Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Status gizi merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua. Perlunya
perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia balita didasarkan fakta bahwa kurang gizi
yang terjadi pada masa ini bersifat irreversible (tidak dapat pulih). Menurut irianto,k (2014)
WHO (World Health Organization) memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian
bayi dan balita di dasari oleh keadaan gizi yang buruk. Menurut bank dunia tahun 2012
sekitar 47% anak-anak India kurang gizi. Malnutrisi pada anak-anak sebagian besar
disebabkan oleh tingginya infeksi dan kesalahan pemberian makanan pada bayi dan anak-
anak sejak lahir hingga tiga tahun. Sekitar 30% anak-anak India dilahirkan dengan berat
badan kurang dan umumnya tidak berubah saat besar.
Balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita kekurangan gizi dan
gizi buruk. Kebutuhan gizi untuk anak pada masa awal kehidupan merupakan hal yang
sangat penting. Kekurangan gizi dapat memberikan konsekuensi yang tidak diinginkan,
dmana manifestasi terburuk dapat menyebabkan kematian. Menurut UNICEF(United
Nations Children's Fund)pada tahun 2013 tercatat ratusan juta anak di dunia menderita
kekurangan gizi yang artinya permasalahan ini terjadi dalam jumlah yang sangat besar.
Pada usia balita mulai dapat mengkonsumsi makanan yang sama dengan menu orang
tuanya. Selama masa ini diharapkan orang tua membiasakannya dengan pola yang baik yaitu
makan secara teratur dengan mengkonsumsi makanan bergizi seimbang. Pada dasarnya
sesuai dengan perkembangan balita yang sedang dalam fase meniru, orang tua menjadi
model yang paling dekat.
Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya angka gizi buruk dan gizi kurang,
antara lain fakor kemiskinan, pendidikan dan pengetahuan orang tua, pola asuh orang tua,
makanan pendamping, infeksi dan penyakit penyerta seperti HIV/aids, kondisi psikologi
anak, keamanan negara, terbatasnya fasilitas kesehatan, tidak diberikannya ASI eksklusif,
berat bayi lahir rendah (BBLR), nutrisi pada masa kehamilan.
Dampak kekurangan gizi sangatlah kompleks, anak dapat mengalami gangguan pada
perkembangan mental, social, kognitif dan pertumbuhan yaitu berupa ketidakmaturan fungsi
organ, dengan manifestasi yang berupa kekebalan tubuh yang rendah yang dapat
menyebabkan kerentanan terhadap penyakit seperti infeksi saluran pernafasan, diare, dan

1
demam.
Permasalahan gizi kurang dan gizi buruk merupakan permasalahan dengan banyak
factor, dalam usaha pemutusan rantai kekurangan gizi tentunya dibutuhkan pendekatan yang
tepat untuk dapat mengetahui permasalahan utama yang menyebabkan terjadinya gizi
kurang dan gizi buruk.
Setiap daerah tentunya memiliki penyebab potensial gizi buruk dan gizi kurang yang
berbeda-beda, sehingga penting untuk mengetahui permasalahan utamanya. Pemerintah
dalam usahanya memerangi gizi buruk dan gizi kurang sudah cukup baik sesuai dengan
adanya peningkatan status gizi selama beberapa tahun terakhir. Pemerintah sudah melakukan
program untuk menekan angka gizi buruk maupun gizi kurang, antara lain melalui
revitalisasi Posyandu dalam meningkatkan cakupan penimbangan balita, penyuluhan dan
pendampigan, pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) atau pemberian makanan
tambahan (PMT), peningkatan akses dan pelayanan kesehatan gratis, penanggulangan
penyakit menular dan pemberdayaan masyarakat melalui keluarga sadar gizi (Kadarzi),
tetapi angka gizi kurang dan gizi buruk masih tetap ada, walaupun kadang menurun secara
signifikan.
Masalah yang terjadi di masyarakat yaitu dengan sosial ekonomi yang rendah, banyak
masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan dengan menu seimbang, dan
dengan pengetahuan yang kurang memadai sehingga masyarakat menyepelekan gizi balita,
sedangkan pada sosial budaya, masyarakat ada yang masih mengikuti tradisi lama dari turun
temurun, dengan masih adanya masyarakat yang belum tahu tentang gizi yang baik, serta
tidak mengetahui makanan yang baik untuk balita, sehingga gizi kurang masih ditemui di
kalangan masyarakat.
Puskesmas Pataruman II merupakan salah satu puskesmas fasilitas kesehatan tingkat
pertama kesehatan di Kota Banjar. Adanya fasilitas kesehatan gratis, dan program
pemerintah seperti pemberian vitamin, Posyandu, imunisasi, pendidikan kesehatan,
pengobatan gratis, pemberian makanan tambahan (PMT), makanan pendamping ASI
(MPASI) seharusnya menjadikan Puskesmas Pataruman II memiliki potensi yang baik untuk
menekan maupun menghilangkan angka kekurangan gizi pada ballita. Namun pada
kenyataannya, berdasarkan data Puskesmas Pataruman II dari Januari – Desember pada
tahun 2017 masih terdapat anak yang mengalami kekurangan gizi yang tersebar pada tiga
desa wilayah kerja Puskesmas Pataruman II.

2
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang gambaran
peningkatan balita dengan status gizi kurang pada tahun 2017 di UPTD Puskesmas
Pataruman II Kota Banjar.
1.2 Perumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran peningkatan balita dengan status gizi kurang pada tahun 2017
di UPTD Puskesmas Pataruman II Kota Banjar?

1.3 Tujuan ( Umum dan Khusus )

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran peningkatan balita dengan
status gizi kurang pada tahun 2017 di UPTD Puskesmas Pataruman II Kota Banjar.

a. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran peningkatan balita dengan status gizi kurang pada tahun
2017 di UPTD Puskesmas Pataruman II Kota Banjar.
a. Tujuan Khusus
1.Mengetahui desa yang paling banyak memiliki balita dengan status gizi kurang pada
tahun 2017 di UPTD Puskesmas Pataruman II Kota Banjar
2. Mengetahui apakah adanya peningkatan dari balita dengan status gizi kurang pada
tahun 2017 di UPTD Puskesmas Pataruman II Kota Banjar
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan agar dapat memberikan kegunaan baik secara akademis maupun
praktis dan juga manfaat bagi masyarakat dan manfaat bagi puskesmas.
a. Manfaat Akademis
1. Hasil penelitian dapat menjadi sumber informasi, wawasan, dan pengetahuan akan
pengaruh promosi kesehatan khususnnya di bidang gizi terhadap hasil yang
didapatkan pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pataruman II.
2. Dapat menjadi bahan kajian pengembangan penelitian tentang gizi kurang.
3. Dapat menjadi referensi dan bahan pembelajaran tentang gizi kurang.
4. Memotivasi peneliti lain untuk mengembangkan penelitian tentang faktor yang
mempengaruhi balita dengan gizi kurang.

3
b. Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi gizi balita dengan
status gizi kurang pada tahun 2017 di UPTD Puskesmas Pataruman II Kota Banjar
2. Penelitian ini dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman langsung
bagi peneliti dalam melakukan penelitian
3. Dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang gizi kurang.
4. Dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang factor yang mempengaruhi
kejadian balita dengan gizi kurang.
5. Dapat mengetahui hubungan faktor risiko yang mempengaruhi kejadian balita gizi
kurang di wilayah kerja Puskesmas Pataruman II Kota Banjar
6. Sebagai bahan acuan dan evaluasi untuk melakukan intervensi yang lebih baik lagi
dalam meningkatkan status gizi balita melalui program-programnya.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Balita


Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih
popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun.17
Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-
5 tahun). Saat usia balita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan
kegiatan penting seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan
sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas.18
Balita juga didefinisikan sebagai anak dengan usia dibawah 5 tahun dengan
karakteristik pertumbuhan cepat pada usia 0-1 tahun dan pertumbuhan mulai lambat pada
masa pra asekolah dengan kenaikan berat badan kurang lebih 2 kg per tahun, kemudian
pertumbuhan konstan mulai berakhir.3
Anak balita juga dapat disebut anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau
lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun. (Sutomo) dan juga
didefinisikan sebagai anak di bawah lima tahun dan merupakan periode usia setelah bayi
dengan rentang 0-5 tahun.19
Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia.
Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan
perkembangan anak di periode berikutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan
waktu yang berlangsung singkat dan tidak pernah terulang, karena itu sering disebut dengan
masa keemasan.
Balita juga merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat pesat dalam
pencapaian keoptimalan fungsinya, pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi serta
menentukan perkembangan berbahasa, kreatifitas, kesadaran social, emosional dan
intelegensia.5
Anak dibawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang menunjukkan
pertumbuhan badan yang pesat sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap
kilogram berat badannya. Anak balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling
5
sering menderita akibat kekurangan gizi. Balita juga adalah individu yang masih sangat
rentan terhadap segala penyakit. Pada usia ini makanan yang bernutrisi sangat dibutuhkan
untuk membantu mempertahankan daya tahan tubuh dan untuk mengoptimalkan
pertumbuhan dan perkembangan.20
a. Definisi Status Gizi
Gizi berasal dari Bahasa Mesir yang berarti makanan. Gizi dalam Bahasa Inggris adalah
nutrition, dalam Bahasa Indonesia menjadi nutrisi.23Konsumsi nutrisi yang baik tercemin
dengan badan yang sehat ditandai dengan berat badan normal sesuai dengan tinggi badan
serta usianya, tidak mudah terserang penyakit infeksi maupun penyakit menular, tidak
terjadi kematian pada usia dini, terlindungi dari berbagai penyakit kronis, dan dapat menjadi
lebih produktif .7
Status gizi adalah suatu status keadaan pada tubuh manusia yang berhubungan dengan
konsumsi makanan, serta diperngaruhi oleh berbagai faktor internal maupun eksternal
seperti usia, jenis kelamin, aktivitas fisik, penyakit, serta keadaan sosial ekonomi. 24Status
gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu. Status gizi juga
merupakan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan
penggunaan zat gizi tersebut atau keadaan fisiologis akibat dari tersedianya zat gizi dalam
seluruh tubuh.25 Adanya faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang yaitu :26
1. Produk pangan
2. Pembagian makanan atau pangan
3. Akseptabilitas (daya terima)
4. Prasangka buruk pada bahan makanan tertentu
5. Pantangan pada makanan tertentu
6. Kesukaan terhadap jenis makanan tertentu
7. Keterbatasan ekonomi
8. Kebiasaan makan
9. Selera makan
10. Sanitasi makanan (penyiapan, penyajian, penyimpanan)
11. Pengetahuan gizi
Status gizi dapat dibagi menjadi empat yaitu :
1. Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas
2. Gizi baik untuk well nourished
3. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild danmoderate PCM (Protein
Calorie Malnutrition)
6
4. Gizi buruk atau severe PCM, termasuk marasmus, marasmik – kwashiorkor dan
kwashiorkor.
Beberapa istilah yang terkait dengan status gizi antara lain :25
1. Malnutrisi : Keadaan patologis akibat kekurangan secara relatif maupun absolut satu
atau lebih zat gizi. Ada beberapa bentuk malnutrisi :
a. Under nutrition :kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau absolut
untuk periode tertentu
b. Specific deficiency : kekurangan zat gizi tertentu, misalnya kekurangan vit A,
yodium, Fe, dll
c. Imbalance : karena disporposi zat gizi, misalnya : kolesterol terjadi karena
tidak seimbangnya LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density
Lipoprotein) dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein)
2. Kurang energi protein (KEP)
Kurang energi protein adalah seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau
gangguan penyakit tertentu. Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari
80% indeks berat badan menurut umur (BB/U) baku WHO – NCHS. KEP
merupakan defisiensi gizi (energi dan protein) yang paling berat dan meluas terutama
pada balita.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi

Faktor yang menyebabkan kurang gizi telah diperkenalkan UNICEF dan telah
digunakan secara internasional, yang meliputi beberapa tahapan penyebab timbulnya kurang
gizi pada anak balita, baik penyebab langsung, tidak. Langsung, akar masalah dan pokok
masalah.7Penyebab kurang gizi dapat dijelaskan sebagai berikut:

Penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita
anak. Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan makanan yang kurang tetapi juga karena
penyakit. Anak yang mendapat makanan yang baik tetapi karena sering sakit diare atau
demam dapat menderita kurang gizi. Demikian pada anak yang makannya tidak cukup baik
maka daya tahan tubuh akan melemah dan mudah terserang penyakit. Kenyataannya baik
makanan maupun penyakit secara bersamaan meruakan penyebab kurang gizi.
Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak,
serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahan pangan adalah kemampuan

7
keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah yang
cukup dan baik mulutnya. Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan
waktunya, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal baik fisik, mental, dan social. Pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan adalah
tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh seluruh
keluarga. Faktor tersebut sangat terkait dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan
keterampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan keterampilan terhadap
kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan
anak dan keluarga makin banyak memanfaatkan pelayanan yang ada. Ketahanan pangan
keluarga juga terkait dengan ketersediaan pangan, harga pangan, dan daya beli keluarga,
serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan

8
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan deskriptif dengan
menggunakan rancangan crosssectional studyyaitu untuk menggambarkan kejadian balita
dengan gizi kurang dengan melakukan pengambilan data dari bagian gizi di Puskesmas
Pataruman II Kota Banjar pada bulan Januari – Desember 2017.

3.2 Batasan istilah ( Definisi Operasional )


Balita Gizi Lebih
Status gizi menurut badan badan (BB) dan umur (U) dengan Z-score SD ≤ 2
Balita Gizi baik :
Status gizi menurut badan badan (BB) dan Umur (U) dengan -2 ≤ Z- score SD ≥ 2
Balita Gizi kurang
Status gizi menurut badan badan (BB) dan umur (U) dengan -2 ≥ Z-score SD ≥-3
Balita Gizi Buruk
Status gizi menurut badan badan (BB) dan umur (U) dengan Z-score SD ≥-3 dan atau
dengan tanda-tanda klinis (marasmus,kwashiorkor,dan marasmus-kwasiorkor).

3.3 Partisipan ( Sampel )


Populasi dari penelitian ini adalah seluruh balita yang ada di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Pataruman II Kota Banjar dan akan dilihat balita dengan status gizi kurang.
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan metode total sampling.
Total sampling merupakan pemilihan sampel yang melibatkan seluruh populasi balita di
wilayah kerja UPTD Pataruman II Kota Banjar pada tahun 2017 akan dijadikan sampel pada
penelitian

9
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
a.Lokasi penelitian
Lokasi penelitian adalah wilayah kerja Puskesmas Pataruman II Kota Banjar yang
terdiri dari :
1. Desa Karyamukti
2. Desa Batulawang
3. Desa Sukamukti
Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2018

3.5 Pengumpulan Data


1.Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan untuk penelitian ini terdiri dari data primer dan
sekunder.

a). Data primer


Data Primer adalah data yang di peroleh dari wawancara langsung dengan responden
meliputi identitas responden : nama,umur,pendidikan dan pekerjaan sedangkan identitas
anak balita meliputi :nama anak balita,jenis kelamin,tanggal lahir,umur,berat badan.Data
primer lainnya yaitu data konsumsi energi dan data konsumsi vitamin A.
b).Data Sekunder
Data sekunder berupa data geografi dan demografi Desa Pataruman II Kota Banjar

2.Cara Pengumpulan Data


Pengumpulan data konsumsi energi dan vitamin A dengan recall 2 x 24 jam.
Pengumpulan data status gizi dengan mengukur berat badan menggunakan timbangan dacin
kapasitas 25 kg dengan ketelitian 0,1 kg.

3.6 Uji Keabsahan Data Data


Data status gizi pada bulan Januari – Desember tahun 2017 akan diolah dengan
menggunakan Microsoft Excel untuk mendapatkan presentase (%) yang selanjutnya data
akan disajikan secara deskriptif.

10
3.7 Analisis Data
Setelah data dikumpulkan, maka dilakukan pengolahan data. Hasil dari pengolahan
data ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik, disertai deskripsi untuk penjelasan data
yang ditampilkan.

3.8 Etika Penelitian


Penelitian ini telah disetujui oleh Kepala Puskesmas Pataruman II. Dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan prinsip menghargai hak responden (Nursalam, 2016) sebagai
berikut : 1. Hak untuk menyetujui (Informed consent) Peneliti memberikan informasi
kepada responden secara detail tentang tujuan dari penelitian dan menjelaskan kepada
responden bahwa data hanya digunakan untuk pengembangan ilmu
2. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy) Peneliti menjaga kerahasiaan dari data
yang telah diberikan peneliti dengan tidak mencantumkan nama responden.
3. Hak mengikuti atau tidak menjadi responden (right to self determination) Responden
diberi kebebasan untuk memilih akan menjadi responden atau tidak tanpa paksaan dari
peneliti.

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran kejadian balita dengan status gizi
kurang di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pataruman II Kota Banjar bulan Januari –
Desember tahun 2017. Berdasarkan pengumpulan data dan pengolahan data terhadap 720
responden sebagai sampel penelitian, selanjutnya hasil pengolahan data akan disampaikan
dalam uraian berikut.
Tabel 4.1 Tabel Status Gizi Balita Bulan Januari 2017.35

Tabel 4.2Tabel Daftar Nama Balita dengan Status Gizi Kurang pada Bulan Januari
2017.35

Sesuai dengan tabel 4.1 dan 4.2 dapat dilihat dari 720 balita, total terdapat 19 balita
dari ketiga desa yang mengalami gizi kurang. Dari desa Karyamukti terdapat 8 balita dengan
gizi kurang, desa Batulawang terdapat 7 balita dengan gizi kurang, desa Sukamukti terdapat
4 balita dengan gizi kurang.

12
Tabel 4.3Tabel Status Gizi Balita Bulan Februari 2017.35

Tabel 4.4Tabel Daftar Nama Balita dengan Status Gizi Kurang pada Bulan Februari
2017.35

Sesuai dengan tabel 4.3 dan 4.4, dapat dilihat dari 731 balita, total terdapat 13 balita
dari ketiga desa yang mengalami gizi kurang. Dari desa Karyamukti terdapat 7 balita dengan
gizi kurang, desa Batulawang terdapat 3 balita dengan gizi kurang, desa Sukamukti terdapat
3 balita dengan gizi kurang.

Tabel 4.5Tabel Status Gizi Balita Bulan Maret 2017.35

Tabel 4.6Tabel Daftar Nama Balita dengan Status Gizi Kurang pada Bulan Maret
2017.35
13
Sesuai dengan tabel 4.5 dan 4.6, dapat dilihat dari 702 balita, total terdapat 17 balita dari
ketiga desa yang mengalami gizi kurang. Dari desa Karyamukti terdapat 6 balita dengan gizi
kurang, desa Batulawang terdapat 6 balita dengan gizi kurang, desa Sukamukti terdapat 5
balita dengan gizi kurang.

Tabel 4.7Tabel Status Gizi Balita Bulan April 2017.35

Tabel 4.8Tabel Daftar Nama Balita dengan Status Gizi Kurang pada Bulan April
2017.35

Sesuai dengan tabel 4.7 dan 4.8, dapat dilihat dari 712 balita, total terdapat 20 balita dari
ketiga desa yang mengalami gizi kurang. Dari desa Karyamukti terdapat 11 balita dengan
gizi kurang, desa Batulawang terdapat 5 balita dengan gizi kurang, desa Sukamukti terdapat
4 balita dengan gizi kurang

14
Tabel 4.9Tabel Status Gizi Balita Bulan Mei 2017.35

Tabel 4.10Tabel Daftar Nama Balita dengan Status Gizi Kurang pada Bulan Mei
2017.35

Sesuai dengan tabel 4.9 dan 4.10, dapat dilihat dari 727 balita, total terdapat 24 balita
dari ketiga desa yang mengalami gizi kurang. Dari desa Karyamukti terdapat 10 balita
dengan gizi kurang, desa Batulawang terdapat 9 balita dengan gizi kurang, desa Sukamukti
terdapat 5 balita dengan gizi kurang.
Tabel 4.11Tabel Status Gizi Balita Bulan Juni 2017.35

15
Tabel 4.12Tabel Daftar Nama Balita dengan Status Gizi Kurang pada Bulan Juni
2017.35

Sesuai dengan tabel 4.11 dan 4.12, dapat dilihat dari 714 balita, total terdapat 24 balita dari
ketiga desa yang mengalami gizi kurang. Dari desa Karyamukti terdapat 11 balita dengan
gizi kurang, desa Batulawang terdapat 6 balita dengan gizi kurang, desa Sukamukti terdapat
7 balita dengan gizi kurang.

Tabel 4.13Tabel Status Gizi Balita Bulan Juli 2017.35

Tabel 4.14Tabel Daftar Nama Balita dengan Status Gizi Kurang pada Bulan Juli
2017.35

Sesuai dengan tabel 4.13 dan 4.14, dapat dilihat dari 703 balita, total terdapat 3 balita
dari ketiga desa yang mengalami gizi kurang. Dari desa Karyamukti terdapat 3 balita dengan
gizi kurang, desa Batulawang terdapat 0 balita dengan gizi kurang, desa Sukamukti terdapat
0 balita dengan gizi kurang.
Tidak dilakukan pemeriksaan status gizi pada bulan Agustus dan September karena
adanya pemberian Vitamin A pada bayi dan balita secara rutin di kawasan kerja UPTD
Puskesmas Pataruman II Kota Banjar.

16
Tabel 4.15Tabel Status Gizi Balita Bulan Oktober 2017.35

Tabel 4.16Tabel Daftar Nama Balita dengan Status Gizi Kurang pada Bulan Oktober
2017.35

Sesuai dengan tabel 4.15 dan 4.16, dapat dilihat dari 705 balita, total terdapat 11 balita dari
ketiga desa yang mengalami gizi kurang. Dari desa Karyamukti terdapat 4 balita dengan gizi
kurang, desa Batulawang terdapat 3 balita dengan gizi kurang, desa Sukamukti terdapat 4
balita dengan gizi kurang.

Tabel 4.17Tabel Status Gizi Balita Bulan November 2017.35

17
Tabel 4.18Tabel Daftar Nama Balita dengan Status Gizi Kurang pada Bulan
November 2017.35

Sesuai dengan tabel 4.17 dan 4.18, dapat dilihat dari 705 balita, total terdapat 28 balita dari
ketiga desa yang mengalami gizi kurang. Dari desa Karyamukti terdapat 11 balita dengan
gizi kurang, desa Batulawang terdapat 7 balita dengan gizi kurang, desa Sukamukti terdapat
10 balita dengan gizi kurang.
Tabel 4.19Tabel Status Gizi Balita Bulan Desember 2017.35

Tabel 4.20Tabel Daftar Nama Balita dengan Status Gizi Kurang pada Bulan Desember
2017.35

Sesuai dengan tabel 4.19 dan 4.20, dapat dilihat dari 700 balita, total terdapat 30
balita dari ketiga desa yang mengalami gizi kurang. Dari desa Karyamukti terdapat 11 balita
dengan gizi kurang, desa Batulawang terdapat 8 balita dengan gizi kurang, desa Sukamukti
terdapat 11 balita dengan gizi kurang.

18
35

30 30
28
25
24

20 20 20
19
17
15
13
11 11 11 11 11 11
10 10
8 8
7 7 7 7
6 6
5 5 5 5
4 4 4 4
3 3 3
0 0
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Oktober November Desember

Total Desa Karyamukti Desa Batulawang Desa Sukamukti

Grafik 4.1 Grafik Jumlah Total dan Jumlah Balita dengan Status Gizi Kurang pada
Setiap Desa

Pada grafik diatas terlihat data yang paling rendah pada balita dengan gizi kurang ada pada
bulan Juli dan data tertinggi pada balita dengan gizi kurang terdapat di bulan Desember.
Pada grafik juga dapat dilihat bahwa desa yang paling banyak terdapat balita dengan
gizi kurang adalah Desa Karyamukti yang mungkin juga disebabkan oleh banyaknya
populasi balita yang lebih dari kedua desa lainnya, diikuti dengan Desa Sukamukti dan yang
paling sedikit ditemukan balita dengan gizi buruk adalah di Desa Batulawang.
4.2 Pembahasan
UPTD Puskesmas Pataruman II mempunyai :
1. Data demografi
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pataruman IImempunyai luas keseluruhan 16 km²,
terbagi dalam 3 Desa. Daerah terdekat dengan Puskesmas adalah DesaKaryamukti dan
daerah terjauh adalah Desa Sukamukti. Adapun batas wilayah daerah yaitu :
- Selatan : Purwadadi, Kabupaten Ciamis
- Barat : Binangun
- Utara : Hegarsari
- Timur : Rejasari
Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pataruman 2 Tahun 2015

19
Tabel 4.21Tabel Data Kecamatan Pataruman Tahun 2015
N DESA / JUMLAH JARAK DESA KE WAKTU TEMPUH KE
O KELURAHAN RT RW PUSKESMAS (meter) PUSKESMAS
(menit)
1 Desa Karyamukti 34 6 100 5
2 Desa Batulawang 27 8 2000 10

3 Desa Sukamukti 29 10 3000 15

JUMLAH 90 24 - -

Sedangkan dari yang paling jauh yaitu Desa Sukamukti dengan jarak tempuh 3 km dan bisa
di tempuh dalam waktu 15 menit dengan kondisi jalan cukup dan bisa ditempuh oleh
kendaraan baik mobil maupun motor.
Jumlah RT/RW terbanyak terdapat di Desa Karyamukti sebanyak 34 dari total
keseluruhan 90. Di karenakan letak Puskesmas induk terdapat di wilayah Desa Karyamukti
maka jarak tempuh dari Desa Karyamukti ke Puskesmas paling dekat yaitu 100 meter dan
bisa ditempuh dalam waktu 5 menit dengan kondisi jalan cukup baik.
Adanya upaya kesehatan yang dilakukan oleh UPTD Puskesmas Pataruman II
diantaranya :
1. Upaya Kesehatan Wajib
Upaya wajib yang dilaksanakan di UPTD Puskesmas Pataruman II hampir sama
dengan semua Puskesmas yang lain. Diantara upaya wajib yang dilaksanakan oleh
Puskesmas antara lain dilaksanakannya program Puskesmas Basic Six, yang diantaranya
yaitu :
a. Upaya Promosi Kesehatan (Promkes), meliputi:
a) Jumlah pengunjung yang mendapat KIP / K di klinik khusus/ klinik sehat.
b) Materi penyuluhan kelompok dan frekuensi penyuluhan kelompok di dalam
gedung Puskesmas.
c) Persentase Pengkajian dan pembinaan PHBS di tatanan Rumah Tangga.
d) Pembinaan Posyandu dilihat dari persentase (%) Posyandu Purnama dan
Mandiri.
e) Pembentukan Desa / RW Siaga.
f) Penyuluhan Kelompok oleh petugas di masyarakat.

20
g) Kunjungan rumah (T = 50 % pengunjung klinik khusus / sasaran perkesmas).

b. Upaya Kesehatan Lingkungan (Kesling), Meliputi:


a) Inspeksi sanitasi sarana air bersih
b) Pembinaan kelompok masyarakat / kelompok pemakai air
c) Inspeksi sanitasi Sarana Tempat Pengelolaan Makanan (TPM).
d) Pembinaan tempat pengolahan makanan
e) Inspeksi sanitasi sarana pembuangan sampah dan air limbah
f) Penyehatan Lingkungan Pemukiman dan Jamban Keluarga
g) Pengawasan Sanitasi Tempat-Tempat Umum
c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Termasuk KB
a) Kesehatan Ibu
b) Kesehatan Bayi
c) Upaya Kesehatan Balita Dan Anak Pra Sekolah
d) Upaya Kesehatan Anak Usia Sekolah Dan Remaja
e) Pelayanan Keluarga Berencana
d. Program Perbaikan Gizi Masyarakat
a) Cakupan Distribusi Vit A bayi dan Balita, dan Ibu Nifas
b) Cakupan distribusi Fe3 Bumil
c) Cakupan distribusi MPASI
e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)
a. Imunisasi
Di UPTD Puskesmas Pataruman II pelayanan imunisasi dilaksanakan di 17
Posyandu, 6 Poskesdes, 1 Puskesmas Pembantu dan 1 Puskesmas Induk.
Pencapaian UCI (Universal Child Imminization) adalah cakupan imunisasi secara
lengkap pada bayi. Suatu desa atau kelurahan sudah mencapai target UCI apabila
> 80% bayi di desa tersebut telah mendapatkan imunisasi lengkap.
b. P2 Diare
Kasus diare sejak tahun 2010 sampai 2015 cenderung meningkat, namun
peningkatan tersebut masih dalam batas normal dan masih jauh dari kategori
Kejadian Luar Biasa.

21
c. P2 DBD
Kasus DBD di tahun 2015 terjadi 2 kasus. Namun untuk kegiatan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) selalu dilaksanakan oleh petugas dan masyarakat melalui
kegiatan 3M Plus untuk mencegah terjadinya kasus DBD.
d. P2 ISPA
Program P2 ISPA di Puskesmas mendapat pelayanan khusus dalam suatu
manajemen yang disebut MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit). Program ini
dititikberatkan pada penemuan dini dan tatalaksana kasus yang cepat dan tepat
pada pasien Pneumonia, tetapi kalau Pneumonia berat langsung di rujuk ke
Rumah Sakit terdekat.
e. Surveilans Epidemiologi
Program Surveilans di Puskesmas Pataruman II lebih di fokuskan pada
penatalaksanaan penyakit menular dan penyakit potensial wabah.Selama tahun
2015, UPTD Puskesmas Pataruman II tidak mengalami kejadian/kasus penyakit
menular yang mewabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB).
f. P2 TB Paru
Penjaringan kasus melibatkan petugas Puskesmas, kader posyandu dan peran
aktif dari aparatur desa dan kelurahan, baik secara aktif maupun pasif. Upaya
pencegahan dan pemberantasan TB Paru dilaksanakan dengan system DOTS
(Directly Observed Treatment Sortcource Chemotherapy) atau pengobatan TB
Paru dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). PMO
dilaksanakan oleh orang terdekat penderita yang bisa mengawasi penderita dalam
proses pengobatan sampai tuntas.
f. Upaya Pengobatan
a. BP Umum
Pelayanan di BP Umum mencakup semua kunjungan pasien mulai dari pasien
yang memerlukan pengobatan, konsultasi dan Kir dokter serta rujukan ke Rumah
Sakit. Selama tahun 2008 – 2015 terjadi peningkatan kunjungan yang signifikan.
b. BP Gigi
Kunjungan pasien ke BP Gigi dari tahun ke tahun terjadi peningkatan. Hal ini
tentunya didukung dengan sumber daya dan sarana yang baik yang dimiliki oleh
Puskesmas Pataruman II.

22
2. Upaya Pengembangan

Upaya pengembangan mencakup beberapa kegiatan yang diantaranya ada yang


sudah bersifat rutinitas dan adapula yang belum berjalan. Diantara yang sudah berjalan di
Pataruman yaitu :
a. Upaya Kesehatan Jiwa
Pada kegiatan ini belum berjalan secara optimal, hanya sebatas pemeriksaan pasien
di BP Umum yang memang terindikasi kedalam kasus kesehatan jiwa, untuk
mendeteksi kasus kesehatan jiwa lebih dini pada tahun 2015 dibentuk model RW
Keswamas (Kesehatan Jiwa Masyarakat) di Dusun Cimanggu Desa Batulawang.
b. Upaya Kesehatan Kerja
Di UPTD Puskesmas Pataruman II sudah berjalan program kesehatan kerja meski
belum berjalan secara optimal. Ada 2 pos UKK (Usaha Kesehatan Kerja) yang ada di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Pataruman IIyaitu Pos UKK Mitra Karya dan Pos
UKK Purnama.
c. Upaya Kesehatan Olahraga
Di tiap Desa/Kelurahan terdapat grup olahraga yang biasa aktif dan menjadi rutinitas.
Diantaranya yaitu grup olahraga sepakbola, vollyball, senam dan bulu tangkis.
d. UpayaPencegahan Dan Penanggulangan Penyakit Gigi
Kegiatan ini sudah menjadi rutinitas yang biasa dikerjakan oleh petugas Puskesmas,
karena kegiatan ini mempunyai target/cakupan yang harus dicapai.
Kunjungan pasien ke BP Gigi dari tahun ke tahun terjadi peningkatan. Hal ini
tentunya didukung dengan sumber daya dan sarana yang baik yang dimiliki oleh
Puskesmas Pataruman 2.
e. Upaya Kesehatan Lanjut Usia
Posbindu lansia merupakan kegiatan rutin yang biasa dilaksanakan setiap bulan di
pos-pos yang sudah dibentuk. Berikut ada beberapa posyandu lansia yang ada di
Pataruman 2 berikut dengan hasil cakupan kegiatannya
f. Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas)
g. Upaya Kesehatan Mata
Kegiatan upaya kesehatan mata/Indera adalah skrining katarak, yang selanjutnya
dilakukan operasi katarak dengan anggaran dari Dinas Kesehatan Kota Banjar.
h. UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah)

23
Kegiatan ini dikerjakan oleh petugas Puskesmas selama setahun dua kali sesuai
dengan anggaran yang ada di DPA, karena kegiatan ini mempunyai target/cakupan
yang harus dicapai.
3. Upaya Inovatif
Untuk upaya inovatif belum ada program yang begitu maksimal, namun
pembentukan klub prolanis di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pataruman II sudah
mulai.
Disamping upaya-upaya yang dilakukan oleh puskesmas, adanya faktor-faktor lain yang
berhubungan dengan status gizi pada balita yaitu :
1. Sosial ekonomi
Seseorang dengan kondisi sosial ekonomi yang semakin baik maka akan cenderung
membutuhkan kehidupan kesehatan yang lebih tinggi. Dimana wanita dengan sosial
ekonomi yang relatif baik akan mampu menerima dan menjaring informasi yang lebih
baik, di bandingkan dengan seseorang yang kondisi ekonominya buruk. Demikian juga
dengan, wanita yang mempunyai penghasilan sendiri biasanya mempunyai kedudukan
atau posisi yang lebih baik dalam kehidupan keluarga termasuk dalam hal memilih
makanan untuk balita.
Distribusi pendapatan adalah pengukuran untuk mengukur kemiskinan relatif.
Distribusi pendapatan biasanya diperoleh dengan menggabungkan seluruh individu
dengan menggunakan skala pendapatan seseorang kemudian dibagi dengan jumlah
penduduk kedalam kelompok berbeda yang berdasarkan pengukuran atau jumlah
pendapatan yang mereka terima.3
Apabila seseorang dengan kondisi pendapatan yang semakin baik maka ia akan
cenderung membutuhkan pelayanan kesehatan yang lebih tinggi. Dimana wanita dengan
pendapatan yang relatif baik akan mampu menerima dan menjaring informasi yang lebih
baik, di bandingkan dengan seseorang yang kondisi pendapatannya buruk. Demikian
juga dengan, wanita yang mempunyai penghasilan sendiri biasanya mempunyai
kedudukan atau posisi yang lebih baik dalam kehidupan keluarga yaitu mereka tidak
terlalu tergantung pada orang lain dan lebih cenderung cepat mengambil kesimpulan
termasuk dalam hal memilih makanan bergizi.2

2. Pengetahuan

24
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan suatu objek tertentu, penginderaan terjadi melalui panca indera manusia,
yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan kognitiaf
merupakan dominan dan alat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Karena
dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih langsung dari pada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan.2
Seorang ibu rumah tangga bukan merupakan ahli gizi, tetapi juga harus dapat
menyusun dan menilai hidangan yang akan disajikan kepada anggota keluarganya.
Pengetahuan gizi ibu merupakan pengetahuan seorang ibu dalam menyediakan makanan
yang bergizi guna mendapat kesehatan yang baik serta mempertahankan kesehatan.
Dengan demikian, berdasarkan uraian diatas, kurangnya pengetahuan terhadap status
gizi ini merupakan salah satu sebab masalah terjadinya kurang gizi yaitu kurangnya
pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam
kehidupan sehari-hari.

3. Sosial budaya

Budaya berpengaruh terhadap kurang gizi seperti larangan memakan sesuatu tertentu
bagi penganut suatu agama dan norma-norma tertentu dianut oleh masyarakat setempat.
Pola kebiasaan ini berkenaan dengan suatu masyarakat dan kebiasaan pangan yang
diikutinya, berkembang sekitar arti pangan dan penggunaan pangan yang cocok. Pola
kebudayaan ini mempengaruhi jenis pangan yang akan diproduksi, diolah, disalurkan,
disiapkan, disajikan. Para ahli pertanian perlu mengetahui tentang pentingnya dampak
sosial budaya dan pangan.
Masyarakat yang sosial budayanya positif, baik atau mendukung, maka kebiasaan
dalam pemenuhan dan penyajian makanan juga memenuhi syarat kesehatan. Kebiasaan
menyajikan makanan yang bergizi, mengatur jadwal makan yang tepat serta memberikan
dorongan atau motivasi kepada balita untuk makan secara teratur adalah kebiasaan yang
berkembang dalam masyarakat. Jika kebiasaan ini baik, maka kegiatan yang
dilaksanakan juga mendukung dengan baik.34
Kebiasaan memilih bahan makanan yang bergizi bagi seseorang perlu memahami
cara mengolah makanan dengan lebih baik, memilih bahan makanan yang mengandung
gizi tinggi serta mengerti cara menyajikan dan meningkatkan selera makanan keluarga.

25
Dengan kuantitas makanan yang disediakan dalam jumlah yang cukup dapat menambah
gizi seseorang sehingga status gizi lebih baik, ini semua didukung oleh perilaku
seseorang dalam memenuhi kuantitas makanan yang mencukupi dan sesuai dengan porsi
makan seseorang.34
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada banyak hal yang akan mempengaruhi
kekurangan gizi pada balita pada suatu wilayah tertentu. Pemberian Vitamin dan
pemeriksaan rutin telah dilakukan dengan baik akan tetapi terkadang masih ada beberapa
keluarga yang dalam keterbatasan dalam beberapa sektor seperti contohnya pendidikan,
ekonomi dan budaya dapat juga menjadi penyebab kurangnya gizi pada anak balita di
suatu keluarga, sehingga baik keluarga maupun pihak puskesmas harus lebih giat lagi
meningkatkan kualitas gizi anak-anak balita yang nantinya akan meningkatkan kualitas
hidup mereka di masa mendatang.

26
BAB V
PENUTUP

Simpulan
Dari hasil penelitian mengenai gambaran peningkatan balita dengan status gizi kurang di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Pataruman II Kota Banjar dapat di simpulkan bulan yang
paling rawan
Di temukannya balita dengan gizi kurang adalah pada bulan Desember dan terendah pada
bulan Juli. Desa yang paling rentan adalah Desa Karyamukti dan desa yang terendah jumlah
balita dengan status gizi kurang adalah Desa Sukamuti, sehingga dapat disimpulkan bahwa
bagian gizi dari UPTD Puskesmas Pataruman II Kota Banjar telah melakukan hal-hal yang
telah di wajibkan dan merupakan program pemerintah dan puskesmas tetapi adanya faktor
eksternal juga yang dapat menyebabkan terjadinya balitadengan status gizi kurang.

Saran
Upaya pemberian informasi lebih ditekankan mengenai status gizi, pentingnya mengikuti
kegiatan yang telah dibuat oleh pemerintah serta puskesmas dan juga tanda-tanda bahaya
kekurangan gizi kepada seluruh warga di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pataruman II Kota
Banjar Pemberian informasi ini juga perlu di tingkatkan dengan memanfaatkan media
cetak,media elektronik dan tenaga kesehatan.

Penelitian lebih lanjut terhadap faktor lain yang mempengaruhi status gizi balita dan cara
menanggulangi kekurangan gizi pada balita sangat diharapkan karena dapat sangat
bermanfaat dan dapat menurunkan risiko terjadinya gizi kurang di kemudian hari

27
DAFTAR PUSTAKA

Irianto, K. (2014). Gizi Seimbang dalam Kesehatan Reproduksi. 1st Ed.


Alfabeta. Bandung.Notoatmojo. S. , (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi
Revisi. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Jamra & Bankar, (2013); Pei, Ren & Yan (2013); Ghazi, Musta, Isa & Mohhamed,
(2011); McDonald, Kupka, Manji, Okuma, Bosch, Aboud, 2012; Kumar & Singh,
(2013).
World Food Program, (2007)

Kamus gizi; Pelengkap Kesehatan Keluarga; google books, Kompas

Departemen kesehatan RI. Sistem kesehatan nasional, bentuk dan cara


penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Jakarta: DEPKES; 2015.
Moeloek NF. Sambutan menteri kesehatan republik Indonesia pada peringatan hari
kesehatan nasional. Jakarta: KEMENKES RI; 2014
Almatsier, S. (2003). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Vol.7. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
SRiyadi, H. (2005). Prinsip dan Petunjuk Penilaian Status Gizi. Gizi Masyarakat
dan Sumberdaya Keluarga. Institut Pertanian Bogor.
Santoso, Soegeng, dan Anne Lies Ranti.(1999) Kesehatan dan Gizi. Jakarta :
PT RIneka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo, (2003) Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT
Rineka Cipta.
Hardiansyah, (1997) Ringkasan Tesis Pascasarjana Gizi Masyarakat dan
Sumber Daya Keluarga. [Thesis]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya
Keluarga Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
Suhardjo dan Clara M.Kusharto. Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta ; Kaninus IKAPI
Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI). (2009) Kamus Gizi Pelengkap
Kesehatan Keluarga. Kompas Media Nusantara. Jakarta.

28
Dewi, S. R (2013). Hubungan antara Pengetahuan Gizi, Sikap Terhadap
Gizi, dan Pola Konsumsi Siswa Kelas XII Program Keahlian Jasa Boga di SMKN 6
Yogyakarta. [Skripsi] Universitas Negri Yogyakarta. Yogyakarta.
Muaris. H. (2006). Sarapan Sehat Untuk Anak Balita. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.

Sutomo, B & Anggraini, D. Y., Makanan Sehat Pendamping ASI. Demedia. Jakarta.

Gibney. J., Michael, Barnie, M., Margarets, John, M.K & Lenore, A (2009)
Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC

Asydhad, L.A, dan Mardiah, (2006). Makanan Tepat Untuk Balita. PT.
Kawan Pustaka. Jakarta.

Setiarini, A. (2008 ). Report Of The Gizi Assessment : Suggetions For Expanding


The Approach In Indonesia. Depkes . www.positivedeviance.org/PD.

PN. Evelin dan Djamaludin. N (2010). Panduan Pintar Merawat Bayi dan Balita .
Jakarta : PT Wahyu Media.

Devi, N. (2010). Nutrition and Food, Jakarta : PT.Kompas Media Nusantara

Wolley, Gunawan, & Warouw (2016). Perubahan Status Gizi pada Anak dengan
Leukemia Limfoblastik Akut Selama Pengobatan. Jurnal e-klinik., Volume 4, Nomor
1, Januari – Juni 2016
Supariasa, et al (2002). Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC, pp : 37 -121)
Krisno M.A., (5 September 2009). Dasar-Dasar Ilmu Gizi.
Widardo, 1997. Ilmu Gizi II : Anthropometri Gizi. Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret, Surakarta. BPK,pp:12-33

Achmadi, U. (2011). Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Kompas, Jakarta

Pudjiadi, Solihin (2001). Ilmu Gizi Klinis pada Anak.Edisi Keempat. Jakarta :
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

29
Abunain, Djumadias. (1990). Antopometri Sebagai Alat Ukur Status Gizi di
Indonesia . Gizi Indonesia, Jakarta.

Moehji, S. (2009).Ilmu Gizi 2. Penerbit Papas Sinar Sinarti. Jakarta: 63, 66.

. Banudi. L. (2013) Gizi Kesehatan Reproduksi : Buku Saku Bidan. Jakarta : EGC.

Agus, Irianto. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi, Jakarta: Penebar Swadaya

30

Anda mungkin juga menyukai