JEMBER
OLEH:
Alqurroti Ainun Chofiya, S.Kep
NIM 222311101099
JEMBER
KEPERAWATAN ANAK
Oleh
NIM 222311101099
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
2. Gizi Buruk dengan Komplikasi, yang ditandai oleh hal tersebut di atas
dan adanya satu atau lebih komplikasi berikut
- Anoreksia
- Dehidrasi berat (muntah terus menerus, diare)
- Latergi atau penurunan kesadaran
- Demam tinggi
- Pneumonia berat (sulit bernafas atau bernafas cepat)
- Anemia berat
d. Tanda Dan Gejala
Anak yang berisiko tinggi terhadap gizi buruk antara lain:
1. Terlahir prematur atau berat badan lahir rendah (BBLR)
2. Mengalami infeksi kronis dan infeksi berulang
3. Berkebutuhan khusus, misalnya cerebral palsy
4. Terlahir dengan kelainan bawaan, seperti bibir sumbing, Kelaina pada
sistem pencernaan, malabsobsi makanan, atau penyakit jantung bawaan
5. Mendapatkan pola asuh yang tidak menunjang tumbuh kembangnya
6. Tinggal di lingkungan dengan sanitasi buruk, tidak mendapat akses untuk
air bersih dan terdpat polusi
e. Patofisiologi
Gizi buruk pada balita yaitu mengalami kukurangan energi protein, anemia
gizi besi, gangguan akibat kurangnya Iodium dan kurang vitamin A.
Kurangnya asupan empat sumber tersebut pada balita menyebabkan terjadinya
pertumbuhan dan perkembangan terhambat, daya tahan tubuh menurun, tingkat
kecerdasan yang rendah, kemampuan fisik menurun, terjadinya gangguan
pertumbuhan jasmani dan mental, stunting serta yang paling terburuknya yaitu
kematian pada balita (Sir dkk., 2021).
Asupan nutrisi yang tidak adekuat dan tidak mampu memenuhi kebutuhan
metabolik tubuh serta adanya penyakit infeksi akan mengakibatkan absorpsi
nutrien tidak berlangsung seperti seharusnya sehingga akan berdampak
terhadap keberlangsungan sistem tubuh. Apabila hal ini dibiarkan berlangsung
dalam jangka waktu tertentu maka terjadilah penurunan berat badan, pucat
pada kulit, membran mukosa dan konjungtiva, kehilangan rambut berlebihan,
hingga kelemahan otot yang merupakan tanda dan gejala defisit nutrisi.
f. Penilaian Status Gizi
Pemantauan keadaan gizi kelompok anak balita merupakan parameter yang
sangat sesuai karena dinilai berada pada masa yang cukup sensitif. Hal ini
berhubungan erat dengan konsumsi energi dan protein yang merupakan dua
jenis zat gizi yang paling sering menimbulkan masalah gizi kesehatan pada
skala nasional atau daerah luas regional di Indonesia. Penilaian status gizi anak
serupa dengan penilaian pada periode kehidupan lain. Komponen penilaian
status gizi meliputi:
1. Survei Konsumsi Pangan
Survei konsumsi pangan ada 2 macam, yaitu secara kualitatif dan
kuantitatif. Penilaian asupan secara kualitatif, seperti food frequency,
dietary history, metode telepon, dan food list. Metode kualitatif biasanya
untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis
bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan serta
cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Survei konsumsi pangan
memiliki kelebihan yaitu dapat mengidentifikasi dan menerangkan
kelompok dalam populasi yang berisiko terhadap malnutrisi kronik.
Sedangkan kekurangannya yaitu kurang dapat mengidentifikasi malnutrisi
yang akut atau memberikan informasi penyebab yang mungkin terjadi dari
malnutisi.
2. Pemeriksaan Biokimia
Pemeriksaan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara
laboratoris yang dilakukan pada berbagai jaringan tubuh. Jaringan yang
digunakan antara lain adalah darah, urin, tinja dan beberapa jaringan tubuh
lain seperti hati dan otot. Pemeriksaan biokimia dalam penilaian status gizi
memberikan hasil yang lebih tepat dan objektif dari pada menilaian
konsumsi pangan dan pemeriksaan lain. Pemeriksaan biokimia dapat
mendeteksi defisiensi zat gizi lebih dini.
3. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi berdasarkan
perubahan yang terjadi yang berhubungan erat dengan kekurangan maupun
kelebihan asupan zat gizi. Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada jaringan
epitel yang terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang
dekat dengan permukaan tubuh (kelenjar tiroid).
4. Pemeriksaan Antropometri
Salah satu metode untuk mengukur status gizi masyarakat adalah ukuran
antropometri. Hasil pengukuran antropometri mencerminkan status gizi
anak yang dapat digolongkan menjadi status gizi baik, kurang atau buruk.
Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi.
Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks Antropometri.
Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu:
a) Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
BB/U adalah berat badan anak yang dicapai pada umur tertentu. Berat
badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa
tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang
mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya
nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi.
Berat badan merupakan parameter antopometri yang sangat labil.
b) Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan menurut umur adalah tinggi badan anak yang dicapai pada
umur tertentu.Tinggi badan merupakan antropometri yang
menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Seiring dengan
pertambahan umut tinggi badan akan tumbuh. Pertumbuhan tinggi
badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah
kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi
terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama.
Bedasarkan karakteristik tersebut di atas, maka indeks ini
menggambarkan konsumsi protein masa lalu.
c) Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Ukuran antropometri yang terbaik adalah menggunakan BB/TB atau
BB/PB karena dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih
sensitif dan spesifik. BB/TB adalah berat badan anak dibandingkan
dengan tinggi badan yang dicapai.Berat badan memiliki hubungan yang
linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan
berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dan
kecepatan tertentu.
Pemantauan
Bila kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukurannya setelah 30 menit.
- Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi
pemberian larutan glukosa/gula 10%.
- Jika suhu aksilar < 36°C atau bila kesadaran memburuk, mungkin
hipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar
gula darah dan tangani sesuai keadaan (hipotermia dan hipoglikemia).
Pencegahan
Pemantauan
- Ukur suhu aksila setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36,5°C
atau lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah jam.
Hentikan pemanasan bila suhu mencapai 36,5°C.
- Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama
pada malam hari.
- Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia
Pencegahan
Jika balita gizi buruk dalam keadaan syok atau dehidrasi berat tapi tidak
memungkinkan untuk diberi rehidrasi oral/melalui NGT, maka rehidrasi
diberikan melalui infus cairan Ringer Laktat dan Dextrosa/Glukosa 10%
dengan perbandingan 1:1 (RLG 5%). Jumlah cairan yang diberikan
sebanyak 15 ml/kg BB selama 1 jam, atau 5 tetes/menit/kg BB (infus tetes
makro 20 ml/menit).
Mineral-mix juga tersedia dalam bentum sachet. Setiap sachet serbuk
mineral-mix (8 gram) mengandung:
Pemantauan
Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan
mulai ada diuresis. Tanda membaiknya hidrasi antara lain: kembalinya air
mata, mulut basah, cekung mata dan fontanel berkurang dan turgor kulit
membaik. Namun, pada anak gizi buruk tanda tersebut sering tidak ada,
walaupun rehidrasi penuh telah terjadi; karena itu sangat penting untuk
memantau berat badan. Bila ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi
napas meningkat 5x/menit dan frekuensi nadi 15x/menit), hentikan segera
pemberian cairan/ReSoMal dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam.
Pencegahan
- Bila tanpa komplikasi, beri amoksisilin (15 mg/kg per oral setiap 8
jam) selama 5 hari.
- Pada balita gizi buruk dengan komplikasi (hipoglikemia, hipotermia,
penurunan kesadaran/letargi, atau terlihat sakit) atau komplikasi
lainnya, maka berikan antibiotika parenteral (IM/IV):
- Ampisilin (50 mg/kg IM atau IV setiap 6 jam) selama 2 hari,
kemudian dilanjutkan dengan Amoksisilin oral (25-40 mg/kg
setiap 8 jam selama 5 hari); ditambah
- Gentamisin (7.5 mg/kg IM atau IV) sehari sekali selama 7 hari
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2019).
- Pemilihan jenis antibiotika juga disesuaikan dengan pola resistensi
kuman setempat. Catatan: metronidazole 7,5 mg/kg setiap 8 jam
selama 7 hari dapat diberikan sebagai tambahan antibiotika
berspektrum luas, namun efektivitasnya belum ditegakkan dengan uji
klinis.
- Berikan terapi untuk penyakit infeksi sesuai dengan standar terapi
yang berlaku, seperti malaria, meningitis, TB dan HIV.
Pemantauan
Pemberian terapi gizi harus segera diberikan pada balita gizi buruk yang
tidak memerlukan tindakan kegawat-daruratan dan pada balita gizi buruk
dengan dehidrasi, hipotermi dan renjatan sepsis. Pemberian terapi gizi ini
dilakukan secara bertahap. Pada Fase Stabilisasi, balita gizi buruk diberi
formula terapeutik F-75, yang merupakan formula rendah protein (pada
fase ini protein tinggi dapat meningkatkan risiko kematian), rendah
laktosa, mengandung zat gizi makro dan mikro seimbang untuk
memastikan kondisi stabil pada balita.
Tatalaksana
Tabel 11. Jumlah dan frekuensi pemberian F-75 pada balita gizi buruk
tanpa edema
Volume/KgBB Volume/KgBB
Hari ke Frekuensi
/Pemberian /Hari
1-2 Setiap 2 jam 11 ml 130 ml
3-5 Setiap 3 jam 16 ml 130 ml
6 dst Setiap 4 jam 22 ml 130 ml
Pemantauan
Keterangan : untuk KEP ringan dan sedang bila toleransi baik ditambah
20% -50% dari DKGA
Pemantauan
Hal yang perlu dihindari pada fase ini adalah terjadinya gagal jantung.
Perlu diamati gejala dini gagal jantung, yaitu nadi cepat dan nafas cepat.
Bila keduanya meningkat, yaitu pernafasan naik 5x/menit dan nadi naik
25x/menit) yang menetap selama 2 kali pemeriksaan masing-masing
dengan jarak 4 jam berturut-turut, maka hal ini merupakan tanda bahaya
yang perlu dicari penyebabnya.
Penilaian Kemajuan
7. Stimulasi
Stimulasi sensorik dan emosional
Stimulasi sensorik dan emosional merupakan bagian dari stimulasi
perkembangan balita. Hal yang perlu dilakukan sebagai berikut:
- Ungkapan kasih sayang dan lingkungan yang ceria;
- Terapi bermain terstruktur selama 15-30 menit/hari;
- Aktivitas fisik segera setelah balita cukup sehat;
- Keterlibatan ibu dan anggota keluarga atau pengasuh sesering
mungkin (misalnya menghibur, memandikan, bermain, memberi
makan);
- Pengasuh diajari berinteraksi positif dengan balita agar nafsu
makannya meningkat.
Kriteria pulang dari layanan rawat inap dan pindah ke layanan rawat jalan:
- Tidak ada komplikasi medis,
- Edema berkurang,
- Nafsu makan baik,
- Secara klinis baik. Kriteria pindah dari layanan rawat inap ke layanan
rawat jalan TIDAK berdasarkan kriteria antropometri tapi
berdasarkan kondisi klinis.
Bila balita gizi buruk masuk dengan bilateral edema, maka kriteria
sembuh adalah:
Faktor risiko gizi buruk pada bayi < 6 bulan yang sering ditemukan
sebagai berikut.
1. Bayi berat lahir rendah (BBLR), yaitu berat lahir di bawah 2500 g:
- Bayi lahir sebelum waktunya (preterm/prematur), yaitu sebelum usia
kehamilan 37 minggu: berat lahirnya rendah dan organ-organ
tubuhnya belum berfungsi sepenuhnya. Akibatnya, risiko kegagalan
fungsi tubuh meningkat, yang antara lain menimbulkan gangguan
pernafasan dan hipotermi. Faktor penyebab kelahiran prematur pada
umumnya terkait dengan status kesehatan ibu, misalnya ibu menderita
penyakit infeksi atau penyakit kronis, ibu mengalami komplikasi
kehamilan, ibu merokok/terpapar asap rokok, ibu terlalu berat beban
kerja atau mengalami stres;
- Bayi lahir cukup umur (37 minggu atau lebih), tetapikecil untuk umur
kehamilannya, sebagai akibat dari kekurangan gizi sejak di dalam
kandungan. Pada kelahiran cukup umur, biasanya organ-organ tubuh
bayi telah matang dan dapat berfungsi normal. Faktor penyebabnya
pada umumnya adalah masalah kurang gizi pada ibu, misalnya KEK
(kurang energi kronis) dan/atau anemia pada masa kehamilan atau
bahkan sebelumnya.
2. Penyakit/kelainan bawaan: beberapa jenis kelainan bawaan berakibat pada
gangguan fungsi pencernaan, misalnya bibir dan langit-langit sumbing,
kelainan saluran pencernaan atau kelainan sistem organ lainnya, seperti
kelainan sistem kardiovaskuar, dll. Penyakit bawaan misalnya HIV, sifilis
dan hepatitis B yang dapat ditularkan dari ibu ke janin.
3. Pola asuh yang tidak menunjang proses tumbuh kembang bayi dan
gangguan kesehatan ibu setelah melahirkan, misalnya bayi lahir tidak
mendapat kolostrum; produksi ASI sedikit sehingga bayi tidak
mendapatkan ASI eksklusif, atau kondisi lainnya seperti ibu tidak mau
menyusui atau berjauhan dengan bayinya.
Upaya pencegahan gizi buruk pada bayi kurang dari 6 bulan adalah dengan
mencegah timbulnya faktor-faktor risiko tersebut, yang meliputi upaya
peningkatan kesehatan ibu, pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan
bayi berkualitas. Kemenkes menjadikan upaya-upaya tersebut sebagai paket
pelayanan Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). Tujuannya mengawal
status gizi ibu dan janin/bayinya agar tetap sehat sejak di dalam kandungan
(270 hari) sampai usia dua tahun (730 hari), melalui;
1. Pencegahan pernikahan dini dan kehamilan pada remaja puteri.
2. Pemberian tablet tambah darah pada remaja puteri.
3. Konseling pranikah.
4. Peningkatan upaya kepesertaan Keluarga Berencana (KB).
5. Pelayanan antenatal sesuai dengan standar, termasuk mengatasi penyakit
kronis pada ibu, pemberian makanan tambahan pada ibu hamil KEK,
pemberian Buku KIA, edukasi tentang inisiasi menyusu dini (IMD) dan
promosi ASI eksklusif.
6. Pelayanan persalinan dan nifas serta kunjungan neonatal sesuai dengan
standar dan mengatasi penyulit maupun komplikasi
7. Pemantauan dan stimulasi tumbuh kembang anak.
8. Pelayanan imunisasi dasar.
9. Pelayanan kesehatan bayi sesuai dengan standar melalui pendekatan
Manajemen Terpadu Balita Muda (MTBM) bagi bayi < 2 bulan dan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) bagi bayi > 2 bulan sampai 59
bulan.
10. Upaya penanggulangan kelainan bawaan.
Kapasitas lambung balita usia 6-23 bulan masih kecil, sehingga belum
bisa menampung volume makanan dalam jumlah besar yang sesuai dengan
kebutuhan kalorinya. Untuk mengatasi hal tersebut, balita perlu diberi MP-ASI
yang padat gizi, termasuk tinggi kalori tinggi protein, agar volume tidak terlalu
besar. Komposisi lemak yang dianjurkan agar MPASI padat energi untuk balita
usia 6 sampai kurang dari 24 bulan adalah 30-45% dari total kebutuhan energi
per hari. Hal tersebut dapat dipenuhi dengan menambahkan minyak atau santan
kental ke dalam MP-ASI.
Keterangan :
- Balita usia 9 - <12 bulan memerlukan 800 kkal/hal dengan porsi ASI
60-70%, porsi lemak 30-40% dari kebutuhan kalori dan kalori dari
MP-ASI 300 kkal
- Balita usia 12 - <24 bulan memerlukan 1100 kkal/hari dengan porsi
30-40%, porsi lemak 30-45% dari kebutuhan kalori dan dari MP-
ASI 550 kkal
- Balita udia 24 – 59 bulan kebutuhan kalori 90 kkal/KgBB, porsi
lemak 30-35% dari kebutuhan kalori dan sisanya dipenuhi dari
makanan keluarga
k. a. Pohon masalah
Gizi Buruk
Kekurangan
Defisit Defisit Nutrisi Toleransi sistem Produksi sel T
protein makanan
pencernaan menurun
Pengetahuan terhadap makanan
Produksi sel T
Kekuarngan asam amino
Gangguan pola menurun
Gangguan tumbuh esensial dalam serum
eliminasi : Diare
kembang
Risiko Infeksi
Hipoproteinema
Diet Pattern
Pola Makan Sebelum sakit Saat di rumah sakit
Nafsu makan
Frekuensi makan
Porsi makan
Jenis Cairan
Frekuensi minum
3) Pola Eliminasi
Kaji adanya perubahan ataupun gangguan pada kebiasaan BAB dan
BAK saat sebelum masuk rumah sakit dan saat berada di rumah sakit.
Adanya perubahan karakteristik feses dan urin. Pasien dengan gangguan
mobilisasi umumnya akan terpasang selang kateter dan untuk BAB perlu
dibantu.
4) Pola Aktifitas / Bermain
Mengetahui pola aktivitas klien sebelum dan sesudah sakit.
Aktifitas harian (Activity Daily Living)
Makan/minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Mobilisasi di tempat tidur
Berpindah
Ambulasi ROM
Keterangan = 0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu
oranglain dan alat, 4: tergantung total
RR Pada Bayi/Anak :
Usia Normal Cepat
Neonatus 30 - 50 >60
Bayi 20 - 30 >50
Balita 20 – 30 >40
Alita 15 – 20 >30
Tekanan Darah Pada Bayi/Anak :
Usia Sistole (mmHg) Diastole (mmHg)
1 tahun 105 68
3 tahun 106 68
6 tahun 114 70
9 tahun 115 74
12 tahun 121 77
13 tahun 127 - 129 79 - 82
3) Kepala
Terdapat perubahan warna rambut, tipis/lebat/jarang/cabut
4) Leher
5) Mata : cowong, anemia, icterus, lakrimasi, strabismus, edema,
pendarahan konjungtiva, katarak lensa, skret purulent
6) Telinga : bentuk daun telinga, secret sereus/purulent (otitis
interna/media), ada tidaknya pembesaran bawah telinga (parotitis)
7) Hidung : apakah memakai nasal kanul, nafas cuping hidung
8) Mulut : Bayi/ anak tak senang bila mulut/tenggorokan diperiksa, reflek
muntah, tonsil neonatus sulit terlihat, pembesaran tonsil, tanda radang,
eksudat
9) Lidah : keluar mulut/makroglosia (hipotiroid), kotor/tremor tepi merah
(demam tiroid), monilasis/oral thrush (candida albikans), ulkus mukosa
nyeri (virus cocsakie), mukosa bukal (bercak kolpik.morbili)
10) Gigi : gigi premature, jumlah gigi susu, caries, warna gigi, radang gingiva
Kelenjar : pembesaran kelenjar leher, ada tidaknya infeksi, pembesaran
kel.aksila neonatus (post vaksinasi BCG)
11) Pemeriksaan Dada / Thorak Paru
Inspeksi : ada tidaknya jejas atau lesi, pergerakan dada, kesulitan nafas,
bentuk thoraks, frekuensi nafas (dispnea/takipne) :
Palpasi : palpasi interkosta, apakah ada nyeri tekan
Perkusi : sonor / hipersonor
Auskultasi : Suara dasar bayi :bronkovesikuler, Prasekolah/sekolah :
vesikuler. Apakah ada suara tambahan ( ronkhi, wheezing, crepitasi dll)
12) Pemeriksaan Fisik Jantung/ cardiovaskuler
Inspeksi : ada tidaknya jejas atau lesi, pencembungan precordial, iktus
Palpasi : Iktus (ICS IV/V), apakah ada nyeri tekan, thrill/debaran jantung
(bising teraba/tidak)
Perkusi : bayi/anak tak banyak membantu
Auskultasi : bumyi jantung (mitral, trikuspidal, aorta, pulmonal), apakah
ada suara tambahan, suara bising/murmur (derajat 1 sulit terengar, derajat
2 samar terdengar, derajat 3 mudah dan thrill tidak ada, derajat 4 bunyi
keras dan thrill ada, derajat 5 bunyi keras kereta dan thrill ada, derajat 6
diksripsi ain (punctum maksimum, sisteole diastole penjalaran), periksa
tekanan darah
13) Abdomen
Inspeksi : anak cembung, respirasi abdominal sampai dengan balita
Gerak peristaltic, hernia, umbikalis, inguinalis, distensi (lemak, cairan,
udara, feses)
Palpasi :bagi menjadi 4 kuadran, mendeteksi pembesaran
organ/tumor/nyeri tekan, Lien (normal bayi 1-2 jari di bawah arkus
kosta), hepar (normal 1-2 cm, ginjal tak mudah dipalpasi pada
balita/anak, vesika urinaria penuh atau tidak, massa/tumor abdomen
(wilm’s tumor)
Perkusi : Cairan (pekak alih, undulasi
Auskultasi : bising, usus (diare, obstruksi)
14) Genetalia dan Anus
Apakah terdapat jejas, kemerahan, lesi
Anus : neonatus (atresia ani atas indikasi perdarahan peranum)
15) Kulit
4. Warna : pucat/icterus/bercak mongol/hiperpigmentasi
5. Infeksi virus eksantema morbilli, eksantema subitem, DBD
6. Infeksi kulit : superfisial/dalam (piodermi,furunkel)
7. Edema, sklerema, limfedema
8. Alergi : atopic, kontak dermatitis
16) Ekstremitas
9. Cacat bawaan : sindaktili, talipes equinovarus/valgus
10. Clubbing fingers : CIK, penyakit paru obstruktif
11. Kekakuan /kelumpuhan : CP / Polio
12. Bengkak sendi besar/kecil : demam reumatik/rheumatoid arthritis
juvenile
13. Variasi kaki pada usia anak
12. Pemeriksaan Diagnostik
Hasil pemeriksaan penunjang seperti hasil rontgent, CT-Scan, Radiologi dan
hasil laboratorium darah lengkap dan lain sebagainya untuk menunjang data
yang telah didapatkan
13. Terapi
Terapi yang diperoleh oleh klien selama berada di rumah sakit
5. Mempertahankan asupan makanan dan minuman 2. Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein
yang bergizi dengan cara selalu menghabiskan porsi Edukasi
makanan dan minuman yang diberikan oleh ahli gizi 1. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
Pemantauan Nutrisi
Observasi
1. Identifikasi faktor yang mempengaruhi asupan
gizi (mis. Pengetahuan, ketersediaan makanan,
agama /kepercayaan, budaya, mengunyah tidak
adekuat, gangguan menelan, penggunaan oabt-
obatan atau pascaoperasi)
2. Identifikasi perubahan berat badan
3. Monitor asupan oral
4. Monitor warna konjungtiva
5. Monitor hasil laboratorium
Terapeutik
1. Timbang berat badan
2. Ukur antropometri komposisi tubuh (IMT,
Panjang pinggang )
3. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Perawatan Integritas Kulit
Integritas Kulit 3x24 jam, diharapkan gangguan integritas kulit Observasi Alqurroti
b.d perubahan klien membaik dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
status nutrisi d.d Integritas Kulit dan Jaringan membaik : (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan status
kerusakan 1. Elastisitas kulit meningkat (tidak kering dan tidak nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan
lapisan kulit keriput) ekstrem, penurunan mobilitas)
2. Hidrasi meningkat dengan warna urine tidak pekat,
Terapeutik
mukosa bibir lembab, tidak demam)
1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
3. Tekstur kulit membaik dengan tidak terkelupas
2. Gunakan produk berbahan petroleum atau
minyak pada kulit kering
Status Nutrisi membaik :
1. Asupan energi yang dibutuhkan 100 – 150
3. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
kkal/KgBB/hr karena di fase Transisi (hari ke 8-14) hipoalergik pada kulit sensitive
= 570 – 855 kkal
2. Menghabiskan setiap porsi makan yang telah 4. Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit
disediakan oleh ahli gizi kering
3. Asupan protein 2-3 g/KgBB/hr karena di fase Edukasi
Transisi (hari ke 8-14) = 11,4 – 17,1 g
1. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotion,
4. Asupan Cairan sebanyak 150 ml/KgBB/hr = 855 ml
serum)
5. Mempertahankan asupan makanan dan minuman
2. Anjurkan minum air yang cukup
yang bergizi dengan cara selalu menghabiskan porsi
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
makanan dan minuman yang diberikan oleh ahli gizi
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
Manajemen nutrisi
Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi perluna penggunaan selang
nasogastrik
4. Monitor asupan makanan
5. Monitor berat badan
6. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2. Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein
Edukasi
1. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
Manajemen Cairan
Observasi
1. Monitor status hidrasi (mis. Frekuensi nadi,
kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler,
kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
2. Monitor berat badan sebelum dan sesudah
dialysis
3. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis.
Hematokrit, Na, K, Cl)
Terapeutik
1. Catat intke-output dan hitung balance cairan 24
jam
2. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuretic, jika perlu
Ratufelan, E., A. Zainuddin, dan Junaidi. 2018. Hubungan pola makan, ekonomi
keluarga dan riwayat infeksi dengan kejadian gizi kurang pada balita di
wilayah kerja puskesmas benu-benua tahun 2018. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kesehatan Masyarakat. 3(2):3.
Sir, S. G., E. Y. Aritonang, dan J. Jumirah. 2021. Praktik pemberian makanan dan
praktik kesehatan dengan kejadian balita dengan gizi kurang. Journal of
Telenursing (JOTING). 3(1):37–42.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standart Luaran Keperawatan Indinesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI