TINJAUAN PUSTAKA
A. Status Gizi
1. Pengertian
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable
tertentu, merupakan indeks yang statis dan agregatif sifatnya kurang peka untuk melihat
terjadinya perubahan dalam waktu pendek misalnya bulanan (Suparias dkk, 2001). Status
gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang
kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi
kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat esensial
(Almatsier, 2002).
pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi. Status gizi
faktor predisposisi yang dapat memperparah penyakit infeksi, juga dapat menyebabkan
2. Klasifikasi
Klasifikasi status gizi sesuai baku rujukan Standar Deviasi (SD) menurut WHO
1) Normal : > -2 SD
2) Rendah : < -2 SD
3) Normal : -2 SD sampai +2 SD
4) Gemuk : > +2 SD
Klasifikasi lain menurut Husaini (1997) membagi tingkat status gizi berdasarkan
Tabel 1 :
Klasifikasi status gizi menurut Supariasa (2002).
Status Gizi indeks
BB/U TB/U BB/TB
Gizi baik > 80 % > 90 % > 90 %
Gizi sedang 71 % - 80 % 81 % - 90 % 81 % - 90 %
Gizi kurang 61 % - 70 % 71 % - 80 % 71 % - 80 %
Gizi buruk < 60 % < 70 % < 70 %
a. Penyebab langsung
Menurut Ragil (2007) ada dua penyebab yang secara langsung dapat
mempengaruhi status gizi yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi. Timbulnya gizi
kurang tidak hanya karena asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak
yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya akan
menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup
makan maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap tidak memiliki kekebalan
tubuh terhadap serangan penyakit infeksi, sehingga anak akan jatuh sakit yang
mungkin akan menyebabkan turunnya status gizi. Hal ini karena penyakit infeksi
berhubungan erat satu sama lain, dan pada akhirnya akan mempengaruhi status gizi
Ragil (2007) menyebutkan bahwa ada tiga penyebab tidak langsung yang dapat
menyebabkan gizi kurang, yaitu ketahanan pangan keluarga, pola pengashan anak,
kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah cukup, baik jumlah
(baik dari hasil produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga
pangan dan daya beli keluarga serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.
menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak, agar dapat tumbuh
kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan social. Pola pengasuhan
anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya
sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal
kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan tentang
pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau di masyarakat, sifat
bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga
yang membutuhkan keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan
serta sarana kesehatan seperti posyandu, puskesmas, praktek bidan atau dokter
dan rumah sakit. Makin tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga serta makin
ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, makin kecil resiko anak
Setiadi (2007) menyebutkan ada dua cara dalam menilai status gizi yaitu secara
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu
1) Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi dan melihat perubahan struktur dan jaringan.
Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja
epidemik.
2) Klinis
terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat
pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-
organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar toroid. Penggunaan
metode ini umumnya untuk survey klinis sacar tepat. Survey ini dirancang untuk
mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau
lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi
seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala atau
riwayat penyakit.
3) Biokimia
Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa
jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan
bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi.
Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih
4) Antropometri
sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jarinangan tubuh seperti lemak, otot dan
jumlah air dalam tubuh. Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh
manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penggunaan antropometri digunakan untuk
terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jarinangan tubuh seperti lemak,
menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan
lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini,
maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara
Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih
Tabel 2 :
Standar antropometri untuk Berat Badan menurut Umur (BB/U)
menurut Suharjo (1992).
Umur Berat (kg)
(bulan) Standar 90 % 80 % 70 % 60 % standar
standar standar standar
12 9.9 8.9 7.9 6.9 6.0
13 10.2 9.1 8.1 7.1 6.2
14 10.4 9.35 8.3 7.3 6.3
15 10.6 9.5 8.5 7.4 6.4
16 10.8 9.7 8.7 7.6 6.6
17 11.0 9.9 8.9 7.8 6.7
18 11.3 10.1 9.0 7.9 6.8
19 11.5 10.3 9.2 8.1 7.0
20 1.7 10.5 9.4 8.2 7.1
21 11.9 10.7 9.6 8.3 7.2
22 12.05 10.9 9.7 8.4 7.3
23 12.3 11.1 9.8 8.6 7.4
24 12.4 11.2 9.9 8.7 7.5
1) Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema
maupun asites.
2) Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak usia dibawah lima
tahun.
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relative
kurang sensitive terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.
Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu
status gizi masa lalu. Beaton dan bengoa (1973) menyatakan bahwa indeks TB/U
disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat
Tabel 3 :
Standar antropometri untuk Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
menurut Suharjo (1992).
Umur Panjang (cm)
(bulan) Standar 90% 80 % 70 % 60 %
Standar Standar Standar Standar
12 74.7 67.2 59.58 52.3 44.8
13 76.0 68.3 60.7 53.1 45.4
14 77.1 69.3 61.6 54.0 46.2
15 78.1 70.3 62.4 54.6 46,.8
16 79.3 71.3 63.3 55.4 47.5
17 80.5 72.3 64.2 56.3 48.2
18 81.4 73.2 65.1 57.0 48.8
19 82.7 74.2 65.8 57.7 49.4
20 83.5 75.1 65.9 58.4 50.0
21 84.4 76.0 67.4 59.0 50.7
22 85.4 76.9 68.3 59.7 51.3
23 86.3 77.7 68.9 60.2 51.8
24 87.1 78.4 69.6 60.9 52.2
Kelebihan TB/U yaitu :
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam
tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Jellife pada tahun 1966 telah
yang sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh tenaga yang bukan profesional.
parameter yang labil, dan dapat berubah-ubah dengan cepat. Oleh karena itu,
lingkar lengan atas merupakan indeks status gizi saat ini. perkembangan lingkar
lengan atas yang besarnya hanya terlihat pada tahun pertama kehidupan (5,4 cm),
sedangkan pada umur 2 (dua) tahun sampai 5 (lima) tahun sangat kecil yaitu
kurang lebih 1,5 cm per tahun dan kurang sensitive untuk anak usia selanjutnya
3) Sulit digunakan untuk melihat pertumbuhan anak terutama anak usia 2 (dua)
Penilaian statuz gizi secara tidak lngsung dapat dibagii menjadi 3 (tiga) yaitu :
Survei konsumsi makanan adalah metode penilaian status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
2) Statistik vital
dari beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka
kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang
3) Faktor ekologi
faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia
sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain lain.
B. Imunisasi
1. Pengertian
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti
diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap
suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit lain (Notoatmojo, 2003).
Depkes (2000) mendefinisikan imunisasi sebagai upaya yang dilakukan dengan sengaja
memberikan kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit.
peningkatan kekebalan tubuh seseorang. Selama ini, imunisasi lebih banyak diberikan
penyakit yaitu TBC, Difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis), polio, campak (measles,
morbili), dan hepatitis B. Sedangkan imunisasi terhadap penyakit lain seperti gondongan
(mumps), rubella, tifus, radang selaput otak (meningitis), hepatitis A, cacar air (chicken
pox, varicella), dan rabies tidak diwajibkan. Berikut ini macam imunisasi yang
a. Imunisasi BCG
besar menyerang masyarakat dengan kelas social ekonomi rendah, karena umumnya
penduduk yang tinggi sehingga mudah terjadi penularan penyakit (Supartini, 2004).
terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC. Kuman ini dapat
menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi), kelenjar
getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati atau selaput otak (yang terberat) (Theophillus,
2000).
Imunisasi BCG diberikan pada umur 2 (dua) sampai 3 (tiga) bulan (dalam
masa inkubasi) karena imunitas yang diperlukan untuk penyakit tuberculosis terutama
adalah imunitas seluler, sedangkan imunitas seluler tidak diturunkan melewati
plasenta. Pada daerah-daerah bukan endemis tuberculosis, BCG dapat diberikan pada
umur yang lebih tua. Pedoman Departemen Kesehatan RI agar pemberian imunisasi
BCG sebaiknya dilakukan pada bayi baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi sebaiknya
Imunisasi BCG cukup diberikan satu kali saja. Imunsasi ini berhasil jika
setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul benjolan kecil. Luka
suntikan akan meninggalkan bekas, maka pada bayi perempuan suntikan sebaiknya di
paha kanan atas. Setelah suntikan BCG diberikan biasanya bayi tidak menderita
b. Imunisasi DPT
(tetanus) (Samik, 2002). Nama lain dari vaksinasi DPT adalah vaksinasi dipertet atau
tripel vaksin. Vaksinasi ini ditujukan untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit
Kuman difteri sangat ganas dan mudah menular. Gejalanya adalah demam
tinggi dan tampak adanya selaput putih kotor pada tonsil (amandel) yang dengan
cepat meluas dan menutupi jalan napas. Selain itu racun yang dihasilkan kuman
difteri dapat menyerang otot jantung, ginjal dan beberapa serabut saraf. Racun dari
kuman tetanus merusak sel saraf pusat tulang belakang, mengakibatkan kejang dan
kaku seluruh tubuh. Pertusis (batuk 100 hari) cukup parah bila menyerang anak balita,
beruntun. Yang pertama diberikan ketika bayi berumur dua bulan, dan yang kedua
diberikan ketika bayi sudah berumur tiga bulan, sedang yang ketiga diberikan setelah
kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus dalam waktu
bersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul adalah demam, nyeri dan
bengkak pada permukaan kulit, cara mengatasinya cukup diberikan obat turun panas
(Theophillus, 2000).
c. Imunisasi Polio
menyerang myelin atau serabut otot. Gejala awal tidak jelas, dapat timbul gejala
demam ringan dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), kemudian timbul gejala
(Supartini, 2004).
Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak
lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2 (dua) sampai 5
hari (Theophillus, 2000). Biasanya kelupuhan terjadi pada bagian tungkai, salah satu
tungkai yang terserang virus polio ini akan menjadi kecil disebabkan otot-ototnya
Vaksinasi polio dapat diberikan pada bayi setelah beberapa waktu bayi
dilahirkan. Pemberiannya sebanyak empat kali secara beruntun dengan jarak waktu
satu bulan. Cara memberikan imunisasi polio adalah dengan meneteskan vaksin polio
sebanyak dua tetes langsung kedalam mulut anak atau dengan menggunakan sendok
yang dicampur dengan gula manis. Imunisasi ini tidak diberikan kepada anak yang
mengalami diare berat. Efek samping yang mungkin terjadi sangat minimal dapat
Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat disebabkan oleh
sebuah virus yang bernama Virus Campak. Penularan melalui udara ataupun kontak
mulai timbul setelah 3 (tiga) sampai 5 (lima) hari anak menderita demam, batuk atau
pilek. Bercak merah ini mula-mula tibul di pipi yang menjalar ke muka, tubuh dan
anggota badan. Bercak merah ini akan menjadi coklat kehitaman dan menghilang
dari ibu terhadap penyakit campak berangsur akan hilang sampai usia 9 (sembilan)
bulan. Komplikasi yang harus dicegah adalah otitis media, konjungtivitis berat,
enteritis, dan pneumonia, tyerlebih pada anak dengan status gizi buruk (Supartini,
2004).
terjadi 8 (delapan) sampai 10 (sepuluh) hari setelah vaksinasi dan berlangsung selama
e. Imunisasi Hepatitis B
dapat menjadi kronik atau menahun yang mungkin berkembang menjadi serosis
hepatic dan kanker hati dikemudian hari. Cara penularan hepatitis B dapat terjadi
bulan antara suntikan pertama dan suntikan kedua, dan tenggang waktu 5 (lima) bulan
antara suntikan kedua dan ketiga. Imunisasi ulang diberikan 5 (lima) tahun setelah
pemberian imunisasi dasar. Imunisasi hepatitis B diberikan pada bayi usia 0 (nol)
sampai 11 (sebelas) bulan untuk memutus rantai penularan dari ibu ke bayi (Samik,
2002).
Tabel 4 :
Jadwal imunisasi menurut IDAI (2004)
Imunisasi Umur Pemberian Imunisasi (dalam bulan)
0 1 2 3 4 5 6 9 12
BCG vkkkkkkkkkkkkkk
Hepatitis B 1 yyyyk
2 kkkiiiiii
3 kkkkkk
Polio 0 kkklk
1 kkkkk
2 kkkkkk
3 kkkkkk
DPT 1 kkkkkk
2 kkkkkk
3 kkkkkk
Campak kkkkk
C. Balita
1. Pengertian
Balita adalah kelompok anak usia dibawah lima tahun. Masa balita merupakan
periode penting dalam tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dasar pada masa balita ini
2. Klasifikasi
Lewer GH (1996) membagi tahap perkembangan untuk anak usia balita meliputi
usia bayi (0 - 1 tahun), usia bermain atau toddler (1 – 3 tahun), dan usia pra sekolah (3
– 5 tahun).
Bayi memiliki sistem kekebalan tubuh yang primitive dengan kekebalan pasif
yang didapat dari ibunya selama dalam kandungan. Pada saat bayi kontak dengan
bayi bila berhubungan secara alamiah (misalnya difteri dan batuk rejan) (Lewer,
1996).
Sementara itu bila dikaitkan dengan status gizi usia bayi memerlukan jenis
makanan ASI, susu formula, dan makanan padat. Kebutuhan kalori bayi antara 100-
200kkal/kg BB. Pada empat bulan pertama, bayi yang lebih baik hanya mendapat ASI
saja (ASI eklusif) tanpa diberikan susu formula. Usia lebih dari enam bulan baru
kognitif, motorik dan sosial, juga pembentukan rasa percaya diri anak melalui
melindungi dirinya dari beberapa infeksi. Program imunisasi harus dapat memberikan
Imunisasi pada anak harus sudah diberikan sesuai anjuran, untuk melindungi
mereka dari infeksi pada masa anak-anak. Kekebalan bayi terhadap penyakit sekecil
panas yang buruk dapat merupakan predisposisi mendapatkan penyakit infeksi. Anak
usia toddler meskipun lebih mampu mempertahankan suhu tubuh dengan fisiknya
dibandingkan usia bayi, namun masih beresiko kejang demam (Lewer, 1996).
Tahun kedua kehidupan merupakan umur penuh resiko karena dalam periode
ini banyak berkaitan dengan factor-faktor makanan, imunitas terhadap infeksi dan
umur 6 bulan hingga 2 atau 3 tahun adalah rawan. Masa itu penuh tantangan karena
konsumsi zat makanan yang kurang, disertai minuman buatan yang encer dan
terkontaminasi kuman menyebabkan diare dan marasmus. Selain itu dapat juga terjadi
makanan padat yang kurang memadai. Imunitas pasif yanng diperoleh melalui ASI
(Air Susu Ibu) akan menurun dan kontak dengan lingkungan akan makin meningkat,
kejadian dari infeksi akan makin bertambah secara cepat dan menetap tinggi selama
tahun kedua dan ketiga kehidupan. Infeksi dan diet yang tidak adekuat akan tidak
banyak berpengaruh pada status gizi yang cukup baik (Akre, 1994). Bagi anak dengan
gizi kurang, setiap episode infeksi akan berlangsung lama dan mempunyai pengaruh
yang cukup besar pada kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan. Anak usia 1 – 3
tahun membutuhkan kalori kurang lebih 100 kkal/kg BB dan bahan mkanan lain yang
kkl/kg BB. Karakteristik pemenuhan kebutuhan nutrisi pada usia pras ekolah yaitu
nafsu makan berkurang, anak lebih tertarik pada aktivitas bermain dengan teman atau
lingkungannya dari pada makan dan anak mulai sering mencoba jenis makanan yang
Kenaikan ukuran pertumbuhan fisik selama tahu 3,4,5 bersifat tetap, yaitu
kenaikan berta badan kurang dari 2,0 Kg dan tinggi badan 6-8 cm per tahun.
Status Gizi
Anak
Kemiskinan, kurang
pendidikan, kurang
keterampilan
Krisis ekonomi
Skema 1.
Faktor yang mempengaruhi status gizi anak
(disesuaikan dari bagan Unicef 1998, dari Soekirman,2000)
Status gizi seorang anak dapat dipengaruhi oleh dua hal yaitu asupan makanan yang
kurang dan adanya penyakit infeksi. Penyakit infeksi dapat meningkat karena dipengaruhi
oleh pelayanan kesehatan dan hygiene sanitasi yang kurang baik meliputi imunisasi dan
tindakan kuratif serta rehabilitatif. Secara tidak langsung imunisasi anak akan berpengaruh
terhadap status gizinya. Imunisasi yang diberikan secara lengkap diharapkan dapat
meningkatkan kekebalan anak dari penyakit infeksi sehingga status gizi anak dapat
meningkat. Seorang anak harus sudah lengkap imunisasinya pada usia 12 bulan (Supariasa
dkk, 2002).
E. Kerangka Konsep
Skema 2:
Kerangka Konsep Penelitian
F. Hipotesis
Adapun hipotesis yang dapat peneliti rumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut : Ada hubungan antara kelengkapan imunisasi dasar dengan status gizi pada anak usia