Anda di halaman 1dari 18

A.

Masalah Gizi Masyarakat Di Indonesia Kesempakatan global dalam bidang gizi menetapkan sasaran program perbaikan gizi yang harus di capai oleh setiap Negara. Sasaran global tersebut sampai saat ini menjadi salah satu acuan pokok dalam pembangunan program gizi disemua negara termasuk indonesia. Pembangunan program gizi di indonesia selama 30 tahun terakhir menunjukkan hasil yang positif. Gambaran makro perkembangan keadaan gizi masyarakat menunjukkan kecendrungan yang sejalan. Prevalensi kurang energiprotein pada balita turun 37,5% pada tahun 1989 menjadi 26,4% pada tahun 1990. Penurunan serupa terjadi pada prevalensi masalah gizi lain. Prevalensi gangguan akibat kurang yodium, kurang vitamin A dan anemia gizi pada tahun 1998 masing 9,8%, 0,3%, dan 50,9%. Dibandingkan dengan sasaran global yang disepakati, keadaan gizi masyarakat di indonesia masih jauh ketinggalan. Sebagai contoh pada tahun 2005 diharapkan terjadi penurunan prevalensi kurang energy protein menjadi 20% , gangguan akibat yodium menjadi 5% , anemia gizi menjadi 40%, dan bebas masalah kebutaan akibat kurang vitamin A. Krisis ekonomi yang terjadi sejak 1997 semakin memperburuk keadaan gizi masyarakat. Selama krisis, ada kecendrungan meningkatnya prevalensi gizi kurang dan gizi buruk terutama pada kelompok umur 6-23 bulan. Munculnya maramus, kwasiorkor merupakan indikasih adanya penurunan ketahanan pangan tingkat rumah tangga. Upaya untuk mencegah semakin memburuknya keadaan gizi masyarakat di masa mendatang harus di lakukan segera dan direncanakan sesuai masalah daerah sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan desentralisasi. Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, undang-undang nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, dan peraturan pemerintahan nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan provinsi sebagai daerah otonom, mengatur kewenangan pemerintah daerah dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan termasuk pembangunan di bidang gizi. Adanya kebijakan dan strategi yang tepat, program yang sistematis mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan akan sangat mendukung pencapaian secara nasional. Seperti halnya di indonesia, masalah kurang vitamin A klinik (Xeropthalmia) juga telah diberantas. Angka kematian ibu melahirkan turun drastis dari 230 tahun 1992 menjadi 17 per 100.000 tahun 1996.

Salah satu kebijakan dan program gizi di Thailand memberikan perhatian besar terhadap data status gizi anak. Sejak tahun 1982 mereka mempunyai data nasional tahunan perkembangan berat badan balita dan anak sekolah. Dalam kebijakan pembangunan nasional secara konsisten memasukkan status gizi anak sebagai salah satu indicator kemiskinan. Atas dasar perkembangan status gizi anak program gizi disuse sebagai bagian dari program penanggulanga kemiskinan. Thailand mengukur kemajuan kesejahtraan rakyatnya antaralain dengan indicator pertumbuhan berat badan anak, bukan hanya dengan berapa rata-rata persediaan atau konsumsi energy dan protein penduduk seperti yang sering kita lakukan di Indonesia. Paradigma kebijakan gizi di Thailand adalah paradigma outcome yaitu pertumbuhan anak dan status gizi. Sedang kita masih lebih banyak mengetrapkan paradigm lama yang berorientasi pangan atau makanan. Paradigma baru bertitik tolak pada indikator kesehatan, dan kesejahtraan rakyat yaitu angka penyakit dan angka kematian bayi dan ibu melahirkan. Oleh karna itu menurut WHO (2000) 49 % kematian bayi terkait dengan status gizi yang rendah, maka dapat dimengerti apabila pertumbuhan dan status gizi termasuk indikator kesejahteraan seperti diterapkan di Thailand. Paradigma baru menekankan pentingnya outcome dari pada input. Persediaan pangan yang cukup (input) di masyarakat tidak menjamin setiap rumah tangga dan anggota memperoleh makanan yang cukup dan status gizinya baik. Banyak faktor lain yang dapat menggangu proses terwujutnya outcome sesuai dengan yang diharapkan. Paradigma input sering melupakan faktor lain tersebut, diantaranya air bersi, kebersihan lingkungan dan pelayanan kesehatan dasar.

B. Penyebab Masalah Gizi PBB ( Januari 2000) memfokuskan usaha perbaikan gizi dalam kaitannya dengan upaya peningkatan SDM pada seluruh kelompok umur dengan mengikuti siklus kehidupan. Terdapat dua faktor yang terkait langsung dengan masalah gizi khususnya gizi buruk atau kurang gizi, yaitu intake zat gizi yang bersumber dari makanan dan infeksi penyakit kedua, faktor yang

saling mempengaruhi tersebut terkait dengan berbagai faktor. Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan dan keamanan pangan, perilaku gizi, kesehatan badan dan sanitasi lingkungan. Ketahanan pangan merupakan salah satu isu utama dalam upaya peningkatan status gizi masyarakat yang paling erat kitannya dengan pembangunan lingkungan. Sementara ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga, akan ditentukan oleh daya beli masyarakat terhadap pangan, ketahanan pangan dalam pembangunan pertanian menuntut kemampuan masyarakat dalam menyediakan kebutuhan pangan yang diperlukan dan juga menuntut kondisi yang memudahkan masyarakat memperolehnya dengan harga yang terjangkau khususnya bagi masyarakat lapisan bawah (sesuai daya beli masyarakat). Pada kenyataannya, beberapa produk pangan penting seperti beras dan gula, produksin dalam negeri dirasa masih kalah dengan produk impor karena tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat. Penyebab langsung kurang gizi adalah makanan anank dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Timbulnya kurang gizi karena makanan yang kurang tetapi bisa juga karna penyakit. Anak yang mendapatkan makanan yang cukup bayi, tetapi sering diserangdiare atau demam akhirnya dapat menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makan dengan tidak cukup baik, maka daya tahan tubuhnya (Imunisasi) dapat melemah.dalam kenyataan keduanya (makan dan penyakit) secara bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi. Pokok masalah yang ada di masyarakat antara lain berupa ketidak berdayaan masyarakat dan keluarga dalam mengatasi masalah kerawanan ketahanana pangan keluarga, ketidak tahuan dalam mengasu anak secara baik, serta ketidak mampuan dalam memamfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia. Deklarasi dunia di Roma The World Declaration and Plan of Action for Nurtrion, 1992 memberikan sembilan goal dan sembilan strategi untuk gizi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam memformulasi rencana kerja nasional. Goal yang ingin dicapai adalah : 1. Menghilangkan kelaparan dan kematian akibat kelaparan 2. Menghilangkan berbagai jenis kelaparan dan penyakit yang berhubungan dengan kurang gizi sebagai akibat dari bencana alam 3. Menghilangkan masalah kurang yodium dan vitamin A

4. Mengurangi kelaparan kronis 5. Mengurangi kurang gizi, terutama pada bayi, balita, dan wanitan usia subur 6. Mengurangi masalah kurang gizi mikro lainnya, termasuk zat besi 7. Mengurangi penyakit infeksi dan non infeksi yang erat kaitannya dengan makanan yang dikonsumsi 8. Mengurangi berbagai masalah sosial berkaitan dengan peningkatan penggunaan ASI 9. Mengurangi keadaan kesehatan diri dan lingkungan yang tidak memadai, termasuk peningkatan penggunaan air bersih. Sementara itu, strategi yang di rekomendasikan adalah : 1. Menyatukan tujuan, kebijakan, dan strategi berkaitan dengan gizi dalam pengembangan kebijakan dan program pembangunan nasional 2. Meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga 3. Melindungi konsumen melalui peningkatan kualitas dan keamanan pangan 4. Mencegah dan meningkatkan tata laksana penyakit infeksi 5. Mempromosikan ASI dan makanan pendamping ASI 6. Meningkatkan pola asuh untuk kelompok rawan 7. Mencegah masalah kurang zat gizi mikro 8. Mempromosikan gizi seimbang dan hidup sehat 9. Memantau, menilai, dan menganalisis situasi gizi secara terus-menerus. Berdasarkan uraian diatas, penanggulanagn masalah pangan dan gizi harus mendapatkan prioritas utama.

C. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Kebutuhan akan energi dan zat-zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, gender, berat badan, iklim dan aktifitas fisik. Oleh karena itu, perlu disusun angka kecukupan gizi yang dianjurkan sesuai untuk rata-rata penduduk yang hidup di daerah tertentu. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan digunakan sebagai standar guna mencapai status gizi optimal bagi penduduk. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan di indonesia pertama kali ditetapkan pada tahun 1968 melalui Widya karya pangan dan gizi yang di senggarakan oleh lembaga ilmu

pengetahuan Indonesia (LIPI). AKG ini kemudian ditinjau kembali pada tahun 1978, dan sejak itu secara berkala tiap lima tahun sekali. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan digunakan untuk maksud-maksud sebagai berikut : 1. Merencanakan dan menyediakan suplai pangan untuk penduduk atau kelompok penduduk. Karena AKG yang dianjurkan adalah angka kecukupan pada tingkat faali, maka dalam merancang produksi pangan perlu diperhitungan kehilangan pangan yang terjadi pada tiap tahap perlakuan pasca panen. 2. Meninterpretasikan data konsumsi makanan perorangan ataupun kelompok. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa dalam penepatan AKG digunakan patokan berat badan tertentu, misalnya pria dewasa 62 kg dan perempuan dewasa 54 kg. bila hasil survei menunjukkan bahwa rata-rata berat badan menyimpang dari patokan berat badan yang digunakan perluadilakukan penyesuaian angka kecukupan. 3. Perencanaan pemberian makanan di institusi seperti RS, sekolah, industri/ perkantoran, asrama, panti asuhan, panti jompo dan lembaga pemasyarakatan. Penetapan angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) AKG adalah jumlah zat-zat gizi yang hendaknya dikonsumsi tiap hari untuk jangka waktu tertentu sebagai bagian diet normal rata-rata orang sehat. Oleh sebab itu, perlu dipertimbangkan setiap factor yang mempengaruh terhadap absorpsi zat-zat gizi atau efisiensi penggunanya didalam tubuh. Untuk sebagian zat gizi, sebagai dari kebutuhan mungkin dapat dipenuhi dengan mengkomsumsi suatu zat yang didalam tubuh kemudian dapat dipenuhi dengan mengkomsumsi suatu zat yang didalam tubuh kemudian dapat diubah menjadi zat gizi esensial. Misalnya, kaotenoid tertentu merupakan precursor vitamin A, karena sebagian atau seluruh kecukupan akan vitamin A dapat dipenuhi oleh karotenoid yang berasal dari makanan, maka efisiensi perubahan precursor ini menjadi vitamin A perlu dipertimbangkan. Cara memenuhi AKG dimasyarakat. Karena masih kurangnya pengetahuan, AKG belum dapat ditetapkan untuk semua zat gizi yang sudah dikeahui. Akan tetapi AKG untuk zat-zat gizi yang sudah ditetapkan dapat

dijadikan pedoman, sehingga menu bervariasi yang memenuhi AKG untuk zat-zat gizi tersebut diharapkan cukup pula dalam zat-zat gizi lainnya.

D. Kondisi Gizi Masyarakat Di Indonesia Sangat Memprihatinkan Pada saat ini Indonesia menghadapi masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih, masalah gizi kurang umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kekurangan persediaan pangan, kurang baiknya kuwalitas lingkungan (sensitasi) ; kurangnya pengetahuan masyrakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan ; dan adanya daerah miskin gizi (iodium).

Sekitar 37,3 juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan, setengah dari total rumah tangga mengonsumsi makanan kurang dari kebutuhan sehari-hari, lima juta balita berstatus gizi kurang, dan lebih dari 100 juta penduduk berisiko terhadap berbagai masalah kurang gizi. Itulah sebagian gambaran tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh untuk diatasi. Apalagi Indonesia sudah terikat dengan kesepakatan global untuk mencapai Millennium Development Goals (MDG's) dengan mengurangi jumlah penduduk yang miskin dan kelaparan serta menurunkan angka kematian balita menjadi tinggal separo dari keadaan pada tahun 2000. Perjalanan sejarah bangsa-bangsa di dunia menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia terbukti sangat menentukan kemajuan dan keberhasilan pembangunan suatu negara-bangsa. Terbentuknya sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif ditentukan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang sangat esensial adalah terpenuhinya kebutuhan pangan yang bergizi. Permintaan pangan yang tumbuh lebih cepat dari produksinya akan terus berlanjut. Akibatnya, akan terjadi kesenjangan antara kebutuhan dan produksi pangan domestik yang makin lebar. Penyebab utama kesenjangan itu adalah adanya pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi, yaitu 1,49 persen per tahun, dengan jumlah besar dan penyebaran yang tidak merata. Dampak lain dari masalah kependudukan ini adalah meningkatnya kompetisi pemanfaatan sumber daya lahan dan air disertai dengan penurunan kualitas sumber daya tersebut. Hal ini dapat menyebabkan kapasitas produksi pangan nasional dapat terhambat pertumbuhannya.

Rendahnya konsumsi pangan atau tidak seimbangnya gizi makanan yang dikonsumsi mengakibatkan terganggunya pertumbuhan organ dan jaringan tubuh, lemahnya daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit, serta menurunnya aktivitas dan produktivitas kerja. a. Masalah gizi kurang Keberhasilan pemerintah dalm meningkatkan produksi pangan dalam pembangunan jangka panjang tahap 1 (PJP 1) disertai dengan perbaikan distribusi pangan, perbaikan ekonomi, dan peningkatan daya beli masyarakat `telah banyak memperbaiki keadaan gizi masyarakat. b. Kurang energi protein (KEP) Kurang energy protein (KEP) disebabkan oleh kekurangn makan sumber energy secara umum dan kekurangan sumber protein. Pada anak-anak, KEP dapat menghambat pertumbuhan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkoduktivitas kerja dan derajat kecerdasan. Sedangkan pada orang dewasa KEP menurunkan kesehatan sehingga menyebabkan rentan terhadap penyakit. KEP diklafikasian dalam gizi buruk, gizi kurang dan gizi baik. KEP berat pada orang dewasa yang disebabkan oleh kelaparan, pada saat ini sudah tidak terdapat lagi. KEP berat pada orang dewasa dikenal sebagai honger oedeem. KEP pada saat ini terutama terdapat ada anak balita. Hasil analisis data atropometri di 27 propinsi yang dikumpulkan melalui susenans pada tahun 1989,1992,1998 dan 1999 dapat dilihat pada table dibawah ini : No Status gizi Tahun 1989 1992 1995 1998 1999

1.

Gizi buruk (<-3,00 SB) 6,30

7,23

11,56

10,57

8,11

Gizi kurang (-3,00 sb hingga 2,00 SB) 31,17 SB 61,67 63,17 65,21 67,33 69,06 28,34 20,02 19,00 18,25

3.

Gizi

baik(-2,00

hingga +2,00 SB)

Pravelensi gizi buruk (<-3,00 SB) cenderung meningkat dari tahun 1989 hingga tahun 1995, yaitu 6,30 % (1989) menjadi 7,23 % (1999) dan 11,56 % (1995), akan tetapi menurun pada tahun 1998 dan 1999, yaitu 10,51 % (1998) dan 8,11 % (1999). c. Anemia gizi besi (AGB) Masalah anemia gizi di Indonesia terutama yang berkaitan dengan kekurangan zat besi (AGB). Angka nasional prevalensi anemia gizi besi baru dikumpulkan pada tahun 1989 melalui survey kesehatan rumah tangga (SKRT) untuk ibu hamil, yaitu sebesar 70%. SKRT tahun 1992 mencatat prevalensi AGB untuk ibu hamil sebesar 63,5% dan balita 55,5%. d. ganguan akibat kekurangan ioudium (GAKI) Kekurangan iodium terutama terjadi di daerah pengunungan, dimana tanah kurang mengandung iodium. Daerah GAKI merentang sepanjang bukit barisan disumatra, daerah pengunungan dijawa, Bali, NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan irian jaya. Di daerah tersebut GAKI terdapat secara endemic. Pada pemetaan GAKI pada anak sekolah yang dilakukan secara periodic sejak tahun 1989 rata-rata prevalensi gondok total/total goiter rate (TGR). Bila pada tahun 1989 rata-rata angka TGR adalah sebesar 37,2%, pada tahun 1992 turun menjadi 27,7%. No Tahun Prevalensi Gondok total Gondok nyata

1. 2. 3. 4.

1989 1992 1995 1998

37,2 27,7 18,0 9,8

9,3 6,8 -

Penanggulangan masalah GAKI secara khusus dilakukan melalui pemberian kapsul minyak beriodium kepada semua wanita usia subur dan anak usia sekolah dasar didaerah endemic. Secara umum pencegahan GAKI dilakukan melalui iodisasi garam dapur. Penangulangan gizi kurang Penanggulan gizi kurang perlu dilakukan secara terpadu antar departemen dan kelompok profesi, melalui upaya-upaya peningkatan pengadaan pangan, penganekaragaman produksi dan konsumsi pangan, peningkatan status social ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat, serta peningkatan teknologi hasil pertanian dan teknologi pangan. Upaya ini dilakukan untuk memperoleh perbaikan pola komsumsi pangan m,asyarakat yang beranekaragaman dan seimbang dalam mutu gizi. Upaya-upaya penanggulangan masalah gizi kurang yang harus dilakukan secara terpadu oleh masyarakat dan pihak pemerintah setempat antara lain : Upaya pemenuhan dan persediaan pangan nasional terutama peningkatan produksi beraneka ragam pangan Peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yang diarahkan pada pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga Peningkatan upaya pelayanan-pelayanan gizi terpadu dan system rujukan dimulai dari tingkat pos pelayanan terpadu (posyandu), hingga puskesmas dan rumah sakit Peningkatan upaya keamanan pangan dan gizi melalui system kewaspadaan pangan dan gizi masyarakat (SKPG) Peningkatan komunikasi, imformasi, dan edukasi di bidang pangan dan gizi masyarakat Peningkatan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk pangan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat luas Peningkatan kesling Upaya penelitian dan pengembangan pangan dan gizi. Dll

E. Penyebab Utama Masalah Gizi Terdapat dua faktor yang terkait langsung dengan masalah gizi khususnya gizi buruk atau kurang, yaitu intake zat gizi yang bersumber dari makanan dan infeksi penyakit (lihat Gambar 3). Kedua faktor yang saling mempengaruhi tersebut terkait dengan berbagai fakto penyebab tidak langsung yaitu ketahanan dan keamanan pangan, perilaku gizi, kesehatan badan dan sanitasi lingkungan. Ketahanan pangan merupakan salah satu isu utama upaya peningkatan status gizi masyarakat yang paling erat kaitannya dengan pembangunan pertanian. Situasi produksi pangan dalam negeri serta ekspor dan impor pangan akan menentukan ketersediaan pangan yang selanjutnya akan mempengaruhi kondisi ketahanan pangan di tingkat wilayah. Sementara ketahanan pangan pada tingkat rumahtangga, akan ditentukan pula oleh daya daya beli masyarakat terhadap pangan ketahanan pangan sebagai isu penting dalam pembangunan pertanian menuntut kemampuan masyarakat dalam menyediakan kebutuhan pangan yang diperlukan secara sustainable (ketersediaan pangan) dan juga menuntut kondisi yang memudahkan masyarakat memperolehnya dengan harga yang terjangkau khususnya bagi masyarakat lapisan bawah (sesuai daya beli masyarakat). Menyeimbangkan antara ketersediaan pangan dan sesuai dengan daya beli masyarakat dengan meminimalkan ketergantungan akan impor menjadi hal yang cukup sulit dilaksanakan saat ini. Pada kenyataannya, beberapa produk pangan penting seperti beras dan gula, produksi dalam negeri dirasa masih kalah dengan produk impor karena tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat kita. Kebijakan yang ada pun tidak memberi kondisi yang kondusif bagi petani sebagai produsen, untuk dapat meningkatkan produktivitasnya maupun mengembangkan diversifikasi pertanian guna mengembangkan keragaman pangan. F. Perkembangan Konsumsi Pangan Intake zat gizi yang berasal dari makanan yang dikonsumsi seseorang merupakan salah satu penyebab langsung dari timbulnya masalah gizi. Rata-rata konsumsi energi penduduk Indonesia tahun 2002 adalah sekitar 202 kkal/kap/hari yang berarti sekitar 90.4 persen dari kecukupan yang dianjurkan. Sementara rata-rata konsumsi protein sekitar 54,4 telah melebih kecukupan protein yang dianjurkan baru mencapai 90,4 persendari kecukupan gizi yang

dianjurkan sebesar 2200 kkal/hari. Selain masih rendahnya tingkat konsumsi energi, data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pola konsumsi pangan penduduk belum memenuhi kaidah gizi baik dari segi kualitas maupun keragamannnya, dimana masih terjadi: (1) kelebihan padi-padian; (2) sangat kekurangan pangan hewani; dan (3) kurang umbi-umbian, sayur dan buah, kacang-kacangan, minyak dan lemak, buah/biji berminyak serta gula. Kondisi tersebut mencerminkan tingginya ketergantungan konsumsi pangan penduduk pada padi-padian terutama beras. G. Pemberdayaan Masyarakat dan Kurang Gizi Konteks Pemberdayaan Masyarakat lebih banyak diarahkan ke masyarakat yang tinggal di pedesaan. Karena sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal di pedesaan, begitu pula dengan Propinsi Nusa Tenggara Timur. Menurut BPS Propinsi NTT pada Oktober 2008 Jumlah Penduduk NTT: 4,53 juta jiwa sedangkan jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 sebanyak 1,16 juta jiwa (27,51 %) dimana 89,27 % berada di pedesaan. Umumnya penduduk di pedesaan bermata pencaharian di sektor pertanian. Tingginya penduduk miskin yang berada di pedesaan menunjukkan indikitator ketidak-mampuan masyarakat pedesaan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang disebabkan oleh rendahnya pendidikan, keterampilan, juga ditunjang oleh faktor alam tentunya, serta faktor-faktor lainnya. Sudah banyak kegiatan yang mengatas-namakan Pemberdayaan Masyarakat untuk mengentaskan kemiskinan ini mulai dari: BUTSI, SP3 (Depdikbud), SP2W (Bappenas), TKPMP (Depnaker), FK (Depdagri). PPK dan P2KP yang sekarang menjelma menjadi PNPM MP, dirana pertanian sekarang sedang di implementasikan program Desa Mandiri Pangan. Sementara itu juga ada banyak program-program lain yang dimplementasikan oleh Lembaga-lembaga non pemerintah (NGO) baik lokal, nasional maupun international (Marjono). Pemberdayaan Masyarakat sangat sering diucapkan setiap kali ada kegiatan yang berkaitan dengan masyarakat yang diselenggarakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga non pemerintah tadi. Pemberdayaan berarti memampukan dan memandirikan masyarakat dan desa. Upaya pemberdayaan masyarakat harusnya dipahami sebagai transformasi dari ketergantungan menuju kemandirian. Menurutt Tjakrawardaya (2009), Pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sedang sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial. Yaitu menjadi masyarakat

atau kelompok miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial. termasuk memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Beberapa upaya untuk memberdayakan masyarakat pedesaan umumnya sebagai upaya membebaskan masyarakat dari kemiskinan, utamanya pada aras usaha mikro di pedesaan, diharapkan dapat memberikan 4 (empat) akses minimal, yaitu, akses pada sumberdaya, teknologi, informasi dan sumber pembiayaan (Marjono, 2009). Tak pelak lagi untuk memberdayakan masyarakat hal yang mutlak harus Kita lakukan adalah meningkatkan kapasitas masyarakat melalui berbagai pelatihan dan kegiatan lainnya agar mereka mampu mempunyai akses terhadap sumberdaya, teknologi, informasi dan sumber pembiayaan. Efek lanjutannya melalui pemberdayaan agar masyarakat mampu mendefinisikan dan memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Tak kalah penting juga, masyarakat diberikan kesempatan menentukan pilihan terhadap program pembangunan untuk mereka, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasinya. Sehingga program pembangunan tersebut tidak akan menciptakan ketergantungan. H. Perubahan Perilaku Masyarakat Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restrining forces). Perilaku ini dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut didalam diri seseorang. Bila Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat dan kekuakatn penahan menurun akan terjadi perubahan perilaku. Hal ini terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan perilaku. Stimulus tersebut dapat berupa pelatihan-pelatihan, penyuluhan-penyuluhan atau informasi-informasi, ataupun regulasi sehubungan dengan perubahan perilaku yang dikehendaki. Kegiatan stimulus ini umumnya sudah dilakukan oleh Lembaga-lembaga Pemerintah dan Non Pemerintah, namun apakah itu sudah efektif apa belum? Itu yang jadi bahan pemikiran Kita bersama-sama. Sedangkan faktor-faktor penahan yang ada dimasyarakat sendiri dapat berasal dari adat istiadat, tabu dan norma-norma warisan nenek moyang, dan juga kepentingan individu yang akan menghalangi adanya perubahan perilaku. Kesemua faktor tersebut akan sangat susah dikurangi bila tidak dengan upaya yang terus menerus dan adanya dukungan dari semua pihak, baik

pemerintah setempat, tokoh masyarakat, tokoh agama dan masyarakat itu sendiri sebagai suatu sistem.

Masalah Kurang Gizi NTT Kurang Gizi merupakan suatu kondisi dimana terjadinya ketidak keseimbangan antara gizi yang dibutuhkan dengan asupan makanan ke dalam tubuh manusia. Artinya yang masuk lebih sedikit dibandingkan dengan kebutuhan dalam jangka waktu yang cukup lama. Menurut data dinas kesehatan NTT, sejak awal Januari sampai 13 Juni 2008 tercatat 23 anak balita di Nusa Tenggara Timur meninggal dunia karena gizi buruk. Secara keseluruhan, sejumlah 12.818 anak balita di NTT mengalami gizi buruk dan 72.067 balita menderita gizi kurang. Bila mengacu kepada konsep pemberdayaan masyarakat, maka mengatasi masalah kurang gizi harusnya menitikberatkan pada menghapuskan penyebab Kurang Gizi bukan pada penghapusan Kurang Gizi itu sendirisemata seperti halnya dengan memberikan bantuanbantuan yang sifatnya kuratif atau sementara. Memang tidak salah dengan yang berisifat kuratif tapi harus bersifat emergency dan dalam waktu singkat saja. Sudah banyak institusi yang melakukan riset terutama di Nusa Tenggara Timur umumnya hasil riset menjelaskan bahwa penyebab permasalahan Kurang Gizi adalah antara lain: praktek pengasuhan yang buruk dalam keluarga, sangat terbatasnya keragaman pada makanan khususnya untuk Balita, adanya tabu, kualitas pangan yang buruk, frekuensi penyakit pada anak yang tinggi dengan khususnya diare dan malaria yang mempengaruhi asupan zat gizi, terbatasnya kapasitas produksi pangan yang dipengaruhi oleh hujan yang tidak menentu dan musim kering yang panjang, dan terbatasnya peluang mata pencaharian di luar bertani. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan tentang gizi yang baik adalah faktor yang ikut memberi kontribusi terhadap sejumlah penyebab ini. Penyebab masalah itulah yang harus diatasi. Dengan diberdayakan, Masyarakat akan diharapkan mampu mengatasi permasalahannya sendiri dengan sumberdaya yang dimilikinya, serta sesuai dengan keahliannya. Selain itu juga melibatkan dukungan dan kepedulian pemerintah serta seluruh komponen masyarakat lainnya agar terjadinya perubahan perilaku masyarakat. Yang tujuan akhirnya untuk menghindari ketergantungan masyarakat dengan pihak luar. A. Kategori Status gizi

Untuk mengetahui status gizi anak, diperlukan terlabih dahulu pengetahuan mengatagorikan pada keadaan mana anak tersebut berada pada dasarnya perhitungan berat badan menurut umur, tinggi badan menurut umur, dan berat badan menurut tinggi badan seorang anak pada nilai Z-nya (relatif deviasi terhadap nilai rata-ratanya), dari nilai Z ini dapat ditentukan standar deviasinya (SD). Cut off point untuk tiap indikator status gizi adalah kurang lebih 2 SD dan status gizi <- 3SD dikatagorikan sebagai kurng gizi berat. A. Kebijakan dan Strategi Berbagai upaya untk mengatasi maslah yang berkaitan dengan gizi buruk maka tidak lepas dari kebijakan dan strategi dari pihak terkait terutama pemerintah sebagai pemenang wewenang untuk menungkat kesejahteraan masyarakat. 1. Kebijakan a. mengingat besarnya dan sebaran gizi buruk yang ada di semua wilayah indonesia dan dampaknya terhadap kualitas sumber daya manusia, pencegahan dan penganggulangan gizi buruk merupakan program nasional sehingga perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan antara pusat daerah. b. Penanggulangan masalah gizi buruk dilaksanakan pendekatan komperatif dengan mengutamakan upaya pencegahan dan upaya peningkatan yang di dukung upaya pengobatan dan upaya pemulihan. c. Penanggulan masalah gizi buruk dilaksanakan oleh semua kabupaten atau kota secara terus menerus dengan koordinasi lintas instansi / sektor atau dinas organisasi masyarakat. d. Penangulangan masalah gizi buruk diselenggarakan secara demoatis transparan melalui kemitraan di tingkat kabupaten atau kota anatara pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat. e. Penanggulangan masalah gizi buruk dilakukan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat yaitu dengan meningkatkan akses untuk memperoleh informasi dan kesempatan untuk mengemukakan pendapatan, serta keterlibatan dalam proses pengembalian keputusan. Masyarakat yang telah berdaya diharapkan berperan sebagai pelaku / pelaksanaan, melakukan advokasi, dan melakukan pemantauan untuk peningatan pelayanan publik.

2. Strategi a. Pencegahan dan penanggulangan gizi buruk dilaksanakan di seluruh kabupaten / kota di indonesia sesuai dengan kewenangan wajib dan standar pelayanan minimal (SPM) dengan memperhatikan besaran dan luasnya masalah. b. Mengambilkan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi masyarakat dan keluarga dalam memantau tumbuh kembang balita, mengenali dan menanggulangi secara dini balita yang mengalami gangguan pertumbuhan melalui revitalitas posyandu. c. Meningkatkan kemampuan petugas dalam manajemen dan melakukan tata laksana gizi buruk untuk mendukung fungsi melakukan tata laksana gizi burk untuk mendukung fungsi posyandu yang di kelola oleh masyarakat melalui revitalisasi Puskesmas. d. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan melalui pemberian intervensi gizi (suplementasi), seperti kapsul Vitamin A, MP ASI, dan makanan tambahan. e. f. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi dan sosialisasi tentang makanan sehat dan bergizi seimbang serta pola hidup bersih dan sehat. Mengalang kerjasama lintas sektor dan kemiraan dengan swasta ataun dunia usaha dan masyarakat untuk mobilisasi sumber daya dalam angka meningkatkan daya beli keluarga untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi seimbang. g. Mengaktifkan kembali Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) melalui revit alisasi SKPG dan Sistem Kewaspadaan Dini Gizi Buruk, yang dievaluasi dengan kajian data SKDN < yaitu semua balita mendapat kartu menuju sehat ditimbang setiap bulan, dan berat badan naik dan penyakit dan dat pendukung lainnya.s B. Program Pemerintah Program gizi dilaksanankan saat ini di jabar dalam Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk tahun 2005-2009 sebagai berikut.
1. 1.

Revitalisasi posyandu Pokok kegiatan revintalisasi posyandu meliputi : pelatihan atau orientasi petugas puskesmas, petugas sektor dan kader yang berasal dari masyarakat

2. 3. 4. 5. 6.

pelatihan ulang petugas dan kader pembinaan dan pendamping kader penyediaan sarana terutama decin, KMS atau buku KIA, panduan posyandu, media KIA, sarana pencatatan penyediaan biaya oprasional penyedian modal usaha kader melalui Usaha Kecil Menengah (UKM) dan mendorong partisipasi swata.

2. 1. 2. 3. 4.

revitalisasi puskesmas pokok kegiatan revintalisasi puskesmas meliputi : pekatihan manajemen program gizi di puskesmas bagi pimpinan dan petugas puskesmas dan jaringan. Penyediaan biaya operational puskesmas untuk pembinaan posyandu,pelacakan kasus kerja sama lintas sektor tingkat kecamatan,dll. Pemenuhan saran atau pometri KIE bagi puskesmas dan jaringan. Pelatihan tatalaksana gizi buruk bagi petugas rumah sakit,puskesmas dan perawat. a. perencanaan program penyusunan strategi direktoran gizi masyarakat di dasari analisis akhir situasi gizi masyarakat. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian instansi dalam penyusunan rencana strategi adalah sebagai berikut. 1. Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penangulangan tidak dapat dilakukan dengan pendekatan dan pelayanan kesehatan saja. 2. masalah gizi merupakan sindroma kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan tingkat rumah tangga. Oleh karena itu,peningkatan status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang menjamim juga cukup, baik jumlah maupun mutunya.

3.

masalah gizi dapat disebabkan oleh kesadaran gizi masyarakat belum memadai. Jika hal ii disertai dengankeadan hygiene perorangan maupun sanitasi lingkungan yang kurang mendukung, akan menyebabkan timbulnya berbagai penyakit infeksi yang akhirnya akan menurunkan keadaan kesehatan dan gizi.

4.

meskipun masalah gizi merupakan sindroma kemiskinan, tetapi dalam kasus-kasus tertentu pemecahan kemungkinan tanpa hrus menungu sampai dicapai tingkat pertumbuhan ekonomi memadai, misalnya penanggulangan masalah kurang Vitamin A, penanganan anemia dan lain-lain.

5.

dengan demikian Direktorat Gizi Masyarakat menyusun rencana program yang berlandaskan kebijaksanaan dan perencanaan holistik atau menyeluruh dengan memperhatikan the Strengh, the weakness, the Theat (analisa SWOT). Program-program yang mendukung aksi pangan dan gizi disusun dengan mengacu pada progrm pembangunan nasinal (Propenas 2010-2005) bidang pertanian, kesehatan dan industri. Program-program dalam aksi pangan dan gizi ini dirancang sedemikian rupa sehingga merupakan ramuan yang sinergis antara ketiga bidang tersebut di atas, dengan tetap memberikan ruang gerak yang luas dalam implementasinya. C. Intervensi Gizi dan Kesehatan Intervensi gizi dan kesehatan bertujuan memberikan pelayanan langsung kepada balita. Ada dua bentuk pelayanan langsung kepada balita. Ada dua bentuk pelayanan gizi dan kesehatan yaitu pelayanan perorangan dalam merangka menyembuhkan dan memulihkan anak dari kondisi gizi buruk dan pelayanan masyarakat, yaitu dalam rangka mencegah timbulnya gizi buruk di masyarakat. Pokok kegiatan intervensi gizi dan kesehatan adalah sebagai berikut : 1. perawatan atau pengobatan gratis dirumah sakit dan puskesmas balita gizi buruk dari keluarga miskin. 2. pemberian makanan tambahan (PMT) berupa MP ASI bagi anak 6-23 bulan dan PMT pemulihan pada 24-59 bulan kepada balita gizi kurang dari keluarga miskin 3. pemberian suplementasi gizi (kapsul Vitamin A, tablet atau sirup Fe). D. Promosi keluarga sadar gizi promosi keluarga sadar gizi bertujuan dipraktikkannya normal keluarga sadar gizi bagi seluruh keluarga di indonesia untuk mencegah terjadinya promosi keluarga sadar gizi dilakukan dengan memperhatikan aspek-aspek sosial budaya (lokal spesifik). Pokok kegiatan promosi keluarga sadar gizi meliputi :

1. menyusun strategi promosi keluarga sadar gizi 2. mengembangkan, menyediakan, dan menyebar luaskan materi promosi pada masyarakat, organisasi kemasyarakatan institusi, pendidikan, tempat kerja, dan tempat-tempat umum. 3. melakukan kampanye secara tehnik menggunakan media efektif terpilih. 4. menyelenggarakan diskusi kelompok terarah melalui dasawisma dengan dukungan petugas.

Anda mungkin juga menyukai