Anda di halaman 1dari 4

2.10.

penanggulangan Masalah Gizi

Seperti yang telah kita ketahui , masalah gizi yang kian merak dineraga kita. Dengan demikian
diperlukan penanggulangan guna memperbaiki gizi masyarakat Indonesia. Berikut cara-cara yang
dilakukan untuk menggulangi gizi salah, baik gizi kurang mampu maupun gizi lebih.

a. Penanggulangan kurang gizi upaya


Upaya pemenuhan persediaan pangan nasional terutama melelui peningkatan produksi
beraneka ragam pangan.
 Peningantan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yang diserahkan pada pemberdayaan
keluarga untuk meningkatkan ketahan pamgan tingkat rumah tangga.
 Peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan system rujukan dimulai dari tingkat pos
pelayan terpadu (posyandu), hingga puskesmas dan rumah sakit.
 Peningkatan upaya keamanan pangan dan gizi melalui sistem kewaspadaan pangan dan
gizi (SKPG).
 Peninggakatan komunikasi , informasi, dan edukasi dibidang pangan dan gizi masyarakat
 Penigkatan teknologi pangan untuk memgembangkan berbagai produk pangan yang
bermutu dan terjangkau oleh masyarakat luas.
 Interveksi langsun kepada sasaran melalui pemberitaan makanan tambahan (PMT),
distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi, tablet dan sirup besi serta kapsul minyak
beriodium .
 Peninggkatan kesehatan lingkungan .
 Upaya fortifikasi bahan pangan dengan vitamin A , lodium dan zat bezi.
 Upaya pengawasab makanan dan minuman.
 Upaya penelitian dan pengembangan pangan dan gizi.
b. Penanggulangan masalah gizi lebih
Dilakukan dengan cara meyeimbangkan masalah dan kekurangan energi melalui pengurangan
makanan dan penambahan latihan fisik atau olahraga serta menghindari tekana hudup/stress.
Penyeimbangan masukan energy dilakukan dengan membatasi konsumsi karbohidrat dan lemak
serta menghindari konsumsi alcohol.

2.11. permasalahan gizi masyarakat

Permasalahan gizi masyarakata dapat dilihat pada bagian berikut :

UNICEF (1998) telah mengembangkan rangan konsep makro, sebagai salah satu stategi untuk
menanggulangi masalah kekurangan gizi. Dalam rangka tersebut ditunjukkan bahwa masalah kurang gizi
dapat disebabkan oleh:

1. Penyebab langsung.
Makanan dan penyakit secara lansung menyebabkan kurangnya gizi, timbulnya kurang gizi
tidak hanya dikeranakan asupan makanan yang kurang tetapi juga penyakit . anak yang
mendapatkan cukup makanan tetapi sering menderita sakit , pada akhirnya dapat menderita
gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makanan, maka daya tahan
tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit.
2. Penyebab tidak langsung.
Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu :
a. Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadahi. setiap keluarga diharapakan mampu
untuk memenuhui kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup
baik jumlah maupun mutu gizi.
b. Pola pengasuh anak yang kurang memadahi. Setiap keluarga dan masyarakat dapat
menyediaankan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang
baik fisik, mental, dan social.
c. Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadahi. Sistem pelayanan kesehatan yang
diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar
yang terjankau oleh setiap keluarga yang membutuhkan.
3. Pokok masalah di masyarakat.
Kurangnya pemberdayaan keluarga dan pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan
debgan berbagai factor langsung maupun tidak langsung.
4. Akar masalah .
Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber day
masyarakat tekait dengan meningkatnya pengangguran, inflamasi dan kemiskinan yang
disebabkan oleh krisis ekonomi , politik dan keresahaan social yang menimpah Indonesia sejak
tahun 1997. Keadaan tersebut telah memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat
kemiskinan dan ketahan pangan keluarga yang tidak memadahi.
Masalah gizi terbagi menjadi 2 yaitu masalah gizi makro dan mikro. Masalah gizi makro
adalah masalah yang utamanya disebabkan kekurangan atau ketidakseimbangan asupan energi
dan protein. Manifestasi dari masalah gizi makro bila terjadi pada wanita usia subur dan ibu
hamil yang kurang energy kronis (KEK) adalah berat badan bayi baru lahir yang rendah (BBLR).
Bila terjadi pada anak balita akan mengakibatkan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-
kwashiorkor dan selanjutnya akan terjadi gangguan pertumbuhan pada anak usia sekolah. Anak
belita yang sehar atau kurang secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara
berat badan menurut umur dan berat badan menurut tinggi badan, apabila sesuai dengan
standar anak disebut gizi baik. Kalau sedikit dibawh standar disebut gizi buruk. Bila gizi buruk
disertai dengan tanda tanda klinis seperti: wajah sangan kurus, muka seperti orang tua, perut
cekung, kulit keriput dan bila ada bengkak terutama pada kaki , wajah membulat dan sembab.
Gizi mikro (khususnya kurang vitamin A anemia gizi besi dan gangguan akibat yodium). Menurut
hadi (2005), Indonesia banyak masyarakat yang kekurangan gizi, tapi di sisi lain terjadi terjadi
gizi lebih.

Proyeksi status Gizi penduduk 2015


Jika status gizi penduduk dapat diperbaiki , maka status kesehatan dapat tercapai. Berikut
ini hanya menfokuskan proyeksi status gizi, berdasarkan situasi terahir 2003 di Indonesia dan
dibahas dengan memperhatikan Indonesia sehat 2010, world Fit for Children 2002, dan
Mellenium Development Goal 2015. Penurunan status gizi tergantung dari banyak faktor.
Berdasarkan uraian sebelumnya dan juga yang tertuang pada bagian 1 dan bagian 2,
penyebab yang mendasar adalah:
 Ketahanan pangan tingkat rumah tangga yang tidak memadahi. Kajian pemantauan
konsumsi makanan tahun 1995 sampai 1998, menyimpulkan 40-50% rumah tangga
mengonsumsi energi kurang dari 1500 K kal dan 25% rumah tangga mengonsumsi
protein 32 gram per-orang perhari atau mengonsumsi <70% dari kecukupan yang
dianjurkan. diperkiraan jumlah rumah tangga adalah 51.513.364, berarti masalah
ketahanan pangan melanda 20-25 juta rumah tangga di Indonesia. Walaupun ada
perbaikan pada tahun 2003 terhadap ketahanan pangan rumah tangga, kajian ini masih
menunjukkan rasio pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total keluarga yang
masih tinggi. Paling tidak Indonesia menghadapi 20% kebupaten dipedesaan dimana
rasioini masih >75% dan 63%kebupaten dengan rasio pengeluaran pangan/non pangan
antara 65-75%.
 Ketahanan pangan tingkat rumah tangga ini berkaitan erat dengan kemiskinan, yang
berdasarkan kajian susenas 2002, diketahui proporsi penduduk miskin adalah 18.2%
atau 38,4% penduduk (BPS, 2002). Sebaran penduduk miskin tingkat kebupaten sangat
bervariasi, masih ada sekitar 15% kebupatan dengan persen >30%.
 Ketidak seimbangan anat wilaya ( kecamatan dan kebupaten ) yamg terlihat dari variasi
prevalensi berat ringannya masalaah gizi, masalah kesehatan lainnya dan masalah
kemiskinan. Seperti yang ungkapkan sebelumnya bahwa ada 75% kebupaten di
Indonesia menanggun beban dengam prevelensi gizi kurang pada balita >20%.
 Tingginya angka penyakit infeksi yang berkaitandengan sanitasi, lingkungan dan
pelayanan kesehatan yang memadahi, diserta dengan cakupan imunisasi yang belum
universal penyakit infeksi penyebab kurang gizi pada balita antara lain ISPA dan diare.
Hasil SKDI tahun 1991, 1994, 1997 prevakensi ISPA tidak menurun yaitu masing masing
10%, 10%, dan 9%. Bahkan hasih SKRT 2001 prevalensi ISPA sebesar 17%. Sedangkan
prevalensi diare SDKI 1991 ,1994 dan 1997 juga tidak banyak berbeda dari tahun
ketahun yaitu masing masing 11%, 12%, 10% dan hasil SKRT 2001 adalah sebesar 11%.
 Cakupan programperbaikan gizi pada umumnya rendah, banyak posyandu yang tidak
berfungsi. Pemantauaan pertumbuhan hanya dilakukan pada sejitar 30% dari jumlah
belita yang ada.
 Pemberian ASI saja pada umumnya masih rendah, dan adanya kecenderuang yang
menurun dari 1995 ke tahun 2003. Lebih lanjut pemeriaan ASI saja sampai 6 bulan
cenderung rendah, hanya sekitar 15%-17%. Setelah itu pemerian makanan pendamping
ASI menjadi masalah dan kurang berakibat pada penghambatan pertumbuhan.
 Masih tingginya prevalensi anak pendek yang menunjukkan masalah gizi di Indonesian
menupakan masalah kronis.
 Masih tingginya angka kematiaaan ibu, bayi dan belita, rendahnya pendapatan dan
rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan SDM rendah.
 Rendahnya pembiayaan untuk kesehatn baik sector pemerintah dan non-pemerintah
(tahun 2000: Rp 147.0/kapita/tahun, demikian juga pembiayaan untuk gizi (tahun2003:
Rp 200/kapita/tahun).
 Dari besaran masalah gizi 2003 dan penyebab yang multi faktor, maka dapat diprediksi
proyeksi kecenderuangan gizi yang seperti berikut:

Proyeksi prevalensi gizi kurang pada belita

Dari uraian sebelumnya, penurunan prevalensi gizi kurang pada belita (berat badan menurut
umur) yang di kaji berdasarkan susenas 1989 sampai 2003 adalah sebesar 27% atau penurunan prvelensi
sekitar 2% pertahun.

Anda mungkin juga menyukai