Anda di halaman 1dari 25

Status Gizi, Permasalahan Gizi Pada Masyarakat dan Gizi Buruk Pada

Masyarakat

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Gizi yang dibimbing Oleh
Ibu Ir. Nugrahaningsih, M.P dan Dra. Nursasi Handayani, M.Si

Disusun oleh:
Offering GHP / 2016
Desi Yulia Safitri (160342606202)
(1603426062)
(1603426062)
Vitri Alfia Nur Aini (160342606261)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Agustus 2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah gizi berasal dari bahasa Arab giza yang berarti zat makanan, dalam
bahasa Inggris dikenal dengan istilah nutrition yang berarti bahan makanan atau
zat gizi atau sering diartikan sebagai ilmu gizi. Pengertian lebih luas bahwa gizi
diartikan sebagai proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan,
metabolisme, dan pengeluaran zat gizi untuk mempertahankan kehidupan,
pertumbuhan dan fungsi normal organ tubuh serta untuk menghasilkan tenaga.
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses degesti, absorpsi, transportasi.
Penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ
serta menghasilkan energi.
Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, dan
protein, oksidasi zat-zat gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk
melakukan kegiatan atau aktivitas. Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan
tubuh untuk melakukan fungsinya yaitu menghasilkan energi, membangun,
memelihara jaringan serta mengatur proses-proses jaringan. Gizi merupakan
bagian penting yang dibutuhkan oleh tubuh guna perkembangan dan pertumbuhan
dalam bentuk dan untuk memperoleh energi, agar manusia dapat melaksanakan
kegiatan fisiknya sehari-hari.
Status gizi adalah status kesehatan tubuh yang dihasilkan oleh
keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient, sebagai akibat konsumsi
makanan dan penggunaan zat-zat gizi, dibedakan antara status gizi , kurus,
normal, resiko untuk gemuk, dan gemuk agar berfungsi secara baik bagi organ
tubuh.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan status gizi.
2. Mengetahui apa saja permasalahan gizi pada masyarakat.
3. Mengetahui gizi buruk yang terjadi pada masyarakat.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat menambah wawasan dan memahami mengenai status gizi.
2. Menambah pengetahuan tentang apa saja permasalahan gizi pada masyarakat.
3. Dapat memahami gizi buruk yang terjadi pada masyarakat.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Status Gizi


Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang
dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam
tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi
normal, dan gizi lebih. Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi
dimana terdapat keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh
dan energi yang dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan individu.
Energi yang masuk ke dalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak
dan zat gizi lainnya.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang status gizi, status gizi adalah
status kesehatan tubuh yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan
masukan nutrient, sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi,
dibedakan antara status gizi , kurus, normal, resiko untuk gemuk, dan gemuk agar
berfungsi secara baik bagi organ tubuh.
Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut undernutrition
merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih
sedikit dari energi yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi
yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu.
Status gizi lebih (overnutrition) merupakan keadaan gizi seseorang dimana
jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar dari jumlah energi yang
dikeluarkan. Hal ini terjadi karena jumlah energi yang masuk melebihi kecukupan
energi yang dianjurkan untuk seseorang, akhirnya kelebihan zat gizi disimpan
dalam bentuk lemak yang dapat mengakibatkan seseorang menjadi gemuk.
Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang
diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu
populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih
(Hartriyanti dan Triyanti, 2007). Penilaian status gizi terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Penilaian Langsung
a. Antropometri
Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status gizi yang
berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan umur dan tingkat gizi
seseorang. Pada umumnya antropometri mengukur dimensi dan komposisi tubuh
seseorang (Supariasa, 2001). Metode antropometri sangat berguna untuk melihat
ketidakseimbangan energi dan protein. Akan tetapi, antropometri tidak dapat
digunakan untuk mengidentifikasi zat-zat gizi yang spesifik.
a.a Indeks Antropometri
Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks
antropometri bisa merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih
pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur dan tingkat gizi. Salah satu
contoh dari indeks antropometri adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) atau yang
disebut dengan Body Mass Index (Supariasa, 2001). IMT merupakan alat
sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan
dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat
badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang
lebih panjang. IMT hanya dapat digunakan untuk orang dewasa yang berumur
diatas 18 tahun. Dua parameter yang berkaitan dengan pengukuran Indeks Massa
Tubuh, terdiri dari :
1. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu parameter massa tubuh yang paling
sering digunakan yang dapat mencerminkan jumlah dari beberapa zat gizi seperti
protein, lemak, air dan mineral. Untuk mengukur Indeks Massa Tubuh, berat
badan dihubungkan dengan tinggi badan.
2. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter ukuran panjang dan dapat
merefleksikan pertumbuhan skeletal (tulang).
a.b Cara Mengukur Indeks Massa Tubuh
Indeks Massa Tubuh diukur dengan cara membagi berat badan dalam
satuan kilogram dengan tinggi badan dalam satuan meter kuadrat.
a.c Kategori Indeks Massa Tubuh
Untuk mengetahui status gizi seseorang maka ada kategori ambang batas
IMT yang digunakan, seperti yang terlihat pada tabel 2.1 yang merupakan ambang
batas IMT untuk Indonesia.

b. Klinis
Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi berdasarkan
perubahan yang terjadi yang berhubungan erat dengan kekurangan maupun
kelebihan asupan zat gizi. Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada jaringan epitel
yang terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang dekat dengan
permukaan tubuh (kelenjar tiroid).
c. Biokimia
Pemeriksaan biokimia disebut juga cara laboratorium. Pemeriksaan
biokimia pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi adanya defisiensi. Zat
gizi pada kasus yang lebih parah lagi, dimana dilakukan pemeriksaan dalam suatu
bahan biopsi sehingga dapat diketahui kadar zat gizi atau adanya simpanan di
jaringan yang paling sensitif terhadap deplesi, uji ini disebut uji biokimia statis.
Cara lain adalah dengan menggunakan uji gangguan fungsional yang berfungsi
untuk mengukur besarnya konsekuensi fungsional dari suatu zat gizi yang spesifik
Untuk pemeriksaan biokimia sebaiknya digunakan perpaduan antara uji biokimia
statis dan uji gangguan fungsional.
d. Biofisik
Pemeriksaan biofisik merupakan salah satu penilaian status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi jaringan dan melihat perubahan struktur
jaringan yang dapat digunakan dalam keadaan tertentu, seperti kejadian buta
senja.
2. Penilaian Tidak Langsung
a. Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan merupakan salah satu penilaian status gizi
dengan melihat jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh individu maupun
keluarga. Data yang didapat dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Data
kuantitatif dapat mengetahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi,
sedangkan data kualitatif dapat diketahui frekuensi makan dan cara seseorang
maupun keluarga dalam memperoleh pangan sesuai dengan kebutuhan gizi.
Metode pengukuran konsumsi makanan digunakan untuk mendapatkan
data konsumsi makanan tingkat individu. Ada beberapa metode pengukuran
konsumsi makanan, yaitu sebagai berikut :
1. Recall 24 jam (24 Hour Recall)
Metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah makanan serta
minuman yang telah dikonsumsi dalam 24 jam yang lalu. Recall dilakukan pada
saat wawancara dilakukan dan mundur ke belakang sampai 24 jam penuh.
Wawancara menggunakan formulir recall harus dilakukan oleh petugas yang telah
terlatih. Data yang didapatkan dari hasil recall lebih bersifat kualitatif. Untuk
mendapatkan data kuantitatif maka perlu ditanyakan penggunaan URT (Ukuran
Rumah Tangga). Sebaiknya recall dilakukan minimal dua kali dengan tidak
berturut-turut. Recall yang dilakukan sebanyak satu kali kurang dapat
menggambarkan kebiasaan makan seseorang (Supariasa, 2001). Metode recall
sangat tergantung dengan daya ingat individu, sehingga sebaiknya responden
memiliki ingatan yang baik agar dapat menggambarkan konsumsi yang
sebenarnya tanpa ada satu jenis makanan yang terlupakan. Recall tidak cocok bila
dilakukan pada responden yang di bawah 7 tahun dan di atas 70 tahun. Recall
dapat menimbulkan the flat slope syndrome, yaitu kecenderungan responden
untuk melaporkan konsumsinya. Responden kurus akan melaporkan konsumsinya
lebih banyak dan responden gemuk akan melaporkan konsumsi lebih sedikit,
sehingga kurang menggambarkan asupan energi, protein, karbohidrat, dan lemak
yang sebenarnya.
2. Food Record
Food record merupakan catatan responden mengenai jenis dan jumlah
makanan dan minuman dalam satu periode waktu, biasanya 1 sampai 7 hari dan
dapat dikuantifikasikan dengan estimasi menggunakan ukuran rumah tangga
(estimated food record) atau menimbang (weighed food record).
3. Food Frequency Questionnaire (FFQ)
FFQ merupakan metode pengukuran konsumsi makanan dengan
menggunakan kuesioner untuk memperoleh data mengenai frekuensi seseorang
dalam mengonsumi makanan dan minuman. Frekuensi konsumsi dapat dilakukan
selama periode tertentu, misalnya harian, mingguan, bulanan maupun tahunan.
Kuesioner terdiri dari daftar jenis makanan dan minuman.
4. Penimbangan makanan (Food Weighing)
Metode penimbangan makanan dilakukan dengan cara menimbang
makanan disertai dengan mencatat seluruh makanan dan minuman yang
dikonsumsi responden selama satu hari. Persiapan pembuatan makanan,
penjelasan mengenai bahan-bahan yang digunakan dan merk makanan (jika ada)
sebaiknya harus diketahui.
5. Metode Riwayat Makan
Metode riwayat makan dilakukan untuk menghitung asupan makanan yang
selalu dimakan dan pola makan seseorang dalam waktu yang relatif lama,
misalnya satu minggu, satu bulan, maupun satu tahun. Metode ini terdiri dari 3
komponen, yaitu wawancara recall 24 jam, memeriksa kebenaran recall 24 jam
dengan menggunakan kuesioner berdasarkan frekuensi konsumsi sejumlah
makanan, dan konsumsi makanan selama tiga hari, termasuk porsi makanan.
b. Statistik Vital
Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian status gizi melalui
data-data mengenai statistik kesehatan yang berhubungan dengan gizi, seperti
angka kematian menurut umur tertentu, angka penyebab kesakitan dan kematian,
statistik pelayanan kesehatan, dan angka penyakit infeksi yang berkaitan dengan
kekurangan gizi.
c. Faktor Ekologi
Penilaian status gizi dengan menggunakan faktor ekologi karena masalah
gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor ekologi, seperti faktor biologis,
faktor fisik, dan lingkungan budaya. Penilaian berdasarkan faktor ekologi
digunakan untuk mengetahui penyebab kejadian gizi salah (malnutrition) di suatu
masyarakat yang nantinya akan sangat berguna untuk melakukan intervensi gizi.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi diantaranya,


1. Umur
Kebutuhan energi individu disesuaikan dengan umur, jenis kelamin, dan
tingkat aktivitas. Jika kebutuhan energi (zat tenaga) terpenuhi dengan baik maka
dapat meningkatkan produktivitas kerja, sehingga membuat seseorang lebih
semangat dalam melakukan pekerjaan. Apabila kekurangan energi maka
produktivitas kerja seseorang akan menurun, dimana seseorang akan malas
bekerja dan cenderung untuk bekerja lebih lamban. Semakin bertambahnya umur
akan semakin meningkat pula kebutuhan zat tenaga bagi tubuh. Zat tenaga
dibutuhkan untuk mendukung meningkatnya dan semakin beragamnya kegiatan
fisik.
2. Frekuensi Makan
Frekuensi konsumsi makanan dapat menggambarkan berapa banyak
makanan yang dikonsumsi seseorang. Sebagian besar remaja melewatkan satu
atau lebih waktu makan, yaitu sarapan. Sarapan adalah waktu makan yang paling
banyak dilewatkan, disusul oleh makan siang. Ada beberapa alasan yang
menyebabkan seseorang malas untuk sarapan, antara lain mereka sedang dalam
keadaan terburu-buru, menghemat waktu, tidak lapar, menjaga berat badan dan
tidak tersedianya makanan yang akan dimakan. Melewatkan waktu makan dapat
menyebabkan penurunan konsumsi energi, protein dan zat gizi lain. Pada bangsa-
bangsa yang frekuensi makannya dua kali dalam sehari lebih banyak orang yang
gemuk dibandingkan bangsa dengan frekuensi makan sebanyak tiga kali dalam
sehari. Hal ini berarti bahwa frekuensi makan sering dengan jumlah yang sedikit
lebih baik daripada jarang makan tetapi sekali makan dalam jumlah yang banyak.
3. Asupan Energi
Energi merupakan asupan utama yang sangant diperlukan oleh tubuh.
Kebutuhan energi yang tidak tercukupi dapat menyebabkan protein, vitamin, dan
mineral tidak dapat digunakan secara efektif. Untuk beberapa fungsi metabolisme
tubuh, kebutuhan energi dipengaruhi oleh BMR (Basal Metabolic Rate),
kecepatan pertumbuhan, komposisi tubuh dan aktivitas fisik (Krummel &
Etherton, 1996). Energi yang diperlukan oleh tubuh berasal dari energi kimia yang
terdapat dalam makanan yang dikonsumsi. Energi diukur dalam satuan kalori.
Energi yang berasal dari protein menghasilkan 4 kkal/gram, lemak 9 kkal/gram,
dan karbohidrat 4 kkal/ gram (Baliwati, 2004).
4. Asupan Protein
Protein merupakan zat gizi yang paling banyak terdapat dalam tubuh.
Fungsi utama protein adalah membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan
tubuh (Almatsier, 2001). Fungsi lain dari protein adalah menyediakan asam amino
yang diperlukan untuk membentuk enzim pencernaan dan metabolisme, mengatur
keseimbangan air, dan mempertahankan kenetralan asam basa tubuh.
Pertumbuhan, kehamilan, dan infeksi penyakit meningkatkan kebutuhan protein
seseorang. Sumber makanan yang paling banyak mengandung protein berasal dari
bahan makanan hewani, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang.
Sedangkan sumber protein nabati berasal dari tempe, tahu, dan kacang-kacangan.
Catatan Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 1999, menunjukkan secara nasional
konsumsi protein sehari rata-rata penduduk Indonesia adalah 48,7 gram sehari
(Almatsier, 2001). Anjuran asupan protein berkisar antara 10 – 15% dari total
energi (WKNPG, 2004).
5. Asupan Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi kehidupan manusia
yang dapat diperoleh dari alam, sehingga harganya pun relatif murah (Djunaedi,
2001). Sumber karbohidrat berasal dari padi-padian atau serealia, umbi-umbian,
kacangkacangan dan gula. Sumber karbohidrat yang paling banyak dikonsumsi
oleh masyarakat Indonesia sebagai makanan pokok adalah beras, singkong, ubi,
jagung, taslas, dan sagu (Almatsier, 2001). Karbohidrat menghasilkan 4 kkal /
gram. Angka kecukupan karbohidrat sebesar 50-65% dari total energi. (WKNPG,
2004). WHO (1990) menganjurkan agar 55 – 75% konsumsi energi total berasal
dari karbohidrat kompleks. Karbohidrat yang tidak mencukupi di dalam tubuh
akan digantikan dengan protein untuk memenuhi kecukupan energi. Apabila
karbohidrat tercukupi, maka protein akan tetap berfungsi sebagai zat pembangun.
6. Asupan Lemak
Lemak merupakan cadangan energi di dalam tubuh. Lemak terdiri dari
trigliserida, fosfolipid, dan sterol, dimana ketiga jenis ini memiliki fungsi terhadap
kesehataan tubuh manusia (WKNPG, 2004). Konsumsi lemak paling sedikit
adalah 10% dari total energi. Lemak menghasilkan 9 kkal/ gram. Lemak relatif
lebih lama dalam sistem pencernaan tubuh manusia. Jika seseorang mengonsumsi
lemak secara berlebihan, maka akan mengurangi konsumsi makanan lain.
Berdasarkan PUGS, anjuran konsumsi lemak tidak melebihi 25% dari total energi
dalam makanan sehari-hari. Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-
tumbuhan, seperti minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, jagung, dan
sebagainya. Sumber lemak utama lainnya berasal dari mentega, margarin, dan
lemak hewan (Almatsier, 2001).
7. Tingkat Pendidikan
Pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan pengetahuan. Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang maka sangat diharapkan semakin tinggi pula
pengetahuan orang tersebut mengenai gizi dan kesehatan. Pendidikan yang tingggi
dapat membuat seseorang lebih memperhatikan makanan untuk memenuhi asupan
zat-zat gizi yang seimbang. Adanya pola makan yang baik dapat mengurangi
bahkan mencegah dari timbulnya masalah yang tidak diinginkan mengenai gizi
dan kesehatan (Apriadji, 1986). Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan
tinggi, akan mudah dalam menyerap dan menerapkan informasi gizi, sehingga
diharapkan dapat menimbulkan perilaku dan gaya hidup yang sesuai dengan
informasi yang didapatkan mengenai gizi dan kesehatan. Tingkat pendidikan
sangat berpengaruh terhadap derajat kesehatan (WKNPG, 2004). Pendidikan juga
berperan penting dalam meningkatkan status gizi seseorang. Pada umumnya
tingkat pendidikan pembantu rumah tangga masih rendah (tamat SD dan tamat
SMP). Pendidikan yang rendah sejalan dengan pengetahuan yang rendah, karena
dengan pendidikan rendah akan membuat seseorang sulit dalam menerima
informasi mengenai hal-hal baru di lingkungan sekitar, misalnya pengetahuan
gizi. Pendidikan dan pengetahuan mengenai gizi sangat diperlukan oleh pembantu
rumah tangga. Selain untuk diri sendiri, pendidikan dan pengetahuan gizi yang
diperoleh dapat dipraktekkan dalam pekerjaan yang mereka lakukan.
8. Pendapatan
Pendapatan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi status gizi,
pembantu rumah tangga mendapatkan gaji (pendapatan) yang masih di bawah
UMR (Gunanti, 2005). Besarnya gaji yang diperoleh terkadang tidak sesuai
dengan banyaknya jenis pekerjaan yang dilakukan. Pendapatan seseorang akan
menentukan kemampuan orang tersebut dalam memenuhi kebutuhan makanan
sesuai dengan jumlah yang diperlukan oleh tubuh. Apabila makanan yang
dikonsumsi tidak memenuhi jumlah zat-zat gizi dibutuhkan oleh tubuh, maka
dapat mengakibatkan perubahan pada status gizi seseorang (Apriadji, 1986).
Ada dua aspek kunci yang berhubungan antara pendapatan dengan pola konsumsi
makan, yaitu pengeluaran makanan dan tipe makanan yang dikonsumsi. Apabila
seseorang memiliki pendapatan yang tinggi maka dia dapat memenuhi kebutuhan
akan makanannya (Gesissler, 2005). Meningkatnya pendapatan perorangan juga
dapat menyebabkan perubahan dalam susunan makanan. Kebiasaan makan
seseorang berubah sejalan dengan berubahnya pendapatan seseorang (Suhardjo,
1989). Meningkatnya pendapatan seseorang merupakan cerminan dari suatu
kemakmuran. Orang yang sudah meningkat pendapatannya, cenderung untuk
berkehidupan serba mewah. Kehidupan mewah dapat mempengaruhi seseorang
dalam hal memilih dan membeli jenis makanan. Orang akan mudah membeli
makanan yang tinggi kalori. Semakin banyak mengonsumsi makanan berkalori
tinggi dapat menimbulkan kelebihan energi yang disimpan tubuh dalam bentuk
lemak. Semakin banyak lemak yang disimpan di dalam tubuh dapat
mengakibatkan kegemukan (Suyono, 1986).
9. Pengetahuan
Tingkat pendidikan seseorang sangat mempengaruhi tingkat
pengetahuannya akan gizi. Orang yang memiliki tingkat pendidikan hanya sebatas
tamat SD, tentu memiliki pengetahuan yang lebih rendah dibandingkan orang
dengan tingkat pendidikan tamat SMA atau Sarjana. Tetapi, sebaliknya, seseorang
dengan tingkat pendidikan yang tinggi sekalipun belum tentu memiliki
pengetahuan gizi yang cukup jika ia jarang mendapatkan informasi mengenai gizi,
baik melalui media iklan, penyuluhan, dan lain sebagainya. Tetapi, perlu diingat
bahwa rendah-tingginya pendidikan seseorang juga turut menentukan mudah
tidaknya orang tersebut dalam menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang
mereka peroleh. Berdasarkan hal ini, kita dapat menentukan metode penyuluhan
gizi yang tepat. Di samping itu, dilihat dari segi kepentingan gizi keluarga,
pendidikan itu sendiri amat diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap
adanya masalah gizi di dalam keluarga dan dapat mengambil tindakan secepatnya
(Apriadji, 1986). Pengetahuan gizi sangat penting, dengan adanya pengetahuan
tentang zat gizi maka seseorang dengan mudah mengetahui status gizi mereka. Zat
gizi yang cukup dapat dipenuhi oleh seseorang sesuai dengan makanan yang
dikonsumsi yang diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan. Pengetahuan gizi
dapat memberikan perbaikan gizi pada individu maupun masyarakat (Suhardjo,
1986).

Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan


Angka kecukupan gizi yang dianjurkan merupakan suatu ukuran keckupan
rata-rata zat gizi setiap hari untuk semua orang yang disesuiakan dengan golongan
umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh untuk mencapai tingkat
kesehatan yang optimal dan mencegah terjadinya defisiensi zat gizi (Depkes,
2005b). Angka Kecukupan Energi (AKE) merupakan rata-rata tingkat konsumsi
energi dengan pangan yang seimbang yang disesuaikan dengan pengeluaran
energi pada kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktivitas fisik.
Angka Kecukupan Protein (AKP) merupakan rata-rata konsumsi protein untuk
menyeimbangkan protein agar tercapai semua populasi orang sehat disesuaikan
dengan kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas fisik.
Kecukupan karbohidrat sesuai dengan pola pangan yang baik berkisar antara 50-
65% total energi, sedangkan kecukupan lemak berkisar antara 20-30% total energi
(Hardinsyah dan Tambunan, 2004).

2.2 Permasalahan Gizi Pada Masyarakat


Permasalahan Gizi Pada Masyarakat dan Keluarga
Mengkonsumsi makanan dengan gizi yang tidak seimbang dengan
kebutuhan tubuh dapat menyebabkan seseorang mengalami malnutrisi
(malnutrition). Malnutrisi mencakup gizi kurang (undernutrition) dan gizi lebih
(over nutrition). Masalah gizi kurang sudah banyak terjadi di beberapa negara
berkembang seperti di Indonesia. Penyuluhan tentang masalah gizi kurang sudah
banyak dilakukan, namun masih banyak masyarakat yang mengalami masalah gizi
kurang. Masalah gizi kurang umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang, dan kesehatan. Sedangkan
masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada masyarakat tertentu
serta kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang, dan kesehatan.
2.2.1 Masalah Gizi Kurang (Undernutrition)
Beberapa masalah gizi kurang yang terjadi pada masyarakat dan keluarga,
antara lain:
a. Kurang Energi dan Protein (KEP)
Kurang Energi dan Protein (KEP) terjadi karena ketidakseimbangan antara
asupan karbohidrat dan protein dengan kebutuhan energi (kekurangan makan
sumber energi secara umum dan sumber protein).Pada umumnya, masalah gizi ini
terjadi pada anak balita karena pada umur tersebut berlangsung masa
pertumbuhan yang pesat. Apabila konsumsi makanan tidak seimbang dengan
kebutuhan kalori maka akan terjadi penyakit kurang energi dan protein (KEP).
Pada anak-anak KEP dapat menghambat pertumbuhan, menyebabkan rentan
terhadap penyakit(terutama penyakit infeksi), dan menyebabkan rendahnya
tingkat kecerdasan. Pada orang dewasa, KEP dapat menurunkan produktivitas
kerja serta derajat kesehatan seseorang sehingga menyebabkan rentan terhadap
penyakit.
WHO (2005) membedakan KEP menjadi KEP ringan atau gizi kurang dan
KEP berat atau gizi buruk (marasmus dan/kwashiorkor). KEP ringan pada Z-score
(indeks Simpangan Baku (SB)) Standar Deviasi (SD) -3 sampai dengan <-2,
sedangkan KEP berat <-3 SD. Pada KEP ringan belum terdapat tanda klinis,
biasanya anak hanya tampak kurus, sedangkan KEP berat sudah menunjukkan
tanda klinis.
KEP berat dapat dibedakan menjadi marasmus, kwashiorkor, dan
marasmus kwashiorkor. Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan
karbohidrat. Marasmus menimbulkan beberapa gejala antara lain: badan anak
menciut, menderita dehidrasi dan otot lemah, serta juga dapat disertai diare.
Kwashiorkor adalah gangguan gizi akibat kekurangan protein. Kwashiorkor
menimbulkan beberapa gejala antara lain: tubuh anak membengkak (oedema)
akibat protein utama dalam tubuh (albumin) sangat rendah, bercak-bercak
pigmentasi pada rambut dan kulit, apatis, dan menurunkan kekebalan tubuh
terhadap infeksi. Sedangkan marasmus kwashiorkor merupakan campuran dari
beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus (kekurangan karbohidrat dan
protein).
KEP dapat terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
kemiskinan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang makanan pendamping
ASI (MP-ASI) dan/ atau pemberian makanan sesudah bayi disapih serta
pemeliharaan lingkungan yang sehat.

b. Anemia Gizi Besi (AGB)


Defisiensi Fe atau anemia besi di Indonesia jumlahnya santa besar
sehingga menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat. Anemia terjadi
karena asupan zat besi yang tidak seimbang atau kurang dari kebutuhan tubuh. Zat
besi (Fe) merupakan zat gizi mikro yang esensial bagi tubuh dan dibutuhkan
untuk pembentukan koenzim maupun untuk pembentukan haemoglobin (Hb)
dalam darah. Zat besi lebih mudah diserap oleh usus halus dalam bentuk ferro
dengan mekanisme autoregulasi yang diatur oleh kadar ferritin yang terdapat
dalam sel-sel mukosa usus. Dalam kondisi Fe yang baik, hanya sekitar 10% dari
Fe yang terdapat dalam makanan diserap ke dalam mukosa usus. Kebutuhan zat
besi pada perempuan dewasa lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki, karena
ekskresi zat besi pada perempuan dewasa lebih banyak yaitu melalui darah
menstruasi. Pada ibu hamil kebutuhan zat besi meningkat karena janin dalam
kandungan juga memerlukan zat besi.
Faktor yang menyebabkan masalah AGB antara lain: kurangnya daya beli
masyarakat untuk mengkonsumsi makanan sumber zat besi, dan pada perempuan
ditambah dengan kehilangan darah saat menstryuasi ataupun saat persalinan. AGB
dapat menyebabkan penurunan kemampuan fisik atau produktivitas kerja,
penurunan berpikir, dan penurunan antibodi sehingga mudah terserang penyakit
infeksi. Penanggulanan AGB dapat dilakukan dengan mengkonsumsi tablet atau
sirup besi (penambah darah).

c. Kekurangan Vitamin A (KVA)


Kekurangan Vitamin A (KVA) disebabkan karena kekurangan asupan
vitamin A dalam tubuh. Fungsi vitamin A mencakup tiga fungsi, yaitu fungsi
dalam proses melihat, proses metabolisme, dan proses reproduksi. Gejala dari Kva
yang terlihat antara lain; kekeringan epitel biji mata dan kornea karena sekresi
kelenjar air mata (lacrimalis) menurun, selaput bola mata keriput dan kusam bila
biji mata tidak bergerak, fungsi mata berkurang menjadi rabun senja, tidak
sanggup melihat pada cahaya remang-remang hingga pada stadium lanjut mata
mengoreng karena sel-selnya menjadi lunak (keratomalasia) dan dapat
menimbulkan kebutaan.
KVA dapat menyebabkan kebutaan, mengurangi daya tahan tubuh
sehingga mudah terserang infeksi yang sering menyebabkan kematian pada anak-
anak. Faktor yang menyebabkan masalah KVA adalah faktor kemiskinan dan
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi.

d. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)


Iodium merupakan zat gizi esensial bagi tubuh yang dikonsentrasikan di
dalam kelenjar gondok (glandula thyroidea). Iodium digunakan dalam sintesis
tiroksin. Tiroksin yang ditimbun dalam folikel kelejar gondok terkonjugasi
dengan protein (globulin) disebut thyroglobulin. Thyroglobulin ini akan dipecah
dan tiroksin dikeluarkan dari folikel kelenjar ke dalam aliran darah saat
dibutuhkan.
Kekurangan iodium antara lain dapat menyebabkan hipotiroidisme
(kekurangan iodium) maupun kretinisme. Pada hipotiroidisme tubuh mencoba
untuk mengompensasi dengan menambah jaringan kelenjar gondok sehingga
terjadi hipertrophi (membesarnya kelenjar tiroid) atau disebut penyakit gondok.
Gondok merupakan penyakit endemik di Indonesia, terutama di daerah-daerah
terpencil di pegunungan yang air minum dan tanahnya kekurangan zat iodium
sehingga penyakit ini disebut dengan gondok endemik. Pada kretinisme, penderita
memiliki tinggi badan di bawah normal (cebol). Selain itu, disertai dengan
berbagai tingkat keterlambatan perkembangan jiwa dan kecerdasan (mulai dari
ringan sampai dengan sangat berat/debil). Ekspresi muka dari anak yang
menderita kretinisme terlihat seperti orang bodoh karena tingkat kecerdasannya
yang sangat rendah. Umumnya, penderita kretinisme dilahirkan dari ibu yang
kekurangan zat iodium pada masa kehamilan.
Pencegahan terhadap masalah GAKI dapat dilakukan yaitu dengan
pemberian kapsul minyak iodium/iodium oil capsule kepada semua wanita usia
subur maupun wanita hamil. Selain itu, diperlukan program iodisasi dengan cara
penyediaan garam dapur yang diperkaya iodium terutama pada daerah-daerah
endemik gondok.

2.2.2 Masalah Gizi Lebih (Over nutrition)


Masalah gizi lebih disebabkan oleh kebanyakan masukan energi dibandingkan
dengan keluaran energi. Masalah gizi lebih yang terjadi pada masyarakat dan
keluarga, adalah:
a. Obesitas
Obesitas merupakan keadaan yang menunjukkan ketidakseimbangan
antara tinggi dan berat badan akibat jaringan lemak dalam tubuh sehingga berat
badan menjadi berlebih dan melampaui ukuran ideal . Kelebihan lemak dalam
tubuh yang umumnya ditimbun pada jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar
organ tubuh, dan kadang terjadi perluasan ke dalam jaringan organnya. Penyebab
terjadinya obesitas meliputi faktor langsung yaitu genetik, hormonal, obat-obatan,
asupan makan, dan aktivitas fisik. Sedangkan faktor tidak langsung meliputi
pengetahuan gizi dan pengaturan makan.
Keadaan obesitas ditentukan dengan klasifikasi status gizi berdasarkan
Indeks Massa Tubuh (IMT). Menurut Gibson (2005) dalam Susilowati (2016),
status gizi normal memiliki nilai IMT 18,5-24,9. Sedangkan status gizi obesitas I
dengan nilai IMT 24,0-29,9, obesitas II dengan nilai IMT 30,0-40,0, dan obesitas
III memiliki nilai IMT >40.
Kelebihan penimbunan lemak di atas 20% berat badan ideal akan
menimbulkan permasalahan kesehatan hingga terjadi gangguan fungsi organ
tubuh. Penderita obesitas akan lebih mudah terserang penyakit degeneratif, antara
lain hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes melitus, gout, batu empedu, dan
kanker.
Berdasar kondisi selnya, kegemukan dapat digolongkan dalam beberapa
tipe, sebagai berikut :
1. Tipe Hiperplastik adalah kegemukan yang terjadi karena jumlah sel yang lebih
banyak dibanding dengan kondisi normal, tetapi ukuran sel-selnya sesuai
dengan ukuran sel normal pada masa anak-anak. Upaya menurunkan berat
badan ke kondisi normal pada masa anak-anak akan lebih sulit.
2. Tipe Hipertropik adalah kegemukan yang terjadi karena ukuran sel yang lebih
besar dibandingkan ukuran sel normal. Kegemukan tipe ini terjadi pada usia
dewasa dan upaya untuk menurunkan berat badan akan lebih mudah dibanding
dengan tipe hiperplastik.
3. Tipe Hiperplastik dan Hipertropik adalah kegemukan yang terjadi karena
jumlah serta ukuran sel melebihi normal. Kegemukan tipe ini dimulai pada
masa anak-anak dan terus berlangsung sampai setelah dewasa. Upaya untuk
menurunkan berat badan pada tipe ini merupakan yang paling sulit karena
berisiko terjadi kompilasi penyakit, seperti penyakit degeneratif.
Gb. 1 Tipe Obesitas berdasar kondisi sel.
sumber gambar : Susilowati, Kuspriyanto. 2016. Gizi dalam Daur Kehidupan.
Bandung: PT. Refika Aditama

Berdasarkan penyebaran lemak dalam tubuh, ada dua tipe obesitas, antara lain :
1. Tipe Buah Apel (Adroid) ditandai dengan pertumbuhan lemak yang berlebih
pada bagian tubuh sebelah atas, yaitu sekitar dada, pundak, leher, dan muka.
Tipe ini pada umumnya dialami laki-laki dan perempuan yang sudah
menopause. Lemak yang menumpuk merupakan lemak jenuh.
2. Tipe Buah Pear (Genoid) mempunyai timbunan lemak pada bagian bawah,
yaitu sekitar perut, pinggul, paha, dan pantat. Tipe ini banyak diderita oleh
perempuan. Lemak yang menumpuk merupakan lemak tidak jenuh.

Gb. 2 Tipe Obesitas berdasar penyebaran lemak


sumber gambar : Susilowati, Kuspriyanto. 2016. Gizi dalam Daur Kehidupan.
Bandung: PT. Refika Aditama

2.3. Gizi Buruk Pada Masyarakat


2.3.1 Gizi Buruk Pada Masyarakat
Gizi buruk merupakan kelainan gizi yang terjadi akibat kekurangan energi
dan protein pada balita. Gizi buruk juga dikenal dengan malnutrisi yakni
kurangnya asupan nutrisi dan gizi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh
manusia, sehingga menyebabkan tubuh manusia terhambat dalam proses
pertumbuhan dan menimbulkan beberapa penyakit.
Berdasarkan sudut masalah kesehatan dan gizi balita termasuk kelompok
paling rentan terhadap masalah gizi, sedangkan pada masa ini mereka mengalami
siklus pertumbuhan dan perkembangan yang relatif pesat. Akibat kekurangan gizi
ini mengakibatkan kerentanan terhadap penyakit-penyakit infeksi terlebih pada
kasus gizi buruk. Beberapa masalah gizi buruk yang terjadi pada masyarakat,
sebagai berikut:
1. Stunting
Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering)
akibat akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari
kehamilan sampai usia 24 bulan (Hoffman et al, 2000; Bloem et al, 2013 dalam
Mitra 2015). Indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi balita stunting
adalah berdasarkan indeks Tinggi badan menurut umur (TB/U) menurut standar
WHO child growth standart dengan kriteria stunting jika nilai z score TB/U < -2
Standard Deviasi (SD) (Picauly & Toy, 2013; Mucha, 2013 dalam Mitra 2015).
Faktor yang menyebabkan tingginya kejadian stunting pada balita.
Penyebab langsung adalah kurangnya asupan makanan dan adanya penyakit
infeksi (Unicef, 1990; Hoffman, 2000; Umeta, 2003 dalam Mitra 2015). Faktor
lainnya adalah pengetahuan ibu yang kurang, pola asuh yang salah, sanitasi dan
hygiene yang buruk dan rendahnya pelayanan kesehatan (Unicef, 1990 dalam
Mitra, 2015).
Intervensi efektif dibutuhkan untuk mengurangi stunting, defisiensi
mikronutrien, dan kematian anak. Dari intervensi yang tersedia, konseling tentang
pemberian ASI dan fortifikasi atau suplementasi vitamin A dan seng memiliki
potensi terbesar untuk mengurangi beban morbiditas dan mortalitas anak.
Peningkatan makanan pendamping ASI melalui strategi seperti penyuluhan
tentang gizi dan konseling gizi, suplemen makanan di daerah rawan pangan secara
substansial dapat mengurangi stunting dan beban terkait penyakit. Intervensi
untuk gizi ibu (suplemen folat besi, beberapa mikronutrien, kalsium, dan energi
dan protein yang seimbang) dapat mengurangi risiko berat badan lahir rendah
sebesar 16%.

2. Penyakit Kurang Energi Protein (KEP) atau Protein Energy Malnutrition


(PEM)
Penyakit Kurang Energi Protein (KEP) adalah salah satu penyakit
gangguan gizi yang banyak mengenai anak-anak di bawah lima tahun (balita).
Masalah KEP disebabkan kurangnya konsumsi makanan untuk mencukupi
kebutuhan serta penyakit infeksi yang berulang-ulang menimpa anak balita
sehingga mengganggu metabolisme, membuat ketidakseimbangan hormone dan
mengganggu fungsi imunitas, Tarigan (2003)

3.1 Faktor-Faktor Penyebab Gizi Buruk Pada Balita


Gizi buruk dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penyebab gizi buruk bisa
secara langsung yakni anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang dan
anak menderita penyakit infeksi.
1. Ketersediaan Pangan yang Berkualitas
Konsumsi makanan yang tidak memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi
yang memenuhi syarat gizi yang seimbang yakni sesui kebutuhan, bersih serta
aman sehingga hal tersebut akan berdampak pada pertumbuhan dan
perkembangan balita. Bayi dan balita harus mendapatkan makanan alamiah
terbaik bagi bayi yakni ASI dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat
makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat. MP-ASI yang tepat mengandung
berbagai vitamin, mineral, protein yang dibutuhkan balita dalam proser
pertumbuhan dan perkembangannya.
Makanan yang bergizi seimbang ialah makann yang yang beraneka ragam
makanan namun jumlah dan proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan
gizi guna perbaikan sel-sel tubuh, pertumbuhan dan perkembangan.

2. Menderita penyakit infeksi


Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi sehingga
mempermudah anak terkena penyakit infeksi, gangguan gizi buruk menghambat
kemampuan anak untuk mengatasi penyakit infeksi karena reaksi pembentukan
kekebalan tubuh menjadi terhambat.

Penyebab secara tidak langsung yaitu tingkat pengetahuan, pola asuh yang
kurang memadai, serta ekonomi masyarakat.
1. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan mengenai gizi dan kesehatan yang kurangberpengaruh
terhadap sikap dan perilaku individu dalam menentkan keanekaragaman makanan
yang sesuai serta pemilihan bahan makanan yang tepat sehingga hal ini secara
tidak langsung akan berpengaruh terhadap status gizi seseorang.

2. Pola asuh kurang memadai


Anak tidak hanya mendapatkan makanan yang bergizi seimbang, tetapi
anak juga harus mendapatkan perhatian dan kasih sayang seluruh keluarga
terutama seorang ibu. Peranan ibu sangat berpengaruh besar dalam pola makan
anak. Seorang ibu yang mendidik anaknya dengan sabar dan penuh kasih sayang,
memahami soal pentingnya pemberian ASI, manfaat posyandu dan kebersihan,
meskipun krisis ekonomi akan dapat mengasuh dan memberi anak makanan yang
baik sehingga anak tetap sehat.
3. Ekonomi masyarakat
Status ekonomi berkaitan dengan daya beli bahan makanan yang
berpengaruh terhadap pemenuhan zat gizi. Faktor kemiskinan adalah salah satu
penyebab tingginya angka penderita gizi buruk, hal ini disebabkan
ketidakmampuan ekonomi dalam membeli bahan makanan yang beranekan
ragam, namun masalah ini dapat di atasi dengan pemanfaatan SDA yang tersedia
serta pola asuh orang tuaa yang benar, Lestrina Dini (2009).

TABEL 3.1 PERSENTASE BALITA USIA 0-23 BULAN MENURUT STATUS


GIZI DENGAN INDEKS BB/U MENURUT PROVINSI TAHUN 2016-2017
Sumber: Pemantauan Status Gizi Tahun 2017, Ditjen Kesehatan Masyarakat,
Kemenkes RI, 2018,

TABEL 3.2 PERSENTASE BALITA USIA 0-59 BULAN MENURUT STATUS


GIZI DENGAN INDEKS BB/U MENURUT PROVINSI TAHUN 2016-2017
Sumber: Pemantauan Status Gizi Tahun 2017, Ditjen Kesehatan Masyarakat,
Kemenkes RI, 2018,

Status gizi buruk dapat memberikan dampak yang mengganggu proses


tubuh secara keseluruhan, antara lain:
1. Mengganggu proses pertumbuhan, anak akan mengalami pertumbuhan lebih
pendk dari yang seharusnya,
2. Kekurangan tenaga untuk bergerak dan melakukan aktivitas sehari-hari
sehingga tidak bersemangat, mudah lelah, dan sering mengantuk,
3. Pembentukan system kekebalan tubuh yang tidak optimal sehingga sitem
imunitas mengalami penurunan hal ini kana mengakibatkan anak mudah
terserang infeksi seperti diare, batuk,
4. Perkembangan otak yang terhambat, terganggunya perkembangan otak
mempengaruhi tingkat kecerdasan dan perkembangan mental anak, Lestrina
Dini (2009).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Media pertumbuhan bakteri atau media kultur bakteri adalah cairan atau
gel yang di desain untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme dan
sel. Media berfungsi sebagai tempat tinggal, sumber makanan, dan penyedia
nutrisi bagi mikroorganisme yang akan dibiakan pada media, selain itu media juga
berfungsi untuk membiakkan, mengasingkan, mengirimkan dan meyimpan
mikroorganisme dalam waktu yang lama di laboratorium. Media juga memiliki
bentuk, jenis, sifat yang berbeda-beda.

DAFTAR RUJUKAN
Kementrian kesehatan RI. 2018. DATA DAN INFORMASI: Profil kesehatan
Indonesia 2017.
Lestrina Dini. 2009. Penanggulangan gizi buruk di wilayah kerja pukesmaa lubuk
pakam kabupaten Deli Serdang. MEDAN: UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
Madigan, M. 2005. Brock Biology Of Microorganism. Englewood Cliff: Prentice
Hall.
Mitra. 2015. permasalahan Anak Pendek (Stunting) dan Intervensi untuk
Mencegah Terjadinya Stunting (Suatu Kajian kepustakaan). Jurnal
kesehatan komunitas, vol. 2. No. 6.
Sutedjo, M. 1996. Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta, Jakarta.
Tarigan I. U. 2003. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak umur
6-36 bulan sebelum dan saat krisis ekonomi di jawa tengah. Jurnal
kesehatan vol. 31, no. 1: 1-12

Anda mungkin juga menyukai