Anda di halaman 1dari 3

Nama : Fauziyah Andar Aini akses pada kesehatan lingkungan dan

NIM : 2421BDN003 perilaku hidup bersih dan sehat. Masalah


sosial-ekonomi juga turut memberikan andil,
di antaranya adalah kemiskinan. Kemiskinan
FAKTOR RISIKO GIZI KURANG DAN GIZI merupakan alasan tidak tercukupinya asupan
BURUK PADA BALITA gizi serta ketidakmampuan untuk mengakses
Abstrak fasilitas kesehatan. Selain itu,
Beberapa Faktor Risiko Gizi Kurang Dan Gizi faktor biologi dan lingkungan juga ikut
Buruk Pada Balita.* Tujuan penelitian yaitu berpengaruh (Arisman, 2007).
untuk membuktikan faktor risiko agent, host Keadaan gizi yang baik merupakan syarat
dan environment yang berpengaruh terhadap utama kesehatan dan berdampak terhadap
kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada balita kualitas sumber daya manusia. Gizi buruk
di kota Pontianak. Penelitian ini bersifat menurut World Health Organization (WHO)
observasional dengan pendekatan case ditentukan berdasarkan indikator
control. Lokasi penelitian dilaksanakan di Kota antropometri berat badan menurut tinggi
Pontianak. Jumlah sampel sebanyak 80 orang, atau panjang badan (BB/TB) dengan z-skor
yang terdiri dari kasus sebanyak 40 orang dan BB/TB <-3SD dan ada atau tidaknya odema.
kontrol sebanyak 40 orang. Penilaian status Faktor penyebab gizi buruk dapat
gizi menggunakan pengukuran antropometri dikelompokkan menjadi 2 yaitu penyebab
berdasarkan berat badan per tinggi badan langsung dan penyebab tidak langsung.
(BB/TB). Pengukuran tinggi badan Penyebab langsung gizi buruk meliputi
menggunakan microtoise dan mengukur kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang
berat badan menggunakan timbangan balita. dikonsumsi dan menderita penyakit infeksi,
Berdasarkan hasil analisa multivariat sedangkan penyebab tidak langsung gizi
menunjukkan terdapat hubungan yang buruk yaitu ketersediaan pangan rumah
signifikan yaitu sikap ibu terhadap makanan tangga, kemiskinan, pola asuh yang kurang
buruk (OR : 6,98 p = 0,002 95 % CI 1,99-24,38) memadai dan pendidikan yang rendah.
dan kesehatan lingkungan buruk (OR : 5,03 p Faktor konsumsi makanan
= 0,012 95 % CI 1,43-17,68) dengan kejadian merupakan penyebab langsung dari kejadian
gizi kurang dan gizi buruk pada anak balita. gizi buruk pada balita. Hal ini disebabkan
karena konsumsi makanan yang tidak
Latar Belakang memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang
Gizi buruk merupakan masalah yang masih memenuhi syarat gizi seimbang yaitu
menjadi perhatian utama hingga saat ini, beragam, sesuai kebutuhan, bersih dan aman
terutama di negara-negara berkembang. sehingga akan berakibat secara langsung
Tercatat sekitar sepertiga dari populasi balita terhadap pertumbuhan dan perkembangan
yang ada di negara-negara berkembang balita. Faktor penyakit infeksi berkaitan
mengalami masalah gizi buruk. Jika dapat dengan tingginya kejadian penyakit menular
bertahan hingga dewasa, mereka akan terutama diare, cacingan dan penyakit
beresiko mengalami perkembangan kognitif pernapasan akut (ISPA). Faktor kemiskinan
yang buruk dan produktivitas yang rendah sering disebut sebagai akar dari kekurangan
(Smith dan Haddad, 2000). Yang lebih buruk, gizi, yang mana faktor ini erat kaitannya
gizi buruk dapat menyebabkan kematian. Hal terhadap daya beli pangan di rumah tangga
ini cukup mengkhawatirkan mengingat anak- sehingga berdampak terhadap pemenuhan
anak ialah generasi penerus bangsa. zat gizi.
Banyak hal yang melatarbelakangi kejadian Status gizi buruk pada balita dapat
gizi buruk, namun secara umum ada dua menimbulkan pengaruh yang dapat
faktor penyebab yaitu penyebab langsung menghambat pertumbuhan fisik, mental
dan tidak langsung. Penyebab langsung maupun kemampuan berpikir. Balita yang
meliputi kurangnya ketersediaan pangan dan menderita gizi buruk dapat mengalami
penyakit infeksi, sedangkan penyebab tidak penurunan kecerdasan (IQ) hingga sepuluh
langsung yaitu kurangnya ketersediaan persen. Dampak paling buruk dari gizi buruk
pangan pada tingkat rumah tangga, pola asuh yaitu kematian pada umur
yang tidak memadai serta masih rendahnya yang sangat dini. Mengantisipasi makin
parahnya kondisi yang mungkin terjadi akibat mempela- jari dan mengkajinya.
kejadian gizi buruk, maka pemerintah Dinas Persoalan gizi dalam pembangunan
Kesehatan Kota Semarang telah melakukan kependudukan masih merupakan persoalan
upaya pelayanan perbaikan gizi balita gizi yang dianggap menjadi masalah utama dalam
buruk dengan mendirikan rumah pemulihan tatanan kependudukan dunia. Oleh karena
gizi. Dalam hal ini pemerintah Dinas itu, persoalan ini menjadi salah satu butir
Kesehatan Kota Semarang berkoordinasi penting yang menjadi kesepakatan global
dengan instansi lain untuk melakukan dalam Milleneum Development Goals
beberapa pelayanan dirumah gizi antara lain (MDGs). Setiap negara secara bertahap harus
penjaringan dan pelacakan kasus balita gizi mampu menguranggi jumlah balita yang
buruk, pemeriksaan antropometri, bergizi buruk atau gizi kurang sehingga
pemeriksaan klinis, konseling gizi, fisioterapi mencapai 15 persen pada tahun 2015.
dan pemberian makanan tambahan di rumah
gizi. Berdasarkan latar belakang yang telah Di Indonesia, persoalan gizi ini juga
dipaparkan, maka peneliti bermaksud merupakan salah satu persoalan utama dalam
mengadakan penelitian dengan judul‘Faktor- pembangunan manusia. Sebagai salah satu
Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi negara dengan kompleksitas kependudukan
Buruk pada Balita dengan Studi di Rumah yang sangat beraneka ragam, Indonesia
Pemulihan Gizi Banyumanik Kota Semarang dihadapi oleh dinamika persoalan gizi buruk.
Tahun 2017’ Walaupun proses pembangunan di Indonesia
Departemen Kesehatan (2008) telah telah mampu mengatasi persoalan ini, tetapi
mengupayakan penjaringan kasus gizi buruk dilihat dari kecenderungan data statistik,
secara dini melalui kegiatan operasi timbang masih banyak persoalan yang perlu
untuk seluruh balita yang pelaksanaannya tu- diselesaikan terutama yang menyangkut
rut melibatkan sektor lain. Balita yang persoalan balita gizi kurang.
ditemu- kan di lapang akan segera divalidasi Secara bertahap, sebenarnya Indonesia telah
dan diru- juk ke Rumah Sakit atau Puskesmas mampu menurunkan prevalensi balita gizi
bila terde- teksi gizi buruk berdasarkan indeks kurang. Selama dua dasawarsa terakhir,
BB/TB. Indonesia berhasil menurunkan prevalensi
Saat ini penanganan gizi buruk tidak ha- nya balita gizi kurang dari 31 persen pada tahun
terpusat pada rumah sakit tetapi diarah- kan 5 1989 menjadi 18,4 persen pada tahun 2007.
supaya Puskesmas mempunyai kemampuan
dalam penanganan gizi buruk. Perawatan gizi
buruk dapat dilakukan secara rawat inap Metode
mau- pun rawat jalan di Puskesmas melalui Penelitian ini bersifat observasional dengan
klinik gizi. Beberapa kejadian di Kabupaten menggunakan kajian kuantitatif dan ditunjang
Bogor se- telah anak balita menjalani program dengan pendekatan kualitatif melalui indepth
perawat- an, yang kemudian kembali ke interview. Kajian kuantitatif dengan desain
rumah hasilnya menjadi beragam. Pada case control study dipilih karena sesuai
beberapa kasus diduga pasca pemulihan gizi dengan tujuan penelitian untuk mempelajari
buruk, kondisi anak balita dapat kembali berbagai faktor risiko yang berpengaruh
mengalami gizi buruk setelah kembali ke terhadap efek dengan cara membandingkan
rumah. Penelitian Arnelia et al. (1992) kelompok kasus dengan kelompok kontrol
menunjukkan sebanyak 20% anak balita yang dan dapat digunakan untuk mencari
awalnya menderita gizi buruk, pasca pe- hubungan seberapa jauh faktor risiko yang
mulihan di klinik gizi (Pusat Penelitian Gizi dan mempengaruhi efek (Beaglehole., et al,
Manakan, Kemenkes) masih dalam kondisi 1993). Kelompok kasus adalah ibu yang
gizi buruk. mempunyai balita gizi kurang (<-2 SD) dan gizi
Hal ini menunjukkan bahwa ada suatu hal buruk (< -3 SD) menurut indikator BB/TB yang
yang menyebabkan berulangnya kondisi gizi mengalami gejala klinis dan telah didiagnosa
buruk tersebut. Sampai saat ini, penelitian oleh dokter, dicatat oleh puskesmas dan
mengenai kondisi anak balita pasca dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kota
perawatan gizi buruk masih sangat terbatas. Pontianak. Sedangkan kelompok kontrol
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk adalah ibu yang mempunyai balita 12-59
bulan yang tercatat dengan kriteria gizi baik (-
2 SD s/d 2 SD) berdasarkan indikator BB/ TB.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
tidak diberikan ASI eksklusif, asupan energi
dan protein <80 % AKG, frekuensi ISPA sering
(≥3 kali dalam 2 bulan), frekuensi diare sering
(≥ 3 kali dalam 2 bulan), pendidikan ibu
rendah, jumlah anak >2, Pendapatan keluarga
rendah, akses pemanfaatan pelayanan
kesehatan jarang, sanitasi lingkungan buruk,
frekuensi menonton TV kurang baik dan sikap
ibu terhadap makanan yang buruk. Analisis
data dilakukan secara univariat untuk melihat
deskripsi variabel penelitian, analisis bivariat
dengan menggunakan uji statistik Chi-Square
dengan tabel kontingensi 2x2, dan analisis
multivariat dengan menggunakan uji regresi
logistik.

Anda mungkin juga menyukai