Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT

F5. Perbaikan Gizi Masyarakat


BALITA DENGAN GIZI BURUK

Disusun oleh :
dr. Fajar Alfa Muflihan

DOKTER INTERNSHIP ANGKATAN II


PERIODE 02 OKTOBER 2016 – 02 FEBRUARI 2017
PUSKESMAS DHARMA RINI KABUPATEN TEMANGGUNG
BAB I
LATAR BELAKANG

Kekurangan gizi merupakan penyakit tidak menular dapat terjadi pada


sekelompok masyarakat disuatu tempat. Hal ini berkaitan erat dengan berbagai faktor
multidisiplin dan harus selalu dikontrol terutama pada masyarakat yang tinggal di
negara-negara berkembang.
Situasi global, untuk kejadian luar biasa, tingginya harga makanan akan
meningkatkan jumlah anak yang kekurangan gizi terutama di wilayah WHO yang
melaporkan penemuan kasus kekurangan gizi. Populasi di dunia 2008 yang
diperkirakan beresiko terhadap kurang gizi mencapai 44-967 juta orang yang tinggal
di wilayah perkotaan dan pedesaan, yang merupakan penyebab utama kematian.
Masyarakat yang berperan aktif dalam berbagai kegiatan pelayanan kesehatan
harus mempunyai semangat dan keinginan yang kuat untuk membangun setiap
kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat. Dimana peran serta dan keterlibatan
masyarakat mampu dalam memecahkan masalah-masalah kesehatan mereka sendiri
secara mandiri tentang gizi dan makanan yang harus dikonsumsi agar tetap sehat
sebagai faktor penentu kesehatan anak ataupun setiap individu masyarakat.
Masyarakat yang berperan sebagai kader dalam pelayanan kesehatan paling
tidak harus memahami tentang gizi yang harus dimiliki antara lain : kebutuhan zat
dan gizi atau nutrisi bagi tubuh yakni: Karbohidrat, Protein, Lemak, Vitamin-vitamin,
dan mineral. Masyarakat yang mandiri dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan
mengandung pengertian, masyarakat yang bersangkutan mampu menggali potensi-
potensi masyarakat setempat untuk mengatasi masalah kesehatan mereka dengan kata
lain yang perlu dioptimalkan untuk mengatasi masalah tersebut dengan melibatkan
peran masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat pada akhirnya akan menghasilkan kemandirian
masyarakat dengan demikian pemberdayaan masyarakat merupakan proses,
sedangkan kemandirian masyarakat merupakan hasilnya. Oleh sebab itu, kemandirian
masyarakat dapat diartikan sebagai kemampuan masyarakat untuk mengidentifikasi
peran mereka, untuk berpartisipasi mengadakan konseling dan merencanakan untuk
melakukan pemecahan masalahnya dengan berkontribusi dalam memanfaatkan
potensi setempat tanpa tergantung pada bantuan dari pihak luar.
Peran serta masyarakat dapat dioptimalkan melalui pengolahan pusat
kesehatan masyarakat yang dipimpin oleh seorang dokter yang bekerjasama dengan
organisasi di masyarakat itu sendiri sebagai pengerak pembinaan kesejahteraan
keluarga (PKK). Dimana Pusat Kesehatan Masyarakat membina kader kesehatan dari
masyarakat dan pos pelayanan terpadu (posyandu) dengan pola fasilitas dan kader
dari masyarakat yang telah terpilih secara sukarela, karena posyandu merupakan salah
satu bentuk peran serta masyarakat untuk meningkatkan status gizi anak dalam upaya
promosi kesehatan.
Di Indonesia, gizi kurang dan gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Tingginya angka kesakitan dan kematian anak balita di
Indonesia sangat berkaitan dengan buruknya status gizi. Prevalensi gizi buruk di desa
pada tahun 1998 ada 28,6 % dari tahun 1999 ada 24,6 %. Data susenas menunjukkan
bahwa prevalensi gizi buruk meningkat terus yaitu dari 1,10 % (2001), dan 2,18 %
(2004). Prevalensi gizi kurang 12,66 % (2001), 14,28 % dan 14,33 % (2004) (Dinkes
RI, 2004).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Status Gizi Balita


2.1.1 Pengertian
Status gizi adalah Status gizi status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan
antara kebutuhan dan masukan nutrient.
Status gizi didefinisikan sebagai suatu keadaan tubuh akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi.
2.1.2 Klasifikasi Status Gizi Balita
Dalam menentukan status gizi balita harus ada ukuran baku yang sering disebut
reference. Pengukuran baku antropomentri yang sekarang digunakan di Indonesia
adalah WHO-NCHS. Klasifikasi status gizi dapat dibedakan menjadi empat yaitu:
a. Gizi lebih (Over weight)
Gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan
sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan.
Kelebihan berat badan pada balita terjadi karena ketidakmampuan antara energi
yang masuk dengan keluar, terlalu banyak makan, terlalu sedikit olahraga atau
keduanya. Kelebihan berat badan anak tidak boleh diturunkan, karena penyusutan
berat akan sekaligus menghilangkan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan
b. Gizi baik (well nourished)
Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-
zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat
setinggi mungkin.
c. Gizi kurang (under weight)
Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat
esensial.
d. Gizi buruk (severe PCM)
Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi,
atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata.
Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia,
kasus KEP (Kurng Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang
banyak dijumpai pada balita.
Menurut Depkes RI (2005) Paremeter BB/TB berdasarkan Z-Score
diklasifikasikan menjadi :
a. Gizi Buruk (Sangat Kurus) : <-3 SD
b. Gizi Kurang (Kurus) : -3SD sampai <-2SD
c. Gizi Baik (Normal) : -2 SD sampai +2SD
d. Gizi Lebih (Gemuk) : > +2 SD
2.1.3 Gizi Seimbang Pada Balita
Gizi Seimbang adalah susunan makanan sehari–hari yang mengandung zat-zat gizi
dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memerhatikan
prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat
badan (BB) ideal.
Bahan makanan yang dikonsumsi anak sejak usia dini merupakan fondasi penting
bagi kesehatan dan kesejahteraannya di masa depan. Dengan kata lain, kualitas
sumber daya manusia (SDM) hanya akan optimal, jika gizi dan kesehatan pada
beberapa tahun kehidupannya di masa balita baik dan seimbang. SDM berkualitas
inilah yang akan mendukung keberhasilan pembangunan nasional di suatu negeri.
Secara global, tercapainya keadaan gizi dan kesehatan yang baik serta seimbang ini
merupakan salah satu tujuan utama Millennium Develpoment Goals (MDGs) 2015
yang dicanangkan oleh UNICEF.
Menurut Koalisi Fortifikasi Indonesia dalam Wahyuningsih 2011, PGS
memperhatikan 4 prinsip, yaitu:
a. Variasi makanan;
b. Pedoman pola hidup sehat;
c. Pentingnya pola hidup aktif dan olahraga;
d. Memantau berat badan ideal.
Prinsip Gizi Seimbang adalah kebutuhan jumlah gizi disesuaikan dengan golongan
usia, jenis kelamin, kesehatan, serta aktivitas fisik. Tak hanya itu, perlu
diperhatikan variasi jenis makanan. Bahan makanan dalam konsep gizi seimbang
ternbagi atas tiga kelompok, yaitu:
a. Sumber energi/tenaga: Padi-padian, umbi-umbian, tepung-tepungan, sagu,
jagung, dan lain-lain.
b. Sumber zat Pengatur: Sayur dan buah-buahan
c. Sumber zat pembangun: Ikan, ayam, telur, daging, susu, kacang-kacangan
dan hasil olahannya seperti tempe, tahu, oncom,susu kedelai.

2.1.4. Metode Penilaian Status Gizi Balita


a. Antropometri
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur
beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara
lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar
dada, lingkar panggul dan tebal lemak dibawah kulit.
Ukuran tubuh manusia yang berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Penggunaan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Dari
beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan dan lingkar lengan sesuai
dengan usia adalah yang paling sering dilakukan dalam survei gizi. Untuk
keperluan perorangan di keluarga, berat badan (BB), tinggi badan (TB) atau
panjang badan (PB) adalah yang paling dikenal.
b. Klinis
Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan
dengan ketidakcukupan gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit,
mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan
permukaaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan untuk survey klinis secara
cepat.
c. Biokimia
Pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai
macam jaringan tubuh yang digunakan anatara lain: darah, urine, tinja dan juga
beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Penggunaan untuk suatu peringatan
bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi.
d. Biofisik
Penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi dan melihat perubahan
struktur jaringan. Penggunaan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja
epidemic (epidemic of night blindness).
e. Survei konsumsi makanan
Metode penentuan gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat
gizi yang dikonsumsi. Penggunaan dengan pengumpulan data konsumsi makanan
dapat memberikan gambaran tentang konsumsi barbagai zat gizi pada masyarakat,
keluarga dan individu.
f. Statistic vital
Dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian
berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan
data lainya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaan sebagai bahan indikator
tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.

2.1.4 Jenis-jenis Indikator status gizi balita


Masa balita merupakan masa yang menentukan dalam tumbuh kembangnya yang
akan menjadikan dasar terbentuknya manusia seutuhnya. Karena itu pemerintah
memandang perlu untuk memberikan suatu bentuk pelayanan yang menunjang
tumbuh kembang balita secara menyeluruh terutama dalam aspek mental dan sosial.
Pertumbuhan dan perkembangan saling mendukung satu sama lain perkembangan
seorang anak tidak dapat maksimal tanpa dukungan atau optimalnya pertumbuhan.
Misalnya seorang anak yang kekurangan gizi akan mempengaruhi perkembangan
mental maupun sosialnya, oleh karena itu keduanya harus mendapat perhatian baik
dari pemerintah, masyarakat maupun orang tua. Salah satu indikator untuk melihat
pertumbuhan fisik anak adalah dengan melihat status gizi anak dalam hal ini balita.
Sebagai alat ukur untuk mengetahui tingkat perkembangan seorang anak dengan
menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS).
Semua kejadian yang berhubungan dengan kesehatan anak sejak lahir sampai
berumur lima tahun, perlu dicatat dalam KMS, misalnya identitas anak, tanggal lahir
dan tanggal pendaftaran, serta penyakit yang pernah dideritanya. KMS berisi pesan-
pesan penyuluhan tentang penanggulangan diare, makanan anak. Sehingga ibu
senantiasa membawa KMS pada semua kegiatan kesehatan dan cenderung ingin
kontak dengan petugas kesehatan untuk merujuk anaknya. Hal ini dapat digunakan
sebagai pengamatan status gizi anak, disamping mempunyai kelebihan maupun
kekurangannya.
Untuk mengetahui apakah berat badan dan tinggi badan normal, lebih rendah atau
lebih tinggi dari yang seharusnya, dilakukan perbandingan dengan suatu standard
internasional yang ditetapkan oleh WHO.Di dalam ilmu gizi status gizi tidak hanya
diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan umur (U) secara sendiri-
sendiri, tetapi juga dalam bentuk indikator yang dapat merupakan kombinasi antara
ketiganya, sebagai berikut :
a. Indikator BB/U
Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur)
karena mudah berubah. Kelebihan indikator BB/U adalah Dapat dengan mudah
dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum; Sensitif untuk melihat perubahan
status gizi dalam jangka waktu pendek; dan Dapat mendeteksi kegemukan.
Sedangkan kelemahan indikator BB/U adalah interpretasi status gizi dapat keliru
apabila terdapat pembengkakan atau oedem; data umur yang akurat sering sulit
diperoleh terutama di Negara-negara yang sedang berkembang; kesalahan pada
saat pengukuran karena pakaian anak yang tidak dilepas/ dikoreksi dan anak
bergerak terus; masalah social budaya setempat yang mempengaruhi orangtua
untuk tidak mau menimbang anaknya karena dianggap seperti barang dagangan.
b. Indikator TB/U
Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu. Adapun kelebihan indikator
TB/U adalah dapat memberikan gambaran riwayat keadaan gizi masa lampau:
dapat dijadikan indikator keadaan social ekonomi penduduk.
Sedangkan kekurangannya adalah kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang
badan pada kelompok usia balita; tidak dapat menggambarkan keadaan gizi saat
kini; memerlukan data umur yang akurat yang sering sulit diperoleh di negara-
negara berkembang; kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur,
terutama bila dilakukan oleh petugas non-profesional.
c. Indikator BB/TB
Indikator BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini.
Berat badan berkorelasi linier dengan tinggi badan, artinya dalam keadaan normal
perkembangan berat badan akan mengikuti pertambahan tinggi badan pada
percepatan tertentu.Adapu kelebihan indikator BB/TB adalah independen terhadap
umur dan ras; dapat menilai status “kurus” dan “gemuk”; dan keadaan marasmus
atau KEP berat lain.Sedangkan kelemahannya adalah kesalahan pada saat
pengukuran karena pakaian anak yang tidak dilepas /dikoreksi dan anak bergerak
terus; masalah social budaya setempat yang mempengaruhi orangtua untuk tidak
mau menimbang anaknya karena dianggap seperti barang dagangan; kesulitan
dalam melakukan pengukuran panjang atau tinggi badan pada kelompok usia
balita; kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur, terutama bila
dilakukan oleh petugas non-profesional; tidak dapat memberikan gambaran apakah
anak tersebut pendek, normal dan jangkung.
2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita
2.2.1. Keadaan Infeksi
Ada hubungan yang erat antara infeksi (bakteri, virus dan parasit) dengan kejadian
malnutrisi. Ditekankan bahwa terjadi interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan
penyakit infeksi. Penyakit infeksi akan menyebabkan gangguan gizi melalui beberapa
cara yaitu menghilangkan bahan makanan melalui muntah-muntah dan diare. Selain
itu penyakit infeksi seperti infeksi saluran pernapasan dapat juga menurunkan nafsu
makan. Mekanisme patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara sendirisendiri
maupun bersamaan, yaitu penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan,
menurunnya absorbsi dan kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit, peningkatan
kehilangan cairan/zat gizi akibat penyakit diare, mual/muntah dan perdarahan terus
menerus serta meningkatnya kebutuhan baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit
dan parasit yang terdapat dalam tubuh.
2.2.2. Tingkat Konsumsi Makanan
Konsumsi makanan oleh keluarga bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang
dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga. Hal ini bergantung pada pendapatan,
agama, adat kebiasaan, dan tingkat pendidikan. Dinegara Indonesia yang jumlah
pendapatan penduduk sebagian rendah adalah golongan rendah dan menengah akan
berdampak pada pemenuhan bahan makanan terutama makanan yang bergizi.
Pengukuran konsumsi makan sangat penting untuk mengetahui kenyataan apa yang
dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur status gizi dan
menemukan faktor diet yang dapat menyebabkan malnutrisi. Kurangnya jumlah
makanan yang dikonsumsi baik secara kualitas maupun kuantitas dapat menurunkan
status gizi. Anak yang makanannya tidak cukup maka daya tahan tubuhnya akan
melemah dan mudah terserang infeksi.
2.2.3. Pengaruh Budaya
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap terhadap
makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan produksi pangan. Dalam hal sikap
terhadap makanan, masih terdapat pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat yang
menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah. Konsumsi makanan yang rendah
juga disebabkan oleh adanya penyakit, terutama penyakit infeksi saluran pencernaan.
Jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan
mempengaruhi asupan gizi dalam keluarga. Konsumsi zat gizi keluarga yang rendah,
juga dipengaruhi oleh produksi pangan. Rendahnya produksi pangan disebabkan
karena para petani masih menggunakan teknologi yang bersifat tradisional.
2.2.4. Penyediaan Pangan
Penyediaan pangan yang cukup diperoleh melalui produksi produksi pangan dalam
menghasilkan bahan makanan pokok, lauk pauk, sayur-mayur dan buah-buahan.
Merupakan program untuk menambah nutrisi pada balita ini biasanya diperoleh saat
mengikuti posyandu. Adapun pemberin tambahan makanan tersebut berupa makanan
pengganti ASI yang biasa didapat dari puskesmas setempat. Penyebab masalah gizi
yang pokok di tempat paling sedikit dua pertiga dunia adalah kurang cukupnya
pangan untuk pertumbuhan normal, kesehatan, dan kegiatan normal. Kurang
cukupnya pangan berkaitan dengan ketersediaan pangan dalam keluarga. Tidak
tersedianya pangan dalam keluarga yang terjadi terus menerus akan menyebabkan
terjadinya penyakit kurang gizi.
2.2.5. Keterjangkauan Pelayanan kesehatan.
Status gizi anak berkaitan dengan keterjangkauan terhadap pelayanan kesehatan
dasar. Anak balita sulit dijangkau oleh berbagai kegiatan perbaikan gizi dan kesehatan
lainnya karena tidak dapat datang sendiri ke tempat berkumpul yang ditentukan tanpa
diantar.
Beberapa aspek pelayanan kesehatan dasar yang berkaitan dengan status gizi anak
antara lain: imunisasi, pertolongan persalinan, penimbangan anak, pendidikan
kesehatan anak, serta sarana kesehatan seperti posyandu, puskesmas, rumah sakit,
praktek bidan dan dokter. Makin tinggi jangkauan masyarakat terhadap sarana
pelayanan kesehatan dasar tersebut di atas, makin kecil risiko terjadinya penyakit gizi
kurang.
2.2.6. Higiene dan Sanitasi Lingkungan
Hal ini bergantung pada kebersihan lingkungan atau ada tidaknya penyakit yang
berpengaruh zat-zat gizi oleh tubuh. Sanitasi lingkungan sangat terkait dengan
ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban, jenis lantai rumah serta kebersihan
peralatan makan pada setiap keluarga. Makin tersedia air bersih untuk kebutuhan
sehari-hari, makin kecil risiko anak terkena penyakit kurang gizi. Higienitas makanan
adalah Tindakan nyata dari ibu anak balita dalam kebersihan dalam mengelola bahan
makanan, penyimpanan sampai penyajian makanan balita
2.2.7. Jumlah Anggota Keluarga
Seandainya anggota keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang.
Usia 1 -6 tahun merupakan masa yang paling rawan. Kurang energi protein berat
akan sedikit dijumpai pada keluarga yang jumlah anggota keluarganya lebih kecil.
2.2.8. Tingkat Pendapatan
Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama pada kondisi
yang umum di masyarakat. Batas kriteria UMR (Upah mimimum regional) menurut
BPS untuk daerah pedesaan adalah Rp.1.375.000,-
2.2.9. Tingkat Pendidikan Ibu
Pendidikan sangat mempengaruhi penerimaan informasi tentang gizi. Masyarakat
dengan pendidikan yang rendah akan lebih mempertahankan tradisitradisi yang
berhubungan dengan makanan sehingga sulit menerima informasi baru di bidang
Gizi. Selain itu tingkat pendidikan juga ikut menentukan mudah tidaknya seseorang
menerima suatu pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, akan
semakin mudah dia menyerap informasi yang diterima termasuk pendidikan dan
informasi gizi yang mana dengan pendidikan gizi tersebut diharapkan akan tercipta
pola kebiasaan yang baik dan sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan
memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan
menginplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya
dalam hal kesehatan dan perbaikan gizi. Tingkat pendidikan dapat disederhanakan
menjadi pendidikan tinggi (tamat SMA- lulusan PT) dan pendidikan rendah
(tamat SD – tamat SMP). Hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah untuk daerah
wajib belajar 12 tahun.
2.2.10. Pengetahuan Ibu Tentang Gizi
Pengetahuan tentang kadar gizi dalam berbagai bahan makanan, kegunaan makanan
bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan makanan yang harganya
tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizinya tinggi. Kurangnya pengetahuan ibu
tentang gizi berakibat pada rendahnya anggaran untuk belanja pangan dan mutu serta
keanekaragaman makanan yang kurang. Keluarga lebih banyak membeli barang
karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan lingkungan. Selain itu, gangguan gizi juga
disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan informasi tentang gizi
dalam kehidupan sehari-hari.
BAB III
PERMASALAHAN

Permasalahan yang penulis jumpai adalah seorang anak laki laki berusia 2
tahun dengan gizi kurang yang ditemukan pada acara POSYANDU Balia di
Puskesmas Dharmarini tanggal 13 Januari 2017.
Data Pribadi
Nama : An. B
Tanggal lahir : 29 Januari 2015
Usia : 2 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : belum sekolah
Suku / warganegara : Jawa / Indonesia
Alamat : Kauman, Mudal

Nama ibu : Ny U
Usia ibu : 29 tahun
Pendidikan ibu : SMP
Pekerjaan ibu : ibu rumah tangga
Nama ayah : Tn M
Usia ayah : 33 tahun
Pendidikan ayah : SMP
Pekerjaan ayah : Swasta

Anamnesis
Aloanamnesis dengan ibu pasien saat acara POSYANDU Balita Puskesmas
Dharmarini tanggal 13 Januari pukul 10.30 WIB
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : Berat badan tidak naik-naik
Lokasi : seluruh tubuh
Onset dan kronologis: sudah ± 5 bulan ini (berbulan-bulan) pasien berat
badannya tidak pernah naik dari kms garis merah.
Faktor yang memperberat : pasien susah dan hampir tidak mau makan
Faktor yang memperingan : pasien mau makan hanya dengan lauk tertentu
Gejala penyerta : rewel, Anak tampak kurus, lemas, susah makan sejak
beberapa bulan belakangan ini.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat batuk lama (-)
- Riwayat pengobatan yang membuat kencing warna merah (-)
- Riwayat bengkak kaki (-)
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat sakit asma (-), jantung (-), ginjal (-)
- Riwayat minum jamu-jamuan (-), obat (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat sakit jantung (-)
- Riwayat alergi (-)
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama ibu dan bapak. Ibu tidak bekerja, sedangkan bapak
bekerja sebagai buruh serabutan. Penghasilan rata-rata 1 bulan ± Rp 1.000.000,00.
Kesan sosial ekonomi kurang

Riwayat pemeliharaan prenatal


Riwayat ANC (+) di bidan, imunisasi TT (+) 1 kali, tablet Fe (+), vitamin (+),
ANB (-), riwayat sakit/ demam saat hamil (-), riwayat tekanan darah tinggi saat hamil
(-), penyakit kencing manis (-), penyakit jantung (-), riwayat minum obat-obatan (-),
riwayat minum jamu (-), minum alkohol (-), riwayat trauma saat hamil (-),
penggunaan obat nyamuk bakar (-), paparan pestisida (-).

Riwayat kelahiran
No Kehamilan dan Persalinan
1. Laki-laki, aterm, lahir normal, langsung menangis, ditolong bidan

Riwayat Pemeliharaan Postnatal


Anak rutin ditimbang di posyandu dan dicatat di KMS. Namun 5 bulan
terakhir berat badan anak tidak naik dari garis merah di posyandu. Sakit berat setelah
dilahirkan (-).

Riwayat kontrasepsi
Ibu penderita menggunakan KB suntik 3 bulan. Sikap terhadap KB yang
dipilih yakin dan percaya.

Riwayat Imunisasi
BCG : scar (+)
Difteri, Pertusis, Tetanus : hanya diberikan imunisasi DPT 3x
Polio : hanya diberikan imunisasi Polio 2x
Hepatitis : hanya diberikan imunisasi Hepatitis B 3x
Campak :-
Booster :-
Kesan : kelengkapan imunisasi dasar lengkap. Booster (+)

Riwayat Makan dan Minum anak


ASI diberikan sejak lahir sampai usia 2 tahun. Sejak usia 6 bulan, selain
mendapatkan ASI, pasien juga mendapatkan susu formula. Usia 6 bulan diberi biskuit
milna, nasi tim saring dengan lauk tahu tempe, sayur wortel dan bayam 1 mangkok
kecil, 3 kali sehari, kadang tersisa sedikit. Usia 12 bulan sampai sekarang diberi nasi,
sayur, lauk, ½ piring, 3 kali sehari, tidak habis.
Kesan : ASI eksklusif, kuantitas dan kualitas makan dan minum kurang.
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan anak
Pertumbuhan :
BBL = 3500 gram, PBL = 49 cm, BB bulan lalu = 7 kg, BB saat ini = 7,3 kg, PB
sekarang = 80 cm.
TB : 80 cm; BB : 7,3 kg, usia 2 tahun
WAZ = - 3,50 SD
HAZ = - 2,45 SD
WHZ = - 3,22 SD
Perkembangan :
Anak bisa tersenyum pada usia 2 bulan, tengkurap 4 bulan, duduk 6 bulan,
merangkak 9 bulan, berdiri 11 bulan, berjalan 12 bulan, berbicara sepatah dua patah
kata 15 bulan.
Kesan : perkembangan anak sesuai dengan umur

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : tampak lemah, kurus, dyspnea (-), ortopnea (-)
kesadaran : E4M6V5=15 Composmentis
Tanda vital :
TD : tidak dilakukan
Nadi : 100 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 23 x/menit
Suhu : 36,4 º C (axiler)
TB : 80 cm; BB : 7,3 kg, usia 2 tahun
WAZ = - 3,50 SD
HAZ = - 2,45 SD
WHZ = - 3,22 SD
Kesan ; gizi buruk perawakan normal
Kulit : turgor kulit cukup
Mata : konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-
kelopak mata cekung -/-
Telinga : sekret (-), nyeri tekan tragus -/-
Hidung : sekret (+), bening; nafas cuping hidung (-); epistaksis (-)
Mulut : mukosa bibir kering (-), sianosis (-), pursed lips breathing (-)
Tenggorokan : T1-T1, faring hiperemis (-)
Leher : pembesaran nnll -/- ; trakea di tengah
Dada : bentuk normal, simetris, emfisematous (-); retraksi supraklavikula (-),
retraksi suprasternal (-), retraksi interkostal (-)
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V
Perkusi : konfigurasi jantung normal
Auskultasi : HR: 100 x/menit, reguler, bising (-), gallop (-)

Paru Depan :
Inspeksi : Simetri statis dinamis
Palpasi : Stem Fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : SD vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
Paru belakang :
Inspeksi : Simetri statis dinamis
Palpasi : Stem Fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : SD vesikuler, wheezing (-)
Abdomen :
Inspeksi : datar
Auskultasi : BU (+)
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)
Extremitas : Superior Inferior
Pucat (-/-) (-/-)
Sianosis (-/-) (-/-)
Edema (-/-) (-/-)
Akral dingin (-/-) (-/-)
Capillary refill <2“ < 2”
Crazy Pavement Dermatosis (-/-) (-/-)
Baggy pant (-)
BAB III
PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

Setelah mendapat permasalahan, maka yang dilakukan selanjutnya adalah


intervensi. Status gizi erat kaitannya dengan masalah sosial, ekonomi, dan tingkat
pendidikan keluarga, sehingga pemilihan intervensi harus tepat. Intervensi yang akan
dilakukan adalah dengan memberikan terapi baik terapi nonmedikamentosa dan terapi
medikamentosa. Terapi nonmedikamentosa adalah dengan melakukan edukasi
langsung kepada keluarga pasien , sedangkan terapi medikamentosa adalah dengan
pemberian vitamin penambah nafsu makan.
Pada kasus gizi buruk ini rencana yang akan dipilih adalah dengan melakukan
penilaian tumbuh kembang anak. Dicari faktor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk.
Berdasarkan anamnesis ditemukan bahwa pasien mengalami kekurangan asupan gizi
setiap harinya. Selain itu dilakukan edukasi pada ibu untuk mendukung program
rehabilitasi gizi anak. Bagi aspek perkembangan yang belum tercapai, anak diberi
latihan agar semua aspek tercapai. Setelah 4 minggu dilakukan evaluasi berupa
pengukuran ulang tinggi badan dan berat badan anak.
BAB IV
PELAKSANAAN

Terapi non medikamentosa dan terapi medikamentosa diberikan pada hari


Jumat, 13 Januari 2017. Terapi non medikamentosa berupa edukasi kepada ibu pasien
meliputi penyampaian informasi mengenai
 Edukasi Gizi buruk :
 Menjelaskan pada orang tua bahwa anak mengalami kurang energi protein
yang harus segera diatasi karena kondisi tersebut membuat tubuh rentan
terhadap infeksi dan memperburuk tumbuh kembang anak.
 Memberikan diet yang sesuai dengan anjuran; memberikan tambahan sedikit
minyak goreng atau margarin pada makanan dan pada waktu minum susu,
untuk meningkatkan kecukupan kalorinya.
 Mengingatkan orang tua untuk terus memantau pertumbuhan anak dengan
kontrol secara rutin. Ibu dapat memeriksakan berat badan anak dengan rutin
datang ke posyandu dan membawa KMS anak.

 lain-lain :
o personal hygiene ; cuci tangan, mandi, sikat gigi
o pemeliharaan kebersihan dan kesehatan tempat tinggal lingkungan sekitar;
rumah berventilasi cukup, sinar matahari dapat masuk ke kamar, udara tidak
sering tercemar asap, lantai bersih (minimal disapu sehari sekali)
o apabila selama perawatan anak memburuk, segera dibawa ke dokter
o menggunakan masker wajah bila diperlukan
Terapi medikamentosa yang diberikan:
R/ Curcuma plus syr fl No. 1
S 1 dd cth I
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI

Setelah dilakukan pemeriksaan awal untuk mendapatkan data yang lengkap,


selanjutnya ibu menjalankan strategi yang disarankan seperti variasi menu, jadwal
makan, cara penyajian, dan mengurangi pola makan jajan di luar. Hasil akan
dimonitor pada posyandu bulan berikutnya, apabila ibu dan anak tidak datang, maka
akan dilakukan kunjungan rumah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Pedoman Petugas Lapangan UPGK Usaha Perbaikan Gizi Keluarga,


Departemen Kesehatan RI,1985
2. Alami gizi buruk ancaman generasi hilang. Available at http://
www.promosikesehatan.com/news_promo.php?mn=&yr=&nid=254
3. Penilaian Status Gizi, I Dewa Nyoman Supariasa, Bachyar Bakri, Ibnu Fajar
4. Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang, Departement Kesehatan RI, 1995
5. Baku Antropometri WHO NCHS (Z-score). 2002. AKZI Surabaya
6. Buku Antropometri WHO NCHS (Z-score) 2002.AKZI Surabaya
7. Pedoman Tata Laksana Kekurangan Energi Protein pada Anak di Rumah Sakit
Kabupaten/Kodya, Depkes RI 2000
8. Gizi buruk ancaman generasi hilang. Available at http: io.ppi-
jepang.org/article.php?id=113
9. Tumbuh kembang anak. EGC. 1995
10. Buku Bagan Tatalaksana Gizi Buruk I. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 2003
KOMENTAR / FEED BACK

Temanggung, 20 Januari 2017

Mengetahui,
Pendamping Dokter Internship Peserta

dr. Novelia Dian T. dr. Fajar Alfa Muflihan


NIP. 19621104 199010 2001

Anda mungkin juga menyukai