Anda di halaman 1dari 9

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN KE JADIAN STUNTING PADA

BALITA DI KECAMATAN SIMEULUE

NAMA : NINIS ANNISA

NIM : 2105902020040

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH 2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Stunting adalah suatu kondisi dimana anak mengalami gangguan pertumbuhan,
sehingga tinggi badan anak tidak sesuai dengan usianya sebagai akibat dari masalah gizi
kronis yaitu kekurangan asupan gizi dalam waktu yang lama. Kasus stunting di Indonesia
masih menjadi permasalahan besar yang memerlukan penanganan serius seluruh pihak,
sehingga saat ini Pemerintah Indonesia telah menjadikan program penanganan stunting
sebagai program prioritas nasional yang memerlukan penanganan secara terintegrasi guna
menekan peningkatan jumlah kasus (Hardianto rahman et.al. 2023).
Keadaan stunting akan terjadi pada anak balita usia 1.000 hari pertama kehidupan
(HPK) yang mengalami gagal tumbuh yang diakibatkan terjadinya gizi kronis
(Kementerian PPN/ Bappenas, 2018). Hal tersebut menyebabkan munculnya berbagai
kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak karena lebih rentan atau beresiko
menderita penyakit. Tidak jarang ditemui anak yang mengalami stunting mengalami
permasalahan dalam perkembangan otak dan tubuh. Anak-anak yang tergolong stunting
dapat terlihat pada panjang atau tinggi badannya lebih rendah dari standar nasional yang
dapat dilihat pada Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Akibat pada masa jangka
panjangnya, ketika dewasa nanti maka akan mempengaruhi produktivitas dan munculnya
berbagai penyakit kronis (Hardianto rahman et,al 2023).
stunting memiliki dampak pada kualitas sumber daya manusia baik itu dalam
jangka pendek dan juga jangka panjang (Kementerian PPN/ Bappenas, 2018). Dalam
jangka pendek, pada kasus stunting akan menyebabkan kegagalan dalam pertumbuhan
anak atau balita, mengalami hambatan dalam perkembangan kognitif dan motorik dari
anak, serta tinggi badan yang rendah serta gangguan kesehatan lainnya. Sedangkan dalam
jangka panjang, akan menyebabkan turunnya kapasitas intelektual atau kecerdasan pada
usia dewasa sehingga menyebabkan produktivitas yang rendah. Permasalahan
berkaitan dengan syaraf-syaraf dan sel otak sehingga penyerapan dalam proses
pembelajaran menjadi lambat serta munculnya penyakit-penyakit seperti diabetes,
jantung, stroke, hipertensi (Kementerian PPN/ Bappenas, 2018), resiko obesitas
(Hasanah et al., 2021)
Menurut data dunia prevalensi balita stunting yang di kumpul oleh WHO, pada
tahun 2020 sebanyak 22% atau sekitar 149,2 juta balita di dunia mengalami stunting
(World Health Organization 2021). Dari data indonesia pada tahun 2020 terdapat
26,92%, sedangkat di tahun 2021 turun dari 26,92% menjadi 24,4% di tahun 2022 turun
menjadi 21,6% (SSGI 2022). Adapun data dari provinsi aceh pada tahun 2021 mencapai
33,2%, namun hingga mei 2023, angka prevalensi tersebut turun menjadi 31,2 %.
Sedangkan di tahun 2022 angka stunting.
Selanjutnya data dari kabupaten simeulue pada tahun 2020 sebesar 40%, dan di
tahun 2021 turun menjadi 25,9%, sedangkan di tahun 2022 naik lagi sebesar 37,%. Dari
data kabupaten simeulue barat khusunya di puskesmas sanggiran, pada tahun 2020 balita
(sangat pendek) 37%, dan balita (pendek) 63%. Di tahun 2021 terdapat 100% ,dan di
tahun 2022 (balita pedek) 77%, dan balita sangat pendek sebanyak 23%.
Dari survei awal yang penulis lakukan langsung ke lapangan dimana dua orang ibu
mengatakan kurangnya pengetahuan tentang makanan yang di konsumsi oleh
anaknya,dua orang ibu lagi mengatakan kurangnya pendapatan ekonomi sehingga bahan
makanan tidak mencukupi ,satu ibu lagi mengatakan stuting di sebabkan oleh faktor
genetik.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang dari survei awal di atas maka, menjadi rumusan
masalah dalam penilitian ini adalah hubungan apa saja yang mempengaruhi kejadian
stunting dengan pola asu ibu di puskesmas sanggiran.

1.3 tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor ekonomi apa saja yang
mempengaruhi sehingga anak tersebut terkenak stunting.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui faktor pengetahuan


2. Untuk mengetahui faktor asupan makanan
3. Untuk mengetahui faktor ekonomi
4. Untuk mengetahui faktor infeksi

1.4 Mamfaat penelitian

1. Bagi institusi
2. Bagi masyarakat
3. Bagi penulis
4. Bagi penelitian selanjutnya untuk di jadikan referensi.

1.5 hipotesis penelitian

1. HO: ada pengaruh faktor pengetahuan terhadap tingginya pravalensi gizi kurang
2. HA: tidak ada pengaruh faktor pengetahuan terhadap tingginya prevensi
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi stunting
Berdasarkan penjelasan WHO stunting adalah gangguan tumbuh kembang
anak yang di sebabkan oleh kekurangnya asupan zat gizi, terserang infeksi,maupun
stimulasi yang memadai, stunting juga di lihat dari status gizi balita yang memiliki
panjang badan atau tinggi badan yang tergolong kurag jika di bandingkan dengan
umur. Difinisi stunting menurut kementrian kesehatan republik indonesia (2018)
adalah anak balita dengan nilai Z-Scroenya kurang dari -2 SD (stunted) dan kurang
dari -3 SD (seferali stunted). Balita/baduta (bayi dibawah usia dua tahun) yang
mengalami stunting akan memiliki tingkat berdasarkan tidak maksimal.
Stunting juga merupkan gangguan pertumbuhan karena malnutrisi yang
terjadi pada anak-anak berusia kurang dari lima tahun (rahayu, pamungkasari, &
wekadigunawan 2018). Stunting juga didefinisikan suatu kondisi dimana keadaan
tubuh pendek atau sangat pendek yang di dasarkan pada indeks panjang panjang
badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) dengan
ambang batas (zscore) antar -3 SD sampai dengan <-2SD (olsa, sulastri,& anas
2017). Istilah stunting sering juga di sebut dengan sebutan pendek, yang merujuk
pada gagalnya pertumbuhan fisik anak usia dibawah lima tahun karna kekurangan zat
gizi secara kronis dan terjadinya infeksi pada anak.
Stunting juga merupakan masalah gizi yang bersifat kronis karna menjadi
salah satu ke adaan mal nutrizi yang memiliki hubungan dengan tidak tercukupinya
zat gizi di masa lalu. Stunting dapat di cegah melalui intervensi gizi spesifik yang
ditunjukan dalam 100 HPK (ramayulis, dkk, 2018) dan pemenuhan gizi serta
pelanyanan kesehatan ke pada ibu hamil, pemenuhan kebutuhan kesehatan nutrisi
bagi ibu hamil, konsumsi protein pada menu harian untuk balita usia di atas 6 bulan
dengan kadar protein sesuai dengan usianya, mmenjaga sanitasi dan memenuhi
kebutuhan air bersih serta rutin membawa anak untuk mengikuti posyandu minimal 1
bulan sekali. Kejadian stunting sering dijumpai pada anak usia 12-36 ulan. Stunting
pada anak di bawah 5 tahun biasanya kurang di sadari karna perbedaan anak yang
stunting dengan anak yang normal pada usia tersebut tidak terlalu terlihat. Kondisi
stunting sulit di tangani bila anak suda memasuki usia 2 tahun (Anugraheni dan
kartasurya,2012).
2.1.1 Penyebab stunting
Faktor penyebab stunting dapat di kelompokan menjadi penyebab langsung
dan tidak langsung. Praktik pemberian kolostrom dan ASI eksklusif, pola konsumsi
anak, dan penyakit infeksi yang di derita anak menjadi faktor penyebab langsung
yang mempengaruhi status gizi anak dan bisa berdampak pada stunting. Sedangkan
penyebab tidak langsung adalah akses dan ketersediaan bahan makanan serta
sanitasi dan kesehatan lingkungan (Rosha et al., 2020).
Stunting pada anak di sebabkan oleh infeksi, asupan makanan, berat badan
lakhir, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan status perekonomian
keluarga (pengan et al, 2019). Selain itu diketahui pula bahwa cara pengasuhan ibu
dalam hal kesehatan maupun makanan juga dapat mempengaruhi anak stunting. Hal
ini dikarenakan orang tua memiliki latar belakang yang berbeda baik dari segi
pendidikan, pekerjaan, gizi keluarga dan jumla anggota keluarga (Apriluana &
Fikawati, 2018). Mencegah dan mengatasi stunting dapat di lakukan dengan
melakukan perubahan pada pola pengasuh orang tua yang sering kali melakukan
penekanan pada saat makan seringga berdampak pada prilaku makan makan anak
yang berbeda dengan anak lainya dalam kondisi nornal (Fadilla, 2021).
Stunting juga di sebabkan oleh permasalahan gizi yang tidak berimbang. Hal
ini karena ketidak adanya kecukupan asupan zat gizi jangka panjang yang
berpotensi pada kebutuhan gizi yang kurang mencukupi dari makanan. Stunting ini
terjadi pada saat banyi masi dalam kandungan akan tetapi tidak muncul sampai
anak berumur 2 tahun. Keterlambatan pertumbuhan juga memiliki efek yang
berpengaruh pada status kesehatan bagi anak tersebut (MCA indonesia 2015)
2.1.2 Cara pencegahan masalah stunting pada anak
Pencegahan stunting di pengaruhi oleh 3 faktor dasar diantaranya pola asuhan yang
baik, perbaikan gizi yang baik, dan perbaikan sanitasi dan air minum (P2PTM,2018).
a. Pola makan yang baik
Jumlah dan kualitas gizi makanan yang kurang merupakan salah satu
penyebab stunting, pada anak. Sebagai orang tua perlunya memberikan gizi
seimbang pada anak sehari-hari. Ada banyak cara untuk mencapai gizi yang
seimbang yakni perbanyak sumber protein, serta komsumsi sayuran dan buah.
Dalam satu piring, setengahnya dapat diisi sumber protein baik hewani
maupun nabati, buat proporsinya lebih banyak di bandingkan karbohidrat
sisahnya dapat di isi sayuran dan buah-buahan.
b. Pola asuhan yang baik
Pengasuhan orang tua sangat berperan dalam pencegahan stunting pada anak
termasuk dalam pemberian makanan menjadi penting. Edukasi tentang
kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja dalam hal ini dibutuhkan karna
mereka adalah calon ibu dan calon keluarga dengan pemahaman yang baik
masalah stunting dapat di cegah sejak ini. Berikan imunisai pada anak agar
anak mendapatkan kekebalana dari penyakit berbahanya. Anda dapat
mengaksesnya secara gratis di posyandu atau puskesmas.
c. Sanitasi dan akses air bersuh
Risiko pada anak dapat meningkat apabila akses air bersih dan sanitasi di
linkungan rumah buruk. Hrvard chan scool menyebut diare adalah faktor
ketiga yang memicu gangguan kesehatan pada anak.
d. Pemberian ASI esklutif hingga bayi berumur 6 bulan
e. Mengusahakan anak di berikan imunisasi setiap 1 bulan sekal
2.1.3 Ciri-ciri anak stunting
Anak yang pendek tidak serta merta di katakan stunting. Balita di katan stunting
apabila tinggi badannya berada di bawah kisaran normal dari standar tinggi badan
anak berdasarkan usia pada dua kali pemeriksaan berturut-turut, selain perawakan
tubuhnya yang pendek, adapun ciri-ciri dari stunting adalah sebagai berikut:
a. Tumbuh kembang lambat
b. Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya
c. Berat badan tidak aik bahkan akan cendrung menurun
d. Kemampuan fokus dan memori belajarna tidak baik
e. Anak cendrung lebih pendiam
f. Fase pertumbuhan gigi pada anak melambat
g. Dalam jangka panjang bagi anak perempuan berpotensi telat menstruasi
pertama
h. Anak lebih muda terserang/infeksi berbagai penyakit.
2.1.4 pengobatan stunting
pengobatan stunting dapat di sesuaikan dengan mengetahui penyebabnya, misalnya
dengan memperbaiki gizi, pemberian suplemen, atau menerapkan gaya hidup sehat.
Berikut upanya yang bisa dilakukan dokter dalam menangani stunting.
a. Mengobati penyakit yang mendasarinya
b. Menyarankan dan memberikan nutrisi tambahan
c. Memberikan suplemen
d. Menyarankan keluarga untuk mengajarkan anak menerapkan prilaku hidup
bersihdan memperbaiki sanitasi.
2.2 Difinisi balita
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih
popular dengan pengertian anak di bawah lima tahun. Balita adalah istilah umu
bagi anak usia 1-3 tahun(balita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia balita
anak masih tergantung penuh pada orang tua untuk melakukan kegiatan penting,
seperti mandi, buang air besar, makan, minum dan lainnya (Setyawati dan Hartini
2018).
Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan pada masa ini ditandai dengan
proses pertumbuhan dan perkmebangan yang sangat pesat dan di sertai dengan
perubahan yang memerlukan zat-zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan
kualitas yang tinggi (Ariani, 2017). Kesehatan seorang balita sangat di pengaruhi
gizi yang terserat di dalam tubuh kurang nya gizi yang di serap tubuh akan
mengakibatkan mudah terserang penyakit karna gizi memberikan pengaruh yang
besar terhadap kekebalan tubuh (gizi et,al 2018).
2.2.1 Pertumbuhan balita
Masa pertumbuhan balita membutuhkan zat gizi yang cukup, karna pada masa itu
pertumbuhan organ tubuh yang penting sedang mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Balita merupakan sekelompok masyrakat yang rentang gizi. Pada
kelompok tersebut mengalami siklus pertumbuhan dan perkembangan yang
mmebutuhkan zat-zat gizi yang lebih besar dari sekelompok umur yang lain
sehingga balita rentang terkena kelainan gizi ( nurtina et,al 2017).

Anda mungkin juga menyukai