Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS MASALAH GIZI (STUNTING) DI LAHAN BASAH

DENGAN PENANGGULANGAN PEMANFAATAN


POTENSI LINGKUNGAN

Mata kuliah : Kesehatan Lingkungan Masyarakat Lahan Basah


Dosen : Dr. dr. Triawanti, M.Kes

Diteliti oleh
Sumi Kartika
2020930320012

MAGISTER ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI


KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJAR BARU KALIMANTAN SELATAN

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Salah satu jenis wilayah yang ada di daratan negara Indonesia adalah
lahan basah. Lahan basah adalah daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut,
dan perairan tetap atau sementara, dengan air yang tergenang atau mengalir,
tawar, payau, atau asin, termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya
tidak lebih dari enam meter pada waktu surut (Konvensi Ramsar). Luas lahan
rawa di Kalimantan Selatan sebesar 4.969.824 Ha yang terdiri dari lahan
gambut, lahan rawa pasang surut, dan lahan rawa lebak. Lahan rawa tersebut
banyak yang belum diolah dan dimanfaatkan, padahal lahan rawa dapat
berpotensi sebagai lahan pertanian baru untuk masa depan anak Indonesia.

Anak merupakan generasi penerus bangsa, kualitas bangsa di masa


depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini. Pembangunan nasional
mempunyai tujuan utama yaitu meningkatkan kualitas sumber daya manusia
(SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM
dimulai dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dengan perhatian utama
pada proses tumbuh kembang anak. Dalam sistem ketatanegaraan kita, upaya
peningkatan SDM diatur dalam UUD 1945 pasal 28 H ayat (1) yang
menyatakan bahwa setiap individu berhak hidup sejahtera, dan pelayanan
kesehatan adalah salah satu hak asasi manusia. Dengan demikian pemenuhan
pangan dan gizi untuk kesehatan warga negara merupakan investasi untuk
peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Pengaturan tentang pangan tertuang dalam Undang-undang No.7 Tahun


1996 tentang Pangan, yang menyatakan juga bahwa pangan merupakan
kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat
khususnya bagi anak-anak yang sedang tumbuh kembang. Anak-anak salah

2
satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu mendapat perhatian
khusus. Adanya peningkatan dan perbaikan kualitas hidup anak merupakan
salah satu upaya yang penting bagi kelangsungan hidup suatu bangsa.

Status gizi anak adalah salah satu tolak ukur penilaian tercukupinya
kebutuhan asupan gizi harian serta penggunaan zat gizi tersebut oleh tubuh.
Jika asupan nutrisi anak senantiasa terpenuhi dengan baik tentu tumbuh
kembangnya akan optimal. Status gizi anak juga merupakan satu dari delapan
tujuan yang akan dicapai dalam Millenium Developmaent Goals (MDGs)
2015, dampak dari status gizi rendah yaitu anak menjadi lemah, cepat lelah dan
mudah sakit.

Menurut WHO, pertumbuhan fisik anak dicirikan dengan bertambah


besarnya ukuran-ukuran antropometri. Pengukuran antropometri yang banyak
digunakan adalah berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). BB merupakan
salah satu pengukuran antropometri yang memberikan gambaran tentang massa
tubuh (tulang, otot dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan
mendadak, misalnya akibat penyakit yang diderita, nafsu makan seseorang
menurun, konsumsi makanan berkurang sehingga berakibat terhadap
berkurangnya BB. Indeks berat badan menurut umur (BB/U) lebih
menggambarkan status gizi saat ini. Tinggi badan (TB) menggambarkan
pertumbuhan tulang atau rangka. Dalam kondisi normal, TB bertambah sesuai
dengan pertambahan umur, namun kurang sensitif terhadap kekurangan
konsumsi zat gizi dalam jangka waktu pendek. Pengaruh kekurangan konsumsi
gizi terhadap TB, baru akan terlihat dalam jangka waktu lama. Dengan
demikian, maka indeks TB menggambarkan status gizi masa lalu, sehingga
rendahnya nilai TB digunakan sebagai indikator kekurangan gizi kronis.

Stunting didefinisikan sebagai keadaan tubuh yang pendek atau sangat


pendek hingga melampaui median panjang berdasarkan tinggi badan menurut
usia. Stunting menunjukkan kekurangan gizi yang terjadi selama periode paling
awal pertumbuhan dan perkembangan anak. Tidak hanya tubuh
pendek, stunting memiliki banyak dampak buruk untuk anak. Stunting
menggambarkan suatu keadaan malnutrisi yang kronis dan anak memerlukan

3
waktu untuk berkembang serta pulih kembali munuju keadaan tinggi badan
anak yang normal menurut usianya (Gibney et al, 2009).

Masalah gizi masih terjadi di Kalimantan Selatan, menurut Kepala


Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinkes Kalimantan Selatan, Didy Ariadi
ada empat daerah di Provinsi Kalimantan Selatan mengalami kasus stunting
atau gizi buruk pada anak. Daerah tersebut yakni Hulu Sungai Utara, Tanah
Bumbu, Tapin dan Tabalong. Dengan masih tingginya angka kejadian stunting
diwilayah lahan basah Kalimantan Selatan maka dilakukan Analisisis situasi
kondisi gizi agar bisa memberikan solusi dengan pemanfaatan potensi
lingkungan lahan basah Kalimantan Selatan.

2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana kondisi gizi dilahan basah Kalimantan Selatan?

b. Bagaimana solusi dengan pemanfaatan potensi lingkungan lahan basah di


Kalimantan Selatan ?

c. Bagai mana peran Pemerintah dalam menanggulangi masalah gizi stunting?

3. Tujuan Penelitian

a. Menganalisis permasalahan kondisi gizi masyarakat di lahan kaliamantan


selatan

b. Menganalisis potesi dilahan basah Kalimantan selatan sebagai penanggulang


mssalah gizi yang terjadi

4. Manfaat Penelitian

a. Memberi edukasi pemanfaatan potensi lahan basah untuk mengatasi masalah


gizi

4
b. Menambah pengetahuan dan pemahaman masyarakat lahan basah tentang
kebutuhan gizi pada masa anak-anak.

BAB II

1. Tinjauan Pustaka

Kurang gizi merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan


nutrisi, atau nutrisinya dibawah rata-rata normal. Kurang gizi kekurangan
bahan-bahan nutrisi seperti protein, karbonhidrat, lemak, dan vitamin yang
dibutuhkan oleh tubuh. Cara menilai status gizi dapat dilakukan dengan
pengukuran antropometrik, klinik, biokimia, dan biofisik. Pengukuran
antropometrik dapat dilakukan dengan beberapa macam pengukuran yaitu
pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan sebagainya.
Dari beberapa pengukuran tersebut, pengukuran Berat Badan (BB) sesuai
Tinggi Badan (TB) merupakan salah satu pengukuran antropometik yang baik
dengan mengadopsi acuan havard dan World Health Organizatio National
Center For Health Statistics.

Gizi buruk biasanya terjadi pada anak dibawah usia 5 tahun. Gizi buruk
adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Anak-
anak merupakan kelompok umur yang rawan terhadap gangguan kesehatan dan
gizi. Pada usia pra sekolah kebutuhan anak meningkat, dan seringkali pada usia
ini tidak lagi diperhatikan pola makannya karna dianggap sudah bisa makan
sendiri sehingga risiko gizi buruk akan semakin besar. Anak yang kekurangan
gizi akan berakibat pada pendeknya ukuran badan atau Stunting menurut
Direktur Gizi Masyarakat kementrian Kesehatan (Doddy Izwardy 2017).

Kekurangan sumber ptotein, zat besi, iodium dan vitamin A pada anak
dapat menghambat pertumbuhan, mengurangi daya tahan tubuh sehingga
rentan terhadap penyakit infeksi, mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan,
penurunan kemampuan fisik, gangguan pertumbuhan jasmani dan mental,
hingga membuat anak menjadi stunting. Stunting adalah gangguan dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak yang membuat tinggi badannya

5
terhambat sehingga tidak sesuai dengan anak seusianya. Dalam keadaan
normal, tinggi badan tumbuh seiring pertambahan umur.

Stunting atau pendek kurang gizi kronik merupakan suatu bentuk lain
dari kegagalan pertumbuhan yang keadaannya sudah terjadi sejak lama dan
merupakan proses kumulatif penyebab dari asupan zat-zat gizi yang tidak
cukup atau penyakit infeksi yang berulang, atau kedua-duanya. Gejala anak
yang mengalami stunting berupa:

1. Postur anak lebih pendek dari teman-teman seusianya


2. Proporsi tubuh mungkin tampak normal, tapi anak terlihat lebih muda
atau kecil untuk usianya
3. Berat badan rendah untuk anak seusianya
4. Pertumbuhan tulang terhambat

Standar Antropometri anak digunakan untuk menetapkan acuan dalam


penilaian status gizi dan tren pertumbuhan anak Indonesia, sebagai rujukan
untuk mengidentifikasi anak-anak yang berisiko gagal tumbuh tanpa menunggu
sampai anak menderita masalah gizi, serta sebagai dasar untuk mendukung
kebijakan kesehatan dan dukungan publik terkait dengan pencegahan gangguan
pertumbuhan. Permenkes II tahun 2020 tentang Standar Antropometri Anak
menyebutkan bahwa Antropometri adalah suatu metode yang digunakan untuk
menilai ukuran, proporsi, dan komposisi tubuh manusia.

Status gizi anak adalah salah satu tolak ukur penilaian tercukupinya
kebutuhan asupan gizi harian serta penggunaan zat gizi tersebut oleh tubuh.
Jika asupan nutrisi anak senantiasa terpenuhi, tentu tumbuh kembangnya akan
optimal. Penilaian dan cara menghitung status gizi anak dan orang dewasa
tidaklah sama. Indikator usia, berat, serta tinggi badan, saling berkaitan untuk
menentukan status gizi anak. Ketiga indikator tersebut nantinya akan
dimasukkan ke dalam grafik pertumbuhan anak (GPA) yang juga dibedakan
sesuai dengan jenis kelaminnya. Nah, grafik ini yang nantinya akan
menunjukkan apakah status gizi anak baik atau tidak. Ada beberapa kategori
yang digunakan untuk menilai status gizi anak menggunakan GPA, meliputi:

6
a. Mengukur status gizi anak usia 0-5 tahun dengan grafik (cut off z
score).
b. Status gizi tinggi badan berdasarkan umur anak (TB/U)
c. Berat badan berdasarkan tinggi badan (BB/TB)

2. Masalah Penyebab Kurang Gizi (Stunting) di Lahan Basah Kalsel

Masalah malnutrisi pada anak yang terjadi dilahan basah Kalsel


merupakan masalah yang disebabkan oleh multifaktorial dan Secara umum,
kondisi kurang gizi pada anak disebabkan oleh tidak tercukupinya kebutuhan
zat gizi harian. Berikut adalah faktor-faktor penyebab terjadinya kurang gizi
berikut ini

1. Ketidaktahuan orang tua tentang gizi

Kurangnya pengetahuan orang tua terhadap pola makan sehat dan gizi
yang seimbang merupakan penyebab kurang gizi pada anak. Bila orang tua
tidak mengetahui jenis dan jumlah nutrisi yang dibutuhkan anak, asupan
nutrisi yang diberikan bisa tidak mencukupi kebutuhan anak sehingga ia
menjadi kurang gizi(Stunting).

2. Tingkat sosial ekonomi yang rendah

Kondisi sosial ekonomi keluarga yang kurang baik menjadi penyebab


anak mengalami kekurangan gizi. Hal ini karena jika porsi dan jenis
makanannya tidak memenuhi kebutuhan gizi dalam waktu yang lama, anak
akan mengalami gizi kurang. Namun, hal ini bisa diakali dengan
mengetahui sumber-sumber makanan yang bergizi lengkap yang mudah
ditemui. Sumber makanan ini tidak perlu mahal, tetapi tetap terjaga
kebersihannya.

3. Kebersihan lingkungan yang buruk

Lingkungan yang tidak bersih juga dapat menyebabkan anak


mengalami kekurangan gizi, sebab lingkungan yang kotor bisa membuat
anak terserang beragam penyakit. Hal ini dapat menyebabkan penyerapan
gizi terhambat, meskipun asupan makanannya sudah baik.

7
4. Menderita penyakit tertentu

Anak kurang gizi bisa juga disebabkan oleh suatu penyakit atau kondisi
medis, terutama penyakit saluran pencernaan yang membuat tubuh anak
sulit mencerna atau menyerap makanan, seperti (sariawan, gigi berlubang,
karies,tonsilitis), serta penyakit bawaan (infeksi).

3. Potensi lingkungan di Lahan Basah Kalimantan Selatan

Potensi lingkungan lahan basah Kalimantan selatan sangat melimpah dengan


keanekaragaman hayati, pangan, dan berbagai material, selain itu lahan basah
berfungsi sebagai mengendalikan banjir, menyimpan cadangan air tanah, dan
mitigasi perubahan iklim. Sudah seharusnya Lahan yang subur menjadi potensi
yang sangat berarti bagi kehidupan masyarakat.

a. Lahan basah sebagai pusat keanekaragaman hayati menjadi tempat


hidup bagi berbagai spesies tumbuhan dan hewan, jumlah bahkan
lebih besar dibandingkan dengan wilayah lain di muka bumi.
Sedikit 100.000 spesies air tawar mendiami lahan basah. Jutaan
jenis burung air (di Indonesia saja tercatat hampir 400-an spesies)
tergantung pada kelestarian lahan basah. Belum termasuk berbagai
jenis hewan dan tumbuhan lainnya.
b. Lahan basah sebagai pemasok air bersih, Sebagaimana diketahui,
dari total air yang terdapat di bumi hanya 3% saja yang berupa air
tawar. Itupun sebagaian besar berupa air beku. Padahal, manusia
membutuhkan antara 20-50 liter air perharinya untuk memenuhi
segala kebutuhan dasarnya mulai dari minum, memasak, hingga
mandi. Lahan basah menjadi wilayah yang kaya akan air tawar.
Lahan basah menampung air hujan hingga dapat dimanfaatkan
manusia bahkan membantu peresapan air ke dalam tanah sebagai
cadangan air bersih di dalam tanah bagi manusia. Selain itu Lahan
basah dengan berbagai macam jenis tanaman yang tumbuh di
dalamnya mampu menyaring dan membersihkan air dari limbah-
limbah yang berbahaya.
c. Lahan basah sebagai penopang sumber pakan

8
Berbagai lahan pertanian yang mengandalkan saluran irigasi. Ikan
yang setiap orang mengkonsumsinya hingga rata-rata 19 kg
pertahun, tumbuh dan berkembang biak di rawa-rawa, hutan bakau,
hingga muara sungai. Sawah, irigasi, rawa-rawa, hutan bakau,
hingga muara sungai adalah sedikit contoh kawasan lahan basah
yang keberadaannya menopang ketersediaan pangan bagi manusia.

d. Lahan basah sebagai sumber mata pencarian


Puluhan juta orang menggantungkan hidupnya dari perikanan yang
sebagian besar terdapat di lahan basah. Berbagai jenis kayu
bangunan, tanaman obat, pakan ternak dihasilkan dari lahan basah
yang dikelola secara berkelanjutan dan lestari.

Sungai Alalak yang merupakan salah satu anak sungai Barito, tepiannya
adalah pemukiman penduduk. Sungai Alalak membelah pemukiman penduduk
menjadi dua bagian yaitu di sebelah kiri wilayah Alalak, Banjarmasin dan
sebelah kanan Pulau Alalak yang merupakan salah satu delta yang terletak di
tengah sungai Barito dan termasuk wilayah kabupaten Batola. Sebagian besar
penduduk bahkan tidak hanya bertempat tinggal di tepian sungai, tetapi juga
membangun rumah-rumah kayu mereka di atas sungai. Maka adalah hal yang
alami jika kehidupan masyarakat di daerah ini sangat dekat segala hal yang
terkait dengan lahan basah. Mulai dari pemanfaatan sebagai lahan pertanian
hingga pemanfaatan hasil kekayaan aneka ragam hayati yang tumbuh dan
berkembang liar di lahan basah, baik berupa tanaman maupun binatang.

Pada umumnya masyarakat tepian sungai memiliki mata pencaharian


yang berhubungan erat dengan kekayaan alam lahan basah, baik sebagai petani,
pengolah hasil, pemetik, penangkap maupun penjual ikan. Mata pencaharian
tersebut menjadi sumber utama pendapatan keluarga, sehingga dapat dikatakan
bahwa kehidupan masyarakat sangat bergantung pada kekayaan lahan basah,
yang sampai saat ini masih cukup melimpah disediakan oleh alam.

Banyaknya jenis ikan dilahan basah seperti ikan haruan (Gabus)


sangatlah baik untuk dikonsumsi anak-anak Salah satu manfaat ikan gabus

9
adalah dapat memperbaiki masalah gizi pada anak yang memiliki gangguan
tumbuh kembang, yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang baik. Secara
spesifik, 100 gram ikan gabus mengandung 69 kalori; 25,2 gram protein; 1,7
gram lemak; 0,9 miligram zat besi; 62 miligram kalsium; 76 miligram fosfor;
150 miligram vitamin A; 0,04 miligram vitamin B; dan 69 miligram air.

Selain itu ada juga masyarakat memanfaatkan rumput rawa yang biasa
disebut purun untuk membuat anyaman tikar yang kemudian dijual sebagai
sumber pendapatan. Ada juga yang memanfaatkan Nipah sebagai tanaman
serba guna. Masyarakat sekitar biasa menggunakan daun nipah sebagai
ketupat, bermacam anyaman, tanggui (topi besar khas Banjarmasin), dan
tangkai daunnya dibuat menjadi lidi. Sedangkan buahnya ( Tapu) dan pucuk
batangnya ( umbut ) diolah sebagai sayur berkuah santan. Kesemua hasil
olahan tanaman tersebut dijual kembali, dan hasil penjualan menjadi sumber
pendapatan keluarga.

4. Peran pemerintah dalam penanganan stunting di kalsel

Penanganan stunting dan gizi buruk sebagai salah satu prioritas


pembangunan bidang kependudukan. BKKBN memiliki peran dalam
pembangunan manusia Indonesia khususnya wilayah lahan basah dengan
peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM) melalui pendekatan
keluarga.  Upaya BKKBN dalam penanganan stunting melalui sinergi dengan
program pemerintah pusat sehingga terencana dengan baik. Secara nasional
angka stunting pada 2020 sekitar 27,6 persen dan diharapkan pada 2024
menurun menjadi 14 persen. Adapun faktor penyebab Stunting di Indonesia
adalah kurangnya pengetahuan ibu akan gizi dan pola asuh 1000 HPK, infeksi
bayi secara berulang, terbatasnya layanan kesehatan dan sanitasi yang buruk.

Di Kalsel hingga 2018 berdasarkan data E-PPGBM angka stunting di


Kalsel sebesar 22,2%, sedangkan dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2018 tercatat sebesar 33%. Angka stunting di Kalsel ditargetkan turun hingga
20 persen. Kepala BKKBN Kalsel, Ramlan MA, sebelumnya memaparkan
capaian kinerja dan perkembangan pembangunan kependudukan keluarga
berencana di Kalsel salah satunya yaitu perkembangan penanganan stunting.

10
Kerangka intervensi stunting yang direncanakan oleh pemerintah pusat
adalah Intervensi Gizi Sensitif. Kerangka ini idealnya dilakukan melalui
berbagai kegiatan pembangunan diluar sektor kesehatan dan berkontribusi pada
70% intervensi stunting. Sasaran dari intervensi gizi sensitif adalah
masyarakat.

Kegiatan terkait Intervensi Gizi Sensitif dapat dilaksanakan melalui


beberapa kegiatan yang umumnya makro dan dilakukan secara lintas
Kementerian dan Lembaga. Ada 12 kegiatan yang dapat berkontribusi pada
penurunan stunting melalui Intervensi Gizi Spesifik sebagai berikut:

1. Menyediakan akses layanan kesehatan


2. Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin
3. Memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua tentang gizi yang baik
untuk tumbuh kembang anak-anak
4. Melakukan fortifikasi bahan pangan
5. Menyediakan dan memastikan akses terhadap air bersih yang dikonsumsi
6. Memberikan pendidikan gizi masyarakat
7. Menyediakan dan memastikan akses terhadap sanitasi
8. Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Keluarga Berencana
(KB)
9. Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal)
10. Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Universal
11. Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta gizi pada
remaja
12. Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi

Kerangka Intervensi Stunting diatas sudah direncanakan dan dilaksanakan


oleh Pemerintah Indonesia sebagai bagian dari upaya nasional untuk mencegah
dan mengurangi prevalensi stunting (TNP2K 2017).

11
BAB II

1. Kesimpulan
Dari kejadian gizi buruk stunting yang terjadi di lahan basah
kalsel maka harus ditingkatkan lagi sosialisasi pengetahuan mengenai
kebutuhan gizi anak, kepada masyarakat khususnya ibu hal ini terkait
upaya pencegahan stunting. Harus diperbaiki juga program kegiatan
yang dilakukan agar lebih efektif menurunkan stunting dengan
melakukan pendataan secara terpadu (data anak-anak stunting by name
by address) sehingga program/kegiatan yang dilakukan bisa tepat
sasaran dan efektif dalam menanggulangi dan menurunkan stunting.
Kemudian selain itu, perlu dilakukan pemantauan atas program-
program yang sudah diajalankan dalam rangka memastikan pencapaian
tujuan program sebagaimana yang diharapkan. Sementara itu, terkait
besaran dan alokasi anggaran, besaran anggaran yang dialokasikan
terkait penanggulangan stunting sudah dirasa memadai, hanya perlu
pengoptimalan dalam pelaksanaannya saja agar dapat terlihat
signifikansi hasil yang diharapkan.

2. Saran
1. Ada kerjasama dan sinergi lintas sektor terkait upaya
penanggulangan stunting yang dimulai dari desa
2. Membuat tim khusus penanganan stunting dari pusat hingga ke
daerah.
3. Sebaiknya ada PMT khusus untuk anak stunting, karena anak
stunting membutuhkan gizi dan nutrisi khusus.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hairuddin Angkat.(2018). Penyakit Infeksi dan Praktek Pemberian MP-ASI


Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak Usia 12-36 Bulan di Kecamatan
Simpan Subulussalam.
http://ejournal.helvetia.ac.id/index.php/jdg/issue/view/39

Dewi Ngaisyah.(2015). Hubungan Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Stunting Pada


Balita. https://doi.org/10.35842/mr.v10i4.105. Medika Respati : Jurnal Ilmiah
Kesehatan indexed by:sinta

Eko Setiawan, Rizanda Machmud, Masrul Masrul. (2018). Faktor-Faktor yang


Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan
diWilayah Puskesmas Andalas
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/issue/view/33

Elan Satriawan, (2018). Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting. Tim


Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)

Eva riskia 6 Agustus 2020 Stunting Masih Mengancam Balita Kalsel, Peran
Posyandu Ditingkatkan https://www.sonora.id/read/422278078/stunting-masih-
mengancam-balita-kalsel-peran-posyandu-ditingkatkan.

http://infopublik.id/kategori/nusantara/386330/dinkes-kalsel-atasi-permasalahan-
gizi.https://mediaindonesia.com/nusantara/245040/angka-stunting-di-kalsel-
masih-tinggi

Izwardy, Doddy,(2019). Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Stunting di


Indonesia, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian
Koordinator Bidang Pembangunan Kabupaten.

13
 Livia Amelia Halim, Sarah M. Warouw, Jeanette I. Ch. Manoppo.(2018) Hubungan
Faktor-Faktor Resiko Stunting Anak Usia 3-5 Tahun di TK Tuminang. Jurnal
Sehat Mandiri, Volume 14

Oktariyani Dasril, Annita (2019). Karakteristik Keluaraga Terhadap Kejadian


Stunting Pada Anak Sekolah di Kota Padang. Jurnal Sehat Mandiri, Volume 1

Pritasari, Kirana.(2018). Upaya Percepatan Penurunan Stunting. Evaluasi


Pelaksanaan Tahun 2018 & Rencana Tindak Lanjut Tahun 2019

14

Anda mungkin juga menyukai