Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan balita padadua tahun pertama kehidupan dicirikan dengan

pertambahan gradual, baik pada percepatan pertumbuhan linear maupun laju

pertambahan berat badan. Pertumbuhan bayi cenderung ditandai dengan pertumbuhan

cepat (growth spurt) yang dimulai pada usia 3 bulan hingga usia 2tahun, kemudian

pertumbuhan pada anak pada usia 2 tahun sampai usia anak 5 tahun menjadi lebih

lambatdibandingkan dengan ketika masih bayi, walaupun pertumbuhan terus

berlanjutdan akan memengaruhikemampuan motorik, sosial,emosional,dan

perkembangan kognitif (Astari, 2006).

Balita merupakan masa awal pertumbuhan yang sangat rentan terhadap

lingkungan sekitar. Pertumbuhan balita juga dipengaruhi oleh asupan gizi yang

diperolehnya. Status gizi adalah keadaan tubuhs ebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan gizi (Almatsier, 2003). Status gizi menurut Jahari (2000) merupakan

keadaan yang disebabkan oleh keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi dan

jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti

pertumbuhan fisik, perkembangan, aktifitas dan pemeliharaan kesehatan. Status gizi

merupakan salah satu faktor yang menentukan sumber daya manusia dan kualitas

hidup. Untuk itu, program perbaikan gizi bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi

konsumsi pangan, agar terjadi perbaikan status gizi masyarakat (Muchtadi,2002). Hal
itu dapat diartikan bahwa gizi sangat berperan penting terhadap pertumbuhan pada

usia balita.

Pada pertumbuhan awal balita, perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh

agar pada masa pertumbuhannya tidak terjadi kasus stunting. Stunting

menggambarkan status gizi yang kronik pada masa pertumbuhan dan

perkembangan pada awal kehidupan. Keadaan ini dilihat dari tinggi badan menurut

umur (TB/U) berdasarkan standar pertumbuhan menurut WHO (WHO, 2010).

Status gizi pada bayi sangatlah berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

perkembangan seperti pertumbuhan panjang bayi lahir yang pendek dapat

menyebabkan terjadinya stunting pada usia balita (Meilyasari dan Isnawati, 2014).

Faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting pada balita yaitu Asupan gizi atau

ASI Eklusif, status sosial ekonomi keluarga, pendidikan orang tua, pengetahuan

ibu tentang gizi (Fikadu et al, 2014).

Dampak balita Stunting terbagi menjadi dua yaitu: jangka Pendek (Masa Anak-

anak) adanya perkembangan menjadi terhambat, Penurunan Kognitif, penurunan

fungsi kekebalan tubuh, dan yang kedua adalah dampak dalam jangka panjang yaitu

Risiko penyakit degeneratif seperti Diabetes Millitus, Jantung Koroner, Hypertensi,

dan obesitas. Balita yang mengalami stunting memiliki risiko terjadinya penurunan

kemampuan intelektual, produktivitas, dan peningkatan risiko penyakit degenerative

dimasa mendatang (Anugraheni,2012). Hal ini dikarenakan anak stunting juga

cenderung lebih rentan terhadap penyakit infeksi, sehingga berisiko mengalami

penurunan kualitas belajar disekolah dan berisiko lebih sering absen (Yunitasari,

2012). Jika pada usia pertumbuhan balita sudah mengalami stunting, maka bisa
berakibat pertumbuhan masa depannya juga mengalami kekurangan. Kekurangan

masa mendatang yang disebabkan oleh stunting juga menyebabkan tingginya risiko

obesitas, karena orang dengan tubuh pendek, berat badan idealnya juga rendah.

Kenaikan berat badan beberapa kilo gram saja bias menjadikan Indeks Massa Tubuh

(IMT) orang tersebut naik melebihi batas normal. Keadaan overweight dan obesitas

yang terus berlangsung lama akan meningkatan risiko kejadian penyakit degeneratif.

Keadaan stunting balita tertinggi di dunia ditemukan di wilayah ASIa Tenggara

khususnya berada di negara India, Bangladesh dan Nepal. Dalam Negara terdiri atau

terbagi menjadi dua kelompok yaitu : (1) stunting antara 40% - 50% di Bangladesh,

Nepal dan India, dengan total 8,9 juta balita stunting Dengan tingkat stunting menjadi

rata-rata dua kali lebih tinggi dan (2) stunting antara 10% - 25% di Sri Lanka, dan

Thailand adalah 4,4 juta balita stunting di Asiaa Tenggara (WHO, 2016).

Kasus balita stunting di Indonesia masih banyak terjadi, khususnya di daerah

yang terpencil. Berdasarkan hasil SSGI tahun 2021 angka stunting secara nasional

mengalami penurunan sebesar 1,6 persen per tahun dari 27.7 persen tahun 2019

menjadi 24,4 persen tahun 2021. Hampir sebagian besar dari 34 provinsi

menunjukkan penurunan dibandingkan tahun 2019 dan hanya 5 provinsi yang

menunjukkan kenaikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa implementasi dari

kebijakan pemerintah mendorong percepatan penurunan stunting di Indonesia telah

memberi hasil yang cukup baik.

Prevalensi stunting di Sumatera Barat (2021) mengalami penurunan menjadi

23.3, angka tersebut juga lebih tinggi dibandingkan angka nasional 24.4," Saat ini

ada 9 Kabupaten/Kota dengan prevalensi stunting yang tinggi dari angka provinsi.
Antara lain Kab Solok 40,1 persen, Kab. Pasaman 30,2 persen, Kab. Sijunjung

30,1 persen, Kab. Padang Pariaman 28,3 persen, Kab. Lima Puluh Kota 28,2

persen, Kab. Kep. Mentawai 27,3 persen, Kab. Pesisir Selatan 25,2 persen, Kab.

Solok Selatan 24,5 persen dan Kab. Pasaman Barat 24,0 persen.

Masalahan Gizi ialah permasalahan dalam siklus kehidupan yang sangat

kompleks dan penting untuk segera ditangani hal ini dapat terjadi mulai dari bayi

masih dalam kandungan, balita, remaja, bahkan sampai dengan lanjut usia

(Normasia et al., 2020). Penanganan gizi buruk sangat terkait dengan strategi

sebuah bangsa dalam menciptakan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan

produktif. Upaya peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dimulai

dengan cara penanganan pertumbuhan anak melalui asupan gizi dan perawatan

yang baik, dimulai dari lingkungan keluarga. Dengan lingkungan keluarga sehat,

maka hadirnya infeksi menular ataupun penyakit masyarakat lainnya dapat

dihindari. Ditingkat masyarakat, faktor-faktor seperti lingkungan yang higienis,

ketahanan pangan keluarga, pola asuh terhadap anak, dan pelayanan kesehatan

primer sangat menentukan dalam membentuk anak yang tahan gizi buruk. Secara

makro, dibutuhkan ketegasan kebijakan, strategi, regulasi, dan koordinasi lintas

sektor dari pemerintah dan semua stakeholders untuk menjamin terlaksananya

poin-poin penting, seperti pemberdayaan masyarakat, pemberantasan kemiskinan,

ketahanan pangan, dan pendidikan yang secara tidak langsung akan mengubah

budaya buruk dan paradigma di tataran bawah dalam hal perawatan gizi terhadap

keluarga termasuk anak.


Berdasarkan latar belakang masalah maka peneliti tertarik meneliti mengenai

“Strategi penanganan Status Gizi Balita Stanting di puskesmas Pauh Kota Pariaman

Tahun 2022”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang diuraikan diatas dapat dirumuskan masalah dalam

penelitian ini adalah Bagaimana. Strategi penanganan Status Gizi Balita Stanting di

puskesmas Pauh Kota Pariaman Tahun 2022 ?.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi penanganan Status Gizi

Balita Stanting di puskesmas Pauh Kota Pariaman Tahun 2022.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian ini adalah :

a. Secara subyektif, bermanfaat bagi peneliti untuk melatih dan mengembangkan

kemampuan penulisan karya ilmiah.

b. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bisa memberi masukan yang

berguna bagi instansi terkait.

c. Secara akademis, peneliti diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai

bahan perbandingan untuk mahasiswa yang ingin melakukan penelitian

dibidang yang sama


1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah strategi penanganan Status Gizi Balita

Stanting di puskesmas Pauh Kota Pariaman Tahun 2022. Penelitian ini adalah

deskriptif kualitatif yakni sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati. Penelitian akan dilaksanakan di Puseksmas Pauh Pariaman Dalam

Menekan Laju Penderita Stunting di wilayah kerjanya. Sampel dalam penelitian

ini menggunakan teknik purposive sampling Untuk menganalisis Strategi

penanganan Status Gizi Balita Stanting di puskesmas Pauh Kota Pariaman Tahun

2022, penulis menggunakan teori yang dikemukakan Kooten Dalam Salusu

(2006:104-105) Tipe-tipe strategi meliputi: 1) Corporate Strategi (Strategi

Organisasi), 2) Program Strategy (Strategi Program), 3) Resouce Support

Strategy (Strategi Pendukung Sumber Daya).

1.6 Konsep Stanting

1.6.1 Pengertian Stunting

Stunting atau yang lebih dikenal dengan kekerdialan/pendek menurut

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018), merupakan masalah

kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu

yang cukup lama, yang menyebabkan adanya gangguan di masa depan yakni

mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang

optimal. Anak stunting mempunyai Intelligence Quotient (IQ) lebih rendah

dibandingkan rata –rata IQ anak normal.


Stunting menurut Trihono ( 2015), merupakan kondisi gagal tumbuh

pada anak (pertumbuhan otak dan tubuh) disebabkan kekurangan gizi.

Sehingga, anak lebih pendek atau perawakan lebih pendek dari anak normal

seusianya serta memiliki keterlambatan dalam berpikir. Umumnya disebabkan

asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting adalah status

gizi yang didasarkan pada pengukran BB/U atau TB/U dimana dalam standar

antropometri penilaian status gizi anak, dikatakan pendek apabila hasil

pengukuran berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3

SD (pendek/stunted) dan <-3 SD (sangat pendek/severely stunted).

Sedangkan menurut Sandra Fikawati (2017), prevalensi stunting mulai

meningkat diusia 3 bulan, kemudian proses stunting melambat pada saat anak

berusia 3 tahun. Terdapat perbedaan penafsiran kejadian stunting diantara

kedua kelompok usia anak. Pada anak yang berusia di bawah 2-3 tahun,

menggambarkan bahwa terjadi proses gagal bertumbuh atau stunting yang

masih sedang berlangsung/terjadi dan masih bisa diperbaiki. Sementara pada

anak yang berusia lebih dari 3 tahun, menggambarkan bahwa anak tersebut

telah mengalami kegagalan pertumbuhan atau telah menjadi stunting.

1.6.2 Upaya Pencegahan Stunting

Stunting dapat dicegah dengan beberapa langkah mengubah cara hidup

masyarakat atau tiap individu melalaui beberapa langkah seperti berikut:

a. Memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil yaitu dengan selalu mengonsumsi

makanan sehat dan bergizi maupun suplemen atas anjuran dokter pada ibu
hamil. Selain itu, wanita yang sedang menjalani proses kehamilan juga

sebaiknya rutin memeriksakan kesehatannya ke dokter atau bidan.

b. ASI Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan menurut hasil penelitian yang

dilakukan oleh Veronika Scherbaum, ahli nutrisi dari Universitas

Hohenheim, Jerman, menyatakan ASI ternyata berpotensi mengurangi

peluang stunting pada anak berkat kandungan gizi mikro dan makro. Oleh

karena itu, ibu dianjurkan untuk tetap memberikan ASI Eksklusif selama

enam bulan penuh tanpa makanan tambahan lain kepada sang buah hati.

c. Selalu memantau tumbuh kembang anak. Orang tua perlu terus memantau

tumbuh kembang anak mereka, terutama dari tinggi dan berat badan anak.

Bawa anak secara berkala ke Posyandu maupun klinik khusus anak.

Dengan begitu, ibu lebih mudah untuk mengetahui gejala awal gangguan

dan penanganannya.

d. Selalu memantau tumbuh kembang anak. Orang tua perlu terus memantau

tumbuh kembang anak mereka, terutama dari tinggi dan berat badan anak.

Bawa anak secara berkala ke Posyandu maupun klinik khusus anak.

Dengan begitu, ibu lebih mudah untuk mengetahui gejala awal gangguan

dan penanganannya.Selalu menjaga kebersihan lingkungan Seperti yang

diketahui, anak-anak sangat rentan akan serangan penyakit, terutama jika

lingkungan sekitar mereka kotor


1.7 Kerangka Teori

Stunting pada dasarnya disebabkan oleh kurangnya asupan gizi pada bahan

makanan yang dikonsumsi ibu hamil dan balita pada 1000 hari pertama

kehidupan (HPK). Menurut Supariasa (2012) stunting disebabkan oleh 2 sumber

yaitu, penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung

diantaranya yaitu asupan makanan dan keadaan kesehatan sedangkan penyebab

tidak langsung meliputi ketersediaan dan pola konsumsi rumah tangga, pola

pengasuhan anak, sanitasi lingkungan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan

yang ditentukan oleh sumber daya manusia, eknonomi dan organisasi melalui

faktor pendidikan. Penyebab paling mendasar dari tumbuh kembang adalah

masalah struktur politik, ideologi, dan sosial ekonomi yang dilandasi oleh

potensi sumber daya yang ada. stunting sangat beresiko bagi kelangsungan hidup

seorang individu yang dapat dilihat dari beberapa faktor antara lain sebagai

berikut :

a. Status Gizi yang menurut Arisman, (2005) merupakan sebuah penilaian

keadaan gizi yang diukur oleh seseorang pada satu waktu dengan

mengumpulkan data ya ngmenggambarkan kebutuhan tubuh seseorang

terpenuhi atau tidak.

b. Kebersihan Lingkungan Sanitasi yang baik akan mempengaruhi tumbuh

kembang seorang anak. Karena berdasarkan Kemenkes RI (2018) Sanitasi

dan keamanan pangan yang tidak baik dapat meningkatkan risiko

terjadinya penyakit infeksi seperti diare, cacingan, demam, malaria dan

beberapa penyakit lainnya.


c. Makanan Pendamping ASI Masalah kebutuhan gizi yang semakin tinggi

akan dialami bayi mulai dari umur enam bulan membuat seorang bayi

mulai mengenal Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Makanan

pendamping harus diberikan dengan jumlah yang cukup, sehingga baik

jumlah, frekuensi, dan menu bervariasi bisa memenuhi kebutuhan anak

d. ASI Eksklusif Air Susu Ibu (ASI) merupakan air susu yang dihasilkan

seorang ibu setelah melahirkan yang diberikan sejak bayi dilahirkan

hingga usia bayi 6 bulan tanpa memberikan makanan atau minuman

lainnya seperti susu formula, air putih, air jeruk kecuali vitamin dan obat

menurut Pollard, (2015) seorang anak yang minum ASI eksklusif

mempunyai tumbuh kembang yang baik, hal ini dikarenakan di dalam ASI

terdapat antibodi yang baik sehingga membuat anak tidak mudah sakit,

selain itu ASI juga mengandung beberapa enzim dan hormon).

e. Pendidikan Orang Tua dimana tingkat pendidikan orang tua yang rendah

juga mampu meningkatkan risiko terjadinya malnutrisi pada anak. Tingkat

pendidikan orang tua merupakan salah satu penyebab terjadinya stunting

hal ini dikarenakan menurut Adriani, (2012) pendidikan yang tinggi

dianggap mampu untuk membuat keputusan dalam meningkatkan gizi dan

kesehatan anak- anak. Pengetahuan yang tinggi juga mempengaruhi orang

tua dalam menentukan pemenuhan gizi keluarga dan pola pengasuhan

anak, dimana pola asuh yang tidak tepat akan meningkatkan risiko

kejadian stunting.
f. Pendapatan Orang Tua, stunting dan tingkat pendapatan keluarga memiliki

hubungan yang bermakna dengan kejadian stunting. Hal ini dikarenakan

keluarga dengan pendapatan yang rendah akan mempengaruhi dalam

penyediakan pangan untuk keluarga. Daya beli keluarga tergantung

dengan pendapatan keluarga, dengan adanya pendapatan yang tinggi maka

kemungkinan terpenuhinya kebutuhan makan bagi keluarga .

1.8 Metodelogi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni metode deskriptif kualitatif.

Menurut Maleong (2012:6) penelitian deskriptif kualitatif yakni sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam pendekatan kualitatif, peneliti

berusaha mengamati dan mengungkap realitas yang terjadi di lapangan kaitan dengan

Strategi Puseksmas Pauh Pariaman Dalam Menekan Laju Penderita Stunting di

wilayah kerjanya. Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive

sampling Menurut Sugiyono (2010:85), purposive sampling adalah teknik penentuan

sampel dengan pertimbangan tertentu. Merupakan pemilihan siapa subjek yang ada

dalam posisi terbaik untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. Karena itu,

menentukan subjek atau orang-orang terpilih harus sesuai dengan ciri-ciri khusus

yang dimiliki oleh sampel itu (Silalahi, 2010:272). Untuk menganalisis Strategi

penanganan Status Gizi Balita Stanting di puskesmas Pauh Kota Pariaman Tahun

2022, penulis menggunakan teori yang dikemukakan Kooten Dalam Salusu

(2006:104-105) Tipe-tipe strategi meliputi: 1) Corporate Strategi (Strategi


Organisasi), 2) Program Strategy (Strategi Program), 3) Resouce Support Strategy

(Strategi Pendukung Sumber Daya).

Anda mungkin juga menyukai