kurang baik.

60
BAB VI

DAMPAK POLA MAKAN YANG DIBERIKAN TERHADAP


PERTUMBUHAN BALITA DI DESA UWEMAASI

Pada bab sebelumnya telah diuraikan terkait dengan pola makan balita

yang ada di Desa Uwemaasi Kecamatan Kadatua. Pola makan tersebut kemudian

berdampak terhapat pertmubuhan balita. Apabila pola makan yang baik yang

dilakukan maka hasilnya akan positif. Namun apabila pola makan tidak teratur

yang dilakukan maka akan berdampak negatif pada pertumbuhan balita.

Untuk itu akan disajikan data sebagai berikut :

6.1 Dampak Pola Makan Teratur

Makanan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan

manusia.Makanan menyediakan nutrisi dan memberikan energi bagi tubuh.

Nutrisi

menyediakan energi dan zat pengatur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,

pengembangan, dan pemeliharaan tubuh yang sehat. Makanan yang dikonsumsi

sehari-hari apabila mengandung zat gizi lengkap dan berimbang dapat

menumbuhkan konsumsi pangan yang berkualitas Pola konsumsi makanan sehat

atau yang biasa dikenal dengan istilah Pangan Beragam, bergizi, seimbang dan

aman.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Uwemaasi selama

bulan Mei tahun 2023, penulis mendapatkan informasi bahwa balita yang

diberikan makanan yang bergizi, seimbang, dan aman cenderung memiliki

61
pertumbuhan yang cepat. Balita tersebut juga memiliki postur tubuh yang ideal,

serta aktivitas fisik yang baik.

Untuk dapat lebih mudah mengetahui tentang dampak yang terjadi dari

pola makan teratur terhadap pertumbuhan balita maka akan disajikan data sebegai

berikut :

6.1.1 Balita Cenderung lebih Sehat dan Aktif

Penulis mengamati pertumbuhan balita yang ada di Desa Uwemaasi lebih

sehat dan aktif dibandingkan dengan anak-anak yang mengalami gizi buruk.

Kebiasaan makan yang diberikan kepada balita merupakan pandangan orang tua

terdahap makanan, meliputi kepercayaan, sikap serta pemilihan dalam

mengonsumsi makanan yang diperoleh secara terus menerus. Kebiasaan makan

mulai terbentuk pada dua tahun awal usia anak, dan berpengaruh pada tahun-

tahun selanjutnya.

Berdasarkan hal tersebut sebagaimana yang dikatakan oleh informan

Hasnia (31 Tahun) sebagai berikut :

“Alhamdulillah anakku dua-duanya sehat-sehat kasian. Karena memang


saya upayakan tersrus dari masi bayi saya kasi Asi eksklusif. Kemudian
makannya juga saya atur memang tidak kasih makan sembarang. Jadi kaya
berat badanya ideal kasian mereka tidak kecil karena memang kasian
bapanya tidak tinggi memang” (Wawancara 7 Mei 2023)
Berdasarkan ungkapan informan di atas dapat diketahui bahwa,

pertumbuhan anak informan Hasnia cenderung baik. Padahal suami dari Ibu

Hasniaya memiliki posstur tubuh yang tidak ideal dan cenderung pendek yakni

tinggi badannya158 cm dan beratnya 65 kg. sehingga ada kekhawatiran genetik

62
tersebut akan tersalurkan kepada anak-anaknya. Namun dengan memberikan pola

makan yang teratur hasilnya kedua anaknya mengalami pertumbuhan yang baik.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis, kebiasaan makan anak dapat

dipengaruhi oleh multifaktor, salah satu faktornya adalah peranan pengetahuan

ibu.

Pengetahuan ibu berpengaruh terhadap macam bahan makanan yang dikonsumsi

anggota keluarga setiap harinya, terutama pada anak. Ada pula faktor

ekonomi seperti terbatasnya kemampuan suatu keluarga dalam pengadaan

kebutuhan konsumsi makanan anggota keluarga. Faktor-faktor tersebut

pada akan dapat mempengaruhi seseorang dalam memilih makanan dan kebiasaan

makan tersebut memempengaruhi kecukupan gizi seimbang.

Ada beberpa hal yang terjadi akan terjadi apa bila pertumbuhan balita

sehat. Selanjutnya akan disajikan pada data berikut ini :

a. Selera makan makan balita baik

Selera makan adalah suatu masalah yang komplek terjadi pada setiap balita

dan anak-anak. Namun hal ini sering sekali dan cenderung sekali dialami pada

balita yang sedang mengalami masa pertumbuhan. Agar masa pertumbuhannya

tidak terganggu dan tidak mudah terserang penyakit. Selera makan adalah masalah

yang paling umum di masyarakat awam ketika keadaan yang terjadi tidak dapat

ditangani.

Sebagaimna yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, adanya kreasi

pada makanan yang disajikan pada balita ternyata berdampak pada selera makan

63
balita. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, sebagian balita yang ada

di Desa Uwemaasi selera makannya akan bertambah apabila disajikan makanan

yang mereka sukai. Setidaknya mereka akan makan teratur 3 kali dalam sehari.

Terkait dengan hal itu sebagaimana yang dikatakan informan Salma (28

Tahun) sebagai berikut :

“alhamdulillah saya punya anak ini makannya bagus. Kalau waktunya


makan kita makan sama-sama. Pengaruh juga kita kasikan makanan yang
mereka suka dant baru sa bikinkan makanan itu kasi menarik tampilannya.
Akhirnya kalau nafsu makannya meningkat” (Wawancara 6 Mei 2023)
Berdasarkan ungkapan informan di atas dapat diinformasikan bahwa,

balita di Desa Uwemaasi selera makannya akan meningkat apabila mereka

disajikan makanan yang mereka sukai. Tentu makanan tersebut juga merupakan

makanan dengan nilai gizi yang cukup. Artinya meraka tidak diberikan makanan

cepat saja dengan bumbu-bumbu yang tidak baik untuk kesehatan anak.

Menurut Kumala (2005) selera makan adalah keinginan untuk makan

makanan, merasa lapar dan meyukai makanan tertentu. Pertumbuhan dan

perkembangan balita merupakan suatu hal yang perlu mendapat perhatian besar.

Hal ini karena pada masa balita merupakan masa dengan pertumbuhan yang

sangat pesat dan kritis, biasanya dikenal dengan istilah golden age atau masa

emas. Anak usia balita akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan terutama

pada fungsi bahasa,kognitif, dan emosi. Untuk menunjang pertumbuhan dan

perkembangan tersebut, asupan nutrisi dari makanan merupakan salah satu faktor

yang berperan penting bagi seorang anak

b. Balita Lebih Aktiv dan Lincah

64
Pada masa pertumbuhan anak, perkembangan keaktifan atau

perkembangan motorik sangatlah penting dan mendasar bagi kelanjutan

perkembangan anak ke tahap selanjutnya. Perkembangan tersebut didasarkan atas

kematangan yang ada pada waktu lahir, menjadi gerakan yang terkoordinasi.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, ada perbedaan

pergembarang gerak atau mortorik balita yang berdampak dari status gizi yang

diberikan. Umumnya balita yang memiliki status gizi yang baik lebih aktf dan

licah. Mereka cenderung bermain bersamas-sama teman sebaya artinya

kemampuan hubungan sosial yang mereka miliki lebih dini sudah dimiliki.

Hal tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 6.1 : anak-anak dan balita bermain bersama


Dokumntasi Nurmaliati, Mei 2023

Gambar di atas menunjukan anak-anak serta balita yang ada di Desa

Uwemaasi sedang bermain besama-sama. Kemampuan motorik anak dapat

tumbuh dan berkembang secara baik apabila anak mempunyai pengalaman gerak

65
yang beraneka macam. Balita yang ada di Desa Uwemaasi dapat memperoleh

pengalaman gerak yang beraneka macam apabila kebutuhan gizinya terpenuhi.

Balita dengan gizi yang baik akan terlihat lincah, aktif dan selalu bersemangat

dalam mengikuti berbagai aktivitas sehingga memmpengaruhi perkembangan

motorik anak.

Sebagaimna yang dialami oleh beberapa informan yang lain, hal serupa

juga dialami oleh informan Idawati. Idawati memiliki tiga orang anak, anak

pertamanya berusia 5 tahun, anak kedua berusia 3 tahun, dan anak ketiga berusia 6

bulan. Anak-anak beliau cenderung aktif dalam beraktivitas dan bermain. Mereka

lebih menonjol dari anak-anak seusianya. Bahkan menurut penuturan beliau anak

pertama dan keduanya sudah bisa jalan di usia 15 bulan. Hal ini sebagaimana

yang dikakannya sebagai berikut :

“anakku yang pertama dia jalan umur 15 bulan. Kalau yang kedua malah
lebih cepat dia, waktu itu 14 bulan dia bisa mi jalan kasian. Memang ada
penegaruhnya juga makakanan yang kita kasikan ini. Barukan dikampung
ini ada tukang urut bayi to. Jadi sa suka juga bawa mereka pergi
mengurut”(Wawancara 9 Mei 2023)
Berdasarkan ungkapan informan di atas dapat di ketahui bahwa ada

hubungan antara makanan dengan kesehatan balita. Informan Hasnia mengatakan

bahwa kedua anaknya dapat berjalan di usia 15 bulan dan 14 bulan. Selain dengan

berikan asupan nutrisi yang baik serta pola makan yang teratur anak-anaknya juga

sering diurut oleh tukang urut anak yang ada dikampungya.

Bila merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh (Almatsier, 2009).

Menginformasikan bahwa sejak tahun 1970 para pembuat kebijakan

66
pembangunan di dunia menyadari bahwa arti makanan lebih luas dari sekedar

untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan saja. Kecukupan gizi dan pangan

merupakan salah satu faktor terpentinng dalam mengembangkan kualitas sumber

daya manusia,hal mana merupakan faktor terpenting dalam keberhasilan

pembangunan suatu bangsa. Dalam hal ini gizi ternyata sangat berpengaruh

terhadap kecerdasan dan produktivitas kerja manusia. Agar perencanaan

peningkatan status gizi penduduk dapat dilakukan dengan baik,semua aspek yang

berpengaruh perlu dipelajari, termasuk pengaruh konsumsi makanan terhadap

status gizi balita.

6.1.2 Hubungan Emosional Balita dan Orang Tua Lebih Erat

Ikatan antara ibu dan anak merupakan hal yang sangat penting ditahun

pertama kelahiran bayi karena ibu dan bayinya secara naluriah memiliki keinginan

untuk membentuk suatu keterikatan. Secara biologis, bayi yang baru lahir diberi

kelengkapan untuk memperoleh perilaku keterikatan dengan ibunya.

Beerdasarkan hasil penelitian Bowlby (dalam puspita : 2019)melaporkan bahwa

perilaku awal bayi sudah diprogram secara biologis. Reaksi seorang bayi dengan

tangisan dan senyumannya akan mendatangkan reaksidari ibu untuk memberikan

perlindungan yang dibutuhkan oleh anak, dan proses ini akan terus berlanjut

selama ibu dan bayinya bersama.

Hal serupa di atas juga ditemukan pada lokasi penelitian, dimana terdapat

beberapa balita yang secara emosional cenderung lebih tenang saat berada

bersama orangtuanya. Dalam setiap tingkah laku balita terdapat dua macam figure

67
lekat atau objek lekat yaitu pengasuh lekat utama (ayah dan ibu) dan pengasuh

lekat pengganti (nenek-kakek, tetangga maupun saudara dekat). Berdasarkan hasil

pengamatan interaksi yang terjadi juga antara anak dan orangtua lebih baik. Hal

serupa juga seperti yang dikatakan oleh informan Salma (28 Tahun) sebagai

berikut :

“anakku ini dari kecil sa kasi ASI dia, jadi pokokoknya siang malam sama-
sama saya terus. Akhirnya kaya dia dekat begitu e, kalau semacam dijaga
sama neneknya kaya dia manja. Baru kalau saya kasitau secamam dia
mengerti juga yang sa bilangkan. Saya juga sa mengerti juga apa yang dia
mau” (Wawancara 6 Mei 2023)
Berdasarkan kutipan wawancara di atas dapat dianalisis umunya orang tua

di Desa Uwemaasi mendapat tanggung jawab untuk mendapampingi anak apalagi

anak usia balita untuk belajar dirumah. Setiap orangtua yang mendampingi anak

nya belajar dirumah akan merasakan bagaimanamenjadi guru untuk anaknya

sendiri, bagi orang tua yang tetap harus bekerja adalah kapan waktu untuk

mendampingi anak saat ditinggal bekerja.

Ikatan emosional anak dengan orang tua khususnya ibu memiliki

kedekatan, apabila seorang ibu yang bekerja menggunakan waktu sebaik-baiknya

dengan selalu mengetahui perkembangan anak, memantau aktivitas anak sehari-

hari, memberi kasih sayang yang penuh terhadap anak, dan berkomunikasi setiap

waktu setelah ibu pulang bekerja, maka akan berkesan positif pada perkembangan

emosional anak-anak.

Hal tersebut sebagaimana yang di katakan oleh informan Idawati (33

Tahun) sebagai berikut :

68
“hari-harikan kan saya ke kebun, jadi anakku saya kasih tinggal dirumah.
Tapi kalau waktu makan selalu saya upayakan pulang makan dirumah
supaya kita makan sama-sama. Jadi anak-anakku lebih dekat begitu
maksudnya sapaya kita sama-sama terus” (Wawancara 9 Mei 2023)
Berdasarkan ungkapan informan di atas dapat diketahui bahwa, keseharian

Ibu Idawati adalah berkebun. Namun demikian setiap waktu makan Ia berupaya

untuk makan bersama anak-anaknya. Hal itu kemudian menjadil hubungan

emosialnya dengan anak-anaknya. Ibu di Desa Uwemaasi mengharapkan dalam

kehidupan sosial anak-anak mereka untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan

tingkat pencapaian perkembangan seperti, moral agama, sosial dan emosi.

Penanaman emosi yang tepat akan membentuk karakter anak yang kuat

dan dapat memahami dan mengendalikan emosi sesuai dengan keadaan di

lingkunganya. Semua capaian perkembangan anak tentu saja tidak terlepas

dari peranan orang tua dalam menanamkan pembiasaan-pembiasaan yang

baik, adanya perhatian yang diberikan kepada anak bertujuan agar anak-anak

memiliki perilaku yang sesuai dengan apa yang diharapakan muncul pada diri

anak sebagai bekal anak untuk menghadapi kehidupan di masa akan datang.

6.2 Dampak Dari Pola Makan Tidak Teratur

Permasalahan terhadap pola makan pada umumnya terjadi pada usia balita,

karena kesalahan cara pemberian makan selama bayi. Berbagai masalah

menyebabkan anak kehilangan selera makan atau kurang nafsu makan. Di lain

pihak, usia balita memiliki lingkungan dan ruang gerak yang semakin luas,

sehingga mudah terpajan terhadap kuman atau penyebab penyakit lainnya dan

anak sering sakit, misalnya penyakit infeksi, infestasi cacing, dan lain-lain. Di

69
samping itu, antara masing-masing anak terdapat perbedaan perilaku dalam

mengkonsumsi makanan, yang mungkin dapat terlihat sejak usia dini.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan makan penulis menarik

asumsi bahwa, adanya kebiasaan makan tidak teratur pada balita berdampak

terhadap pertumbuhan dan psikologisnya. Balita dengan status gizi kurang

cenderung memiliki perilaku pemberian makan yang kurang. Pada balita pola

makan tidak teratur berdampak terjadi pertumbuhan dan perkembangan anak yang

menyebabkan anak mudah sakit dan kekurangan gizi. Perkembangan kemampuan

berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan

sangat cepat dan menjadi landasan perkembangan berikutnya.

Terkait dengan dampak yang ditimbulkan dari pola makan tidak teratur

makan penulis akan menyajikan data sebagai berikut :

6.2.1 Adanya Stunting

Bila merujuk pada pernyataan Khoirun (2015:1) stunting dapat

diasumsikan sebagai penggambaran dari status gizi kurang yang bersifat kronik

pada masa pertumbuhan dan perkembangan sejak awal kehidupan. Banyak faktor

yang dapat menyebabkan terjadinya stunting pada balita seperti karakteristik

balita maupun faktor sosial ekonomi.

Berdasarkan SK Bupati Buton Selatan Nomor 170 tahun 2022, di

Kabupaten Buton Selatan menetapkan ada 29 desa yang menjadi lokus stunting

yang tersebar di 7 kecamatan. Di antara desa-desa tersebut, Desa Uwemaasi

menjadi salah satu desa yang menjadi lokus stunting.Hal ini sebagaimana yang

70
dikatakan kepala Desa Uwemaasi Bapak La Ode Nafaruddin (56 Tahun) sebagai

berikut :

“kalau berdasarkan informasi dari BKKBN katanya di sini ada yang


stunting 1 orang. Saya juga ini kurang paham sebenarnya, makanya kaget
juga waktu diinformasikan. Makanya kita dari Desa Uwemaasi ini sudah
mengangarkan juga untuk upaya pencegahan stunting” (Wawancara 5 Mei
2023)
Berdasarkan pernyataan informan di atas dapat diinformasikan bahwa, di

Desa Uwemaasi terdapat 1 orang balita yang mengalami gejala stunting. Informasi

tersebut di perolehnya dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Nasional (BKKBN). Tanda-tanda tersebut dilihat dari pertumbuhan anak yang

lambat serta mengalami tubuh yang kerdil. Olehnya itu melalui pemerintah desa,

mereka telah menggangarkan untuk memberikan bantuan terhadap balita yang

didistribusikan melalui Posyandu.

Masa balita merupakan periode yang sangat peka terhadap lingkungan

sehingga diperlukan perhatian lebih terutama kecukupan gizinya. Masalah gizi

terutama stunting pada balita dapat menghambat perkembangan anak, dengan

dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya seperti

penurunanintelektual, rentan terhadap penyakit tidak menular, penurunan

produktivitas hingga menyebabkan kemiskinan dan risiko melahirkan bayi dengan

berat lahir rendah (UNICEF, 2012; dan WHO, 2010).

Berdasarkan informasi tersebut selanjutkan penulis mencoba menelusuri

terkait dengan keberadaan balita dengan gejala stunting tersebut. Penulis

kemudian mendatangi kediaman orangtuanya. Balita tersebut merupakan anak

71
dari pasangan La Egen dan Wa Jahara. Bapak La Egen sehari-hari bekerja sebagai

nelayan dengan teknik memancing. Tentunya sehari-hari pendapatannya tidak

menentu, apalagi pada saat cuaca sedang tidak bersahabat. Sehingga sejak Wa

Jahara sedang hamil Ia kurang mendapatkan asupan gizi yang cukup.

Pada saat persalinannya Wa Jahara menggunakan jasa dukun beranak

dikampungnya. Ia melakukan proses persalinan secara normal dengan berat badan

bayi 2,1 Kg dan tinggi badannya 42 Cm. Status ekonomi yang rendah dianggap

memiliki dampak yang signifikan terhadap kemungkinan anak menjadi kurus dan

pendek.

Sejalan dengan penjelasan di atas sebagaimana yang dikatakan oleh

informan Wa Jahara (24 Tahun) sebagai berikut :

“waktu lahir dulu anakku beratnya 2,1 kg dan tingginya 42cm. memang
kasian dari sa hamil dulu sa tidak pernah kaya mau minum susu atau
vitamin-vitamin begitu. Suamiku kasian nelayan, jadi kadang tidak cukup
juga penghasilannya. Sekarang ini anakku sudah umur 2 tahun 8 bulan tapi
dia kecil” (Wawancara 9 Mei 2023)
Berdasarkan kutipan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa, gelana

stunting terjadi sejak masa kehamilan sang ibu. Informan Wa Jahara mengatakan

sejak masa kehamilan sangat jarang mendapatkan asupan gizi. Bahwak Ia tidak

pernah mengkonsumsi susu ibu hamil ataupun vitamin untuk memperkuat

kemahilan. Hal tersebut kemudian berdampak pada anaknya. Saat ini anakknya

sudah berumur 32 bulan akan tetapi berat badan dan tinggi badannya tidak idel.

Hal tersebut kemudian dapat dilihat pada gambar di bawa ini :

72
Gambar 6.2 : Balita yang terindikasi stunting
Dokumntasi Nurmaliati, Mei 2023

Gambar di atas menunjukan balita yang mengalami gejala stunting di Desa

Uwemaasi. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting pada balita.

Beberapa penelitian menunjukkanstuntingdipengaruhi oleh pendapatan, pola

asuh, ketersediaan konsumsi pangan, sosial ekonomi, hingga tinggi badan

orang tua (A. Rahayu et al.,2015). Penelitian lainnya menyebutkan rendahnya

pendidikan orang tua memberi risiko stunting pada balita. Orang tua dengan

73
pendidikan yang baik bisa menerima semua informasi terutama mengenai cara

mengasuh anak, menjaga kesehatan anak, mendidik dan sebagainya (Andriani

& Wirjatmadi, 2017)

Seperti yang telah diungkap pada bab sebelumnya, Wa Jahara pada saat

anaknya berusia 0 sampai 6 bulan Ia memberikan anaknya susu formula dan

sekali-sekali meberikan air tajin. Sehingga balita yang mengalamistunting di

Kabupaten Buton Selatan khsusnya diDesa Uwemaasi cenderung dimiliki

keluarga dengan pada ibu yang tidak bekerja sehingga status ekonominya

rendah. Walaupun ibu yang tidak bekerja memiliki lebih banyak waktu untuk

mengasuh anak, namun jika tidak diiringi status ekonomi yang baik untuk

memenuhi kebutuhan balita, akan berdampak buruk terhadap status gizi.

6.2.2 Balita Alergi Susu Formula

Air susu ibu (ASI) adalah makanan yang baik untuk bayi. Namun pada

kondisi tertentu karena suatu indikasi medis ataupun faktor lain, bayi tidak

diperbolehkan atau tidak sempat untuk memperoleh ASI sehingga diperlukan susu

formula. Susu formula yang direkomendasikan sebagian besar berasal dari susu

sapi, namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan anak mengalami alergi

akibat mengkonsumsi susu sapi.

Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, diketahui

sebagian balita di Desa Uwemaasi tidak mendapatkan ASI akan tetapi digantikan

oleh susu formula. Hal tersebut kemudian berdampak pada kesehatan anak yang

74
mengalami alergi susu formula. Dampak dari Alergi susu sapi dapat menyebabkan

beragam gejala dan keluhan, baik pada saluran cerna, napas, maupun kulit.

Penjelasan di atas sebagaimana yang di ungkapkan informan Wa Ati (43

Tahun) sebagai berikut :

“anakku dulu pernah dia bente-bente bagian kepalanya sama mukanya.


Saya sudah bawa mi juga di puskesmas di kecamatan, hanya dikasi obat.
Tapi tidak berenti bente-bentenya. Akhirnya saya bawah di dokter bau-
bau, ternyata katanya alergi susu sapi” Wawancara 11 Mei 2023)
Berdasarkan ungkapan informan di atas diinformasikan bahwa, terjadi

dampak negatif dari pemberian susu formula berbahan dasar dari susu sapi. Gejala

yang dialami dimana anak dari Ibu Wa Ati mengalami alergi pada kulit bagian

kepala dan wajah. Alergi tersebut merupan bisul yang tumbuh dengan gejala

klinis berat. Ibu Wa Ati kemudian telah membawa anaknya untuk berobat ke

puskesmas namun tidak mendapatkan hasil yang baik. Ia pun juga telah

melakukan pengobatan alternatif dengan dukun dan diberikan minyak untuk

mengoleskannya. Akan tetapi hal tersebut semakin menambah intensitas alergi

anaknya.

Tak kunjung sembuh, Ibu Wa Ati kemudian membawa anaknya untuk

berobat ke Dokter anak di Kota Baubau. Berdasarkan hasil pemeriksaan anaknya

di diagnosa alergi susu formula berbahan sapi. Bahkan perlakuan-perlakuan yang

diterapkan kepada anaknya justru membuat alergi anaknya semakin parah.

Misalnya seperti mengoleskan minyak ke bagian yang alergi.

Hal ini seperti yang dikatakan informna Wa Ati (43 Tahun) sebagai

berikut :

75
“ Waktu sa bawa anakku di dokter di baubau itu, dokter dia kasih tau saya
justru kalau macam bente-bente begini tidak bisa dikasi minyak, malah
tambah parah. Jadi saya dikasikan saja krim khsusus alergi bayi. Baru
dikasih berenti dulu minum susu sapi. Jadi digantikan mi sama susu
formula berbahan susu kedelai. Tapi mahalnya harganya e. 1 kaleng itu
Rp.350.000 baru tidak ada yang jual di kadatua sini. (Wawancara 11 Mei
2023)
Berdasarkan ungkapan informan di atas dapat diketahui bahwa, gejala

alergi yang dialami anak Ibu Wa Ati selama melakukan pengobatan di puskesmas

ataupun pengobatan alternatif malah menambah intensitas alerginya. Menurut

pernuturan dokter jenis alergi tersebut justru akan semakin parah bila dioleskan

minyak. Hal tersebut kemudian berbanding terbalik tidak tindakan yang dilakukan

Ibu Wa Ati kepada anaknya. Selanjutnya dokter menyarankan untuk mengganti

susu formula berbahan sapi dengan susu formula berbahan keledai. Selain itu juga

dokter memberikan krim khusus bayi untuk dioleskan pada bagian-bagian yang

bisul.

Susu formula berbahan kedelai tersebut tidak bisa didapatkan se

Kecamatan Kadatua. Sehingga untuk meperoleh susu tersebut Ibu Wa Ati harus

membelinya di Kota Baubau. Diketahui bahwa jarak dari Kecamatan Kadatua ke

Kota Baubau harus ditempuh dengan menggunakan kapal kayu kecil bermesin.

Ditambah lagi harga susu tersebut yang tergolong sangat mahal.

6.2.3 Balita Kecanduan Bermain Handphone (gatget)

Kecanduan handphone secara garis besar adalah ketergantungan atau

kecenderungan seseorang dalam menggunakan handphone secara terus menerus

tanpa menghiraukan dampak negatifnya. Penggunaan tersebut dapat memberikan

76
rasa sangat menyenangkan, menimbulkan kecemasan dan stres ketika kebutuhan

handphone tidak terpenuhi.

Kebiasaan orang tua di Desa Uwemaasi yang memberikan handphone

pada anaknya saat akan makan kemudian menjadikan balita tersebut kecanduan

untuk bermain handphone. Kurangnya kontrol orang tua dalam mengendalikan

tingkah laku dan menahan keinginan anaknya untuk bermain handphone

menimbulkan berbagai dampak negatif dalam tingkah laku anaknya. Sebagaimna

akan disajikan pada beberapa data berikut ini :

a. Balita lambat dapat berbicara

Berdasarkan hasi penelitian yang dilakukan di Desa Uwemaasi, sebagian

balita telah menggunakan gadget sejak 2 tahun. Balita menggunakan gadget jenis

smartphone. Dalam kesehariannya anak rata-rata menggunakan gadget satu

jam,kadang kurang dari satu jam kadang juga lebih yang digunakan

untukmenonton video yotube dan bermain game yang di unduh anak dari

playstore.

Kebiasaan bermain gadget tersebut berimplikasi terhadap pola makan

balita. Dimana sebagian balita di Desa Uwemaasi ketika akan diberi makanan

harus sambil bermain gadget. Hal tersebut bila merujuk pada penelitian yang

dilakukan oleh Jusiene (2019) dijelaskan bahwa anak kurang dari 5 tahun yang

memiliki kebiasaan makan sambil menonton atau bermain gadget memiliki

dampak negatif yang luas. Di antaranya adalah keterlambatan perkembangan dari

berbicara, memiliki kemampuan sosialisasi yang rendah, tidak mampu mengontrol

atau mengekspresikan emosi serta menurunnya kemampuan akademik di masa

77
yang akan datang. Penggunaan gatget juga akan menghambat perkembangan

sensoris.

Terkait dengan uraian di atas sebagaimna yang diungkapkan informan

Nurmala (23 Tahun) sebagaiberikut :

“saya punya anak ini kecanduan mi main-main Hp. Kerjanya dia nonton
youtube terus, nonton kartun. Jadi kalau mau makan harus dipancingkan
dulu Hp. Akhirnya itu mi juga mungkin kaya dia lambat bicara e. padahal
kasian umurnya sudah 4 tahun lebih” (Wawancara 9 Mei 2023)

Berdasarkan kutipan wawancara di atas dapat analisis bahwa, ada

keterkaitan kemapuan motorik balita yang menurun akibat dari kecanduan

bermain gedget. Informan Nurmala mengatakan bahwa sehari-hari anaknya harus

bermain handphone / gedget apalagi pada saat Ia akan memberikan makan

anaknya. Diusia anaknya yang udah mencapai 4 tahun, akan tetapi kemampuan

berbicaranya masih belum jelas.

Seharusnya orang tua harus memberikan kesempatan bagi balitanya untuk

lebih banyak beraktivitas fisik, seperti mengajak jalan-jalan, bermain di rumah

ataupun di luar rumah. Hal ini akan membuat balita cepat merasa lapar. Balita

yang lapar kemungkinan besar akan makan dengan lahap tanpa bantuan gadget.

Ketika balita kondisinya tidak lapar hal ini akan membuat konsumsi menonton

gadget menjadi meningkat. Peran orang tua dalam hal ini menjadi sangat penting.

Orang tua harus dapat menyediakan kegiatan yang positif bagi balita dengan

mengajaknya bermain, menyediakan makanan yang sesuai dengan usianya agar

mudah dicerna.

b. Emosi balita tidak stabil (cengeng)

78
Pertumbuhan dan perkembangan balita, bahkan sejak dalam kandungan

sangat menentukan derajat kualitas kesehatan, intelegensi, kematangan emosional,

dan produktivitas pada tahap berikutnya. Adapaun faktor yang dapat

mempengaruhi perkembangan anak di antaranya faktor genetik, faktor

lingkungan, lingkungan sosial, lingkungan keluarga dan adat istiadat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, bahwa terdapat balita yang kondisi

emosinya tidak stabil. Dimana ketika ada keinginanya yang tidak terpenuhi oleh

orangtuanya Ia akan menangis dan bahkan cenderung memukul orangtuanya. Hal

ini sebagaimana yang dikatakan informan Nurmala (23 tahun) sebagai berikut :

“ini mi gara-gara sering main-main hp mungkin, akhirnya anakku ini dia tidak
stabil emosinya. Kalau dia minta hp baru tidak dikasih dia mengamuk mi lagi.
Baru kadang dia suka main pukul e” (Wawancara 9 Mei 2023)

Berdasarkan ungkapan informan di atas dapat diketahui bahwa pengaruh

dari ketahian bermain handphone/gadged berdampak buruk terhadap perilaku

balita. Ia akan cenderung mudah marah apabila keinginannnya tidak terpenuhi..

Emosi balita selalu berkaitan dengan aspek sosial yang terdapat aspek-aspek

perilaku dari ungkapan perasaan individu terhadap lingkungan.

Maka lingkungan perlu dioptimalkan agar mendukung dalam pembiasaan

diri berupa stimulus secara tepat sehingga akan tertanam dalam diri setiap anak

sejak usia dini. Maka dari itu, kondisi sosial anak mampu mempengaruhi kondisi

emosi dalam diri anak sehingga kita harus mengelola kondisi lingkungan sosial

anak dengan sebaik mungkin agar tidak berdampak buruk terhadap

diri anak.

79
BAB VII

PENUTUP

Pada bab ini akan di uraikanterkait kesimpulan dan saran dalam penelitian

yang telah dilakukan tentang pola makan balita serta dampak dari pola makan

tersebut. Selanjutnya akan di uraikan sebagai berikut :

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Desa Uwemaasi

Kecamatan Kadatua Kabupaten Buton Selatan dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut :

1. Pola makan balita yang ada di Desa Uwemaasi cukun variatif. Sebagian

balita di sana diterapkan pola makan teratur dan sebagian diterapkap pola

makan teratur. Hal tersebut penulis klasifikasi berdasarkan kebiasaan yang

terjadi.

Pada pola makan teratur, dapat di informasikan bahwa, bayi usia 0-6

bulam diberikan ASI eksklusif. Dalam memberikan ASI kepada Bayinya,

Ibu di Desa Uwemaasi melakukan kebiasaan-kebiasaan untuk

menigkatkan kualitas dan kuantitas ASI nya. Baik dengan cara

mengkonsumsi sayur-sayuaran, susu ibu menyusui, hingga suplemen

pelancar ASI.

Selanjutnya bayi diberikan makanan pendamping ASI ketika berusia 6

bulan keatas. Sebagian Ibu di Desa Uwemaasi selalu berupaya untuk

memberikan makan bergizi kepada anaknya dengan menghidangkan

80
makanan yang disukai balita dengan mempertimbangan nilai gizi dalam

makanan tersebut.

Selanjutnya sebagian Balita di Desa Uwemasi diterapkan pola makan tidak

teratur. Dimana bayi tidak diberi ASI eksklusif tapi digantikan dengan

suus formula. Sebagian balita juga ketika diberi makan harus sambil

bermain handphone/ gadget.

2. Berdasarkan pola makan yang terjadi di Desa Uwemaasi, maka ada

beberapa dampak yang terjadi. Pada orang tua yang memerhatikan pola

makan anaknya, balita tersebut akan tumbuh berkembang dengan baik.

Selain itu perkembangan pemikiran dan tingkahlakunya juga menunjukan

sifat-sifat yang positif seperti lincah, cepat berjalan, cepat bicara, serta

dapat berinteraksi dengan baik oleh orangtuanya maupun orang

disekitarnya.

Pada balita yang mendapatkan pola makan tidak teratur berdampak

signifikan terhadap pertumbuhannya, dimana balita tumbuh dengan lambat

hingga terdapat dua anak yang mengalami stunting. Selain itu juga

psikologis anak cenderung tidak dapat berinteraksi dengan baik bahkan

emosi yang tidak stabil.

7.2 Saran

1. Perlu adanya edukasi untuk memberikan pengetahuan orang tua khususnya

Ibu dalam penyusunan menu balita agar asupan gizinya tepat dan status

gizinya meningkat dengan cara mengikuti penyuluhan-penyuluhan yang

diadakan di posyandu terdekat seperti penyuluhan tentang gizi seimbang,

81
makanan yang tepat untuk balita, dampak kekurangan gizi pada balita,

cara memasak yang tepat bagi menu balita tersebut.

2. Kader Posyandu diharapkan dapat berperan aktif meningkatkan pengetahuan

masyarakat khusunya ibu yang masih memiliki pengetahuan dibawah rata-rata

sehingga dalam penyediaan makanan dalam keluarga khususnya bagi balita

dapat memperhatikan aspek gizinya dan keberagaman jenis varian makanan

yangdiberikan kepada balitanya.

3. Pemerintah desa diharapkan melakukan rencana aksi terkait dengan tidakan

peanggulangan stunting, mengingat bahwa terdapat 2 balita yang mengalami

gejala stunting.

82

Anda mungkin juga menyukai