PENDAHULUAN
Balita adalah anak yang berumur di bawah lima tahun, tidak termasuk bayi karena
bayi mempunyai karakter makan yang khusus (Irianto, 2009). Peraturan Menteri Kesehatan
mendefinisikan anak balita adalah anak umur 12 sampai dengan 59 bulan. Pada umur
tersebut anak berada pada periode tumbuh kembang manusia yang disebut dengan the
golden age.
Berdasarkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa the golden age terdapat pada
masa konsepsi, yaitu sejak manusia masih dalam rahim ibu hingga beberapa tahun pertama
kelahirannya yang diistilahkan dengan usia dini. Setelah anak berumur 24 bulan, tidak ada
lagi pertambahan sel-sel neuron baru seperti yang terjadi pada umur sebelumnya, tetapi
pematangannya masih berlangsung sampai anak berusia empat atau lima tahun (Uce,
2017). Pada masa awal-awal kehidupan yang dimulai kira-kira umur 3 tahun anak mulai
mampu untuk menerima keterampilan sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan proses
berpikir. Peran pengasuhan orang tua meliputi perawatan dan pendidikan, pemberian
makanan yang memadai untuk pengembangan kecerdasan intelektual, pemberian non
material untuk pengembangan kecerdasan emosi dan spiritual sangat menentukan kualitas
anak di kemudian hari.
Setelah manusia lahir, apa yang dimakan oleh bayi sejak usia dini merupakan
fondasi yang penting bagi kesehatan dan kesejahteraannya di masa depan. Balita akan
sehat jika awal kehidupannya sudah diberi makanan sehat dan seimbang sehingga kualitas
sumber daya yang dihasilkan optimal (Susilowati dan Kuspriyanto. 2016).
Salah satu prinsip yang harus diperhatikan dalam makanan seimbang adalah
keanekaragaman pangan. Prinsip keanekaragaman yang dimaksud adalah keanekaragaman
jenis pangan termasuk proporsi makanan yang seimbang, dalam jumlah yang cukup, tidak
berlebihan dan dilakukan secara teratur (Kemenkes RI, 2014). Ketika masuk usia tiga
tahun, anak mulai bersifat ingin mandiri dalam memilih dan menentukan makanan yang
ingin dikonsumsinya. Anak sering menolak makanan yang tidak disukai dan hanya
memilih makanan yang disukai sehingga perlu diperkenalkan kepada mereka keragaman
makanan untuk mengoptimalkan pencapaian gizi seimbang.
Mengonsumsi keragaman makanan perlu dilakukan karena tidak ada satupun jenis
makanan yang mengandung semua jenis zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk menjamin
pertumbuhan dan mempertahankan kesehatannya (Kemenkes RI, 2014).
Menurut UNICEF, status gizi balita dipengaruhi langsung oleh asupan makanan
dan penyakit infeksi. Asupan zat gizi pada makanan yang tidak optimal dapat
menimbulkan masalah gizi kurang dan gizi lebih. Masalah gizi pada balita antara lain
kekurangan energi protein (KEP), kekurangan vitamin A (KVA), anemia gizi besi (AGB),
gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY), dan gizi lebih (Susilowati dan Kuspriyanto.
2016). Masalah gizi lain pada balita adalah stunting (Kemenkes RI, 2018).
Gizi merupakan salah satu faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Baik bagi
balita maupun pada ibu hamil. Kurang Gizi pada balita akan menyebabkan kegagalan
pertumbuhan fisik dan perkembangan otak dan kecerdasan, menurunkan produktifitas,
menurunkan daya tahan tubuh, meningkatkan kesakitan dan kematian.Tinggimya angka
masalah gizi diduga akan berpengaruh berat dengan resiko kehilangan IQ point 10-13
point. Sedangkan masalah gizi yang dialami oleh ibu hamil akan berpengaruh terhadap
status gizianak yang akan dilahirkan.
Indonesia termasuk salah satu dari 193 negara yang mempunyai 3 masalah gizi
tinggi pada balita (Global Nutrition Report). Di Sumatera Barat, Kabupaten Kepulauan
Mentawai tergolong daerah sebagai penyumbang angka kasus gizi buruk yang tinggi. Pada
tahun 2017 tercatat sebanyak 41 orang balita yang terdeteksi sebagai balita gizi buruk yang
tersebar di 10 Kecamatan di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Kasus gizi buruk merupakan salah satu penyebab tidak langsung kematian balita.
Oleh karena itu tindakan yang tepat didalam merawat kasus kurang gizi harus segera
dilaksanakan.
Didalam penanganan balita yang mengalami kasus gizi buruk dan kurang bisa
dilakukan dengan dua cara yaitu penanganan atau intervensi gizi secara spesifik dan
penanganan atau intervensi secara sensitif. Penanggulangan atau interfensi secara spesifik
dilakukan dan diberikan penanganan secara langsung kepada kasus. Hal ini biasanya
penanggulangan berjangka pendek yang berkemungkinan besar kasus akan kembali lagi.
Sementara penanganan atau interfensi gizi secara sensitif dilakukan dengan cara
melibatkan sektor yang berada diluar kesehatan. Hal ini lebih arahnya pemberian
kontribusi dari sektor yang terkait seperti edukasi dan perobahan perilaku masyarakat
dalam hal mengatasi masalah gizi, kepesertaan JKN, sanitasi lingkungan dan ketersediaan
air bersih dll. Interfensi cara ini lebih arahnya ke penangglangan secara jangka panjang.
Dengan adanya keterlibatan dari lintas sektor dan pemberian edukasi ke masyarakat
diharapkan masalah gizi di daerah kita dapat diatasi.
BAB II
PEMBAHASAN
Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat
kesejahteraan masyarakat.. Status gizi balita dapat diukur secara antropometri.
Indeks antropometri yang sering digunakan, yaitu : berat badan terhadap umur
(BB/U), tinggi badan terhadap umur (TB/U) dan berat badan terhadap tinggi badan
(BB/TB). Tetapi indeks BB/U merupakan indikator yang paling umum
digunakan karena mempunyai kelebihan yaitu lebih mudah dan lebih cepat
dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk mengatur status gizi akut dan kronis,
berat badan dapat berfluktuasi, sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil,
dan dapat mendeteksi kegemukan (over weight).
Standar rujukan yang dipakai untuk penentuan klasifikasi status gizi dengan
antropometri berdasarkan SK Menkes No. 920/Menkes/SK/VIII/2002, untuk
menggunakan rujukan baku World Health Organization-National Center for
Health Statistics (WHO-NCHS) dengan melihat nilai Z-score.
Di Indonesia cara yang paling umum dan sering digunakan adalah penilaian
status gizi secara antropometri, karena lebih praktis dan mudah dilakukan. Secara
umum antropometri artinya ukuran tubuh. Ditinjau dari sudut pandang gizi,
maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Tujuan kegiatan ini untuk meningkatkan pengetahuan ibu status gizi balita sehingga
dapat menurunkan kejadian balita gizi buruk atau kurang. Kegiatan pengabdian ini
dilakukan bersamaan kegiatan Posyandu balita di Wilayah Kerja Puskesmas Medan
Labuhan dengan cara menimbang balita, memberikan penyuluhan pada orang
tua/pengasuh balita, dan pemberian makan tambahan.
Melalui edukasi mengenai gizi seimbang telah terjadi peningkatan pengetahuan ibu
mengenai gizi seimbang pada balita. Meningkatnya pengetahuan mengenai gizi seimbang
dan pengolahan makanan boleh jadi akan diikuti dengan perubahan perilaku. Penyuluhan
gizi dengan metode ceramah merupakan salah satu pendekatan pembelajaran dengan
memberi seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan agar mampu
menentukan pilihan perilaku yang tepat untuk meningkatkan status gizi balitanya.
a. Faktor Langsung
1) Keadaan infeksi
Ditekankan bahwa terjadi interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit
infeksi. Mekanisme patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri
maupun bersamaan, yaitu penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan,
menurunnya absorbsi dan kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit, peningkatan
kehilangan cairan/zat gizi akibat penyakit diare, mual/muntah dan pendarahan terus
menerus serta meningkatnya kebutuhan baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit dan
parasit yang terdapat dalam tubuh.
2) Konsumsi makanan
Pengukuran konsumsi makan sangat penting untuk mengetahui kenyataan apa yang
dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur status gizi dan
menemukan faktor diet yang dapat menyebabkan malnutrisi.
1) Pengaruh budaya
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap terhadap
makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan produksi pangan. Sikap terhadap
makanan seperti terdapat pantangan, tahayul, dan tabu dalam masyarakat menyebabkan
konsumsi makanan menjadi rendah. Jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah
anak yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan gizi dalam keluarga. Konsumsi zat
gizi keluarga yang rendah, juga dipengaruhi oleh produksi pangan. Rendahnya produksi
pangan disebabkan karena para petani masih menggunakan teknologi yang bersifat
tradisional.
5) Produksi pangan
Data yang relevan untuk produksi pangan adalah penyediaan makanan keluarga,
sistem pertanian, tanah, peternakan dan perikanan serta keuangan.
Pemantauan Status Gizi atau dalam istilah kerennya PSG adalah merupakan bagian
dari monitoring dan evaluasi kegiatan pembinaan gizi dalam rangka mendukung kegiatan
manajemen pengelolaan kegiatan perbaikan gizi untuk pengambilan keputusan dan
tindakan, penentuan kebijakan dan penyusunan rencana kegiatan perbaikan gizi disuatu
wilayah secara cepat akurat, teratur dan berkelanjutan.
PSG secara rutin kita laksanakan setiap bulan melalui penimbangan dan
pengobatan rutin balita yang paling sering kita temui di Posyandu. Kita melakukan
pemantauan tidak hanya melalui BB saja tetapi ditambahkan dengan Status Tinggi Badan,
selain itu kita juga mengecek status gizi baik BB dan TB keluarga yang lain seperti status
gizi remaja putri, ibu hamil dan lansia. Selain status gizi, team dari puskesmas juga
memantau penggunaan garam beryodium dan tablet tambah darah di keluarga.
3.5. Tujuan
Tujuan Umum
Terlaksananya kegiatan Pemantauan Status Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas
Medan Labuhan untuk mengetahui kondisi kesehatan balita yang ada di
lapangan.
Tujuan Khusus
1. Terlaksananya kegiatan penimbangan ( dilakukan di Posyandu Balita )
2. Terlaksananya Kegiatan Pemeriksaan Kesehatan Balita di Puskesmas
( dilakukan di Poli Anak )
3. Terlaksananya Kunjungan ke rumah balita
4. Terlaksananya Kegiatan Konseling Gizi di Puskesmas
5. Terlaksananya Pembentukan Kelompok Peduli Gizi ( KOPI BURHAN )
3.6. Pelaksanaan Kegiatan
4. Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : PEMBAHASAN
2.1. Pemantauan Status Gizi pada Balita
2.2. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Status Gizi
DAFTAR PUSTAKA
MAKALAH
OLEH