Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

PENILAIAN STATUS GIZI

OLEH:

NAMA : SINDI ANASTASYA BAWILING

NIM : P21120075

KELOMPOK : 6 (ENAM)

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TADULAKO

2022
LAPORAN PRAKTIKUM

PENILAIAN FISIK KLINIS DEHIDRASI

OLEH:

NAMA : SINDI ANASTASYA BAWILING

NIM : P21120075

KELOMPOK: 6 (ENAM)

ASISTEN : NURHANIFAH MUTHMAINNAH NURDIN, S.Gz

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TADULAKO

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang dimaksud kesehatan
adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial, yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Pengertian ini memberi makna bahwa keadaan sehat akan memungkinkan setiap
orang hidup sejahtera. Kesehatan merupakan salah satu unsur bagi kesejahteraan
manusia. Oleh sebab itu, kesehatan harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita dan
martabat manusia. kesehatan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, di
antaranya bebas dari penyakit atau cacat, keadaan sosial-ekonomi yang baik,
keadaan lingkungan yang baik, dan status gizi yang baik. Orang yang mempunyai
status gizi baik tidak mudah terkena penyakit, baik penyakit infeksi maupun
penyakit degeneratif. Status gizi merupakan salah satu faktor penting dalam
mencapai derajat kesehatan yang optimal. Namun, pada kenyataannya di
masyarakat kita masih ditemui berbagai penderita yang berhubungan dengan
tingkat kekurangan gizi. Masalah gizi pada dasarnya merupakan refleksi konsumsi
zat gizi yang belum mencukupi kebutuhan tubuh. Seseorang akan mempunyai
status gizi baik apabila asupan gizi sesuai dengan kebutuhan tubuh. Asupan gizi
yang kurang dalam makanan dapat menyebabkan kasus kekurangan gizi, sebaliknya
orang yang asupan gizinya berlebih akan menderita gizi lebih. Jadi, status gizi
adalah gambaran individu sebagai akibat dari asupan gizi sehari-hari. Status gizi
dapat diketahui melalui pengukuran beberapa parameter, kemudian hasil
pengukuran tersebut dibandingkan dengan standar atau rujukan. Peran penilaian
status gizi bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya status gizi yang salah.
Penilaian status gizi menjadi penting karena gizi salah dapat menyebabkan
terjadinya kesakitan dan kematian terkait dengan status gizi. Oleh sebab itu, dengan
diketahuinya status gizi pada individu atau masyarakat maka dapat dilakukan
berbagai upaya untuk memperbaiki tingkat kesehatan pada masyarakat
(Departemen Kesehatan RI, 2009).
Gizi Sistem penilaian status gizi tergantung pada beberapa metode pengukuran
untuk mengetahui karakteristik kekurangan gizi. Sistem penilaian status gizi dapat
menggambarkan berbagai tingkat kekurangan gizi yang tidak hanya berhubungan
dengan kekurangan zat gizi tertentu, melainkan juga status gizi yang berkaitan
dengan tingkat kesehatan, atau berhubungan dengan penyakit kronis yang
menyebabkan status gizi menjadi (Gibson, Rosalind S, 2005).
Menurut (Gibson, Rosalind S, 2005) penilaian status gizi dapat dilakukan
melalui lima metode, yaitu antropometri, laboratorium, klinis, survei konsumsi
pangan, dan faktor ekologi. Metode-metode tersebut secara singkat diuraikan di
bawah ini.
Metode antropometri dapat mengukur fisik dan komposisi tubuh. Antropometri
berasal dari kata anthropo yang berarti manusia dan metri adalah ukuran. Jadi,
antropometri adalah pengukuran tubuh atau bagian tubuh manusia, misalnya berat
badan, tinggi badan, ukuran lingkarkepala, ukuran lingkar dada, ukuran lingkar
lengan atas, dan lainnya. Hasil ukuran antropometri kemudian dirujuk sesuai umur
dan jenis kelamin.
Metode laboratorium mencakup dua pengukuran, yaitu uji biokimia dan uji
fungsi fisik. Uji biokimia adalah mengukur status gizi dengan menggunakan
peralatan laboratorium kimia. Tes biokimia mengukur zat gizi dalam cairan tubuh
atau jaringan tubuh atau ekskresi urine. Contohnya adalah mengukur status iodium
dengan memeriksa urine, mengukur status hemoglobin dengan pemeriksaan darah,
dan lainnya. Tes fungsi fisik merupakan kelanjutan dari tes biokimia atau tes fisik.
Sebagai contoh tes penglihatan mata (rabun senja) sebagai gambaran kekurangan
vitamin A atau kekurangan zink.
Pemeriksaan fisik dan riwayat medis merupakan metode klinis yang dapat
digunakan untuk mendeteksi gejala dan tanda yang berkaitan dengan kekurangan
gizi. Gejala dan tanda yang muncul sering kurang spesifik untuk menggambarkan
kekurangan zat gizi tertentu. Mengukur status gizi dengan melakukan pemeriksaan
bagian-bagian tubuh bertujuan untuk mengetahui gejala yang muncul akibat
kekurangan atau kelebihan gizi. Pemeriksaan klinis biasanya dilakukan dengan
bantuan perabaan, pendengaran, pengetokan, penglihatan, dan lainnya. Contohnya
adalah pemeriksaan pembesaran kelenjar gondok akibat kekurangan iodium.
Masalah adalah kesenjangan antara harapan yang diinginkan tidak sesuai dengan
kenyataan. Demikian juga dengan masalah gizi diartikan sebagai kesenjangan yang
terjadi akibat keadaan gizi yang diharapkan tidak sesuai dengan keadaan gizi yang
ada. Seseorang yang sangat kurus akan berpikir ingin mempunyai badan yang
gemuk, sebaliknya seorang gadis yang memiliki badan gemuk akan berusaha untuk
melangsingkan tubuhnya dengan cara mengurangi asupan makanan. Adapun
seseorang yang mem punyai berat badan ideal akan menunjukkan penampilan
menarik dan tidak mudah sakit (Almatsier Sunati,., 2010).
Pemanfaatan zat gizi dalam tubuh dari makanan, tergantung dari jumlah zat gizi
yang dikonsumsi dan gangguan pemanfaatan zat gizi dalam tubuh. Menurut
(Almatsier Sunati,., 2010) terdapat dua faktor yang memengaruhi pemanfaatan zat
gizi oleh tubuh, yaitu faktor primer dan faktor sekunder.
Faktor primer ialah faktor asupan makanan yang dapat menyebabkan zat gizi
tidak cukup atau berlebihan. Hal ini disebabkan oleh susunan makanan yang
dikonsumsi tidak tepat, baik kualitas maupun kuantitasnya, seperti: Kurangnya
ketersediaan pangan dalam keluarga sehingga keluarga tidak memperoleh makanan
yang cukup untuk dikonsumsi anggota keluarga. Kemiskinan, ketidak mampuan
keluarga untuk menyediakan makanan yang cukup bagi anggota keluarga.
Kemiskinan ini berkaitan dengan kondisi sosial dan ekonomi dari wilayah tertentu.
Pengetahuan yang rendah tentang pentingnya zat gizi untuk kesehatan.
Pengetahuan tentang gizi akan memengaruhi ketersediaan makanan keluarga
walaupun keluarga mempunyai keuangan yang cukup. Banyak keluarga karena
ketidaktahuannya, lebih mengutamakan hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan
makanan, misalnya lebih mengutamakan membeli perhiasan, kendaraan, dan
lainnya. Kebiasaan makan yang salah, temasuk adanya pantangan pada makanan
tertentu. Kebiasaan terbentuk karena kesukaan pada makanan tertentu, misalnya
seseorang sangat suka dengan makanan jeroan maka hal ini akan menjadi kebiasaan
(habit) dan akan mempunyai efek buruk pada status gizi yang dimiliki.
Faktor sekunder ialah faktor yang memengaruhi pemanfaatan zat gizi dalam
tubuh. Zat gizi yang tidak mencukupi kebutuhan tubuh disebabkan karena adanya
gangguan pada pemanfaatan zat gizi, yaitu ketika seseorang sudah mengonsumsi
makanan dalam jumlah yang cukup, tetapi zat gizi tidak dapat dimanfaatkan
seoptimal mungkin. Beberapa contoh faktor sekunder ini ialah: Gangguan pada
pencernaan makanan seperti gangguan pada gigi geligi, alat cerna, atau enzim, yang
menyebabkan makanan tidak dapat dicerna dengan sempurna sehingga zat gizi
tidak dapat diabsorpsi dengan baik dan menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan
tubuh. Gangguan penyerapan (absorpsi) zat gizi seperti akibat adanya parasit atau
penggunaan obat-obatan tertentu. Anak yang menderita cacing perut akan
mengalami kekurangan gizi karena cacing memakan zat gizi yang dikonsumsi anak,
akibatnya anak tidak dapat tumbuh dengan baik. Gangguan pada metabolisme zat
gizi. Keadaan ini umumnya disebabkan oleh gangguan pada hati (liver), penyakit
kencing manis, atau penggunaan obat-obatan tertentu yang menyebabkan
pemanfaatan zat gizi terganggu. Gangguan ekskresi, akibatnya terlalu banyak
kencing, banyak kertngat, yang dapat mengganggu pada pemanfaatan zat gizi
(Almatsier Sunati,.2010).
Berdasarkan uraian diatas, maka hal yang melatarbelakangi dilakukannya
praktikum ini yaitu untuk mengetahui penilaian status gizi metode biokimia, untuk
mengetahui fisik klinis pada gizi kurang dan lebih, untuk mengetahui penilaian fisik
klinis dehidrasi, untuk mengetahui penilaian fisik klinis pada defisiensi zat besi,
untuk mengetahui pengukuran ukuran tubuh pada anak di bawah dua tahun, untuk
mengetahui pengukuran tubuh pada anak usia lebih dari dua tahun, untuk
mengetahui penilaian status menggunakan Software WHO Anthro, untuk
mengetahui pengukuran ukuran tubuh pada orang dewasa, untuk mengetahui
pengukuran komposisi tubuh tebal lemak bawah kulit, dan untuk mengetahui
pengukuran komposisi tubuh lingkar pinggang lingkar pinggul, lingkar perut.

1.1 Tujuan
Tujuan dari percobaan penilaian status gizi metode biokimia adalah untuk
mengetahui penilaian status gizi metode biokimia, untuk mengetahui fisik klinis
pada gizi kurang dan lebih, untuk mengetahui penilaian fisik klinis dehidrasi, untuk
mengetahui penilaian fisik klinis pada defisiensi zat besi, untuk mengetahui
pengukuran ukuran tubuh pada anak di bawah dua tahun, untuk mengetahui
pengukuran tubuh pada anak usia lebih dari dua tahun, untuk mengetahui penilaian
status menggunakan Software WHO Anthro, untuk mengetahui pengukuran ukuran
tubuh pada orang dewasa, untuk mengetahui pengukuran komposisi tubuh: tebal
lemak bawah kulit, untuk mengetahui pengukuran komposisi tubuh lingkar
pinggang lingkar pinggul, lingkar perut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Penilaian Fisik Klinis Dehidrasi


Pemeriksaan klinis biasanya dilakukan dengan bantuan perabaan, pendengaran,
pengetokan, penglihatan, dan lainnya. Misalnya pemeriksaan pembesaran kelenjar
gondok sebagai akibat dari kekurangan iodium. Pemeriksaan klinis adalah
pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya gangguan kesehatan
termasuk gangguan gizi yang dialami seseorang. Pemeriksaan klinis dilakukan
dengan beberapa cara, di antaranya melalui kegiatan anamnesis, observasi, palpasi,
perkusi, dan/atau auskultasi (Romadhon & Purnomo, 2016b).
Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air
lebih banyak dari natrium (dehidrasi hipertonik), atau hilangnya air dan natrium
dalam jumlah yang sama (dehidrasi isotonik), atau hilangnya natrium lebih banyak
daripada air (dehidrasi hipotonik). Dehidrasi hipotonik ditandai dengan tingginya
kadar natrium serum (lebih dari 145 mEq/L) dan peningkatan osmolalitas efektif
serum (lebih dari 285 mosmol/liter). Dehidrasi isotonik ditandai dengan normalnya
kadar natrium serum (135 – 145 mEq/L) dan osmolalitas efektif serum (270 – 285
mosmol/liter). Dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum
(kurang dari 135 mEq/L) dan osmolalitas efektif serum (kurang dari 270
mosmol/liter (Shintiya DD & Lyrawati D, 2011).
2.3.1 Inspeksi Terhadap Mata (normal, sedikit cekung, atau cekung)
Inspeksi mata adalah pemeriksaan mata yaitu melihat dan mengevaluasi
pasien secara visual untuk mengkaji/menilai pasien pemeriksa menggunakan
indera penglihatan untuk melihat pasien secara seksama, persisten, dan tidak
tergesa-gesa di sepanjang pemeriksaan fisik yang dilakukan. Inspeksi juga
menggunakan indera pendengaran dan penciuman untuk mengetahui lebih
lanjut, lebih jelas, dan memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dikaitkan
dengan suara atau bau yang berasal dari pasien. Pemeriksa kemudian akan
mengumpulkan dan menggolongkan informasi yang diterima oleh semua
indera tersebut, baik disadari maupun tidak disadari, dan membentuk opini
subyektif dan obyektif mengenai pasien, yang akan membantu dalam
membuat keputusan diagnosis dan terapi (Andini et al., 2017)
Pada inspeksi mata dengan memeriksa kesimetrisan bentuk mata,
sejajar, distribusi alis merata, kulit, warna iris dan pergerakan sama serta
reaksi pupil terhadap cahaya. Bulu mata normal yaitu distribusi merata dan
lengkungan keluar. Posisi kelopak mata menutup simetris, tidak ada
perubahan warna abnormal, kedipan frekuensinya 15-20 kali/menit. Fungsi
saluran air mata normal, pengeluaran air mata normal dan bola mata simetris.
Warna konjungtiva merah muda dan sklera putih. Pada mata tidak ada lesi
dan benda asing. Inspeksi dapat dibagi menjadi inspeksi umum dan inspeksi
lokal. Pada inspeksi umum, pemeriksa melihat perubahan yang terjadi secara
umum, sehingga dapat diperoleh kesan keadaan umum pasien. Pada inspeksi
lokal, dilihat perubahan- perubahan lokal sampai yang sekecil-kecilnya.
Untuk bahan pembanding, perlu diperhatikan keadaan sisi kontralateralnya.
Pada keadaan tertentu, kadang inspeksi kulit membutuhkan pencahayaan
khusus untuk memeriksa efluresensi (Shofia et al., 2021).
Mata normal adalah mata dapat melihat dengan jelas pada rentang dua
titik yaitu titik dekat (Punctum Proximum=PP) dan titik jauh (Punctum
Remotum=PR). Titik dekat mata normal (Sn) sekitar 25 cm dan titik jauh
mata normal tak berhingga (Gates, 2006).
Proses pembentukan bayangan berkaitan dengan pembiasan pada
lensa mata. Mempelajari mata sebagai alat optik menghasilkan produk
teknologi analogi mata yaitu kamera, alat bantu melihat seperti lup, teropong,
mikroskop. Cacat mata rabun dekat (hiperpetropi) atau rabun jauh (miopi)
Jika bayangan yang dibentuk oleh lensa mata jatuh di belakang atau di depan
retina, maka mata melihat obyek menjadi buram, untuk mengatasinya me
makai kacamata (Gates, 2006).
Mata manusia memiliki cara kerja otomatis yang sempurna, mata
dibentuk dengan 40 unsur utama yang berbeda dan kesemua bagian ini
memiliki fungsi penting dalam proses melihat kerusakan atau ketiadaan salah
satu fungsi bagiannya saja akan menjadikan mata mustahil dapat melihat.
Lapisan tembus cahaya di bagian depan mata adalah kornea, tepat
dibelakangnya terdapat iris, selain member warna pada mata iris juga dapat
merubah ukurannya secara otomatis sesuai kekuatan cahaya yang masuk,
dengan bantuan otot yang melekat padanya. Misalnya ketika berada di tempat
gelap iris akan membesar untuk memasukkan cahaya sebanyak mungkin.
Ketika kekuatan cahaya bertambah, iris akan mengecil untuk mengurangi
cahaya yang masuk ke mata (Gates, 2006).

( Mata Normal) ( Mata Sedikit Cekung) (Mata Cekung)

Sumber : (Gates, 2006)

2.3.2 Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan
cara yaitu meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat di jangkau
tangan. Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba
5 tangan dan jari-jari, untuk mendeterminasi ciri-ciri jaringan atau organ
seperti temperatur,keelastisan, bentuk, ukuran, kelembaban dan penonjolan
Hal yang di deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi,
pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi (Rabbani, n.d.).
Area tangan yang digunakan untuk palpasi memiliki kekhususan untuk
membedakan temuan-temuan klinis. Pemeriksa yang ahli akan menggunakan
bagian tangan yang paling sensitif untuk melakukan setiap jenis palpasi.
Tangan juga dapat digunakan untuk mendeteksi massa atau mengevaluasi
cairan yang terkumpul secara abnormal. Apabila seseorang mengalami
dehidrasi maka kulit tangan akan terasa kering dan tampak (Rabbani, n.d.).

(Gambar 2.3.2 Pemeriksaan teknik palpasi)


Sumber : (Rabbani, n.d.)

2.3.2 Turgor kulit


Turgor kulit adalah tanda yang biasanya digunakan untuk menilai
kehilangan cairan atau dehidrasi. Kehilangan cairan dapat terjadi dari kondisi
umum seperti diare atau muntah. Turgor kulit adalah derajat elastisitas kulit.
Tugor kulit diperiksa dengan cara mengangkat (mencubit) sebagian kulit
kemudian melepaskannya. Kulit yang normal akan segera kembali pada
posisi semula dengan cepat. Jadi pemeriksaan turgor kulit ditentukan dengan
mengamati waktu yang dibutuhkan oleh kulit untuk kembali ke posisi normal
setelah diregangkan atau ditekan (Manoppo, 2016).
Pada kategori dehidrasi berat, turgor kulit (cubitan kulit perut) akan
kembali sangat lambat yaitu dengan kisaran waktu ≥ 2 detik. Pada kategori
dehidrasi sedang, turgor kulit (cubitan kulit perut) akan kembali lambat
dengan kisaran waktu < 2 detik. Dan pada kondisi tanpa gejala dehidrasi,
turgor kulit (cubitan kulit perut) akan kembali dengan cepat. Dehidrasi adalah
kondisi kekurangan cairan yang dapat mempengaruhi keadaan kulit.
Dehidrasi menyebabkan kulit menjadi keriput dan kering serta mengurangi
elastis (turgor turun) sehingga bila dicubit tidak cepat kembali (tetap
mengkerut) (Manoppo, 2016).
Gambar 2.3.3 Mencubit kulit perut untuk melihat turgor
Sumber : (Manoppo, 2016)

2.3.4 Klasifikasi Derajat Dehidrasi


Tabel 2.3.4 klasifikasi derajat dehidrasi
Tanda/ Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Berat
Gejala Gejala Ringan/Sedan
Dehidrasi Dehidrasi g
Keadaan Baik, sadar Rewel atau Lesu, lunglai,
umum gelisah letargi/tidak sadar
Mata Normal Mata cekung Mata cekung,
Saat Ada air mata Air mata Tidak ada air
menangis berkurang mata
Ubun-ubun Normal Sedikit cekung Cekung
Keinginan Minum Haus/minum Tidak bisa
untuk minum normal, dengan lahap minum/malas
menolak minum
minum
Turgor kulit Cepat Kembali Kembali sangat
(cubitan kulit kembali lambat < 2 lambat ≥ 2 detik
perut) detik
Kulit Normal Kering Kering
Hangat Dingin Dingin, pucat,
biru
Mulut dan Lembab Kering Pecah-pecah/
lidah (basah) sangat kering
2.3.5 Klasifikasi Dehidrasi Berdasarkan Warna Urin
Tabel 2.3.5 klasifikasi dehidrasi berdasarkan warna urin
BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Praktikum Penilaian Fisik Klinis Dehidrasi ini di laksanakan via zoom pada
Hari Jumat, 1 April 2022 pada pukul 09:00 WITA sampai selesai.

3.2 Alat dan Bahan Praktikum


3.2.1 Alat percobaan 9
a. Alat pada percobaan ini yaitu yaitu lembar kerja, pulpen
3.2.2 Bahan percobaan 9
a. Bahan pada percobaan ini yaitu Urin

3.3 Metode Percobaan


3.3.1 Prosedur percobaan 9
Pertama-tama dilakukan inspeksi (periksa lihat) terhadap mata subjek
(normal, sedikit cekung, atau cekung) kemudian dicatat hasilnya.
Selanjutnya dilakukan palpasi (periksa raba) terhadap ubun-ubun subjek
dengan cara meraba ubun-ubun subjek untuk mengetahui ada atau tidaknya
cekungan pada ubun-ubun kemudian dicatat hasilnya. Setelah itu diakukan
kembali palpasi terhadap kulit subjek (kering atau normal) kemudian dicatat
hasilnya. Selanjutnya diposisikan tangan sejajar/lurus dengan garis tubuh,
bukan melintang, kemudian ditarik lapisan kulit dan jaringan bawah kulit
secara perlahan dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk dan dicubit
selama 1 menit kemudian dilepaskan. Setelah itu diamati turgor kulit
(kembalinya keadaan kulit), cepat, lambat, atau sangat lambat >2 detik
kemudian dicatat hasilnya. Kemudian dikategorikan hasil pengamatan
berdasarkan tabel klasifikasi derajat dehidrasi. Selanjutnya disiapkan pot
urin botol bening, kemudian ditampung urin dalam wadah pot urin ketika
berkemih pertama kali setelah bangun tidur di pagi hari. Setelah itu diamati
warna urin dan selanjutnya dibandingkan warna urin dengan tabel PURI
grafik warna urin.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Hasil Penilaian Fisik Klinis Dehidrasi
No Tanda dan gejala dehidrasi keterangan

1 Keadaan umum Baik, sadar

2 mata normal

3 Ubun ubun normal

4 Keinginan untuk minum Normal, tidak haus

5 Turgor kulit (cubitan kulit Kembali cepat


tangan)

6 Kulit normal

7 Mulut dan lidah basah

8 Status dehidrasi(warna urin) Coklat muda

Dari pengamatan fisik klinis dan pengamatan warna urin yang dilakukan
untuk mengidentifikasi dehidrasi, diperoleh hasil yaitu keadaan umum baik dan
sadar, keadaan mata normal dan ada air mata, keinginan untuk minum normal,
turgor kulit cepat kembali kulit dalam keadaan normal dan hangat, mulut dan
lidah dalam keadaan lembab, serta warna urin berwarna coklat yang menandakan
bahwa mengalami dehidrasi.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pembahasan Penilaian Klinis Dehidrasi
Dehidrasi adalah gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada tubuh.
Hal ini terjadi karena pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan (misalnya
minum). Gangguan kehilangan cairan tubuh ini disertai dengan gangguan
keseimbangan elektrolit tubuh (Sari, 2017).
Dehidrasi adalah kehilangan cairan dari keseluruhan kompartemen tubuh.
Dehidrasi disebabkan karena kebutuhan cairan lebih banyak dari asupan yang
mengakibatkan volume cairan dalam darah berkurang. Seseorang dikatakan
dehidrasi ringan (cairan tubuh berkurang 1-3%) bila mengalami gejala-gejala
seperti keringnya mukosa, turgor kulit menurun, lesu, gelisah, mata cekung urin
keruh, menurunnya tekanan darah, hingga gejala gangguan fisik, psikologis,
suasana hati (mood), dan gangguan fungsi kognitif (Husada, 2020).
Kehilangan cairan yang terus berlangsung dan tidak diimbangi dengan
penggantian yang cukup, maka akan berakhir menjadi dehidrasi. Dan jika keadaan
ini berlangsung terus maka dapat terjadi dehidrasi berat dan bahkan kematian.
Resiko dehidrasi pada anak balita lebih besar karena komposisi cairan tubuh yang
besar dan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri secara bebas.
Cara terbaik untuk menentukan derajat dehidrasi adalah persentase kehilangan
volume cairan yang bisa dihitung dari selisih berat badan sebelum sakit dan berat
badan saat sakit dibagi dengan berat badan sebelum sakit. Namun data berat badan
sebelum sakit masih sulit diperoleh terutama di negara-negara berkembang
termasuk juga Indonesia (Indahdari, 2018).
Pada pemeriksaan dehidrasi terhadap keadaan umum diperoleh hasil baik,
sadar , mata normal,ubun ubun tidak cekung,keinginan untuk minum normal,
turgor kulit Kembali cepat, kulit normal tidak kering, mulut dan lidah basah hal
ini menunjukan pasien dalam keadaan normal. Sedangkan pada penelitian
(Nuraeni et al., 2019) Dehidrasi sedang terjadi apabila terdapat dua atau lebih dari
tanda-tanda berikut yaitu anak menjadi gelisah dan rewel/marah,gejala lesu atau
mudah marah, mata cekung, haus dan cubitan kulit lambat Kembali mungkin baru
ada pada saat dehidrasi 5-10% berat badan, pasien dikategorikan dehidrasi sedang
bila didapatkan dua gejala berikut yaitu lesu atau mudah marah, mata cekung,
haus dan cubitan kulit lambat kembali. Pasien dikategorikan tidak dehidrasi bila
tidak cukup gejala untuk mengklasifikasikan sebagai dehidrasi ringan atau berat.
Menurut literatur, gejala haus mungkin terjadi pada dehidrasi 3-5% berat badan.
gejala lesu atau mudah marah, mata cekung, haus dan cubitan kulit lambat
kembali mungkin baru ada pada saat dehidrasi 5-10% berat badan.
Pada pemeriksaan warna urin di peroleh urin berwarna coklat muda Hal ini
menunjukan tanda bahwa pasien mengalami dehidrasi. Namun pada penelitian
(Romadhon & Purnomo, 2016a) Urin memilki tingkatan warna yang berbeda
dipengaruhi oleh tingkat konsumsi cairan yang di minum. Konsumsi cairan yang
banyak akan menghasilkan warna urin yang bening dan cerah, sebaliknya
kekurangan cairan akan menyebabkan warna urin menjadi pekat. Adapun bau urin
dipengaruhi oleh andungan amonia, dimana kadar amonia dalam urin sebanding
dengan jumlah konsumsi cairan. Berdasarkan uraian masalah serta fakta terkait
dehidrasi yang disebutkan diatas, diperlukan suatu alat yang dapat mendeteksi dini
tingkat dehidrasi secara otomatis dan objektif melalui
warna dan kadar amonia dalam urin. Artinya mendeteksi dehidrasi dengan warna
urin tidak akurat karena tidak di sertai dengan gejala lain. Warna urin juga bisa di
pengaruhi oleh (pewarna) urine yang disebut urokrom dan urobilin. Selain itu,
warna urine juga dipengaruhi asupan cairan dan apa yang Anda konsumsi. Air
kencing yang sehat berwarna jernih hingga kuning muda. Semakin banyak air
yang Anda minum, semakin jernih pula warna urine yang terbentuk. Jadi pada
pengamatan fisik klinis dehidrasi tidak sesuai dengan literatur
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah
5.1.1 Penilaian Fisik Dehidrasi
Dari pengamatan fisik klinis dan pengamatan warna urin yang dilakukan
untuk mengidentifikasi dehidrasi, diperoleh hasil yaitu keadaan umum baik
dan sadar, keadaan mata normal dan ada air mata, keinginan untuk minum
normal, turgor kulit cepat kembali kulit dalam keadaan normal dan hangat,
mulut dan lidah dalam keadaan lembab hal ini menunjukan pasien atau
resonden dalam keadaan normal , sedangkan warna urin berwarna coklat yang
menandakan bahwa pasien atau responden mengalami dehidrasi.

5.2 Saran
Dalam melakukan pemeriksaan klini pada dehidrasi di harpakan lebih teliti dan
memahami melakukan percobaan ini sehingga hasil yang di peroleh dengan baik
dan mendapatkan data yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier Sunati,., A. (2010). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Andini, R., Susetyowati, S., & Sulistyoningrum, D. C. (2017). Studi komparasi
beberapa metode skrining penilaian status gizi pada pasien dewasa rawat inap
rumah sakit. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 14(2), 64.
https://doi.org/10.22146/ijcn.22066
Departemen Kesehatan RI. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Kementrian Kesehatan RI.
Gates, R. (2006). A Mata Geweke-Hajivassiliou-Keane multivariate normal simulator.
Stata Journal, 6(2), 190–213. https://doi.org/10.1177/1536867x0600600203
Gibson, Rosalind S. (2005). Principles of Nutritional Assessment. Second Edition.
Oxford University Press.
Indahdari. (2018). Asuhan Keperawatan Pada An. Z dan An. H Dengan Diare Dengan
Masalah Keperawatan Kekurangan Volume Cairan Di RSUD dr. Haryoto
Lumajang Tahun 2018. Repository.Unej.Ac.Id.
Manoppo, J. I. Ch. (2016). Profil Diare Akut dengan Dehidrasi Berat di Ruang
Perawatan Intensif Anak. Sari Pediatri, 12(3), 157.
https://doi.org/10.14238/sp12.3.2010.157-61
Nuraeni, R., Sari, P., Martini, N., Astuti, S., & Rahmiati, L. (2019). Peningkatan Kadar
Hemoglobin melalui Pemeriksaan dan Pemberian Tablet Fe Terhadap Remaja
yang Mengalami Anemia Melalui “ Gerakan Jumat Pintar ” putri usia 13-18
tahun dengan prevalensi 22 , 7 %. Remaja putri lebih rentan terkena anemia.
5(2), 200–221.
Rabbani, I. S. (n.d.). II DETEKSI KEBUNTINGAN PASTURA HEYTESBURY CATTLE
COMPANY VICTORIA ...
Romadhon, A., & Purnomo, A. S. (2016a). Sistem Pendukung Keputusan Untuk
Menentukan Status Gizi Balita Menggunakan Metode Fuzzy Inferensi Sugeno
( Berdasarkan Metode Antropometri ). 1(3), 78–87.
Romadhon, A., & Purnomo, A. S. (2016b). Sistem Pendukung Keputusan Untuk
Menentukan Status Gizi Balita Menggunakan Metode Fuzzy Inferensi Sugeno
(Berdasarkan Metode Antropometri). Informatics Journal, 1(3), 78–87.
Sari, M. P. (2017). Iklim Kerja Panas dan Konsumsi Air Minum Saat Kerja Terhadap
Dehidrasi. HIGEIA (Journal of Public Health Research and Development), 1(2),
108–118.
Shofia, A., Setiawan, D. P., Nur Amin, I. N., & Saeful Fadly. (2021). HUBUNGAN
STATUS GIZI DENGAN KEKUATAN OTOT LENGAN Correlation Between
Nutritional Status with Arm Muscular Strength of. Nutrition Research and
Development Journal, 01(01), 1–5.
Lampiran 1

Dokumentasi

Urine sindi Urine Onik Urin Nilan

Urine Fifa Urine Nur Urine Warda

Urine Hikma
Lampiran 2

LEMBAR ASISTENSI PEMERIKSAAN BIOKIMIA

Nama : SINDI ANASTASYA BAWILING


Nim : P21120075
Kelompok : 6 (ENAM)
Asisten : NURHANIFAH MUTHMAINNAH NURDIN, S.Gz
No Tgl/Bl/Th Koreksi Paraf

Anda mungkin juga menyukai