a. Pendapatan
Taraming, dkk (2019) menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan
keluarga maka status gizi anak berdasarkan IMT/U juga akan meningkat
artinya pendapatan keluarga yang tinggi akan berpengaruh terhadap status
gizi. Artaman (2015) juga menyatakan bahwa Pendapatan keluarga erat
hubungannya dengan kesehatan, keluarga yang memiliki pendapatan tinggi
akan lebih mudah untuk memenuhi kebutuhan makanan keluarga baik dari
segi kuantitas maupun kualitasnya. Wulanta, dkk (2019) pada penelitian yang
dilakukan di Desa Kima Bajo Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara
pada anak usia 24-59 bulan, hasil penelian tersebut didapati bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara pendapatan keluarga dengan status gizi.
b. Asupan makanan
UNICEF (2013) menyatakan bahwa anak membutuhkan makanan yang
seimbang untuk pemeliharaan tubuh, perbaikan sel-sel tubuh, pertumbuhan
dan perkembangan anak. Afriyani (2019) juga menyatakan bahwa anak yang
memiliki asupan nutrisi kurang memiliki kecenderung mengalami gizi kurang
15,484 kali lebih besar jika dibandingkan dengan anak yang memiliki asupan
nutrisi dalam kategori baik. Hal ini disebabkan oleh karena asupan zat gizi
merupakan kebutuhan essensial yang dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak balita.
c. Pekerjaan Ibu
Pekerjaan yang mengharuskan ibu untuk keluar rumah dapat
menyebakan kurangnya interaksi dengan anak yang mengakibatkan
kurangnya perhatian yang diberikan pada anak sehingga dapat
mempengaruhi proses tumbuh kembang anak (Sudargo, 2018)
d. Pendidikan orang tua
Penelitian Taraming, dkk (2019) pada Anak Usia 24-59 Bulan Di Desa
Tiwoho Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan status gizi (IMT/U)
dengan nilai p = 0,017, artinya pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap
kualitas pengasuhan dan merawat anak karena ibu adalah pengasuh utama
dari anak. Penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan pendidikan
ibu berhubungan dangan status gizi karena ibu secara langsung mengasuh
anak baik dalam menyiapkan dan memberikan makanan pada anak
(Septikasari, 2018). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Putri, dkk (2015) yang dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas
Nanggalo Padang pada anak bailita, hasil dari penelitian tersebut didapati
bahwa terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi.
e. Pemberian ASI dan kelengkapan imunisasi
Pemberian ASI dan kelengkapan imunisasi juga memiliki hubungan yang
bermakna dengan gizi buruk karena ASI dan imunisasi memberikan zat
kekebalan kepada balita sehingga balita tersebut menjadi tidak rentan
terhadap penyakit. Balita yang sehat tidak akan kehilangan nafsu makan
sehingga status gizi tetap baik (Mexitalia, 2011).
f. Penyakit infeksi
Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang
buruk dapat mempermudah terkena penyakit infeksi, sehingga penyakit
infeksi dengan keadaan gizi merupakan suatu hubungan timbal balik
(Notoatmodjo, 2003).
g. Sanitasi lingkungan
Sanitasi lingkungan buruk terbukti sebagai faktor risiko kejadian gizi kurang
dan gizi buruk pada balita dengan OR 5,03, artinya ibu yang mempunyai
balita gizi kurang dan gizi buruk mempunyai risiko 5,03 kali untuk menderita
gizi kurang dan gizi buruk bila dibandingkan dengan ibu yang mempunyai
balita gizi baik. Sanitasi lingkungan memiliki peran yang cukup dominan
dalam penyedianan lingkungan yang mendukung kesehatan anak dan
proses tumbuh kembangnya. Sanitasi lingkungan yang buruk akan
menyebabkan anak balita akan lebih muda terserang penyakit infeksi yang
akhirnya dapat mempengaruhi status gizi anak. Sanitasi lingkungan erat
kaitannya dengan ketersedian air bersih, ketersedian jamban, jenis lantai
rumah, serta kebersihan peralatan makanan, kebersihan rumah,
pencahayaan, ventilasi. Makin tersediannya air bersih untuk betuhan sehari-
hari, maka makin kecil risiko anak terkena penyakit kurang gizi.
Gizi kurang pada anak usia dini dapat membawa dampak negatif pada
pertumbuhan fisik maupun mental anak, yang selanjutnya akan menghambat
prestasi belajar. Lebih lanjut gizi kurang juga mampu menyebabkan
penurunan daya tahan tubuh, hilangnya masa hidup sehat anak usia dini
serta dampak yang lebih serius adalah timbulnya kecacatan, tingginya angka
kesakitan dan percepatan kematian (Andriani, 2012). Sedangkan menurut
Devi (2010) Anak yang tidak cukup mendapat makan, dalam arti kuantitas
maupun kualitas akan menyebabkan anak tersebut tidak dapat tumbuh
normal.
2. Gizi Lebih
DAFPUS