Anda di halaman 1dari 126

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peran orang tua sangat penting dalam menjaga lingkungan anak agar tetap
baik dengan membiasakan diri pada kebiasaan yang baik. Seorang anak akan
memiliki kepribadian yang baik jika ia hidup di lingkungan yang baik, oleh
karena itu. Seorang anak harus tumbuh dan berkembang sesuai dengan umur.
Salah satu gangguan pertumbuhan pada anak yaitu stunting (Nurfalah, 2019).
Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) (2017) Stunting adalah anak
balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2SD/standar deviasi (stunted) dan
kurang dari -3SD (severely stunted). Stunting yang ditandai dengan terlambatnya
pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tinggi badan
yang normal dan sehat sesuai dengan umur anak. Kekurangan gizi terjadi sejak
bayi bahkan dalam kandungan hingga dan pada masa awal setelah bayi lahir, akan
tetapi kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia dua tahun.
Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013, prevalensi stunting di Indonesia
mencapai 37,2% dan data dari Pemantauan Status Gizi 2016 mencapai 27,5%. Hal
ini berarti pertumbuhan yang tidak maksimal dialami oleh sekitar 8,9 juta anak
Indonesia atau 1 dari 3 anak Indonesia mengalami stunting. Berdasarkan data dari
Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2018 menyebutkan bahwa kejadian stunting
di pada tiga kabupaten tertinggi yaitu yang pertama Kabupaten Bangli 43,2%,
yang kedua Kabupaten Jembrana 29,1% dan yang ketiga Kabupaten Karangasem
26,2%. Berdasarkan data tersebut di Kabupaten Bangli saat ini memiliki angka
prevalensi tertinggi yaitu 43,2% anak yang mengalami stunting. Angka prevalensi
ini terbilang meningkat dibandingkan data pada tahun 2013 yaitu anak yang
mengalami stunting di Kabupaten Bangli berjumlah 40%.
Berdasarkan hasil pemantauan status gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bali
(2016) ditemukan beberapa penyebab anak mengalami stunting yaitu faktor gizi
buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Penyebab utama stunting
yaitu perilaku ibu hamil yang meliputi pengetahuan ibu hamil, sikap ibu hamil
serta tindakan apa saja yang sudah dilakukan untuk mencegah stunting.

1
Pengetahuan keluarga terutama pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi
sebelum dan pada masa kehamilan serta setelah ibu melahirkan, masih terbatasnya
layanan Antenatal Care (ANC). Pengetahuan ibu hamil dalam mengkonsumsi
tablet tambah darah. Ibu hamil yang mengalami kekurangan energi kronis (KEK)
berisiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Kurangnya
akses makanan bergizi hal ini dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia
masih tergolong mahal dan kurangnya akses air bersih dan sanitasi. Jika tidak
ditangani dengan baik, anak akan berisiko mengalami stunting (Dinkes Bali,
2016). Selain itu, stunting juga dapat disebabkan karena kurangnya kesadaran
masyarakat terkait faktor sanitasi atau kebersihan lingkungan.
Stunting dapat menyebabkan terganggunya perkembangan otak,
kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, gangguan metabolisme dalam tubuh,
mempengaruhi kemampuan kognitif dan prestasi belajar anak, menurunnya
kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, disabilitas pada usia tua, menculnya
penyakit degeneratif sehingga akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
anak di masa depan (Kemeskes R.I, 2016).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah stuntting
di masyarakat yaitu dengan membentuk suatu sistem kerja kolaborasi antar profesi
tenaga kesehatan. Upaya untuk mewujudkan kolaborasi antar tenaga kesehatan
adalah dengan memperkenalkan praktik kolaborasi melalui proses pendidikan
(WHO, 2010). Sebuah grand design tentang pembetukan karakter kolaborasi atau
Interprofessional Collaboration (IPC) adalah dalam sebuah bentuk pendidikan
yaitu berupa Interprofessional Education (IPE).
Interprofessional Education (IPE) terjadi ketika dua atau lebih profesi
kesehatan belajar bersama, belajar dari profesi kesehatan lain, dan mempelajari
peran masing-masing profesi kesehatan untuk meningkatkan kemampuan
kolaborasi dan kualitas pelayanan kesehatan. Interprofessional Education adalah
salah satu konsep pendidikan terintegerasi untuk peningkatan kemampuan
kolaborasi yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan. Dengan IPE diharapkan dapat mengurangi masalah-masalah dalam
masayarakat terkait dengan kesehatan.

2
Pengaplikasian Interprofesional Education dalam pemecahan masalah
kesehatan di masyarakat diwujudkan dengan dilaksanakannya kuliah kerja nyata
(KKN). Kuliah Kerja Nyata (KKN) bagi mahasiswa merupakan proses dalam
memberikan kesempatan pengalaman hidup ditengah masyarakat untuk
memahami dan menghayati kompleksitas permasalahan hidup, belajar
merumuskan pilihan pemecahannya dan belajar mendampingi upaya peningkatan
kualitas kesehatan masyarakat. Sedangkan bagi masyarakat sebagai wilayah dan
sasaran kuliah kerja nyata (KKN) diharapkan memberikan pencerahan dan
pemberdayaan agar mereka dapat menolong dirinya sendiri untuk meningkatkan
kualitas kesehatannya. Kegiatan kuliah kerja nyata ditekankan pada penguatan
upaya kesehatan masyarakat melalui pendekatan keluarga.
Kegiatan Kuliah Kerja Nyata Interprofesional Education melibatkan
seluruh profesi dan program studi di Politeknik Kementerian Kesehatan Denpasar.
Kegiatan ini diselenggarakan di dua Kabupaten di Provinsi Bali, salah satunya
yaitu Kabupaten Bangli.
Berdasarkan latar belakang diatas, kegiatan Kuliah Kerja Nyata
Interprofesional Education yang dilakukan Politeknik Kementerian Kesehatan
Denpasar mengangkat tema “Peningkatan Kemandirian Keluarga dalam
Pencegahan Stunting melalui Upaya 1000 Hari Pertama Kehidupan”.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata Interprofesional
Education dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara
interdisipliner di Desa Landih, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah melaksanakan KKN, mahasiswa diharapkan mempunyai
pengalaman dan ketrampilan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi
secara interdisipliner sehingga mampu melakukan komunikasi interprofesional,
kerjasama sebagai tim kesehatan dan manajemen konflik.

2. Tujuan khusus
a. Menerapkan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Melakukan kerjasama dalam tim.

3
c. Melakukan orientasi lapangan untuk mengenal kondisi wilayah.
d. Melakukan identifikasi permasalahan kesehatan yang ada di masyarakat.
e. Melakukan pengumpulan data kesehatan di masyarakat.
f. Melakukan pengolahan data kesehatan di masyarakat.
g. Melakukan analisis prioritas masalah kesehatan di masyarakat.
h. Menyusun rencana pemecahan masalah kesehatan di masyarakat.
i. Melaksanakan kegiatan pemecahan masalah kesehatan di masyarakat.
j. Menyusun laporan kegiatan pemecahan masalah kesehatan di masyarakat.

D. Manfaat
1. Bagi masyarakat
Dapat memberikan pencerahan dan pemberdayaan untuk peningkatan
kualitas kehidupannya.
2. Bagi mahasiswa
Dapat memberikan kesempatan pengalaman hidup ditengah masyarakat
untuk memahami dan menghayati kompleksitas permasalahan hidup, belajar
merumuskan pilihan pemecahannya dan belajar mendampingi upaya peningkatan
kualitas kehidupan masyarakat.
3. Bagi institusi pendidikan
Dapat menjadi akselerasi peningkatan sinergitas dan harmonisasi
hubungan institusional antara Perguruan dan masyarakat untuk peningkatan
performa pembangunan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Stunting
1. Pengertian stunting
Balita pendek (stunting) adalah masalah kurang gizi kronis yang
disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat
terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru muncul saat anak berusia dua
tahun. Stunting adalah status gizi yang didasarkan pada indeks BB/U atau TB/U
dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak, hasil pengukuran
tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD
(pendek/stunting) dan <-3 SD (sangat pendek/severely stunted) (Trihono dkk,
2015).
Stunting adalah keadaan tubuh yang pendek hingga melampaui deficit 2
SD dibawah median panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi referensi
internasional. Penyebab langsung stunting dan pertumbuhan terlambat yaitu factor
rumah tangga dna keluarga, pemberian makanan pendamping ASI yang tidak
mencukupi¸pemberian ASI dan terjadinya infeksi (WHO, 2014). Stunting dapat
diartikan sebagai kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan dimasa lalu
dan digunakan sebagai indicator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak.
Prevalensi stunting mulai meningkat pada usia 3 bulan, kemudian proses
stunting melambat pada saat anak berusia sekitar 3 bulan. Terdapat perbedaan
interpretasi kejadian stunting diantara kedua kelompok usia anak. Pada anak yang
berusia dibawah 2-3 tahun, menggambarkan proses gagal bertumbuh atau stunting
yang masih sedang berlangsung/terjadi. Sementara pada anak yang berusia lebih
dari 3 tahun, menggambarkan keadaan dimana anak tersebut telah mengalami
kegagalan pertumbuhan atau telah menjadi stunted. Stunting merupakan dampak
dari berbagai faktor seperti berat lahir yang rendah, stimulasi dan pengasuhan
anak yang kurang tepat, asupan nutrisi kurang dan infeksi berulang serta berbagai
faktor lingkungan lainnya (Sandra dkk, 2017).

5
2. Penyebab stunting
Kejadian stunting pada anak merupakan suatu proses komulatif menurut
beberapa penelitian, yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan
sepanjang siklus kehidupan. Proses terjadinya stunting pada anak dan peluang
peningkatan stunting terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan.
Pertumbuhan manusia merupakan hasil interaksi antara faktor genetik,
hormon, zat gizi dan energi dengan faktor lingkungan. Proses pertumbuhan
manusia merupakan fenomena yang kompleks yang berlangsung selama kurang
lebih 20 tahun lamanya, mulai dari kandungan sampai remaja yang merupakan
hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Pada anak-anak, penambahan
tinggi badan pada tahun pertama kehidupan merupakan yang paling cepat
dibandingkan periode waktu setelahnya. Pada usia 1 tahun, anak akan mengalami
peningkatan tinggi badan sampai 50% dari panjang badan lahir. Kemudian tinggi
badan tersebut akan meningkat 2 kali lipat pada usia 4 tahun dan 3 kali lipat pada
usia 13 tahun (Sandra dkk, 2017).
Periode pertumbuhan paling cepat pada masa anak-anak juga merupakan
masa dimana anak berada pada tingkat kerentanan paling tinggi. Kegagalan
pertumbuhan dapat terjadi selama masa gestasi (kehamilan) dan pada 2 tahun
pertama kehidupan anak atau pada masa 1000 hari pertama kehidupan anak.
Stunting merupakan indikator akhir dari semua faktor yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak pada 2 tahun pertama kehidupan yang
selanjutnya akan berdampak buruk pada perkembangan fisik dan kognitif anak
saat bertambah usia nantinya (Sandra dkk, 2017).
Pertumbuhan yang cepat pada masa anak membuat gizi yang memadai
menjadi sangat penting. Buruknya gizi selama kehamilan, masa pertumbuhan dan
masa awal kehidupan anak dapat menyebabkan anak menjadi stunting. Pada 1000
hari pertama kehidupan anak, buruknya gizi memiliki konsekuensi yang permanen
(UNICEF, 2013). Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stunting pada
anak. Faktor penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
faktor langsung dan faktor tidak langsung. Penyebab faktor langsung dari kejadian
stunting adalah asupan gizi dan adanya penyakit infeksi sedangkan faktor tidak

6
langsung adalah pola asuh, pelayanan kesehatan, ketersediaan pangan, faktor
budaya, ekonomi dan masih banyak lagi faktor lainnya (BAPPENAS, 2011).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi stunting
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan
oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Secara
lebih detail, beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian stunting dapat
digambarkan sebagai berikut:
a. Faktor langsung
1) Faktor ibu
Faktor ibu dapat dikarenakan nutrisi yang buruk selama prekonsepsi,
kehamilan dan laktasi. Selain itu juga dipengaruhi perawakan ibu seperti usia ibu
terlalu muda atau terlalu tua, pendek, infeksi, kehamilan muda, kesehatan jiwa,
BBLR, IUGR dan persalinan prematur, jarak persalinan yang dekat dan hipertensi
(Sandra dkk, 2017).
2) Faktor genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar mencapai proses pertumbuhan.
Melalui genetik yang berada di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat
ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Hal ini ditandai dengan intensitas
dan kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan,
umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang (Narsikhah, 2012). Menurut
Amigo et al., dalam Narsikhah (2012) salah satu atau kedua orang tua yang
pendek akibat kondisipatologi (seperti defiseiensi hormon pertumbuhan) memiliki
gen dalam kromosom yang membawa sifat pendek sehingga memperbesar
peluang anak mewarisi gen tersebut dan tumbuh menjadi stunting. Akan tetapi,
bila orang tua pendek akibat kekurangan zat gizi atau penyakit, kemungkinan
anak dpaat tumbuh dengan tinggi badan normal selama anak tersebut tidak
terpapar faktor risiko yang lain.
3) Asupan makanan
Kualitas makan yang buruk meliputi kualitas micronutrient yang buruk,
kurangnya keragaman dan asupan pangan yang bersumber dari pangan hewani,
kandungan tidka bergizi dan rendahnya kandungan energi pada complementary
foods. Praktik pemberian makanan yang tidak memadai, meliputi pemberian
makan yang jarang, pemberian makan yang tidak adekuat selama dan setelah

7
sakit, konsistensi pangan yang terlalu ringan, kuantitas pangan yang tidak
mencukupi, pemberian makan yang tidak berespon. Bukti menunjukkan
keragaman diet yang lebih bervariasi dan konsumsi makanan dari sumber hewani
terkait dengan perbaikan pertumbuhan linear. Analisis terbaru menunjukkan
bahwa rumah tangga yang menerapkan diet yang beragam, termasuk diet yang
diperkaya nutrisi pelengkap akan meningkatkan asupan gizi dan mengurangi
risiko stunting (Sandra dkk, 2017).
4) Pemberian ASI eksklusif
Masalah-masalah terkait praktik pemberian ASI meliputi Delayed
Initation, tidak menerapkan ASI eksklusif dan penghentian dini konsumsi ASI.
Sebuah penelitian membuktikan bahwa menunda inisiasi menyusu (Delayed
Initiation) meningkatkan kematian bayi. ASI eksklusif didefinisikan sebagai
pemberian ASI tanpa suplementasi makanan maupun minuman lain, baik berupa
air putih, jus, ataupun susu selain ASI. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama untuk
mencapai tumbuh kembang yang optimal. Setelah 6 bulan, bayi mendapatkan
makanan pendamping yang adekuat sedangkan ASI dilanjutkan sampai usia 24
bulan. Menyusui yang berkelanjutan selama dua tahun memberikan kontribusi
signifikan tehadap asuhan nutrisi penting pada bayi (Sandra dkk, 2017).
5) Faktor infeksi
Beberapa contoh infeksi yang sering dialami yaitu ineksi enterik seperti
diare, enteropati dan cacaing, dapat juga disebabkan oleh infeksi pernafasan
(ISPA), malaria, berkurangnya nafsu makan akibat serangan infeksi dan inflamasi.
Penyakit infeksi akan berdampak pada gangguan masalah gizi. Infeksi klinis
menyebabkan lambatnya pertumbuhan dan perkembangan, sedangkan anak yang
memiliki riwayat penyakit infeksi memiliki peluang mengalami stunting (Picauly
& Toy, 2013).
b. Faktor tidak langsung
1) Faktor sosial ekonomi
Status ekonomi yang rendah dianggap memiliki dampak yang signifikan
terhadap kemungkinan anak menjadi kurus dan pendek (UNICEF, 2013). Menurut
Bishwakarma dalam Khoirun dkk (2015), status ekonomi keluarga yang rendah
akan mempengaruhi pemilihan makanan yang dikonsumsinya sehingga biasanya

8
menjadi kurang bervariasi dan sedikit jumlahnya terutama pada bahan pangan
yang berfungsi untuk pertumbuhan anak seperti sumber protein, vitamin, dan
mineral, sehingga meningkatkan resiko kurang gizi.
2) Tingkat pendidikan
Pendidikan ibu yang rendah dapat mempengaruhi pola asuh dan perawatan
anak. Selain itu juga berpengaruh dalam pemilihan dan cara penyajian makanan
yang akan dikonsumsi oleh anaknya. Penyediaan bahan dan menu makan yang
tepat untuk balita dalam upaya peningkatan status gizi akan dapat terwujud bila
ibu mempunyai tingkat pengetahuan gizi yang baik. Ibu dengan Pendidikan
rendah antara lain akan sulit menyerap informasi gizi sehingga anak dapat
beresiko mengalami stunting (Sulastri, 2013)
3) Faktor gizi
Pengetahuan gizi yang rendah dapat menghambat usia perbaikan gizi yang
baik pada keluarga maupun masyarakat sadar gizi artinya tidak hanya mengetahui
gizi tetapi harus mengerti dan mau berbuat. Tingkat pengetahuan yang dimiliki
oleh seseorang tentang kebutuhan akan zat-zat gizi berpengaruh terhadap jumlah
dan jenis bahan makanan yang dikonsumsi. Pengetahuan gizi adalah salah satu
faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan dan status gizi. Ibu yang mempunyai
pengetahuan gizi akan memperhatikan kebutuhan gizi anaknya agar dapat
berkembang dengan optimal (Sulastri, 2013).
Sikap terhadap gizi merupakan kecenderungan seseorang untuk
menyetujui atau tidak menyetujui terhadap suatu pernyataan (ststement) yang
diajukan. Sikap terhadap gizi sering kali terkait erat dengan pengetahuan gizi.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.
Pengukuran yang dilakukan secara langsung yaitu dengan mewawancarai atau
memberi pertanyaan kepada responden mengenai pendapatnya tentang suatu
objek.
Tindakan yang dapat kita lakukan untuk mengatur gizi agar seimbang
yaitu dengan mengatur pola konsumsi. Serangkaian cara bagaimana makanan
diperoleh, jenis makanan yang dikonsumsi, jumlah makanan yang mereka makan
dan pola hidup mereka, termasuk berapa kali mereka makan atau frekuensi
makan. Faktor yang mempengaruhi pola komsumsi diantaranya ketersediaan

9
waktu, pengaruh teman, jumlah uang yang tersedia dan faktor kesukaan serta
pengetahuan dan pendidikan gizi (Suhardjo, 2006).
4) Faktor lingkungan
Lingkungan rumah, dapat dikarenakan oleh stimulasi dan aktivitas yang
tidak adekuat, penerapan asuhan yang buruk, ketidaknyamanan pangan, alokasi
pangan yang tidak tepat, rendahnya edukasi pengasuh. Anak-anak yang berasal
dari rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas air dan sanitasi yang baik berisiko
mengalami stunting (Putri dan Sukandar, 2012).
4. Dampak stunting
Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode
tersebut, dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak,
kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan metabolisme dalam tubuh.
Sedangkan dalam jangka panjang akibat buruk yang ditimbulkan adalah
menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan
tubuh sehingga mudah sakit dan resiko tinggi untuk munculnya pernyakit
diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke dan
disabilitas pada usia tua, serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat
pada rendahnya produktifitas ekonomi (Kemenkes R.I, 2006).
Masalah gizi khususnya anak pendek, menghambat perkembangan anak
muda dengan dampak negatif yang akan berlangsung selam hidupnya. Studi
menunjukkan bahwa anak pendek berhubungan dengan prestasi pendidikan yang
buruk, lama pendidikan yang menurun dan pendapatan yang rendah bagi orang
dewasa. Anak-anak pendek menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk
tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang pendidikan, miskin, kurang sehat dan
lebih rentan terhadap penyakit menular. Oleh karena itu, anak pendek merupakan
predictor buruknya kualitas sumber daya manusia yang diterima secara luas yang
selanjutnya menurunkan kemampuan produktif suatu bangsa di masa mendatang
(UNICEF, 2012).
Stunting memiliki konsekuensi ekonomi yang penting untuk laki-laki dan
perempuan di tingkat individu, rumah tangga dan masyarakat. Bukti yang
menunjukkan hubungan antara perawakan orang dewasa yang lebih pendekdan
hasil pasar tenaga kerja seperti penghasilan yang lebih rendah dan produktifitas

10
yang lebih buruk (Hoddinott et al, 2013). Proses stunting disebabkan oleh asupan
zat gizi yang kurang dan infeksi yang berulang yang berakibat pada terlambatnya
perkembangan fungsi kognitif dan kerusakan kognitif permanen. Pada wanita,
stunting dapat berdampak pada perkembangan dan pertumbuhan janin saat
kehamilan, terhambatnya proses melahirkan serta meingkatkan risiko
underweight dan stunting pada anak yang dilahirkannya, yang nantinya juga dapat
membawa risiko kepada gangguan metabolisme dan penyakit kronis saat anak
tumbuh dewasa (Sandra dkk, 2017).
5. Upaya dalam mencegah stunting
Upaya pencegahan stunting sudah banyak dilakukan di negara-negara
berkembang berkaitan dengan gizi pada anak dan keluarga. Menurut World
Health Organization (WHO) (2010), upaya tersebut dijabarkan sebagai berikut:
a. Zero hunger strategy
Strategi uyang mengkoordinasikan program dari sebelas kementerian yang
berfokus pada yang termiskin dari kelompok miskin.
b. Dewan nasional pangan dan keamanan gizi
Monitor strategi untuk memperkuat pertanian keluarga, dapur umum dan strategi
untuk meningkatkan makanan sekolah dan promosi kebiasaan makanan sehat.
c. Bolsa familia program
Menyediakan transfer tunai bersyarat utnuk 11 juta keluarga miskin. Tujuannya
adalah untuk memecahkan siklus kemiskinan antar generasi.
d. Sistem surveilans pangan dan gizi
Pemantauan berkelanjutan dari status gizi populasi dan yang determinan.
e. Strategi kesehatan keluarga
Menyediakan perawatan kesehatan yang berkualitas melalui strategi perawatan
primer.
Menurut Lancet pada Asia Pasific Regional Workshop (2010) upaya
pencegahan stunting diantaranya:
a. Edukasi kesadaran ibu tentang ASI Eksklusif (selama 6 bulan)
b. Edukasi tentang MP-ASI yang beragam (6 bulan – 2 tahun)
c. Intervensi mikronutrien melalui fortifikasi dan pemberian suplemen
d. Iodisasi garam secara umum
e. Intervensi untuk pengobatan malnutrisi akut yang parah
f. Intervensi tentang kebersihan dan sanitasi
Di Indonesia upaya pencegahan stunting diungkapkan oleh Bappenas
(2011) yang disebut strategi 5 pilar, yang terdiri dari:
a. Perbaikan gizi masyarakat terutama pada pra hamil, hamil dan anak

11
b. Penguatan kelembagaan pangan dan gizi
c. Peningkatan aksesbiliti pangan yang beragam
d. Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat
e. Peningkatan pengawasan mutu dan keamanan pangan
Mencegah stunting dengan strategi nasional Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM). STBM merupakan pendekatan untuk merubah perilaku
hygiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan.
Pada tahun 2014, naungan hukum pelaksanaan STBM diperkuat dengan
dikeluarkannya PERMENKES Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total
Berbabis Masyarakat. Dalam PERMENKES tersebut terdapat 3 komponen
strategi penyelenggaraan STBM yang saling mendukung satu sama lain yaitu :
a. Penciptaan lingkungan yang kondusif (enabling environment)
b. Peningkatan kebutuhan sanitasi (demand creation)
c. Peningkatan penyediaan akses sanitasi (supply improvement)
Apabila salah satu dari komponen STBM tersebut tidak ada maka proses
pencapaian 5 (lima) pilar STBM tidak maksimal. 5 (lima) pilar tersebut yaitu :
a. Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS)
b. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
c. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAM-RT)
d. Pengelolaan sampah rumah tangga dengan aman
e. Pengelolaan limbah cair rumah tangga dengan aman

B. Anemia pada Ibu Hamil


1. Pengertian anemia pada ibu hamil
Menurut WHO anemia pada ibu hamil adalah kondisi ibu dengan kadar
hemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 11,0gr% sebagai akibat
ketidakmampuan jaringan pembentuk sel darah merah (erytrhropoetic) dalam
produksinya untuk mempertahankan kosentrasi Hb pada tingkat normal (Asyirah,
2012). Anemia pada kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai Hb di
bawah 11 g5% pada trimester I dan III, atau kadar nilai Hb kurang dari 10,5 gr%
pada trimester II (Asyirah, 2012).
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar Hb dibawah 11
gr/dl pada trimester I dan II, kadar Hb <10,5 gr/dl pada trimester ke II. Nilai batas
tersebut terjadi karena hemodialisis terutama pada trimester II (Salmariantity,
2012).

12
2. Klasifikasi anemia
Berdasarkan WHO, kadar hemoglobin pada ibu hamil dapat di bagi
menjadi 3 kategori sebagai berikut:
a. Normal : >11 gr%
b. Anemia Ringan : 8-10 gr%
c. Anemia Berat : <8 gr%
Klasifikasi anemia pada ibu hamil menurut Prawirohardjo dalam Asyirah
(2012) yaitu:
1) Anemia defisiesi besi
Anemia yang paling sering dijumpai dalam kehamilan adalah anemia
akibat kekurangan zat besi karena kurangnya asupan unsur besi dalam makanan,
gangguan penyerapan, peningkatan kebutuhan zat besi atau karena terlampau
bayaknya zat besi yang keluar dari tubuh, misalnya perdarah. Anemia ini
mempunyai ciri yaitu ukuran sel darah merah lebih dari ukuran normal dan warna
coklat, yang disebabkan kekurangan ion Fe komponen Hb dan disertai dengan
penurunan kuantatif pada sintesa Hb. Patofisiologi simpanan zat besi habis, kadar
serum menurun, dengan gejala klinis timbul karena jumlah Hb tidak adekuat
untuk mengangkat oksigen ke jaringan tubuh. Manifestasi klinik pucat, vertigo,
keletihan, sakit kepala, deprsi, takikardi, dan amenorhe
2) Anemia Haemolitik
Anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah
yang lebih cepat dari pembiatannya. Gejala utama adalah anemia dengan
kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi
bila terjadi kelainan pada organ-organ vital. Wanita dengan anema hemolitik sukar
menjadi hamil, apabila hamil maka aneminya biasanya menjadi berat
3) Anemia Megaloblastik
Sekelompok anemia yang ditandai oleh adanya eritoblas yang besar yang
terjadi akibat gangguan maturasi inti sel yang dinamakan megaloblas, anemia
megaloblas disebabkan oleh difisiensi B12, asam folat, gangguan metabolism
vitamin B12 dan asam folat, gangguan sintesis DNA akibat dari defisiensi enzim
congenital dan didapat setelah pemberian obat sitostatik tertentu, patofisiologinya
defisiesi asam folat dan vitamin B12 jelas akan menganggu sintesis DNA higga
terjadi gangguan maturasi inti sel dengan akibat timbulnya sel-sel megaloblas
4) Anemia Hipoplastik
Anemia hipoplastik dalam kehamilan terjadi karena sumsum tulang tidak
mampu membuat sel-sel darah baru. Penyebab anemia hingga kini belum

13
diketahui dengan pasti, kecuali yang disebabkan oleh sepsis, sinar rontgen, racun
dan obat-obatan
3. Etiologi
Penyabab anemia pada umunya menurut Salmariantity (2012) yaitu:
1) Kurangnya gizi (malnutrisi)
2) Kurangnya zat besi besi dalam diet
3) Malabsorpsi
4) Kehilangan darah banyak: persalinan yang lalu, haid, dan lain-lain
5) Penyakit-penyakit kronik: TBC, cacing usus, malaria
Etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan menurut Prawirohardjo
dalam Salmariantity (2012) yaitu:
1) Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengencera darah
2) Pertambahan darah tidak seimbang dengan pertambahan plasma
3) Kurangya zat besi dalam makanan
4) Kekurangnya zat besi, vitamin B6, vitamin B12, vitamin C, dan asam folat
5) Gagguan pencernaan dan abortus
6) Perdarahan kronik
7) Kehilangan darah akibat perdarahan dalam atau siklus haid wanita
8) Terlalu sering menjadi donor darah
9) Gangguan penyerapan nutrisi (malabsorpsi)
Sebagian besar penyebab anemia di Indonesia adalah kurangnya kadar Fe
yang diperlukan untuk pembetukan Hb sehingga disebut anemia defisiensi Fe.
Penyebab terjadinya anemia Fe pada ibu hamil disebabkan oleh dua faktor, yaitu
faktor langsung dan tidak langsung. Secara langsung anemia disebabkan oleh
seringnya mengkonsumsi zat penghambat absorsi Fe, kurangnya mengkonsumsi
promoter absorsi non Fe serta ada infeksi parasit. Sedangkan faktor yang tak
langsung yaitu faktor-faktor yang secara tak langsung mempengaruhi kadar Hb
seseorang dengan mempengaruhi ketersediaan Fe dalam makanan seperti ekonomi
yang masih rendah, atau rendahnya pendidikan dan pengetahuan (Prawirohardjo
dalam Asyirah, 2012)
Secara umum anemia pada kehamilan disebabkan oleh (Asyirah, 2012)
a) Meningkatnya kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan janin
b) Kurangnya asupan zat besi yang dikonsumsi oleh ibu hamil
c) Pola makan ibu terganggu akibat mual selama kehamilan
d) Adanya kecenderungan rendahnya cadangan zat besi (Fe) pada wanita akibat
persalinan sebelumnya dan menstruasi
4. Faktor risiko

14
Menurut Nurhidayati (2013), faktor-faktor yang memengaruhi anemia pada
ibu hamil yaitu:
1) Faktor dasar
a) Sosial ekonomi
Pada ibu hamil dengan tingkat sosial ekonomi yang baik, otomatis akan
mendapatkan kesejahteraan fisik dan psikologis yang baik pula. Status gizipun
akan meningkat karena nutrisi yang didapatkan berkualitas. Tingkat sosial
ekonomi terbukti sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan fisik dan
psikologis ibu hamil
b) Pengetahuan
Tingkatan pengetahuan ibu mempengaruhi perilakunya, makin tinggi
pendidikan atau pengetahuannya, makin tinggi kesadaran untuk mencegah
terjadinya anemia
c) Pendidikan
Pendidikan yang baik akan mempermudah untuk mengadopsi pengetahuan
tentang kesehatannya. Rendahnya tingkat pendidikan ibu hamil dapat
menyebabkan keterbatasan dalam upaya menangani masalah gizi dan kesehatan
keluarga
2) Faktor tidak langsung
a) Kujungan antenatal care (ANC)
Antenatal Care adalah pengawasan sebelum persa linan terutama pada
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Kasus anemia defisiensi gizi
umumnya selalu disertai dengan mal nutrisi infestasi parasit, semua ini berpangkal
pada keengganan ibu untuk menjalani pengawasan antenatal
b) Umur ibu
Semakin muda dan semakin tua umur seorang ibu yang sedang hamil,
akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan. Umur muda (<20
tahun) perlu tambahan gizi yang banyak karena selain digunakan untuk
pertumbuhan dan perkembangan dirinya sendiri juga harus berbagi dengan janin
yang sedang dikandung. Sedangkan untuk umur yang tua diatas 30 tahun perlu
energi yang besar juga karena fungsi organ yang makin melemah dan diharuskan
untuk bekerja maksimal maka memerlukan tambahan energy yang cukup guna
mendukung kehamilan yang sedang berlangsung
3) Faktor langsung
a) Kecukupan konsumsi tablet besi
Tablet besi adalah tablet tambah darah untuk menanggulangi anemia gizi
besi yang diberikan kepada ibu hamil

15
b) Jarak kehamilan
Ibu dikatakan terlalu sering melahirkan bila jaraknya kurang dari 2 tahun.

c) Paritas
Paritas adalah kelahiran setelah gestasi 20 minggu, tanpa memperhatikan
apakah bayi hidup atau mati. Paritas ibu merupakan frekuensi ibu pernah
melahirkan anak hidup atau mati, tetapi bukan aborsi.
d) Status gizi
Kekurangan gizi tentu saja akan menyebabkan akibat yang buruk bagi ibu
dan janin. Ibu dapat menderita anemia, sehingga suplai darah yang mengantarkan
oksigen dan makanan pada janin akan terhambat, sehingga janin akan mengalami
gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Oleh karena itu pemantauan gizi ibu
hamil sangatlah penting dilakukan.
5. Manifestasi klinis
Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat.
Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya volume darah,
berkurangnya Hb dan vasokontriksi untuk memaksimalkan pengiriman oksigen ke
organ-organ vital. Warna kulit bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya
untuk pucat karena dipengaruhu oleh pigmentasi kulit, suhum kedalaman serta
distribusi bantalan perifer. Bantalan kuku, telapak tangan dan membrane mukosa
mulut serta konjungtiva merupakan indicator yang lebih baik untuk menilai pucat
(Asyirah, 2012).
Penderita anemia biasanya ditandai dengan mudah lemah, letih, lesu,
nafas, pendek, muka pucat, susah berkonsentarsi serta fatigue atau rasa lelah yang
berlebihan, gejala ini disebabkan karena otak dan jantung mengalami kekurangan
distribusi oksigen dari dalam darah. Denyut jantung penderita anemia biasanya
lebih cepat karena berusaha megkompensasi kekurangan oksigen dengan
memompa darah lebih cepat. Akibatnya kemampuan kerja dan kebugaran tubuh
menurun. Jika kondisi ini berlangsung lama, kerja jantung menjadi berat dan bisa
menyebabkan gagal jantung kongestif. Anemia zat besi juga bisa menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh sehingga tubuh-tubuh mudah terinfeksi
(Salmariantity, 2012).

16
Menurut Sohimah dalam Asyirah (2012), tanda dan gejala anemia pada
kehamilan yaitu:
a) Lemah, letih, lesu, muda lelah dan lalai
b) Wajah tampak pucat
c) Sering pusing
d) Mata berkunang-kunang
e) Nafsu makan berkurang
f) Sulit berkonsentrasi dan mudah lupa
g) Sering sakit
h) Nafas pendek (pada anemia berat)
i) Keluhan mual mutah lebih hebat pada kehamilan muda
6. Patofisiologi
Perubahan hermatologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena
perubahan sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta dan pertumbuhan
payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester II kehamilan
dan maksimum terjadi pada bulan ke-9 dan meningkat sekitar 1000 ml, menurun
sedikit menjelang atern serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi
yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasma, yang menyebabkan
peningkatan sekresi aldesteron (Rukiah dalam Hutabarat, H., 2011).
Selama kehamilan kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat sekitar 800-
1000 mg untuk mencukupi kebutuhan seperti terjadi peningkatan sel darah merah
membutuhkan 300-400 mg zat besi dan mencapai puncak pada usia kehamilan 32
minggu, janin membutuhkan zat besi sekitar 100-200 mg dan sekitar 190 mg
terbuang selama melahirkan. Dengan demikian jika cadangan zat besi sebelum
kehamilan berkurang maka pada saat hamil pasien dengan mudah mengalami
kekurangan zat besi (Riswan dalam Hutabarat, H., 2011).
Gangguan pencernaan dan absorbs zat besi bisa menyebabkan seseorang
mengalami anemia defisiensi besi. Walaupun cadangan zat besi didalam tubuh
mencukupi dan asupan nutrisi dan zat besi yang adikuat tetapi bila pasien
mengalami gangguan pencernaan maka zat besi tersebut tidak bisa diabsorbsi dan
dipergunakan oleh tubuh (Riswan dalam Hutabarat, H., 2011).
Anemia defisiensi besi merupakan manifestasi dari gangguan
keseimbangan zat besi yang negatif, jumlah zat besi yang diabsorbsi tidak
mencukupi kebutuhan tubuh. Pertama-tama untuk mengatasi keseimbanganyang
negatif ini tubuh menggunakan cadangan besi dalam jaringan cadangan. Pada saat

17
cadangan besi itu habis barulah terlihat tanda dan gejala anemia defisiensi besi
(Riswan dalam Hutabarat, H., 2011).
Berkembangnya anemia dapat melalui empat tingkatan yang masing-
masing berkaitan dengan ketidaknormalan indikator hematologis tertentu.
Tingkatan pertama disebut dengan kurang besi laten yaitu suatu keadaan dimana
banyaknya cadangan besi yang berkurang dibawah normal namun besi didalam
sel darah merah dari jaringan tetap masih normal. Tingkatan kedua disebut anemia
kurang besi dini yaitu penurunan besi cadangan terus berlangsung sampai atau
hampir habis tetapi besi didalam sel darah merah dan jaringan belum berkurang.
Tingkatan ketiga disebut dengan anemia kurang besi lanjut yaitu besi didalam sel
darah merah sudah mengalami penurunan namun besi dan jaringan belum
berkurang. Tingkatan keempat disebut dengan kurang besi dalam jaringan yaitu
besi dalam jaringan sudah berkurang atau tidak ada sama sekali (Kusharto dalam
Hutabarat, H., 2011).
7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Masrizal (2007), berikut pemeriksaan penunjang:
a) Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun
b) Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik
c) Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurun
d) Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkat
e) sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat
Menurut Masrizal (2007), Ada tiga uji laboratorium yang dipadukan
dengan pemeriksaan kadar Hb agar hasil lebih tepat untuk menentukan anemia
gizi besi. Untuk menentukan anemia gizi besi yaitu:
a) Serum ferritin (SF)
Ferritin diukur untuk mengetahui status besi di dalam hati. Bila kadar SF <
12 mg/dl maka orang tersebut menderita anemia gizi besi.
b) Transferin saturation (ST)
Kadar besi dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) dalam serum
merupakan salah satu menentukan status besi. Pada saat kekurangan zat besi,
kadar besi menurun dan TIBC meningkat, rasionya yang disebut dengan TS. TS <
dari 16 % maka orang tersebut defisiensi zat besi
c) Free erythocyte protophorph
Bila kadat zat besi dalam darah kurang maka sirkulasi FEB dalam darah
meningkat. Kadar normal FEB 35-50 mg/dl RBC.
8. Penatalaksanaan

18
Dalam mengatasi masalah anemia pada ibu hamil, berikut meupakan
penatalaksaan menurut (Masrizal, 2007):
a) Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan
Mengkonsumsi pangan hewani dalam jumlah cukup. Namun karena
harganya cukup tinggi sehingga masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu
diperlukan alternatif yang lain untuk mencegah anemia gizi besi.
Memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling
melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi,
seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250
mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Buah-
buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses pemasakan 50-
80 % vitamin C akan rusak. Mengurangi konsumsi makanan yang bisa
menghambat penyerapan zat besi seperti: fitat, fosfat, tannin.
b) Suplementasi zat besi
Pemberian suplemen besi menguntungkan karena dapat memperbaiki
status hemoglobin dalam waktu yang relatif singkat. Di Indonesia pil besi yang
umum digunakan dalam suplementasi zat besi adalah frrous sulfat. Program
pemerintah saat ini, setiap ibu hamil mendapatkan tablet besi 90 tablet selama
kehamilannya. Tablet besi yang diberikan mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60
mg) dan asam folat 0,25 mg. program tersebut bertujuan mencegah dan
menangani anemia pada ibu hamil
c) Pemberian suplement Fe untuk anemia berat dosisnya adalah 4-6mg/Kg
BB/hari dalam 3 dosis terbagi. Untuk anemia ringan-sedang : 3 mg/kg BB/hari
dalam 3 dosis terbagi
d) Mengatur pola diet seimbang berdasarkan piramida makanan sehingga
kebutuhan makronutrien dan mikronutrien dapat terpenuhi.
e) Terapi jus jambu biji sebagai peningkatan kadar Hb

9. Pencegahan
Upaya yang dilakukan dalam pencegahandan penanggulangan anemia
adalah (Masrizal 2007) :
a) Suplementasi tabet Fe
b) Fortifikasi makanan dengan besi
c) Mengubah kebiasaan pola makanan dengan menambahkan konsumsi pangan
yang memudahkan absorbsi besi seperti menambahkan vitamin C.

19
d) Penurunan kehilangan besi dengan pemberantasan cacing. Dalam upaya
mencegah dan menanggulangi anemia adalah dengan mengkonsumsi tablet
tambah darah. Telah terbukti dari berbagai penelitian bahwa suplementasi, zat besi
dapat meningkatkan kada Hemoglobin
e) Pengobatan Anemia Defisiensi Besi
Sejak tahun 1997 pemerintah telah merintis langkah baru dalam mencegah
dan menanggulangi anemia, salah satu pilihannya adalah mengkonsumsi tablet
tambah darah. Telah terbukti dari berbagai peneltian bahwa suplemen zat besi
dapat meningkatkan hemoglobin.
f) Membatasi konsumsi bahan makanan yang dapat menghambat absorpsi besi
seperti bahan makanan yang mengandung polifenol atau pitat
10. Bahaya dan Dampak Anemia pada Kehamilan
1) Bahaya selama kehamilan
a) Dapat terjadi abortus
b) Persalinan prematuritas
c) Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim
d) Mudah terjadi infeksi
e) Ancaman decompensasi cordis atau payah jantung (Hb<6gr%)
f) Molahidatidosa (hamil anggur)
g) Hipermisis gravidarum (mual muntah saat hamil muda)
h) Perdarahan antepartum (sebelum melahirkan)
i) Ketuban Pecah Dini (KPD) sebelum proses melahirkan
(Salmariantity, 2012)
2) Bahaya saat persalinan
a) Gangguan his-kekuatan mengejam
b) Kala pertma dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlatar
c) Kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering
memerlukan tindakan operasi kebidanan
d) Kala uri dapat diikuti retensi placenta (plasenta tidak terlepas dengan
spontan), dan perdarahan postpartum (setelah melahirkan) karena atonia uteri
(rahim tidak berkontraksi)
(Salmariantity, 2012)
3) Bahaya pada kala nifas
a) Terjadi subinvolusi uteri menimbulkan perdarahan postpartum
b) Memudahkan infeksi puerperium (daerah di bawah geniatalia)
c) Pengeluaran ASI berkurang
d) Terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan
e) Anemia kala nifas (masa setelah melahirkan hingga 42 hari)
f) Mudah terjadi infeksi mamae (payudara)
(Salmariantity, 2012)

20
4) Bahaya pada janin
a) Abortus
b) Terjadi kematian intrauterine (dalam rahim)
c) Persalinan prematuritas tinggi
d) Berat badan lahir rendah
e) Kelahiran dengan anemia
f) Dapat terjadi cacat bawaan
g) Bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal
h) Intelegensia rendah
(Salmariantity, 2012)

C. Kehamilan Risiko Tinggi


1. Pengertian
Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang akan menyebabkan
terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar baik pada ibu maupun pada
janin dalam kandungan dan dapat menyebabkan kematian, kesakitan, kecacatan,
ketidak nyamanan dan ketidak puasan.Dengan demikian untuk mengahadapi
kehamilan atau janin risiko tinggi harus diambil sikap proaktif, berencana dengan
upaya promotif dan preventif.Sampai pada waktunya, harus diambil sikap tepat
dan cepat untuk menyelamatkan ibu dan bayinya atau hanya dipilih ibunya
saja.Keadaan yang dapat meningkatkan risiko kematian ibu secara tidak langsung
disebut sebagai faktor risiko, semakin banyak faktor risiko yang ditemukan pada
kehamilan maka semakin tinggi pula risikonya. Komplikasi pada saat kehamilan
dapat dikategorikan dalam risiko kehamilan, sebanyak 90% penyebab kematian
terjadi karena komplikasi obstetric yang tidak terduga saat kehamilan, saat
persalinan atau pasca persalinan dan 15% kehamilan diperkirakan berisiko tinggi
dan dapat membahayakan ibu dan janin.(Manuaba, 2010)
2. Kriteria kehamilan berisiko
Kehamilan berisiko terbagi menjadi tiga kriteria yang dituangkan dalam
bentuk angka atau skor. Angka bulat yang digunakan dalam penilaian yaitu 2, 4
dan 8 pada setiap variabel dan kemudian dijumlahkan menjadi total skor
akhir.Berdasarkan total skor kehamilan berisiko dibedakan menjadi:
(Cunningham,2006).
a. Kehamilan risiko rendah (KRR)

21
Kehamilan risiko rendah dimana ibu seluruh ibu hamil berisiko terhadap
kehamilanya untuk ibu hamil dengan kehamilan risiko rendah jumlah skor 2 yaitu
tanpa adanya masalah atau faktor risiko. Persalinan dengan kehamilan risiko
rendah dalam dilakukan secara normal dengan keadaan ibu dan bayi sehat, tidak
dirujuk dan dapat ditolong oleh bidan.
b. Kehamilan risiko tinggi (KRT)
Kehamilan risiko tinggi dengan jumlah skor 6 - 10, adanya satu atau lebih
penyebab masalah pada kehamilan, baik dari pihak ibu maupun bayi dalam
kandungan yang memberi dampak kurang menguntungkan baik bagi ibu atau
calon bayi. Kategori KRT memiliki risiko kegawatan tetapi tidak darurat.
c. Kehamilan risko sangat tinggi (KRST)
Kehamilan risiko sangat tinggi (KRST) dengan jumlah skor ≥ 12. Ibu
hamil dengan dua atau lebih faktor risiko meningkat dan memerlukan ketepatan
waktu dalam melakukan tidakan rujukan serta pertolongan persalinan yang
memadai di Rumah Sakit ditantangani oleh Dokter spesialis. (Mochtar,2003)
3. Pengelompokan faktor risiko tinggi kehamilan
a. Faktor risiko tinggi menjelang kehamilan.
Faktor genetika yaitu faktor keturunan dan faktor lingkungan yang
dipengaruhi oleh pendidikan dan sosial.
b. Faktor risiko tinggi yang bekerja selama hamil atau keadaan yang dapat
merangsang kehamilan.
Kebiasaan ibu seperti merokok, minum minuman alkohol, kecanduan obat
dll. Penyakit yang mempengaruhi kehamilan misalnya hipertensi gestasional,
toksemia gravidarum. (Mochtar, 2003)
4. Batasan faktor risiko
Ada Potensi Gawat Obstetri (APGO) merupakan banyak faktor atau
kriteria – kriteria risiko kehamilan. Ibu hamil primi muda, primi tua, primi tua
sekunder, anak terkecil ≤ 2 tahun, Tinggi Badan (TB) ≤ 145 cm, riwayat penyakit,
kehamilan hidramnion dan riwayat tindakan ini merupakan faktor fisik pertama
yang menyebabkan ibu hamil berisiko. (Manuaba, 2010)
a. Primi muda
Ibu yang hamil pertama kali pada usia ≤ 16 tahun, dimana pada usia
tersebut reproduksi belum siap dalam menerima kehamilan kondisi rahim dan

22
panggul yang masih kecil, akibat dari ini janin mengalami gangguan. Disisi lain
mental ibu belum siap menerima kehamilan dan persalinan. Bahaya yang terjadi
jika usia terlalu muda yaitu premature, perdarahan anterpartum, perdarahan post
partum.
b. Primi tua
1) Lama perkawinan ibu ≥ 4 tahun dan mengalami kehamilan pertama setelah
masa pernikahan dan pasangan tidak mengguanakan alat kontrasepsi KB.
2) Pada umur ibu ≥ 35 tahun dan mengalami kehamilan. Usia tersebut
dikategorikan usia tua, ibu dengan usia tersebut mudah terserang penyakit,
kemungkinan mengalami kecacatan untuk bayinya dan Berat Bayi Lahir Rendah
(BBLR), cacat bawaan sedangkan komplikasi yang dialami oleh ibu berupa pre-
eklamsi, mola hidatidosa, abortus.19 Menurut hasil penelitian usia ≥ 35 tahun
kemungkinan 2,954 kali mengalami komplikasi persalinan.
3) Primi tua sekunder, ibu yang mengalami kehamilan dengan jarak persalinan
sebelumnya adalah ≥ 10 tahun. Dalam hal ini ibu tersebut seolah menghadapi
kehamilan yang pertama lagi. Kehamilan dapat terjadi pada ibu yang mempunyai
riwayat anak pertama mati atau ibu yang mempunyai anak terkecil hidup berumur
10 tahun, serta pada ibu yang tidak menggunakan KB.
4) Anak terkecil ≤ 2 tahun, ibu yang mempunyai anak pertama terkecil ≤ 2
tahun namun tersebut telah mengalami kehamilan berikutnya. Jarak kehamilan≤ 2
tahun kondisi rahim belum kembali seperti semula selain itu ibu masih dalam
proses menyusui. Komplikasi yang mungkin terjadi yaitu perdarahan setelah bayi
lahir, bayi lahir namun belum cukup umur sehingga menyebabkan berat badan
bayi lahirrendah (BBLR) < 2.500.Jarak kehamilan ≤ 2 tahun dan ≥ 5 tahun
mempunyai kemungkinan 1,25 kali mengalami komplikasi persalinan, ibu hamil
yang pemeriksaan kehamilannya kurang kemungkinan mengalami 0,396 kali
komplikasi pada saat persalinan, ibu dengan deteksi dini kehamilan risiko tinggi
kategori kurang kemungkinan 0,057 kali mengalami komplikasi persalinan.
5) Multigrande yaitu Ibu yang pernah mengalami persalinan sebanyak 4 kali atau
lebih, komplikasi yang mungkin terjadi seperti anemia, kurang gizi, dan
kekendoran pada dinding rahim. Keadaan tersebut dapat menyebabkan kelainan
letak janin, persalinan lama, perdarahan pasca persalinan, dan rahim robek pada
kelainan letak lintang. Sedangkan grandemultipara adalah ibu yang pernah
melahirkan lebih dari 6 kali atau lebih baik bayi dalam keadaan hidup atau mati.

23
6) Usia ibu hamil 35 tahun atau lebih . ibu hamil pada usia ini dapat menglami
komplikasi seperti Ketuban Pecah Dini (KPD), hipertensi, partus lama, partus
macet dan perdarahan post partum. Komplikasi tersebut mungkin dialami oleh ibu
hamil pada usia tersebut dikarenakan organ jalan lahir sudah tidak lentur dan
memungkinkan mengalami penyakit.Kejadian kehamilan risiko tinggi dipengaruhi
oleh umur dan paritas, kehamilan resiko tiinggi mayoritas berumur ≥ 35 tahun dan
terjadi pada grandemultipara. Tinggi Badan (TB) 145 cm atau kurang komplikasi
yang mungki terjadi yaitu ukuran panggul ibu sebagai jalan lahir sempit namun
ukuran kepala janin tidak besar atau ketidak sesuaian antara janin dan jalan lahir.
Kemungkinan ukuran panggul ibu normal, sedangkan ukuran kepala janin
besar.Komplikasi yang terjadi yaitu BBLR, prematur, bayi mati dalam kandungan
(IUFD).
7) Ibu hamil dengan riwayat obstetric jelek dengan kondisi: Ibu hamil kedua
dimana kehamilan pertama mengalami keguguran,meninggal di dalam kandungan,
lahir dalam keadaan belum cukup umur, lahir mati, dan lahir hidup kemudian mati
pada usia ≤ 7 hari, kehamilan sebelumnya pernah keguguran sebanyak ≥ 2
kali.Salah satu faktor yang menyebabkan kegagalan kehamilan dan meninggalnya
janin dalam kandungan pada ibu adalah adanya penyakit seperti ; diabetes
mellitus, radang saluran kencing, dan lain-lain.
8) Persalinan yang lalu dengan tindakan Persalinan ditolong oleh alat bantu
seperti: cunam/forcep/vakum, uri manual (manual plasenta), pemberian infus /
tranfusi pada saatproses persalinan dan operasi sectio caesars pada persalinan.
c. Ada Gawat Obstetri tanda bahaya pada saat kehamilan, persalinan, dan nifas.
Beberapa penyakit ibu hamil yang dikategorikan sebagai gawat obstetri
yaitu: anemia, malaria pada ibu hamil, penyakit TBC, payah jantung, diabetes
militus, HIV/AIDS, toksoplasmosis.
d. Pre-eklamsia ringan, tiga gejala preeklamsi yaitu oedema pada muka, kaki dan
tungkai, hipertensi dan urin protein positif. Komplikasi yang dapat terjadi seperti
kejang, IUFD, dan IUGR.
e. Kehamilan kembar (gemeli) dengan jumlah janin 2 atau lebih. Komplikasi
yang terjadi seperti hemoroid, prematur, BBLR, perdarahan antepartum.

24
f. Hidramnion atau kelebihan jumlah air ketuban dari normalnya (> 2
liter).Faktor yang mempengaruihi hidramnion adalah penyakit jantung, spina
bifida, nefritis, aomali kongenital pada anak, dan hidrosefalus.
g. Intra Uteri Fetal Deat (IUFD) dengan tanda-tandagerakan janin tidak terasa
lagi dalam 12 jam, perut dan payudara mengecil, tidak terdengar denyut jantung.
h. Hamil serotinus usia kehamilannya ≥ 42 minggu. Pada usia tersebut
fungsi dari jaringan uri dan pembuluh darah akan menurun. Maka akan
menyebabkan ukuran janin menjadi kecil, kulitnya mengkerut, berat badan bayi
saat lahir akan rendah, dan kemungkinan janin akan mati mendadak dalam
kandungan dapat terjadi.
i. Letak sungsang keadaan dimana letak kepala janin dalam rahim berada di atas
dan kaki janin di bawah. Kondisi ini dapat menyebabkan bayi sulit bernapas
sehinga menyebabkan kematian dan letak lintang. Letak janin dalam rahim pada
usia kehamilan 8 sampai 9 bulan melintang, dimana kepala berada di samping
kanan atau kiri ibu. Bayi yang mengalami letak lintang tidak bisa melahirkan
secara normal kecuali dengan alat bantu. Bahaya yang dapat terjadi apabila
persalinan tidak dilakukan dan ditangani secara benar dapat terjadi robekan pada
rahim ibu dan ibu dapat mengalami perdarahan, infeksi, syok, dan jika fatal dapat
mengakibatkan kematian pada ibu dan janin.
5. Faktor penyebab terjadinya risiko tinggi
a. Faktor non medis
Faktor non medis penyebab terjadinya kehamilan risiko tinggi yaitu
kemiskinan, ketidaktahuan, pendidikan rendah, adat istiadat, tradisi, kepercayaan,
status gizi, sosial ekonomi yang rendah, kebersihan lingkungan, kesadaran untuk
memeriksakan kehamilan secara teratur, fasilitas dan saranan kesehatan yang
serba kekurangan.
b. Faktor medis
Penyakit ibu dan janin, kelainan obstetrik, gangguan plasenta, gangguan
tali pusat, komplikasi janin, penyakit neonatus dan kelainan genetik.

D. ASI Eksklusif

25
1. Pengertian ASI eksklusif
Menurut WHO (2006), definisi ASI eksklusif adalah bahwa bayi hanya
menerima ASI dari ibu, atau pengasuh yang diminta memberikan ASI dari ibu,
tanpa penambahan cairan atau makanan padat lain, kecuali sirup yang berisi
vitamin, suplemen mineral atau obat. Pemberian ASI secara eksklusif menurut
DepKes (2003) adalah pemberian ASI saja kepada bayi tanpa diberi makanan dan
minuman lain sejak dari lahir sampai usia 6 bulan, kecuali pemberian obat dan
vitamin.

2. Manfaat ASI-eksklusif
Menurut (Sandra Fikawati,Ahmad Syafiq, 2015) Manfaat ASI Eksklusif
yaitu:
a. Manfaat bagi bayi
1) ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal
Komposisi ASI sangat tepat bagi kebutuhan tumbuh kembang bayi
berdasarkan usianya. Seelah usia 6 bulan ,bayi harus mulai diberi makanan padat,
tetapi ASI dapat diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih.
2) ASI menurunkan resiko kematian neonatal
Sekitar 40% penyebab kematian bayi dikarenakan oleh penyakit infeksi,
yaitu pneumonia dan diare. Bayi belum memiliki komponen kekebalan tubuh
yang lengkap layaknya orang dewasa, sehingga bakteri dan virus lebih mudah
berkembang. Makanan dan minuman selain ASI yang diberikan kepada bayi
berpotensi untuk menjadi perantara masuknya bakteri dan virus ke tubuh bayi.
Selain itu bayi dapat memperoleh zat kekebalan tubuh ibu yang diperoleh melalui
ASI.
3) ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi
Bayi yang diberikan colostrums secara ilmiah akan mendapatkan IgA
(Imunoglobulin A) yang tidak terdapat dalam susu sapi. Badan bayi sendiri baru
dapat membentuk sel kekebalan sukup banyak sehingga mencapai kadar protektif
pada waktu berusia 9 sampai 12 bulan. ASI adalah cairan hidup yang mengandung
zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri,
virus, parasit, dan jamur. Kolostrum mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih
banyak dari ASI matur. Zat kekebalan yang terdapat pada ASI antara lain akan

26
melindungi bayi dari alergi dan penyakit infeksi seperti diare, infeksi telinga,
batuk, dan pilek.
4) Komposisi sesuai kebutuhan
Pemberian ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupan sudah dapat
memenuhi kebutuhan bayi. Jumlah dan proporsi zat gizi yang terkandung pada
ASI dari ibu dengan status gizi baik sudah tepat dan ideal untuk kebutuhan bayi.
ASI juga memiliki kandungan gizi yang berbeda dari waktu ke waktu, yaitu dalam
bentuk kolostrum hingga ASI matur.
5) Mudah dicerna, diserap, dan mengandung enzim pencernaan.
Komposisi zat gizi ASI bukan hanya tepat dalam hal jumlah, tetapi
proporsi zat gizi ASI juga membuat ASI mudah dicerna oleh bayi. ASI
mengandung protein dan asam lemak dengan rasio yang pas, sehingga mudah
dicerna oleh bayi. Adanya bakteri pencernaan yaitu bifidobakteri pada ASI juga
merupakan factor penting bagi pencernaan manusia, slaah satu perannya adalah
mempermudah proses pencernaan sehingga penyerapan zat gizi lebih mudah dan
lebih cepat.
6) Tidak menyebabkan alergi
Konsumsi ASI secara eksklusif membantu pematangan pelapis usus dan
menghalangi masuknya molekul pemicu alergi. Kandungan IgA pada ASI
berperan melapisi permukaan usus bayi yang masih rentan terhadap keberadaan
protein asing pada usia kurang dari 6 bulan.
7) Mencegah maloklusi/kerusakan gigi
Maloklusi merupakan ketidakteraturan gigi yang memengaruhi estetika
dan penampilan serta mengganggu fungsi pengunyahan, penelanan, ataupun
bicara. Proses menyusu memungkinkan rahang bayi yang masih dalam proses
perkembangan terbentuk lebih baik. ASI mengandung kalsuim dalam jumlah
cukup dan sesuai kebutuhan, sehingga dapat langsung dimetabolisme sistem
pencernaan bayi untuk pembentukan jaringan sel tulang rahang dan tulang
lainnya. Saat aktif menghisap, mulut bayi bergerak teratur dan berkesinambungan
yang membantu proses pemadatan sel tulang rahang. Anak yang tidak diberikan
ASI cenderung memiliki oral habbit, seperti menghisap jari dan cenderung

27
mengalami tingkat keparahan maloklusi yang lebih tinggi dibandingkan anak
yang mendapat ASI.
b. Manfaat bagi ibu
1) Mencegah pendarahan pasca persalinan
Pemberian ASI segera setelah ibu melahirkan merupakan metode yang
efektif untuk mencegah pendarahan pasca persalinan. Berbagai studi secara
konsisten menunjukkan adanya hubungan antara menyusui dengan proses
pemulihan ibu pasca melahirkan. Isapan bayi pada putting payudara ibu akan
merangsang kelenjar hipose bagian posterior untuk menghasilkan hormone
oksitoksin yang akan menyebabkan konstraksi otot polos disekitar payudara untuk
mengeluarkan ASI dan kontraksi otot polos disekitar rahim untuk mengerut
sehingga mencegah terjadinya pendarahan pasca persalinan yang merupakan salah
satu penyebab utama kematian ibu.
2) Mengurangi anemia
Setelah melahirkan ibu berisiko mengalami anemia , hal ini karena
banyaknya darah yang keluar dari tubuh ibu saat proses melahirkan. Memberikan
ASI segera setelah bayi lahir dapat mencegah pendarahan ,sehingga dapat
mengurangi risiko anemia pada ibu.
3) Mengurangi resiko kanker ovarium dan payudara
Terdapat beberapa penelitian yang menunjukan bahwa semakin lama dan
sering ibu menyusui akan memberikan efek protektif terhadap kanker ovarium
dan kanker payudara.
4) Memberikan rasa dibutuhkan
Ibu merupakan tokoh utama dalam proses menyusui. Menyusui bayi
dengan ASI merupakan fenomena yang menunjukan peran seorang ibu pada awal
kehidupan bayi. Secara psikologis proses menyusui akan menumbuhkan rasa
bangga dan membuat ibu merasa dibutuhkan.
5) Sebagai metode KB sementara
Pemberian ASI dapat memengaruhi kerja hormone pada tubuh ibu yang
dapat menghambat ovulasi. Diketahui pemberian ASI dapat menjadi KB alami
yang efektif dengan beberapa ketentuan, yaitu :
a) Bayi berusia kurang dari 6 bulan
b) Bayi diberi ASI Eksklusif dengan frekuensi minimal 10 kali/hari

28
c) Ibu belum menstruasi kembali.
3. Keuntungan ASI eksklusif
Menurut (Fikawati,S dan Ahmad Syafiq, 2015) Keuntungan pemberian ASI
eksklusif pada bayi:
a. Enam hingga delapan kali lebih jarang menderita kanker anak (leukemia
limphositik, Neuroblastoma, Lympoma Maligna)
b. Risiko dirawat dengan sakit saluran pernapasan 3 kali lebih jarang dari bayi
yang rutin konsumsi susu formula.
c. Menghindari penyakit infeksi seperti diare.
d. Mengurangi risiko alami kekurangan gizi dan vitamin
e. Mengurangi risiko kencing manis
f. Lebih kebal terkena alergi
g. Mengurangi risiko penyakit jantung dan pembuluh darah
h. Mengurangi penyakit menahun seperti usus besar
i. Mengurangi kemungkinan terkena asma
1. Kelemahan ASI Eksklusif
Menurut (Fikawati,S dan Ahmad Syafiq, 2015) Kelemahan pemberian ASI
eksklusif, yaitu :
a. Waktu yang diperlukan untuk menyusui
Kenaikan tingkat partisipasi wanita dalam angkatan kerja dan adanya
emansipasi dalam segala bidang kerja dan di kebutuhan masyarakat menyebabkan
turunnya kesediaan menyusui dan lamanya menyusui. Secara teknis hal itu
dikarenakan kesibukan ibu sehingga tidak cukup untuk memperhatikan kebutuhan
ASI. Pada hakekatnya pekerjaan tidak boleh menjadi alasan ibu untuk berhenti
memberikan ASI secara eksklusif. Untuk menyiasati pekerjaan maka selama ibu
tidak dirumah, bayi mendapatkan ASI perah yang telah diperoleh satu hari
sebelumnya.
b. Meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI.
Peningkatan sarana komunikasi dan transportasi yang memudahkan
periklanan distribusi susu buatan menimbulkan pergeseran perilaku dari
pemberian ASI ke pemberian Susu formula baik di desa maupun perkotaan.
Distibusi, iklan dan promosi susu buatan berlangsung terus, dan bahkan
meningkat tidak hanya di televisi, radio dan surat kabar melainkan juga ditempat-
tempat praktek swasta dan klinik-klinik kesehatan masyarakat di Indonesia.
Iklan menyesatkan yang mempromosikan bahwa susu suatu pabrik sama
baiknya dengan ASI, sering dapat menggoyahkan keyakinan ibu, sehingga tertarik

29
untuk coba menggunakan susu instan itu sebagai makanan bayi. Semakin cepat
memberi tambahan susu pada bayi, menyebabkan daya hisap berkurang, karena
bayi mudah merasa kenyang, maka bayi akan malas menghisap putting susu, dan
akibatnya produksi prolactin dan oksitosin akan berkurang.
c. Berhubungan dengan kesehatan ibu
Seperti adanya penyakit yang diderita sehingga dilarang oleh dokter untuk
menyusui, yang dianggap baik untuk kepentingan ibu (seperti : gagal jantung, Hb
rendah).
d. Tenaga Kesehatan
Masih seringnya dijumpai di rumah sakit (rumah sakit bersalin) pada hari
pertama kelahiran oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya, walaupun sebagian
besar daripada ibu-ibu yang melahirkan di kamar mereka sendiri, hampir setengah
dari bayi mereka diberi susu buatan atau larutan glukosa. Hal tersebut menjadikan
bayi sudah tidak Asi Eksklusif.

E. MP-ASI
1. Pengertian
MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi yang
diberikan pada bayi atau anak berumur 6-24 bulan untuk memenuhikebutuhan
gizinya. tujuan pengenalan MP-ASI bukan hanya untukmemenuhi kebutuhan
nutrisi bayi tapi juga untuk memperkenalkan polamakan keluarga kepada bayi.
Makanan pendamping ASI (MP-ASI) dini adalah makanan atau minuman yang
diberikan pada bayi sebelum berusia 6 bulan. (Aritonang, 2006)
Di dalam pengaturan makanan untuk bayi ini terdapat dua tujuan. Pertama
adalah memberikan zat gizi bagi kebutuhan hidup yaitu untuk pemeliharaan dan
perkembangan fisik atau psikomotorik, serta melakukan aktifitas fisik. Dan kedua
adalah untuk mendidik kebiasaan makan yang baik. Makanan untuk bayi dan anak
haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut yaitu : memenuhi kecukupan
energi dan semua zat gizi sesuai umur, susunan hidangan disesuaikan dengan
menu seimbang, bahan makanan setempat dan kebiasaan makan (Supariasa, 2008)
Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang
mengandung gizi diberikan pada bayi/ anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya.

30
Makanan pendamping ASI diberikan mulai umur 6 bulan sampai 24 bulan.
Semakin meningkat umur bayi/ anak, kebutuhan zat gizi semakin bertambah
untuk tumbuh kembang anak, sedangkan ASI yang dihasilkan kurang memenuhi
kebutuhan gizi (Depkes RI, 2005).
2. Tujuan pemberian MP-ASI
Tujuan pemberian makanan pendamping ASI adalah untuk melengkapi zat
gizi ASI yang sudah berkurang, Mengembangkan kemampuan bayi untuk
menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai rasa dan bentuk,
Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan, Mencoba
adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi tinggi.
Dalam pemberian makanan pendamping ASI yang dikonsumsi hendaknya
memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak
menimbulkan penyakit, serta makanan tersebut sehat, diantaranya.
a. Berada dalam derajat kematangan.
b. Bebas dari pencemaran pada saat menyimpan makanan tersebut dan
menyajikan hingga menyuapi pada bayi atau anak.
c. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari
pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan
kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan, dan pengeringan.
d. Bebas dari mikro organisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang
dihantarkan oleh makanan
e. Harus cukup mengandung kalori dan vitamin.
f. Mudah dicerna oleh alat pencernaan
3. Prinsip pemberian MP-ASI
Prinsip Pemberian MP-ASI Pemberian MP-ASI diberikan pada anak yang
berusia 6-24 bulan secara berangsur-angsur untuk mengembangkan kemampuan
mengunyah dan menelan serta menerima macam-macam makanan dengan
berbagai tekstur dan rasa. Pemberian MP-ASI harus bertahap dan bervariasi ,
mulai dari bentuk bubur cair ke bentuk bubur kental, sari buah, buah segar,
makanan lumat, makanan lembik dan akhirnya makanan padat. Memasuki usia
enam bulan bayi telah siap menerima makanan bukan cair, karena gigi sudah
tumbuh dan lidah tidak lagi menolak makanan setengah padat. Di samping itu,
lambung juga telah baik mencerna zat tepung. Menjelang usia sembilan bulan
bayi telah pandai menggunakan tangan untuk memasukkan benda ke dalam mulut.

31
Hal-hal yang harus diperhatikan mengenai pemberian MP-ASI secara tepat
dilihat pada Tabel 3.

Tabel 4. Pemberian MP-ASI


Komponen Usia
6-8 bulan 9-11 bulan 12-24 bulan
Jenis 1 jenis bahan dasar 3-4 jenis bahan dasar Makanan keluarga
(6 bulan) (sajikan secara
2 jenis bahan dasar terpisah atau
(7-8 bulan) dicampur)
Tekstur Semi cair Makanan yang Padat
(dihaluskan), dicincang halus atau
secara bertahap lunak (disaring kasar),
kurangi campuran ditingkatkan sampai
air sehingga semakin kasar
menjadi semi padat sehingga bisa di
genggam
Frekuensi Makanan utama 2- Makanan utama 3-4 Makanan utama 3-
3 kali sehari, kali sehari, camilan 1- 4 kali sehari,
camilan 1-2 kali 2 kali sehari camilan 1-2 kali
sehari sehari
Porsi setiap Dimulai dengan 2- ½ mangkok kecil atau ¾ sampai 1
makan 3 sendok makan setara dengan 125 ml mangkok kecil
dan ditingkatkan atau setara dengan
bertahap sampai ½ 175-250 ml
mangkok kecil
atau setara dengan
125 ml
ASI Sesuka bayi Sesuka bayi Sesuka bayi
Sumber: Pedoman Gizi Seimbang, 2014

Kebutuhan gizi bayi usia 6-12 bulan adalah 650 kkal dan 16 gram protein.
Kandugan gizi Air Susu Ibu (ASI) adalah 400 kkal dan 10 gram protein maka

32
kebutuhan yang diperoleh dari MP-ASI adalah 250 kalori dan 6 gram protein.
Kebutuhan gizi bayi usia 12-24 bulan adalah sekitar 850 kkal dan 20 gram
protein, kandungan gizi ASI adalah sekitar 350 kkal dan 8 gram protein, maka
kebutuhan yang diperoleh dari MP-ASI adalah sekitar 500 kkal dan 12 gram
protein (Departemen Kesehatan RI, 2006)
Untuk pertumbuhan yang baik, anak membutuhkan 2-4 kali makan utama
disertai makanan selingan 1-2 kali dan berikan makanan beraneka ragam.
Makanan selingan (snacks) akan memberikan tambahan energi dan zat gizi
lainnya misalnya susu, roti atau biskuit yang di oles margarin atau mentega, selai
kacang atau madu, buah, kue kacang, kentang rebus, adalah berbagai berbagai
jenis makanan selingan yang sehat bergizi (Depkes RI, 2010)
4. Dampak pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) terlalu dini
Menurut Amalia (2006) bayi yang terlalu dini diberikan makanan
pendamping ASI (MP-ASI) dapat mengalami dampak, sebagai berikut :
a. Gangguan menyusui Bayi usia 0 – 6 bulan makanan yang paling cocok adalah
ASI eksklusif tetapi dalam hal ini bayi sudah diperkenalkan makanan selain
ASI sehingga dalam kelangsungan laktasi akan mengalami gangguan dan bayi
sulit untuk menyusu.
b. Beban ginjal yang meningkat bayi yang secara dini diperkenalkan makanan
pendamping kurang baik karena pada usia yang masih dini ini sistem – sistem
organ terutama organ ginjal belum bisa berfungsi secara sempurna, karena
fungsi ginjal sebagai reabsobsi kembali. Makanan yang dimakan bayi terlalu
banyak mengandung natrium klorida akan meningkatkan beban kerja ginjal 2x
lipat, dan kemungkinan akan terjadi hiperosmolaritas sehingga bayi cepat
lapar, haus.
c. Alergi terhadap makanan sistem organ yang belum sempurna pada bayi dan
sistem imunitas yang masih rendah maka bayi yang mendapatkan makanan
pendamping ASI akan mudah alergi terhadap makanan yang dimakan
antaranya alergi terhadap susu sapi dengan angka kejadian sekitar 7,5%, selain
itu juga bayi dapat pula alergi terhadap sayuran, ikan, telur dan sereal.
d. Gangguan pengaturan selera makan, makanan padat di anggap sebagai
penyebab kegemukan. Beberapa penelitian menunjukkan bayi yang diberi
susu formula dan makanan padat akan meningkatkan berat badan di banding

33
bayi yang diberi susu formula saja. Sumardiono (2007) pada penelitiannya
menunjukkan bahwa pemberian makanan pendamping tidak terdapat
perubahan berat badan di banding dengan bayi yang mendapat susu formula
yang disukai.
e. Perubahan selera makan bayi biasanya sering makan makanan yang disukai
tidak pandang itu bahaya atau bukan terhadap tubuh mereka.
Gangguan saluran pencernaan bayi yang secara dini diperkenalkan
makanan pendamping kurang baik karena pada usia yang masih dini ini saluran
pencernaan belum bisa berfungsi secara sempurna terutama pada lambung dan
usus. Sehingga bayi akan sering mangalami diare, infeksi saluran pencernaan,
dll.
5. Pengetahuan ibu hamil
Menurut (Notoatmodjo, 2003) pengetahuan adalah merupakan hasil dari
tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Namun, orang yang memiliki
pengetahuan yang baik belum tentu mau mengaplikasikan apa yang ia ketahui ke
dalam kehidupannya sehari hari. Factor yang mempengaruhi pengetahuan antara
lain pendidikan, semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka akan
semakin mudah untuk menerima informasi tentang obyek atau yang berkaitan
dengan pengetahuan. Social budaya pada ibu hamil dapat mepengaruhi
pengetahuan tempat dimana kita dilahirkan dan dibesarkan mempunyai pengaruh
yang cukup besar terhadap terbentuknya cara berfikir dan perilaku seseorang.
Konsumsi zat gizi bukan hanya dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu
hamil saja, melainkan ada beberapa factor yang mepengaruhi tingkat konsumsi
yaitu Status ekonomi yang baik dan status sosial yang baik sangat mempengaruhi
seorang ibu dalam memilih makanannya (Arisman, 2007). Ekonomi seseorang
mempengaruhi dalam pemilihan makanan yang akan dikonsumsi sehari-harinya.
Seseorang dengan ekonomi yang tinggi kemudian hamil maka kemungkinan besar
sekali gizi yang dibutuhkan tercukupi ditambah lagi adanya pemeriksaan
membuat gizi ibu semakin terpantau (Proverawati, 2009) .Kedua yaitu penyakit
penyerta selama kehamilan, kondisi sakit asupan zat gizi tidak boleh dilupakan

34
karena dalam kondisi sakit ibu justru membutuhkan tambahan asupan energy
(Arisman, 2007).Status kesehatan ibu hamil kemungkinan sangat berpengaruh
terhadap nafsu makannya. Seorang ibu dalam keadaan sakit otomatis akan
memiliki nafsu makan yang berbeda dengan ibu yang dalam keadaan sehat namun
ibu harus tetap ingat bahwa gizi yang ia dapat akan dipakai untuk dua kehidupan
yaitu bayi dan dirinya sendiri (Proverawati, 2009). Factor ketiga yaitu factor
aktivitas, setiap aktivitas memerlukan energi, semakin banyak aktivitas yang
dilakukan ibu, maka semakin banyak asupan energi yang harus dikonsumsi ibu
(Arisman, 2007). Aktivitas dan gerakan seseorang berbeda-beda. Seseorang
dengan gerak yang aktif otomatis memerlukan energi yang lebih besar daripada
mereka yang hanya duduk diam saja. Setiap aktivitas memerlukan energi, maka
apabila semakin banyak aktivitas yang dilakukan, energi yang dibutuhkan juga
semakin banyak (Proverawati, 2009).

F. Status Gizi
1. Pengertian status gizi
Status gizi adalah suatu keadaan kesehatan sebagai akibat keseimbangan
antara konsumsi, penyerapan zat gizi dan penggunaannya di dalam tubuh
(Supariasa, Bakri, & Fajar, 2014). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat
interaksi antara asupan energi dan protein serta zat-zat gizi esensial lainnya
dengan keadaan kesehatan tubuh. Status gizi adalah kondisi tubuh sebagai akibat
penyerapan zat-zat gizi esensial. Status gizi merupakan ekspresi dari
keseimbangan zat gizi dengan kebutuhan tubuh, yang diwujudkan dalam bentuk
variabel tertentu. Ketidakseimbangan (kelebihan atau kekurangan) antara zat gizi
dengan kebutuhan tubuh akan menyebabkan kelainan patologi bagi tubuh
manusia. Keadaan demikian disebut malnutrition (gizi salah atau kelainan gizi).
Secara umum, bentuk kelainan gizi digolongkan menjadi 2 yaitu overnutrition
(kelebihan gizi) dan under nutrition (kekurangan gizi). Overnutrition adalah suatu
keadaan tubuh akibat mengkonsumsi zat-zat gizi tertentu melebihi kebutuhan
tubuh dalam waktu yang relative lama. Undernutrition adalah keadaan tubuh yang
disebabkan oleh asupan zat gizi sehari-hari yang kurang sehingga tidak dapat
memenuhi kebutuhan tubuh (Gibson, 2005).

35
2. Metode penilaian status gizi
Metode penilaian status gizi dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat
perkembangan kekurangan gizi, yaitu metode konsumsi, metode laboratorium,
metode antropometri dan metode klinik (Hadju, 1999). Penilaian status gizi dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu secara langsung dan tidak langsung (Supariasa et
al., 2014).
Penilaian status gizi secara langsung meliputi :
a. Antropometri
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan
mengukur beberapa parameter yaitu :
1) Umur
2) Berat badan
3) Tinggi badan
4) Lingkar lengan atas
5) Lingkar kepala
6) Lingkar dada
Indeks antropometri yang sering digunakan yaitu berat badan menurut
umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut
tinggi badan (BB/TB) (Supariasa et al., 2014).
Dari berbagai jenis indeks tersebut diatas, untuk menginterpretasikannya
dibutuhkan ambang batas. Salah satu penentuan ambang batas yaitu dengan cara
standar deviasi unit (SD) atau Z-score. Rumus perhitungan Z-score yaitu
(Supariasa et al., 2014):

z-score =

Selain itu, contoh dari indeks antropometri adalah Indeks Massa Tubuh
(IMT) atau yang disebut dengan Body Mass Index (Supariasa, 2001). IMT
merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya
yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka
mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai
usia harapan hidup yang lebih panjang. IMT hanya dapat digunakan untuk orang
dewasa yang berumur diatas 18 tahun.
Indeks Massa Tubuh diukur dengan cara membagi berat badan dalam
satuan kilogram dengan tinggi badan dalam satuan meter kuadrat (Gibson, 2005).

IMT = Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)

Berat badan 36
(kg)
b. Klinis
Pemeriksaan klinis didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi
yang dihubungkan dengan ketidak cukupan zat gizi yang dapat dilihat pada
jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ
yang dekat dengan permukaan tubuh. Metode ini digunakan untuk survei klinis
yang mendeteksi secara cepat tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau
lebih zat gizi melalui pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala.
c. Biokimia
Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang
diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh
seperti darah, urine, tunja, dan lain-lain.
d. Biofisik
Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi dan melihat perubahan struktur dari jaringan.
Penilaian status gizi secara tidak langsung meliputi :
a. Survei konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi dengan
melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Data yang di dapat
menggambarkan tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga
dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat
gizi.
Berdasarkan jenis data yang diperoleh, metode survei konsumsi dapat
dibagi menjadi 2 yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. (Supariasa &
Kusharto, 2014).
Metode kualitatif umumnya digunakan untuk mengetahui frekuensi
bahan makanan yang dikonsumsi dan mengetahui pola/kebiasaan makan. Ada 4
metode kualitatif yang digunakan yaitu :
1) Metode frekuensi makan (food frequency)
2) Metode riwayat makan (dietary history)
3) Metode telepon
4) Metode pendaftaran makanan (food list)
Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui tingkat konsumsi
energi dan zat-zat gizi baik individu maupun kelompok masyarakat. Jenis
metode kuantitatif yaitu :
1) Metode recall 24 jam

37
2) Metode perkiraan makanan
3) Metode penimbangan makanan
4) Metode pencatatan
5) Metode inventaris
b. Statistik vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis
data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur,
angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang
berhubungan dengan gizi. Penggunaan statistik vital dipertimbangkan sebagai
bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.
c. Faktor ekologi
Digunakan untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat
sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi.

3. Klasifikasi status gizi


Berdasarkan Kemenkes RI No. 1995/MENKES/SK/XII/2010, adapun
standar antropometri penilaian status gizi anak yaitu sebagai berikut :

Tabel 2. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks

Untuk mengetahui status gizi dewasa maka ada kategori ambang batas
IMT yang digunakan, seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini yang
Tabel 2. Standar Antropometri Penilaian Gizi Anak Hal. 4
merupakanJakarta.
ambangKementerian
batas IMT Kesehatan
untuk Indonesia.
RI

Tabel 3. Kategori Batas Ambang IMT untuk Indonesia


Kategori IMT (kg/m2)
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0

38
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,1 – 18,4
Normal 18,5 – 25,0
Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0
Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat berat ≥ 27,0
Sumber : Depkes, 2003
4. Faktor yang mempengaruhi status gizi
Menurut (Schroeder, 2001), menyatakan bahwa kekurangan gizi
dipengaruhi oleh konsumsi makan makanan yang kurang dan adanya penyakit
infeksi sedangkan penyebab mendasar adalah makanan, perawatan (pola asuh)
dan pelayanan kesehatan. Interaksi dari berbagai faktor sosial ekonomi dapat
menyebabkan jatuhnya seorang anak pada keadaan kekurangan gizi perlu
dipertimbangkan. Menurut Martorell dan Habicht (1986), status ekonomi
mempengaruhi pertumbuhan anak, melalui konsumsi makan dan kejadian infeksi.
Status sosial ekonomi terhadap konsumsi makan mempengaruhi kemampuan
rumah tangga untuk memproduksi dan/atau membeli pangan, menentukan praktek
pemberian makanan anak, kesehatan serta sanitasi lingkungan. Jus’at (1992)
membuat model mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anak
antara lain: karakteristik keluarga, karakteristik anak, status kesehatan dan
ketersediaan bahan makanan.
Status gizi dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor secara langsung dan
tidak langsung (Supariasa et al., 2014). Adapun faktor tersebut yaitu sebagai
berikut:
a. Faktor langsung
1) Asupan makanan
2) Penyakit infeksi
b. Faktor tidak langsung
1) Persediaan makanan di rumah
2) Perawatan anak dan ibu hamil
3) Pelayanan kesehatan

G. Konsumsi dan Tingkat Konsumsi


1. Konsumsi
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status
gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi
yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat

39
setinggi mungkin. Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder.
Faktor primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan
atau kualitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya
distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, dan
sebagainya. Faktor sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat-zat
gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi, misalnya kelainan
struktur saluran cerna dan kekurangan enzim (Almatsier, 2003).
Keadaan gizi seseorang merupakan gambaran apa yang dikonsumsinya
dalam jangka waktu yang cukup lama. Keadaan gizi dapat bermanifestasi kurang
atau lebih. Seseorang yang kekurangan salah satu atau lebih zat gizi dapat
menyebabkan penyakit defisiensi. Konsumsi zat gizi yang berlebihan juga
membahayakan kesehatan. Kebutuhan berbagai zat gizi tergantung pada beberapa
faktor, seperti : umur, jenis kelamin, berat badan, iklim dan aktivitas fisik. Angka
kecukupan zat gizi yang dianjurkan (AKG) digunakan sebagai standar untuk
mencapai status gizi yang optimal bagi penduduk disuatu wilayah (Bakta, 2009).
2. Tingkat konsumsi
Tingkat konsumsi adalah perbandingan kandungan zat gizi yang
dikonsumsi seseorang atau kelompok orang yang dibandingkan dengan Angka
Kecukupan Gizi (AKG).
Tingkat konsumsi makanan ditentukan oleh kualitas dan kuantitas
makanannya. Kualitas makanan menunjukan adanya semua zat gizi yang
diperlukan oleh tubuh. Jika susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh baik
dari sudut kualitas maupun kuantitas, maka akan mendapatkan status gizi yang
baik dan biasanya disebut dengan konsumsi adekuat. Pada konsumsi makanan
baik kualitas maupun kuantitas melebihi kebutuhan yang diperlukan oleh tubuh
dinamakan konsumsi yang berlebihan maka akan terjadi gizi lebih, begitu juga
sebaliknya jika konsumsi yang kurang maka akan terjadi keadaan status gizi yang
kurang. Status gizi yang baik bagi vegetarian adalah jika tidak mengalami
kekurangan maupun kelebihan gizi. Kebutuhan gizi (requirement) adalah jumlah
zat gizi minimal yang diperlukan seseorang untuk hidup sehat (Rizqie Auliana,
1999).

40
3. Cara mengukur tingkat konsumsi
Tingkat konsumsi gizi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan.
Kualitas hidangan menunjukkan semua zat gizi yang diperlukan tubuh dalam
susunan hidangan dan perbandingan yang satu dengan yang lain. Kuantitas
menunjukkan kwantum masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. Kalau
susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari segi kualitas maupun
kuantitasnya, maka tubuh akan mendapatkan keadaan kesehatan gizi yang sebaik-
baiknya (Sediaoetama, 1996).
Penentuan status gizi dan menilai asupan zat gizi seseorang dapat
dilakukan dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang
konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Berdasarkan
jenis data yang diperoleh, maka pengukuran konsumsi makanan menghasilkan
dua jenis data konsumsi, yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif
biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis
bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan serta cara-cara
memperoleh bahan makanan tersebut. Metode pengukuran konsumsi makanan
bersifat kualitatif antara lain metode frekuensi makanan, metode riwayat makan,
metode telepon, dan metode pendaftaran makanan. Metode kuantitatif
dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat
dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan daftar komposisi bahan makanan
(DKBM) atau daftar lain yang diperlukan (Supariasa, 2001).
Untuk memudahkan menilai kandungan zat gizi bahan makanan, telah
diciptakan sebuah program perangkat lunak (software) yang disebut program
nutrisurvey. Program nutrisurvey ini disamping berfungsi untuk menganalisis
kandungan zat gizi bahan makanan dan/atau resep makanan, juga dapat digunakan
untuk menentukan kebutuhan zat gizi berdasarkan umur, jenis kelamin, dan
aktivitas fisik (Supariasa, 2001).

H. Penilaian Status Kesehatan Gigi Dan Mulut Keluarga


Status kesehatan gigi dan mulut keluarga adalah tingkat atau derajat
kesehatan gigi dan mulut pada suatu keluarga.Penyakit gigi dan mulut merupakan
penyakit masyarakat yang dapat menyerang semua golongan umur.Apabila tidak

41
dirawat / diobati dapat menjadi semakin parah karena adanya sifat progresif.Status
kesehatan gigi meliputi pemeriksan karies dan kebersihan gigi dan mulut.
Status kesehatan gigi dan mulut dapat diukur dengan derajat keparah
penyakit gigi dan mulut masyarakat, untuk itu diperlukan indikator – indikator
dan standar penilaian yang sesuai dengan WHO, seperti indikator kesehatan gigi
dan status periodontal.Indikator status kesehatan gigi dan mulut untuk menilai
karies digunakan indek DMF-T.Indikator untuk menilai kebersihan gigi dan mulut
yang sering digunakan adalah OHI-S.
1. Indeks DMF-T dan def-t
DMF-T merupakan keadaan gigi geligi seseorang yang pernah mengalami
kerusakan, hilang, perbaikan, yang disebabkan oleh karies gigi, indikator ini
digunakan untuk gigi geligi tetap. Gigi sulung digunakan indeks decayed
ectraction filled teeth(def-t).
Tujuan Pemeriksaan DMF-T pada gigi tetap dan def-t pada gigi sulung
adalah untuk melihat status karies gigi, perencanaan upaya promotif dan preventif,
merencanakan kebutuhan perawatan, membandinhgkan status pengalaman karies
gigi masyarakat dari satu daerah dengan daerah lain atau membantingkan antara
sebelum dan sesudah pelaksanaan program, serta untuk memnatau perkembangan
status pengalaman karies idividu.
Indeks DMF-T terdiri dari :
a. Decay (karies gigi). Jumlah gigi karies dalam mulut subjek satau sampel, dan
karies tersebut masih bisa ditambal. Termasuk didalammnya karies email,
karies dentin,karies pulpa.
b. Missing adalah gigi hilang oleh karena karies dan hilangnya gigi oleh sebab
lain atau bukan karena karies.
c. Filling (tumpatan) adalah tumpatan tanpa karies seperti fissure sealant, yang
termasuk dalam kriteria filling (F) adalah gigi yang sudah ditumpat dan
tumpatan dalam keadaan baik.
Indeks def-t terdiri dari :
a. decayed adalah gigi sulung yang mengalami karies
b. extraction adalah karies yang diindikasikan untuk dicabut
c. Filled adalah tumpatan tanpa karies
2. OHI-S (Oral Hygiene Index Simplified)
Adalah suatu indeks yang digunakan untuk mengukur kebersigan gigi dan
mulut, Green dan Vermilillion memilih enam permukaan gigi indeks tertentu yang
cukup dapat mewakili segmen depan maupun belakang dari seluruh pemeriksaan

42
gigi yang ada dalam rongga mulut. Gigi- gigi yang dipilih sebagai gigi indeks
beserta permukaan indeks yang dianggap mewakili tiap segmen adalah:
a. Gigi 16 pada permukaan bukal
b. Gigi 11 pada permukaan labial
c. Gigi 26 pada permukaan bukal
d. Gigi 36 pada permukaan lingual
e. Gigi 31 pada permukaan labial
f. Gigi 46 pada permukaan lingual
Permukaan yang diperiksa adalah permukaan gigi yang jelas terlihat dalam
mulut, yaitu permukaan klinis bukan permukaan anatomis, apabila gigi indeks
tidak ada, maka dilakukan penggantian gigi tersebut dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Apabila gigi molar pertama tidak ada maka penilaian dilakukan pada gigi
molar kedua, apabila gigi molar pertama dan kedua tidak ada penilaian
dilakukan pada gigi molar ketiga akan tetapi bila gigi molar pertama, kedua,
dan ketiga tidak ada maka tidak ada penilaian untuk segmen tersebut.
b. Apabila gigi incisivus pertama kanan atas tidak ada, maka dapat diganti oleh
gigi incisivus kiri dan apabila gigi incisivus kiri bawah tidak ada, dapat
diganti dengan gigi incisivus kanan kanan bawah, akan tetapi gigi incisivus
pertama kiri atau kanan tidak ada, maka tidak ada penilaian untuk sekmen
tersebut
c. Gigi indeks dianggap tidak ada pada keadaan – keadaan seperti : gig hilang
karena dicabut, gigi yang merupakan sisa akar, gigi yang merupakan mahkita
jaket baik yang terbuat dati akrilik maupun logam, mahkota gigi sudah hilang
atau rusak lebih dari setengah bagiannya pada permukaan indeks akibat karies
maupun fraktur, gigi yang erupsi belum mencapai setengah tinggi mahkota
klinis
d. Penilaian dapat dilakukan apabila minimal ada dua gigi indeks yang dapat
diperiksa
Untuk mempermudah penilaian, sebelum melakukan penilaian debris, kita
dapat membagi permukaan gigi yang akan dinilai dengan garis khayal menjadi
tiga bagian sama besar / luasnya secara horizontal.
Di dalam melakukan penghitungan OHI-S maka terlebih dahulu dilakukan
pencatatan skor debris dan pencatatan skor kalkulus kemudian baru dilakukan

43
penghitungan skor OHI-S adapun cara pencatatan skor debris, skor kalkulus dan
penghitungan skor OHI-Sadalah sebagai berikut:
a. Pencatatan skor debris
Oral debris adalah bahan lunak di permukaan gigi yang dapat merupakan
plak, material alba, dan food debris. Kriteria skor debris diataranya 0 artiya tidak
ada debris, 1 artinya plak menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan servikal, atau
terdapat staint ekstrinsik di permukaan yang diperiksa, 2 artinya plak menutupi
lebih dari 1/3 tapi kurang dari 2/3 permukaan yang diperiksa, 3 artinya plak
menutupi lebih dari 2/3 permukaan yang diperiksa.
b. Mencatat skor kalkulus
Kalkulus adalah deposit keras yang terjadi akibat pengendapan garam-garam
anorganik yang komposisi utamanya adalah kalsium karbonat dan kalsium fosfat
yang bercampur dengan debris, mikroorganisme dan sel- sel epitel deskuamasi.
Kriteria skor kalkulus diantaranya 0 artinya tidak ada kalkulus, 1 artinya kalkulus
supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan servikal yang diperiksa, 2
artinya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 tapi kurang dari 2/3
permukaan yang diperiksa atau ada bercak-bercak kalkulus subgingiva
disekeliling servikal gigi, 3 artinya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3
permukaan gigi atau ada kalkulus subgingiva yang kontinyu di sekeliling servikal
gigi
c. Menghitung skor debris index, skor kalkulus index dan skor OHI-S
Skor debris indeks maupun Skor kalkulus indeks ditentukan dengan cara
menjumlahkan seluruh skor kemudian membaginya dengan jumlah segmen yang
diperiksa. Sedangkan skor OHI-S adalah jumlah skor debris dan skor kalkulus.

3. Asuhan keperawatan gigi dan mulut berbasis keluaga


Pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut adalah suatu layanan
kesehatan gigi dan mulut yang ditunjukkan pada suatu kelompok tertentu atau
individu dalam kurun waktu yang dilaksanakan secara terencana, terarah dan
berkesinambungan untuk mencapai taraf kesehatan gigi dan mulut yang optimal.
Asuhan keperawatan keluarga merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
diberikan melalui praktek keperawatan kepada keluarga, untuk membantu,

44
menyelesaikan masalah kesehatan keluarga tersebut dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan. Metodelogi proses keperawatan merupakan
metodelogi penyelesaian masalah kesehatan klien secara ilmiah berdasarkan
pengetahuan ilmiah serta menggunakan teknologi kesehatan dan keperawatan,
meliputi tahapan: pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, perencanaan
implementasi, evaluasi dan dokumentasi.
Kesehatan gigi dan mulut adalah suatu keadaan dimana gigi dan mulut
berada dalam kondisi bebas dari adanya bau mulut, kekuatan gusi dan gigi yang
baik, tidak adanya plak dan karang gigi, gigi dalam keadaan putih dan bersih,
serta memiliki kekuatan yang baik. Untuk mencapai kesehatan gigi dan mulut
yang optimal, maka harus dilakukan perawatan secara berkala.
1. Akibat tidak memelihara kesehatan gigi dan mulut
a. Debris
Debris adalah deposit lunak yang berwarna putih, terdapat disekitar leher
gigi yang terdiri dari bakteri, partikel-partikel sisa makanan. Endapan tersebut
tidak melekat erat pada permukaan gigi dan tidak menunjukkan suatu struktur
tertentu.
b. Plak
Plak adalah suatu deposit lunak yang terdiri dari kumpulan bakteri yang
berkembang biak di dalam suatu matriks. Lapisan ini terbentuk dan melekat erat
pada permukaan gigi, bila seseorang mengabaikan kebersihan gigi dan mulutya.
c. Kalkulus
Lapisan kerak yang berwarna kekuningan yang menempel pada gigi dan
terasa keras, yang dapat menyebabkan masalah pada gigi.( Inda Irma z, s Ayu
Intan, 2013) adapun penyebab dari karang gigi adalah mengunyah dengan satu sisi
rahang, keadaan ludah yang kental, Permukaan gigi yang kasar atau licin,
keadaan gigi yang tidak teratur ( DR. Drg. Rasinta Trigan, 1995 )
d. Karies gigi
Karies gigi adalah kerusakan jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam
yang ada dalam karbohidrat melalui perantara mikroorganisme yang ada dalam
saliva (Irma, 2013).Menurut Brauer (dalam Tarigan, 2014), karies adalah penyakit
jaringan yang ditandai dengan kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi
(pits, fissure, dan daerah interproximal) meluas ke arah pulpa.

45
Menurut Putri, Herijulianti, dan Nurjannah (2010), karies adalah hasil
interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak dan diet (khususnya komponen
karbohidrat yang dapat difermentasi oleh bakteri plak menjadi asam, terutama
asam laktat dan asetat) sehingga terjadi demineralisasi jaringan keras gigi dan
memerlukan cukup waktu untuk kejadiannya.
Karies berasal dari bahasa Yunani yaitu “ker” yang artinya kematian,
dalam bahasa latin karies berarti kehancuran. Karies berarti pembentukan lubang
pada permukaan gigi disebabkan oleh kuman atau bakteri yang berada pada mulut
(Srigupta, 2004).
Faktor-faktor penyebab karies yaitu bakteri Streptococcusmutans dan
Lactobacilli. Bakteri speifik inilah yang mengubah glukosa dan karbohidrat pada
makanan menjadi asam melalui proses fermentasi. Asam terus diproduksi oleh
bakteri dan akhirnya merusak sruktur gigi sedikit demi sedikit.Kemudian plak dan
bakteri mulai bekerja 20 menit setelah makan (Pratiwi, 2007).
Menurut tarigan ( 1993 ) stadium karies (dalamnya karies gigi) terbagi
menjadi tiga yaitu :
1) Karies Suferfisial
Dimana karies baru mengenai email saja, sedang dentin belum terkena
2) Karies Media
Dimana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.
3) Karies Profunda
Dimana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang
sudah mengenai pulpa.

e. Stain
Stain gigi adalah deposit berpigmen pada permukaan gigi yang merupakan
salah satu masalah estetik. Kebiasan merokok meningkatkan salah satu faktor
penyebab terjadinya beberapa kelainan di rongga mulut, salah satunya dapat
menimbulkan stain pada permukaan gigi. Stain gigi terbentuk akibat hasil
pembakaran dari nikotin, nikotin dengan produk dekomposisi khususnya pyridine
merupakan substansi penghasil stain yang sering terlihat pada perokok. Unsur
tersebut akan membentuk deposit berpigemen yang melekat pada permukaan gigi
berwarna coklat sampai hitam. Endapan stain lama-kelamaan akan menebal dan

46
dapat membuat permukaan gigi menjadi kasar yang selanjutnya akan
menyebabkan penumpukan plak sehingga dapat mengiritasi gusi. Stain gigi dapat
dihilangkan dengan cara melakukan scaling. Scaling adalah prosedur
membersihkan karang gigi dan stain dengan alat yang disebut scaler.
1) Pencegahan Penyakit Gigi dan Mulut
Penyakit gigi dan mulut dapat dicegah dengan cara :
a) Menyikat gigi minimal dua kali sehari dengan cara dan waktu yang tepat,
yaitu pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur, saat makan siang jika
tidak sempat menyikat gigi dianjurkan untuk berkumur-kumur dengan air
sesudah makan, sehingga sisa makanan tidak tertinggal disela-sela gigi.
(1) Cara Menyikat Gigi
(a) Permukaan gigi yang menghadap ke pipi bagian kiri dan kanan disikat dengan
gerakan naik turun sedikit memutar.
(b) Sikatlah gigi bagian depan rahang atas dan rahang bawah dengan gerakan
naik turun.
(c) Permukaan gigi yang digunakan untuk mengunyah disikat dengan gerakan
maju mundur.
(d) Permukaan gigi yang menghadap langit-langit atau lidah disikat dengan
gerakan mencongkel dari arah gusi ke permukaan gigi. Menyikat gigi
minimal delapan sampai sepuluh kali gerakan untuk setiap permukaan gigi.
b) Mengurangi makanan yang manis dan mudah melekat, memperbanyak
mengonsumsi makanan yang berserat dan berair,(Sariningsih, 2012).
c) Kontrol ke pelayanan kesehatan gigi minimal 6 bulan sekali dan
d) Mengunyah menggunakan kedua sisi rahang untuk mencegah terbentuknya
karang gigi (Setyaningsih,2007).

I. Pemeriksaan Laboratorium Ibu Hamil


Ibu hamil merupakan seorang perempuan yang mengandung janin di
dalam rahimnya. Untuk mencegah terjadinya berbagai komplikasi saat proses
kehamilan, maka seorang ibu hamil wajib melakukan pemeriksaan rutin yang
salah satunya adalah pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang
harus dilakukan oleh ibu hamil meliputi: pemeriksaan Hematologi, pemeriksaan
Kimia Klinik, pemeriksaan Hemostasis, pemeriksaan Serologi/Imunologi,
pemeriksaan Mikrobiologi/Parasitologi, dan pemeriksaan urine (Permenkes,
2013).

47
J. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
1. Pengertian sanitasi total berbasis masyarakat (STBM)
Pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah
pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan saniter melalui
pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan. Pendekatan partisipatif ini
mengajak masyarakat untuk mengalisa kondisi sanitasi melalui proses
pemicuan yang menyerang/menimbulkan rasa ngeri dan malu kepada
masyarakat tentang pencemaran lingkungan akibat BABS.
2. Tujuan sanitasi total berbasis masyarakat (STBM)
a. Mempunyai akses dan menggunakan jamban sehat
b. Mencuci tangan pakai sabun dan benar sebelum makan, setelah BAB,

sebelum memegang bayi setelah menceboki anak dan sebelum


menyiapkan makanan.
c. Mengelola dan menyimpan air minum dan makanan yang aman.
d. Mengelola sampah dengan baik.
e. Mengelola limbah rumah tangga (cair dan padat).

3. Prinsip sanitasi total berbasis masyarakat (STBM)


Prinsip dalam pelaksanaan pemicuan ini yang harus diperhatikan adalah
tanpa subsidi, tidak menggurui, tidak memaksa dan mempromosikan jamban,
masyarakat sebagai pemimpin, totalitas dan seluruh masyarakat terlibat.
4. Tingkat partisipasi masyarakat
Masyarakat sasaran dalam Sanitasi Total Berbasis Masyarakat tidak
dipaksa untuk menerapkan kegiatan program tersebut, akan tetapi program ini
berupaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatannya. Tingkat
partisipasi masyarakat dalam STBM dimulai tingkat partisipasi yang terendah
sampai tertinggi :
a. Masyarakat hanya menerima informasi; keterlibatan masyarakat hanya sampai
diberi informasi (misalnya melalui pengumuman) dan bagaimana informasi
itu diberikan ditentukan oleh si pemberi informasi (pihak tertentu).
b. Masyarakat mulai diajak untuk berunding. Pada level ini sudah ada
komunikasi 2 arah, dimana masyarakat mulai diajak untuk diskusi atau
berunding. Dalam tahap ini meskipun sudah dilibatkan dalam suatu
perundingan, pembuat keputusan adalah orang luar atau orang-orang tertentu.

48
c. Membuat keputusan secara bersama-sama antara masyarakat dan pihak luar,
pada tahap ini masyarakat telah diajak untuk membuat keputusan secara
bersama-sama untuk kegiatan yang dilaksanakan.
d. Masyarakat mulai mendapatkan wewenang atas kontrol sumber daya dan
keputusan, pada tahap ini masyarakat tidak hanya membuat keputusan, akan
tetapi telah ikut dalam kegiatan kontrol pelaksanaan program.
5. Metode sanitasi total berbasis masyarakat (STBM)
a. Pemetaan desa, untuk mengetahui letak geografis dan letak rumah masyarakat
kemudian menandai rumah mana saja yang masih BAB sembarangan dengan
menggunakan media semen berwarna hitam dan coklat, agar masyarakat yang
masih BAB sembarangan diharapkan akan terpicu rasa malunya.
b. Hitung tinja, menyadarkan masyarakat akan banyaknya tinja yang dikeluarkan
manusia dari kecil hingga dewasa.
c. Alur kontaminasi , mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran
manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya.
d. Transect walk, bertujuan untuk melihat dan mengetahui tempat yang paling
sering dijadikan tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat berjalan ke sana
dan berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik
dan bagi orang yang biasa BAB di tempat tersebut diharapkan akan terpicu
rasa malunya.
e. Kontrak sosial, dengan membuat kesepakatan pembuatan jamban sederhana
bagi masyarakat yang belum memiliki jamban.

K. Vektor Penyakit
1. Pengertian vektor
Vektor adalah organisme yang tidak menyebabkan penyakit tetapi
menyebarkannya dengan membawa patogen dari satu inang ke yang lain.
Berbagai jenis nyamuk, sebagai contoh, berperan sebagai vektor penyakit malaria
yang mematikan. Pengertian tradisional dalam kedokteran ini sering disebut
"vektor biologi" dalam epidemiologi dan pembicaraan umum.Vektor adalah
arthtopoda yang dapat memindahkan atau menularkan sesuatu.
Infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan
(suspectible host). Vektor dapat menyebarkan agen dari manusia atau hewan yang
terinfeksi ke manusia atau hewan lain yang rentan melalui kotoran, gigitan,
dancairan tubuhnya, atau secara tidak langsung melalui kontaminasi pada

49
makanan.Vektor dapat memindahkan atau menularkan agent penyakit yang berada
didalam atau pun yang menempel dan terdapat di bagian luar tubuh vektor
tersebut.
Suatu makhluk hidup terutama manusia dapat tertular penyakit melalui
vector yang membawa agent penyakit, misalnya dengan menggigit dan menghisap
darah dari orang yang sakit lalu kepada orang yang rentan, sehingga ia pun dapat
tertular dan menjadi sakit. Mekanisme penularan penyakit oleh vektor terbagi
menjadi dua macam, yaitu penularan penyakit melalui vektor secara mekanik dan
penularan penyakit melalui vektor secara biologis.
a. Penularan mekanik
Penularan mekanik berlangsung karena kuman penyakit terbawa dengan
perantaraan alat-alat tubuh vektor. Kuman penyakit dalam tubuh serangga tidak
bertambah banyak ataupun berubah bentuk. Pada penularan penyakit melalui
vektor secara mekanik, maka agen dapat berasal dari tinja, urine maupun sputum
penderita hanya melekat pada bagian tubuh vektor dan kemudian dapat
dipindahkan pada makanan atau minuman pada waktu hinggap/menyerap
makanan tersebut.
Contoh :
1) Lalat tabanus melalui probosisnya menularkan basil Anthrax danTrypanosoma
evansi
2) Lalat rumah (Musca domestica) dengan perantara kaki dan badannya,
mularkan telur cacing dan bakteri
b. Penularan biologis
Penularan biologis berlangsung dengan bertindak sebagai tuan rumah
(host), berarti adanya kelanjutan hidup kuman penyakit yang dipindahkan.
Penularan penyakit melalui vektor secara biologis, agen harus masuk ke dalam
tubuh vektor melalui gigitan ataupun melalui keturunannya. Selama dalam tubuh
vektor, agen berkembang biak atau hanya mengalamiperubahan morfologis saja,
sampai pada akhirnya menjadi bentuk yang infektif melalui gigitan, tinja atau cara
lain untuk berpindah ke pejamupotensial. Pada penularan penyakit melalui vektor
secara biologis, perubahan bentuk atau perkembangbiakan agen dibedakan
sebagai berikut:

50
1) Propagative transmission
Agen berkembang biak di dalam tubuh vektor tanpa mengalami perubahan
stadium.
Contoh :
a) Yersinia pestis (agen pes) di dalam tubuh pinjal (flea) Xenopsyllacheopis.
Pinjal sebagai vektor bisa mati oleh Yersinia pestis.
2) Cyclo propagative transmission
Agen mengalami perubahan stadium dan perkembangbiakan di dalam
tubuh vector.
Contoh :
a) Plasmodium (agen malaria) di dalam tubuh nyamuk Anopheles.

3) Cyclo developmental transmission


Agen mengalami perubahan stadium hingga mencapai stadium infektif di
dalam tubuh vektor tetapi tidak mengalami perkembangbiakan.
Contoh :
a) Cacing filaria di dalam tubuh nyamuk dengan genus Mansonia dan Anopheles,
serta spesies nyamuk Culex quinquefasciatus.
4) Transovarian/Hereditary (keturunan)
Generasi yang terkena infeksi tidak menularkan penyakit pada manusia,
tetapi menularkan pada anaknya. Penularan terjadi melaluigenerasi berikutnya.
Contoh:
a) Penyakit Scrub thypus yang disebabkan oleh Ricketsiatsutsugamushi dari
tikus Trombicula akamushi (sejenis tungau ataumites)
2. Penyakit yang disebabkan oleh vector
a. Nyamuk (mosquito)
Nyamuk adalah vektor mekanis atau vektor siklik penyakit pada manusia
dan hewan yang disebabkan oleh parasit dan virus, nyamuk dari genus Psorophora
dan Janthinosoma yang terbang dan menggigit pada siang hari, membawa telur
dari lalat Dermatobia hominis dan menyebabkan myiasis pada kulit manusia atau
ke mamalia lain. Species yang merupakan vektor penting penyebab penyakit pada
manusia antara lain penyakit :

51
1) Malaria
Vektor siklik satu-satunya dari malaria pada manusia dan malaria kera
adalah nyamuk Anopheles, sedangkan nyamuk Anopheles dan Culex keduaduanya
dapat menyebabkan malaria pada burung. Secara praktis tiap species Anopheles
dapat diinfeksi secara eksperimen, tetapi banyak species bukan vektor
alami.Sekitar 110 species pernah dihubungkan dengan penularan malaria,
diantaranya 50 species penting terdapat dimana-mana atau setempat yang dapat
menularkan penyakit malaria.
Sifat suatu species yang dapat menularkan penyakit ditentukan oleh :
a) Adanya di dalam atau di dekat tempat hidup manusia.
b) Lebih menyukai darah manusia dari pada darah hewan, walaupun bila hewan
hanya sedikit.
c) Lingkungan yang menguntungkan perkembangan dan memberikan jangka
hidup cukup lama pada Plasmodium untuk menyelesaikan siklus hidupnya.
d) Kerentanan fisiologi nyamuk terhadap parasit .
Untuk menentukan apakah suatu species adalah suatu vektor yang sesuai,
maka dapat dicatat persentase nyamuk yang kena infeksi setelah menghisap darah
penderita malaria, penentuan suatu species nyamuk sebagai vektor dapat
dipastikan dengan melihat daftar index infeksi alami, biasanya sekitar 1-5%, pada
nyamuk betina yang dikumpulkan dari rumah-rumah di daerah yang diserang
malaria.

2) Filariasis
Nyamuk Culex adalah vektor dari penyakit filariasis Wuchereria bancrofti
dan Brugia malayi. Banyak species Anopheles, Aedes, Culex dan Mansonia, tetapi

52
kebanyakan dari species ini tidak penting sebagai vektor alami. Di daerah tropis
dan subtropis, Culex quinquefasciatus (fatigans), nyamuk penggigit di lingkungan
rumah dan kota, yang berkembang biak dalam air setengah kotor sekitar tempat
tinggal manusia, adalah vektor umum dari filariasis bancrofti yang mempunyai
periodisitas nokturnal. Aedes polynesiensis adalah vektor umum filariasis
bancrofti yang non periodisitas di beberapa kepulauan Pasifik Selatan . Nyamuk
ini hidup diluar kota di semak-semak (tidak pernah dalam rumah) dan
berkembang biak di dalam tempurung kelapa dan lubang pohon, mengisap darah
dari binatang peliharaan mamalia dan unggas, tetapi lebih menyukai darah
manusia.

3) . Demam Kuning
Demam kuning (Yellow Fever) penyakit virus yang mempunyai angka
kematian tinggi, telah menyebar dari tempat asalnya dari Afrika Barat ke daerah
tropis dan subtropis lainnya di dunia, Nyamuk yang menggigit pada penderita
dalam waktu tiga hari pertama masa sakitnya akan menjadi infektif selama
hidupnya setelah virusnya menjalani masa multifikasi selama 12 hari.
Vektor penyakit ini adalah species nyamuk dari genus Aedes dan
Haemagogus, Aedes aegypti adalah vektor utama demam kuning epidemik, hidup
disekitar daerah perumahan, berkembang biak dalam berbagai macam tempat
penampungan air sekitar rumah, larva tumbuh subur sebagai pemakan zat organik
yang terdapat didasar penampungan air bersih (bottom feeders) atau air kotor yang
mengandung zat organik.

53
L. . Dengue Hemorrhagic Fever

Adalah penykit endemik yang disebabkan oleh virus di daerah tropis dan
subtropis yang kadang-kadang menjadi epidemik.Virus membutuhkan masa
multifikasi selama 8-10 hari sebelum nyamuk menjadi infektif, khususnya
ditularkan oleh species Aedes, terutama A. aegypti.Penyakit ini merupakan
penyakit endemis di Indonesia dan terjadi sepanjang tahun terutama pada saat
musim penghujan.

1. Lalat

a). Lalat Rumah (Housefly)


Lalat rumah, Musca domestica, hidup disekitar tempat kediaman manusia di
seluruh dunia.Seluruh lingkaran hidup berlangsung 10 sampai 14 hari, dan lalat
dewasa hidup kira-kira satu bulan.Larvanya kadang-kadang menyebabkan myasis
usus dan saluran kencing serta saluran kelamin.
Lalat adalah vektor mekanik dari bakteri patogen, protozoa serta telur dan
larva cacing, Luasnya penularan penyakit oleh lalat di alam sukar
ditentukan.Dianggap sebagai vektor penyakit typhus abdominalis, salmonellosis,
cholera, dysentery bacillary dan amoeba, tuberculosis, penyakit sampar, tularemia,

54
anthrax, frambusia, conjunctivitis, demam undulans, trypanosomiasis dan
penyakit spirochaeta.

b).Lalat Pasir (Sandfly)


Lalat pasir ialah vektor penyakit leishmaniasis, demam papataci dan
bartonellosisi.Leishmania donovani, penyebab Kala azar; L. tropica, penyebab
oriental sore; dan L. braziliensis, penyebab leishmaniasis Amerika, ditularkan oleh
Phlebotomus. Demam papataci atau demam phlebotomus, penyakit yang
disebabkan oleh virus banyak terdapat di daerah Mediterania dan Asia Selatan,
terutama ditularkan oleh P. papatsii, yang menjadi infektif setelah masa
perkembangan virus selama 7-10 hari. Bartonellosis juga terdapat di Amerika
Selatan bagian Barat Laut sebagai demam akut penyakit Carrion dan sebagai
keadaan kronis berupa granulema verrucosa.Basil penyebab adalah Bartonella
bacilliformis, ditularkan oleh lalat pasir yang hidup di daerah pegunungan Andes.
c).Lalat Tsetse (Tsetse Flies)
Lalat tsetse adalah vektor penting penyakit trypanosomiasis pada manusia dan
hewan peliharaan.Paling sedikit ada tujuh species sebagai vektor infeksi
trypanosoma pada hewan peliharaan, species Trypanosoma rhodesiense yang
menjadi, penyebab trypanosomiasis, adalah Glossina morsitans, G. swynnertoni,
dan G. Pallidipes.Vektor utama .pada Penyakit Tidur (Sleeping Sickness) di
Gambia adalah species G. palpalis fuscipes dan pada daerah - daerah tertentu
adalah species G. tachhinoides.

55
d).Lalat Hitam (Blackflies)
Adalah vektor penyakit Oncheocerciasis Di Afrika adalah species Simulium
damnosum dan S. neavei dan di Amerika adalah S. metallicum, S. ochraceum dan
S. callidum. Species lain mungkin adalah vektor yang tidak penting dan
menularkan onchocerciasis pada ternak dan penyakit protozoa pada burung.

2. Tuma Kepala, Tuma badan, dan Tuma Kemaluan (Head Lice, Body Lice,
and Crab Lice)

Tuma badan adalah vektor epidemic typhus, epidemic relapsing fever di Eropa
dan Amerika Latin,.Tuma mendapat infeksi dari Reckettsia prowazeki, bila
menghisap darah penderita. Rickettsia berkembang biak dalam epitel lambung
tengah tuma dan dikeluarkan bersama tinja. Tuma tetap infektif selama hidupnya;.
Manusia biasanya mendapat infeksi karena kontaminasi pada luka gigitan, kulit
yang lecet atau mukosa dengan tinja atau badan tuma yang terkoyak Bila oleh
spirochaeta Borrelia recurrentis, penyebab epidemic relapsing fever di Eropa,
spirochaeta akan berkembang biak di seluruh tubuh tuma, yang tetap infektif
selama hidupnya,. Demam parit, suatu penyakit yang disebabkan oleh Rickettsia
juga ditularkan oleh tuma tetapi tidak fatal, pernah berjangkit sebagai penyakit

56
epidemik selama Peran Dunia pertama dan kemudian menjadi endemik di Eropa
dan Mexico.

3. Pinjal (Fleas)

Pinjal adalah serangga yang termasuk ordo siphonatera. Pinjal merupakan


serangga parasit yang umumnya ditemukan pada hewan namun terkadang juga
pada manusia. Pinjal menghisap darah dari inang yang ditumpanginya. Saat pinjal
menggigit kulit inangnya, air ludah pinjal akan ikut masuk ke dalam jaringan kulit
dan menyebabkan radang serta alergi. Selain itu, kotoran pinjal juga dapat
menyebabkan penyakit Rickettsia jika masuk kedalam luka gigitannya. Pinjal
hanya penting dalam dunia kedokteran terutama yang berhubungan dengan
penularan penyakit sampar dan endemic typhus. Pinjal dapat juga bertindak
sebagai hospes perantara parasit.

57
4. Tungau (Mites)

Adalah vektor pada penyakit tsutsugamushi atau scrub typhus yang


disebabkan oleh Rickettsia tsutsugamushi, tungau mengigit manusia
menyebabkan luka bernanah disertai demam yang remiten, lymphadenitis,
splenomegaly dan suatu eritema yang merah sekali.
Vektor utamanya adalah Trombicula akamushi dan T. deliensis, tungau
menularkan penyakit pada stadium larva sedangkan larvanya adalah parasit pada
tikus ladang di Jepang dan beberapa tikus rumah dan tikus lading di Taiwan dan di
Indonesia.Manusia merupakan hospes secara kebetulan, larvanya melekatkan diri
pada pekerja di ladang.Penyakit ini dapat ditularkan dari generasi ke generasi,
sehingga larva generasi kedua mampu menginfeksi manusia.

2.3. Pengendalian vektor


Pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah upaya untuk
mengurangi atau menurunkan populasi vektor atau binatang pengganggu dengan

58
maksud pencegahan atau pemberantasan penyakit yang ditularkan atau gangguan
(nuisance) oleh vektor dan binatang pengganggu tersebut.
Menurut WHO (Juli Soemirat,2009:180), pengendalian vektor penyakit
sangat diperlukan bagi beberapa macam penyakit karena berbagai alasan :
 Penyakit tadi belum ada obatnya ataupun vaksinnya, seperti
hamper semua penyakit yang disebabkan oleh virus.
 Bila ada obat ataupun vaksinnya sudah ada, tetapi kerja obat tadi
belum efektif, terutama untuk penyakit parasiter
 Berbagai penyakit di dapat pada banyak hewan selain manusia,
sehingga sulit dikendalikan.
 Sering menimbulkan cacat, seperti filariasis dan malaria.
 Penyakit cepat menjalar, karena vektornya dapat bergerak cepat
seperti insekta yang bersayap

Ada beberapa cara pengendalian vektor dan binatang pengganggu


diantaranya adalah sebagai berikut.
- Pengendalian kimiawi

Cara ini lebih mengutamakan penggunaan pestisida/rodentisida untuk


peracunan. Penggunaan racun untuk memberantas vektor lebih efektif namun
berdampak masalah gangguan kesehatan karena penyebaran racun tersebut
menimbulkan keracunan bagi petugas penyemprot maupun masyarakat dan hewan
peliharaan. Sebagai ilustrasi, pada tahun 1960-an yang menjadi titik tolak kegiatan
kesehatan secara nasional (juga merupakan tanggal ditetapkannya Hari Kesehatan
Nasional), ditandai dengan dimulainya kegiatan pemberantasan vektor nyamuk
menggunakan bahan kimia DDT atau Dieldrin untuk seluruh rumah penduduk
pedesaan. Hasilnya sangat baik karena terjadi penurunan densitas nyamuk secara
drastis, namun efek sampingnya sungguh luar biasa karena bukan hanya nyamuk
saja yang mati melainkan cicak juga ikut mati keracunan (karena memakan
nyamuk yang keracunan), cecak tersebut dimakan kucing dan ayam, kemudian
kucing dan ayam tersebut keracunan dan mati, bahkan manusia jugs terjadi
keracunan Karena menghirup atau kontak dengan bahan kimia tersebut melalui
makanan tercemar atau makan ayam yang keracunan.

59
Selain itu penggunaan DDT/Dieldrin ini menimbulkan efek kekebalan
tubuh pada nyamuk sehingga pada penyemprotan selanjutnya tidak banyak
artinya. Selanjutnya bahan kimia tersebut dilarang digunakan. Penggunaan bahan
kimia pemberantas serangga tidak lagi digunakan secara massal, yang masih
dgunakan secra individual sampai saat ini adalah jenis Propoxur (Baygon).
Pyrethrin atau dari ekstrak tumbuhan/bunga-bungaan.
Untuk memberantas Nyamuk Aedes secara missal dilakukan fogging
bahan kimia jenis Malathion/Parathion, untuk jentik nyamuk Aedes digunakan
bahan larvasida jenis Abate yang dilarutkan dalam air. Cara kimia untuk
membunuh tikus dengan menggunakan bahan racun arsenic dan asam sianida.
Arsenik dicampur dalam umpan sedangkan sianida biasa dilakukan pada gudang-
gudang besar tanpa mencemai makanan atau minuman, juga dilakukan pada kapal
laut yang dikenal dengan istilah fumigasi. Penggunaan kedua jenis racun ini harus
sangat berhati-hati dan harus menggunakan masker karena sangat toksik terhadap
tubuh manusia khususnya melalui saluran pernafasan.
Penggunaan bahan kimia lainnya yang tidak begitu berbahaya adalah
bahan attractant dan repellent. Bahan Attractant adalah bahan kimia umpan untuk
menarik serangga atau tikus masuk dalam perangkap. Sedangkan repellent adalah
bahan/cara untuk mengusir serangga atau tikus tidak untuk membunuh.
Contohnya bahan kimia penolak nyamuk yang dioleskan ke tubuh manusia
(Autan, Sari Puspa, dll) atau alat yang menimbulkan getaran ultrasonic untuk
mengusir tikus (fisika).
Pada pendekatan ini, dilakukan beberapa golongan insektisida seperti
golongan organoklorin, golongan organofosfat, dan golongan karbamat. Namun,
penggunaan insektisida ini sering menimbulkan resistensi dan juga kontaminasi
pada lingkungan. Macam – macam insektisida yang digunakan:
 Mineral (Minyak), misalnya minyak tanah, boraks, solar, dsb.
 Botanical (Tumbuhan), misalnya Pyrethum, Rotenone, Allethrin, dsb.
Insektisida botanical ini disukai karena tidak menimbulkan masalah residu
yang toksis.
 Chlorined Hyrocarbon, misalnya DDT, BHC, Lindane, Chlordane, Dieldrin,
dll. Tetapi penggunaan insektisida ini telah dibatasi karena resistensinya dan
dapat mengkontaminasi lingkungan.

60
 Organophosphate, misalnya Abate, Malathion, Chlorphyrifos, dsb. Umumnya
menggantikan Chlorined Hydrocarbon karena dapat melawan vektor yang
resisten dan tidak mencemari lingkungan.
 Carbamate, misalnya Propoxur, Carbaryl, Dimetilen, Landrin, dll. Merupakan
suplemen bagi Organophosphate.
 Fumigant, misalnya Nophtalene, HCN, Methylbromide, dsb. Adalah bahan
kimia mudah menguap dan uapnya masuk ke tubuh vektor melalui pori
pernapasan dan melalui permukaan tanah.
 Repelent, misalnya diethyl toluemide. Adalah bahan yang menerbitkan bau
yang menolak serangga, dipakaikan pada kulit yang terpapar, tidak
membunuh serangga tetapi memberikan perlindungan pada manusia.

- Pengendalian Fisika-Mekanika

Cara ini menitik beratkan kepada pemanfaatan iklim/musim dan


menggunakan alat penangkap mekanis antara lain :
 Pemasangan perangkap tikus atau perangkap serangga
 Pemasangan jarring
 Pemanfaatan sinar/cahaya untuk menarik atau menolak (to attrack and to
repeal)
 Pemanfaatan kondisi panas dan dingin untuk membunuh vektor dan
binatang penganggu.
 Pemanfaatan kondisi musim/iklim untuk memberantas jentik nyamuk.
 Pemanfaatan suara untuk menarik atau menolak vektor dan binatang
pengganggu.
 Pembunuhan vektor dan binatang pengganggu menggunakan alat
pembunuh (pemukul, jepretan dengan umpan, dll)
 Pengasapan menggunakan belerang untuk mengeluarkan tikus dari
sarangnya sekaligus peracunan.
 Pembalikan tanah sebelum ditanami.
 Pemanfaatan arus listrik dengan umpan atau attracktant untuk membunuh
vektor dan binatang pengganggu (perangkap serangga dengan listrik daya
penarik menggunakan lampu neon).

- Pengendalian lingkungan

61
Merupakan cara terbaik untuk mengontrol arthropoda karena hasilnya
dapat bersifat permanen. Contoh, membersihkan tempat-tempat hidup
arthropoda. Terbagi atas dua cara yaitu :
 Perubahan lingkungan hidup (environmental management), sehingga
vektor dan binatang penggangu tidak mungkin hidup. Seperti
penimbunan (filling), pengeringan (draining), dan pembuatan
(dyking).
 Manipulasi lingkungan hidup (environmental manipulation), sehingga
tidak memungkinkan vektor dan binatang penggangu berkembang
dengan baik. Seperti pengubahan kadar garam (solinity), pembersihan
tanaman air, lumut, dan penanaman pohon bakau (mangrouves) pada
tempat perkembangbiakan nyamuk.

- Pengendalian Genetik
Metode ini dimaksudkan untuk mengurangi populasi vektor dan
binatang penggangu melalui teknik-teknik pemandulan vektor jantan
(sterila male techniques), pengunaan bahan kimia penghambat pembiakan
(chemosterilant), dan penghilangan (hybiriditazion). Masih ada usaha yang
lain seperti :
 Perbaikan sanitasi : bertujuan menghilangkan sumber-sumber
makanan(food preferences), tempat perindukan (breeding places), dan
tempat tinggal (resting paces), yang dibutuhkan vektor.
 Peraturan perundangan : mengatur permasalahan yang menyangkut
usaha karantina, pengawasan impor-ekspor, pemusnahan bahan
makanan atau produk yang telah rusak karena vektor dan sebagainya.
 Pencegahan (prevention) : menjaga populasi vektor dan binatang
pengganggu tetap pada suatu tingkat tertentu dan tidak menimbulkan
masalah.
 Penekanan (supresion) : menekan dan mengurangi tingkat
populasinya.
 Pembasmian (eradication) : membasmi dan memusnakan vektor dan
binatang pengganggu yang menyerang daerah/wilayah tertentu secara
keseluruhan.

- Upaya pengendalian binatang pengganggu

62
Dalam pendekatan ini ada beberapa teknik yang dapat digunakan,
diantaranya steril technique, citoplasmic incompatibility, dan choromosom
translocation. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah :
 Menempatkan kandang ternak di luar rumah
 Merekonstruksi rumah
 Membuat ventilasi
 Melapisi lantai dengan semen
 Melapor ke puskesmas bila banyak tikus yang mati
 Mengatur ketinggian tempat tidur setidaknya >20 cm dari lantai.

63
BAB III
METODE PELAKSANAAN

A. Kerangka Pemecahan Masalah


Karangka pemecahan masalah merupakan serangkaian prosedur dan
langkah-langkah dalam pelaksanaan yang bertujuan untuk mendapatkan tahapan
yang terstruktur secara sistematis, sehingga pelaksanaan dapat dilakukan dengan
efektif dan efesien.
Output yang ada dalam pelaksanaan, meliputi pengklasifikasian atribut
pelayanan berdasarkan kesadaran masyarakat. Pelaksanaan terdiri dari tiga
tahapatan yaitu, tahap persiapan, pengumpulan data, pengolahan data. Tahap
persiapan melakukan survey dan mencari masalah kesehatan keluarga yang
berkaitan dengan stunting dari hasil survey tersebut penulis mengidentifikasikan
dan merumaskan permasalahan yang terjadi dilapangan. Kemudian menentukan
tujuan dari pelaksanaan agar pelaksanaan dapat fokus pada permasalahan yang
ada.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mewawancarai ibu hamil dan
ibu baduta (Bayi dua tahun) di Desa Landih, Kecamatan Bangli, Kabupaten
Bangli untuk mengetahui keadaan dari ibu hamil dan baduta sehingga dapat
dianalisis permasalahan dan dicari pemecahannya

Identifikasi Masalah
Pengumpulan data
pada ibu hamil, ibu
. menyusui dan baduta
Gambar 1. Kerangka Pemecahan Masalah

Persiapan
Obervasi menggali Menentukan 10 KK
Intervensi
permasalahan lebih dalam sebagai Prioritas

Monitoring dan Evaluasi


Kesimpulan dan
64
Saran
Pengolahan Data
B. Realisasi Pemecahan Masalah
Realisasi pemecahan masalah dalam kegiatan KKN IPE ini
dilakukan pada saat bersamaan dengan intervensi dengan mengadakan
penyuluhan serta pemantauan kesehatan.
Penyuluhan diberikan sesuai dari 10 kk yang bermasalah yang
sesuai dengan 12 indikator keluarga sehat yang akan dilakukan oleh
mahasiswa poltekkes Denpasar yang berkompeten dibidangnya.

Tabel 2.Realisasi Pemecahan Masalah Sesuai Kompetensi Masing-Masing


Jurusan
Urutan
Jurusan Rencana Intervensi
Masalah
Keperawatan Hipertensi 1. Observasi tanda vital (fokus : tekanan
darah)
2. Pemaparan pendidikan kesehatan
mengenai hipertensi :
a. Pengertian hipertensi
b. Penyebab hipertensi
c. Tanda dan gejala hipertensi
d. Komplikasi hipertensi
e. Pencegahan hipertensi
f. Pengobatan tradisional hipertensi
3. Berikan terapi acupressure selama ± 2
menit di setiap titik yang bermasalah dan
massage (titik (GB 20, GB 21, SI 8, LI 4)
4. Kolaborasi dengan fasilitas pelayanan
kesehatan terdekat untuk terapi medis

65
Urutan
Jurusan Rencana Intervensi
Masalah
1. Observasi adanya gangguan kesehatan jiwa
2. Pemaparan pendidikan kesehatan
mengenai gangguan jiwa :
a. Pengertian gangguan jiwa
b. Jenis-jenis gangguan jiwa (terbanyak di
masyarakat)
c. Gejala utama dan tambahan pada penderita
Gangguan Jiwa
ganggaun jiwa
d. Faktor risiko gangguan jiwa
e. Deteksi dini gangguan jiwa
f. Penanganan awal dan perawatan ODGJ
(Orang Dengan Gangguan Jiwa) di
keluarga
g. Kolaborasi dengan faskes RSJ
1. Observasi tanda vital dan keluhan pasien
(adanya sesak napas, batuk > 1 bulan,
batuk berdarah, berkeringat di malam hari,
penurunan berat badan yang cukup drastis)
2. Pemaparan pendidikan kesehatan
mengenai TB :
TB (kolaborasi a. Pengertian TB
b. Penyebab TB
dengan Analis
c. Tanda dan gejala TB
Kesehatan) d. Penularan TB
e. Faktor Risiko TB
f. Cara menemukan pasien TB
g. Pengobatan TB
h. Pemantauan kemajuan pengobatan TB
i. Bahaya pemutusan obat
j. Pengawas Menelan Obat (PMO)
k. Pencegahan penularan TB
l. Etika batuk
Kebidanan Program 1. Pendidikan Kesehatan KB di Keluarga
2. Pendidikan Kesehatan Reproduksi pada
Keluarga
Wanita Usia Subur (WUS) dan Pasangan
Berencana (KB)
Usia Subur (PUS)

66
Urutan
Jurusan Rencana Intervensi
Masalah
1. Pendidikan Kesehatan Tentang Pelayanan
ANC selama hamil
Persalinan
2. Pendidikan Kesehatan Tentang Persalinan
di Fasilitas Kesehatan
1. Pendidikan kesehatan tentang imunisasi
dasar lengkap :
a. Pengertian imunisasi
b. Manfaat imunisasi
c. Usia bayi/balita yang harus memperoleh
Imunisasi Dasar
imunisasi
Lengkap d. Waktu dan tempat pemberian imunisasi
(jadwal imunisasi pada bayi dan balita)
e. Efek samping imunisasi
f. Masalah yang terjadi bila tidak dilakukan
imunisasi
1. Pendidikan Kesehatan Tentang Pentingnya
ASI Eksklusif
2. Cara Menyimpan ASI
Air Susu Ibu 3. Cara Menyusui Yang Benar
(ASI) Eksklusif 4. Cara Memerah ASI Yang Benar
5. Cara Perawatan Payudara
6. Peran Suami dalam Keberhasilan
Pemberian ASI Eksklusif
1. Peningkatan capaian ASI eksklusif
Air Susu Ibu a. Pentingnya ASI eksklusif
b. Jenis makanan yang baik untuk ibu dalam
(ASI) Eksklusif
masa menyusui
1. Pendidikan Kesehatan Tentang Pentingnya
Pemantauan
Posyandu
Tumbuh
2. Pemantauan Gizi dan Tumbuh Kembang
Kembang pada
Gizi Balita (Pengukuran BB,TB, LILA, LK)
Bayi dan Balita
Pemberian PMT dan Vitamin A
1. Pemaparan kebutuhan energi pada pasien
hipertensi dan TB
2. Pemaparan asupan yang dianjurkan pada
Diet penyakit
penderita hipertensi dan TB
3. Pemaparan jenis makanan/minuman yang
tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi

67
Urutan
Jurusan Rencana Intervensi
Masalah
1. Pendidikan kesehatan Tentang Bahaya
Merokok
Analis Bahaya 2. Tersedianya pelayanan konseling berhenti
Kesehatan Merokok merokok
3. Pemberlakuan kawasan dilarang merokok
4. Pemberlakuan batas usia pembeli rokok
1. Pendidikan Kesehatan Tentang Air Bersih :
Sarana air a. Pengertian air bersih
b. Ciri-ciri air bersih
bersih c. Jenis sarana air bersih
d. Pentingnya akses Air Bersih
Kesehatan 1. Pendidikan Kesehatan Tentang Jamban
Lingkungan Akses/ Sehat
a. Jenis-jenis jamban
menggunakan
b. Pentingnya jamban sehat bagi keluarga
jamban sehat c. Hubungan antara jamban sehat dengan air
bersih
Pendidikan kesehatan kebersihan gigi pada :
1. Anak-anak
2. Remaja
Kesehatan Gigi 3. Dewasa (umum, perokok, penderita
penyakit tertentu seperti DM dan TB Paru)
Kep. Gigi 4. Lansia
5. Pentingnya menjaga kesehatan gigi
Pendidikan Jaminan Kesehatan:
1. Pengertian JKN/Askes
JKN/Askes
2. Pentingnya memiliki JKN/Askes
3. Cara mendaftar JKN/Askes

C. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan yang digunakan dalam kegiatan KKN IPE ini
adalah metode Inter-Professional Education (IPE). Mahasiswa dari
berbagai profesi (kebidanan, keperawatan, gizi, analis kesehatan,
keperawatan gigi dan kesehatan lingkungan) melakukan pengabdian
kepada masyarakat secara bersama sesuai dengan kompetensi masing-
masing.
Adapun pelaksanaan dalam kegiatan KKN IPE ini meliputi:
1. Kunjungan Rumah

68
Kunjungan rumah dilakukan dengan mendata dari rumah ke rumah
yang sudah terdata di kader di lingkungan Desa Landih, Kecamatan
Bangli, Kabupaten Bangli untuk menemukan gambaran tentang
kondisi dan situasi pada ibu hamil, ibu menyusui dan baduta yang
mengarah pada kejadian stunting yang ditemui saat survey dilakukan.
2. Pengisian Kuisioner
Pengisian kuisioner dilakukan dengan menyebar kuisioner yang telah
dikembangkan sebelumnya, pedoman wawancara untuk
wawancara.Penyebaran kuisioner dilakukan kepada 169 kk yang
berada di wilayah Desa Landih, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli
yang terdiri dari lima banjar.
3. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan pedoman wawancara yang dilakukan
kepada tokoh masyarakat (Kades dan Kadus), pihak puskesmas dan
kader untuk mendapatkan data karakteristik daerah, data ibu hamil, dan
baduta yang terdapat di Desa Landih, Kecamatan Bangli, Kabupaten
Bangli.
4. Pengamatan Langsung
Pengamatan langsung dilakukan dengan menggunakan format
observasi yang telah disiapkan sebelumnya. Data yang didapat yaitu
data fisik, tingkah laku dan keadaan lingkungan.
5. Intervensi
Intervensi dilakukan setelah mengetahui permasalahan-permasalahan
yang terdapat pada masing-masing keluarga yang berdasarkan pada 12
indikator keluarga sehat, yang dilakukan oleh mahasiswa sesuai
dengan kompetensinya masing-masing.

D. Sasaran
Sasaran yang dituju dalam kegiatan ini adalah ibu hamil, ibu menyusui dan
baduta yang berada di wilayah Desa Landih, Kecamatan Bangli,
Kabupaten Bangli.

E. Tempat dan Waktu


1. Tempat
Kegiatan KKN IPE ini dilaksanakan di Desa Landih, Kecamatan
Bangli, Kabupaten Bangli.
2. Waktu

69
Kegiatan KKN IPE ini di mulai dari tanggal 13 Januari sampai dengan
8 Februari 2020.

F. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan dalam kegiatan KKN IPE ini adalah sesuai
dengan masing-masing profesi, diantaranya :
- Perawat : Tensi Meter
- Bidan : Tensi Meter, Mcd, Funduscope
- Gizi : Pita LILA, Timbangan, Microtoice,
Midline
- Analis Kesehatan : POCT (untuk pemeriksaan HB) dan stik
HB
- Perawat Gigi : Alat OD
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam kegiatan KKN IPE ini adalah leaflet dan
kuisioner yang disusun mencakup format pendataan yang dapat
mengidentifikasi masalah kesehatan dan dapat memberi informasi
tentang: antopometri, pelayanan kesehatan, pengetahuan ibu balita
tentang gizi, pengetahuan ibu hamil tentang gizi, praktik ASI eksklusif
ibu menyusui, pengetahuan ibu menyusui tentang ASI eksklusif,
pengetahuan ibu menyusui tentang MP-ASI, kesehatan gigi pada ibu
hamil dan ibu menyusui, keadaan lingkungan tempat tinggal, tingkat
kemandirian keluarga dalam pencegahan masalah kesehatan.

G. Pihak yang Terlibat


Pihak yang terlibat dalam kegiatan ini adalah ibu hamil, ibu
menyusui dan baduta, seluruh mahasiswa dari berbagai jurusan
(kebidanan, keperawatan, gizi, analis kesehatan, keperawatan gigi dan
kesehatan lingkungan) yang didampingi oleh dosen pembimbing dari
berbagai jurusan dan petugas dari UPT KESMAS Bangli Utara.

H. Penilaian Kegiatan

Tabel 3.Penilaian Kegiatan yang diberikan Kepada Anggota Keluarga

No Indikator Intervensi
1 Keluarga mengikuti program Keluarga 1. Pendidikan Kesehatan KB di Keluarga
2. Pendidikan Kesehatan Reproduksi pada

70
No Indikator Intervensi
Berencana (KB) Wanita Usia Subur (WUS) dan Pasangan
Usia Subur (PUS)
2 Ibu melakukan persalinan di fasilitas 1. Pendidikan Kesehatan Tentang
kesehatan Pelayanan ANC selama hamil
2. Pendidikan Kesehatan Tentang
Persalinan di Fasilitas Kesehatan
3 Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap 1. Pendidikan Kesehatan Tentang
Pentingnya Imunisasi Dasar Lengkap
4 Bayi mendapat air susu ibu (ASI) 1. Pendidikan Kesehatan Tentang
Eksklusif selama 6 bulan Pentingnya ASI Eksklusif
2. Cara Menyimpan ASI
3. Cara Menyusui Yang Benar
4. Cara Memerah ASI Yang Benar
5. Cara Perawatan Payudara
6. Peran Suami dalam Keberhasilan
Pemberian ASI Eksklusif
5 Balita mendapatkan pemantauan 1. Pendidikan Kesehatan Tentang
pertumbuhan Pentingnya Posyandu
2. Pemantauan Gizi dan Tumbuh Kembang
Balita (Pengukuran BB,TB, LILA, LK)
Pemberian PMT dan Vitamin A
6 Penderita tuberkulosis paru 1. Pendidikan Kesehatan Tentang Penyakit
mendapatkan pengobatan sesuai standar TB
2. Adanya Pengawas Menelan Obat (PMO)
7 Penderita hipertensi melakukan 1. Pendidikan Kesehatan Tentang Akses
pengobatan secara teratur pelayanan terpadu PTM
2. Tersedianya Pos Pembinaan Penyakit
Terpadu PTM (Posbindu)
3. Sistem pengawasan keteraturan
menelan obat
4. Tersedianya pelayanan konseling
berhenti merokok
5. Peningkatan kegiatan senam & aktivitas
fisik
6. Pembatasan kandungan garam pada
makanan & bahan tambahan makanan

8 Penderita gangguan jiwa mendapatkan 1. Pendidikan Kesehatan Tentang Akses

71
No Indikator Intervensi
pengobatan dan tidak ditelantarkan pelayanan terpadu PTM
2. Tersedianya pengobatan & perlakuan
terhadap penderita gangguan jiwa
9 Anggota keluarga tidak ada yang 1. Pendidikan kesehatan Tentang Bahaya
merokok Merokok
2. Tersedianya pelayanan konseling
berhenti merokok
3. Pemberlakuan kawasan dilarang
merokok
4. Pemberlakuan kawasan dilarang
merokok
5. Kemberlakuan batas usia pembeli rokok
10 Keluarga mempunyai akses/ memiliki 1. Pendidikan Kesehatan Tentang Air
sarana air bersih Bersih
2. Tersedianya Sarana Air Bersih
11 Keluarga mempunyai akses/ 1. Pendidikan Kesehatan Tentang Jamban
menggunakan jamban sehat Sehat
2. Tersedianya jamban sehat
3. Penggunaan Air Bersih
4. Pentingnya Penggunaan Jamban Sehat
12 Keluarga sudah menjadi anggota 1. Pendidikan Kesehatan Tentang JKN
2. Tersedianya pelayanan kepersertaan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
BPJS dan Jaminan Kesehatan JKN

72
Tabel 4. POA (Planning Of Action)
No. Metode pelaksanaan Sasaran Tempat dan waktu Alat dan bahan Pihak yang Penilaian
terlibat kegiatan

1 Penyuluhan diberikan Keluarga dengan anggota Selasa, 20 Pebruari Leaflet dan Pemegang Evaluasi sumatif
dengan metode ceramah, keluarga yang memiliki ibu 2018. Pukul 09.00 Poster, program, dan
tanya jawab dan hamil yang tidak WITA. profesi terkait
demonstrasi mempunyai buku KIA dan
mengalami KEK, ada salah
satu anggota keluarga yang
mengalami hipertensi
2 Penyuluhan diberikan Keluarga dengan anggota Selasa, 20 Pebruari Leaflet dan Pemegang Evaluasi sumatif
dengan metode ceramah, keluarga yang tidak 2018. Pukul 10.00 Poster, Alat program, dan
tanya jawab dan menggunakan KB, tidak WITA. Peraga (jenis- profesi terkait
demonstrasi memiliki jamban dan air jenis KB)
bersih, salah satu anggota
keluarga perokok aktif dan
tidak mempunyai JKN
3 Penyuluhan diberikan Keluarga dengan anggota Selasa, 20 Pebruari Leaflet dan Pemegang Evaluasi sumatif
dengan metode ceramah, keluarga yang tidak 2018. Pukul 11.00 Poster program, dan

73
tanya jawab dan memilii JKN, tidak WITA. profesi terkait
demonstrasi memberikan ASI Eksklusif,
dan salah satu anggota
keluarga perokok aktif
4 Penyuluhan diberikan Keluarga dengan anggota Selasa, 20 Pebruari Leaflet dan Pemegang Evaluasi sumatif
dengan metode ceramah, keluarga yang memiliki 2018. Pukul 14.00 Poster program, dan
tanya jawab dan jamban kotor, tidak WITA. profesi terkait
demonstrasi memantau tumbuh
kembang anak
(penimbangan balita) dan
salah satu anggota keluarga
perokok aktif
5 Penyuluhan diberikan Keluarga dengan anggota Selasa, 20 Pebruari Leaflet dan Pemegang Evaluasi sumatif
dengan metode ceramah, keluarga yang tidak 2018. Pukul 15.00 Poster program, dan
tanya jawab dan mempunyai jamban dan air WITA. profesi terkait
demonstrasi bersih, serta salah satu
anggota keluarga perokok
aktif
6 Penyuluhan diberikan Keluarga dengan anggota Rabu, 21 Pebruari Leaflet dan Pemegang Evaluasi sumatif
dengan metode ceramah, keluarga yang tidak 2018. Pukul 09.00 Poster program, dan

74
tanya jawab dan memiliki JKN, terdapat WITA. profesi terkait
demonstrasi balita kurang gizi, dan
salah satu anggota perokok
aktif
7 Penyuluhan diberikan Keluarga dengan anggota Rabu, 21 Pebruari Leaflet dan Pemegang Evaluasi sumatif
dengan metode ceramah, keluarga yang tidak 2018. Pukul 10.00 Poster program, dan
tanya jawab dan memiliki jamban dan air WITA. profesi terkait
demonstrasi bersih, tidak memiliki
JKN, salah satu anggota
keluarga memiliki
hipertensi serta salah satu
anggota keluarga perokok
aktif
8 Penyuluhan diberikan Keluarga dengan anggota Rabu, 21 Pebruari Leaflet dan Pemegang Evaluasi sumatif
dengan metode ceramah, keluarga yang tidak 2018. Pukul 11.00 Poster program, dan
tanya jawab dan memiliki air bersih, tidak WITA. profesi terkait
demonstrasi memiliki JKN dan salah
satu anggota keluarga
perokok aktif
9 Penyuluhan diberikan Keluarga dngan anggota Rabu, 21 Pebruari Leaflet dan Pemegang Evaluasi sumatif

75
dengan metode ceramah, keluarga yang merupakan 2018. Pukul 14.00 Poster program, dan
tanya jawab dan perokok aktif, tidak WITA. profesi terkait
demonstrasi memiliki JKN dan salah
satu anggota keluarga yang
memiliki gizi lebih
10 Penyuluhan diberikan Keluarga yang memiliki Rabu, 21 Pebruari Leaflet dan Pemegang Evaluasi sumatif
dengan metode ceramah, anggota keluarga dengan 2018. Pukul 15.00 Poster program, dan
tanya jawab dan perokok aktif, ibu hamil WITA. profesi terkait
demonstrasi dengan HB rendah dan
mengalami KEK

Tabel 5. INTERVENSI
No. Nama KK IKS Masalah yang ditemukan Profesi Rencana Intervensi
yang
terlibat

76
1 I Wayan Nasa 0,8 - Ibu hamil yang tidak memiliki buku KIA Bidan - Memberikan KIE tanda
- Ibu hamil yang Kekurangan Energi Kronis (KEK)
bahaya masa kehamilan
- Orang tua yang Hipertensi
- Menganjurkan
persiapan persalinan
karena ibu sudah
memasuki masa akan
persalinan
- Memasang stiker P4K

Gizi - Pemberian PMT pada


ibu hamil
- Memberikan KIE
tentang pentingnya
makanan ibu hamil
- Edukasi tentang
pentingnya ASI bagi ibu
dan bayi

77
Perawat - Kaji tingkat
pengetahuan keluarga
mengenai cara merawat
anggota keluarga yang
sakit.
- Kaji TTV keluarga
- Berikan Penkes kepada
keluarga tentang :
a. Komplikasi hipertensi
b. Cara mencegah
komplikasi dari
hipertensi
- Ajarkan keluarga cara
merawat anggota
keluarga dengan
penyakit hipertensi
- Berikan tindakan
komplementer
(akupressur dan
masase)
- Berikan kesempatan
keluarga bertanya

78
2 I Ketut 0,8 - Kepala keluarga yang merokok Analis 5. Pendidikan kesehatan
- Keluarga tidak memiliki JKN
Kartika Kesehatan Tentang Bahaya Merokok
- Keluarga tidak memiliki jamban
6. Tersedianya pelayanan
- Keluarga tidak memiliki air bersih
- Tidak menggunakan KB konseling berhenti
merokok
7. Pemberlakuan kawasan
dilarang merokok
8. Pemberlakuan batas usia
pembeli rokok
Keperawatan 1. Pendidikan Jaminan
Gigi Kesehatan:
- Pengertian JKN/Askes
- Pentingnya memiliki
JKN/Askes
- Cara mendaftar
JKN/Askes

79
Kesehatan 1. Edukasi mengenai
lingkungan kepemilikan jamban:
- Buat surat dikirim kepada
Kepala Dusun, tembusan
ditujukankepada Kepala
Desa, selanjutnya Kades
melaporkan ke Puskesmas
agar KK yang
bersangkutan
mendapatkan dana
pembuatan jamban.
2. Pendidikan Kesehatan
Tentang Air Bersih :
- Pengertian air bersih
- Ciri-ciri air bersih
- Jenis sarana air
bersih
- Pentingnya akses
Air Bersih

Bidan 3. Pendidikan Kesehatan KB


di Keluarga

80
4. Pendidikan Kesehatan
Reproduksi pada Wanita
Usia Subur (WUS) dan
Pasangan Usia Subur (PUS)

3 I Nyoman 0,5 - Kepala keluarga dan anak yang merokok Analis 1. Pendidikan kesehatan
- Keluarga tidak memiliki JKN
Kaba Kesehatan Tentang Bahaya Merokok
- Tidak menggunkan KB
2. Tersedianya pelayanan
- Anak tidak mendapatkan ASI Eksklusif
konseling berhenti
merokok
3. Pemberlakuan kawasan
dilarang merokok
4. Pemberlakuan batas usia
pembeli rokok
Keperawatan 1. Pendidikan Jaminan
Gigi Kesehatan:
- Pengertian JKN/Askes
- Pentingnya memiliki
JKN/Askes
2. Cara mendaftar JKN/Askes

81
Bidan 1. Pendidikan Kesehatan KB
di Keluarga
2. Pendidikan Kesehatan
Reproduksi pada Wanita
Usia Subur (WUS) dan
Pasangan Usia Subur
(PUS)

GIZI 2. Peningkatan capaian ASI


eksklusif
a. Pentingnya ASI
eksklusif
4 Anak Agung 1 - Kepala keluarga yang merokok Analis 1. Pendidikan kesehatan
- Balita yang tidak menimbang ke posyandu
Ben Kesehatan Tentang Bahaya Merokok
- Keluarga memiliki jamban kotor
2. Tersedianya pelayanan
Mahendra - Keluarga tidak memiliki air bersih
konseling berhenti
merokok
3. Pemberlakuan kawasan
dilarang merokok
4. Pemberlakuan batas usia
pembeli rokok

82
Gizi 1. Memberi edukasi
tentang gizi seimbang
balita

83
Kesehatan 1. Edukasi mengenai
Lingkungan kepemilikan jamban:
- Buat surat dikirim
kepada Kepala Dusun,
tembusan
ditujukankepada Kepala
Desa, selanjutnya
Kades melaporkan
kePuskesmas agar KK
yang bersangkutan
mendapatkan dana
pembuatan jamban.
2. Pendidikan Kesehatan
Tentang Air Bersih :
- Pengertian air bersih
- Ciri-ciri air bersih
- Jenis sarana air
bersih
- Pentingnya akses
Air Bersih

84
5 I Wayan Nada 0,2 - Kepala keluarga dan anak yang merokok Analis 1. Pendidikan kesehatan
- Keluarga tidak memiliki JKN
Kesehatan Tentang Bahaya
- Keluarga tidak memiliki jamban
- Keluarga tidak memiliki air bersih Merokok
2. Tersedianya pelayanan
konseling berhenti
merokok
3. Pemberlakuan kawasan
dilarang merokok
4. Pemberlakuan batas
usia pembeli rokok

Keperawatan 1. Pendidikan Jaminan


Gigi Kesehatan:
- Pengertian JKN/Askes
- Pentingnya memiliki
JKN/Askes
2. Cara mendaftar
JKN/Askes

85
Kesehatan 1. Edukasi mengenai
Lingkungan kepemilikan jamban:
- Buat surat dikirim
kepada Kepala Dusun,
tembusan
ditujukankepada Kepala
Desa, selanjutnya
Kades melaporkan
kePuskesmas agar KK
yang bersangkutan
mendapatkan dana
pembuatan jamban.
2. Pendidikan Kesehatan
Tentang Air Bersih :
- Pengertian air bersih
- Ciri-ciri air bersih
- Jenis sarana air
bersih
- Pentingnya akses
Air Bersih

86
6 I Gede 0,6 - Kepala keluarga yang merokok Analis 1. Pendidikan kesehatan
- Anak laki-laki tidak memiliki JKN
Adnyana Kesehatan Tentang Bahaya
- Balita yang memiliki gizi kurang
- Balita terdapat gigi berlubang Merokok
2. Tersedianya pelayanan
konseling berhenti
merokok
3. Pemberlakuan kawasan
dilarang merokok
4. Pemberlakuan batas
usia pembeli rokok
Perawat Gigi 1. Memberikan informasi
tentang pentingnya
memiliki JKN dan
menyarankan segera
memproses pembuatan
JKN.
2. Edukasi mengenai cara
pemeliharaan kesehatan gigi
dan mulut.

87
Gizi 1. Memberikan KIE tentang
giziseimbang balita

7 I Nengah 0,3 - Kepala keluarga yang merokok Analis 1. Pendidikan kesehatan


- Istri yang menderita hipertensi
Kumpul Kesehatan Tentang Bahaya
- Keluarga tidak memiliki JKN
- Keluarga tidak memiliki air bersih Merokok
- Keluarga tidak memiliki jamban 2. Tersedianya pelayanan
konseling berhenti
merokok
3. Pemberlakuan kawasan
dilarang merokok
4. Pemberlakuan batas
usia pembeli rokok

88
Perawat 1. Edukasi mengenai
kontrol rutin tekanan
darah ke pelayanan
kesehatan/puskesmas.
2. Edukasi mengenai
ketaatan dalam
mengonsumsi obat
untuk tekanan darah
tinggi

Perawat Gigi 1. Memberikan informasi


tentang pentingnya
memiliki JKN dan
menyarankan segera
memproses pembuatan
JKN.

Kesehatan 1. Edukasi mengenai


Lingkungan kepemilikan jamban:
- Buat surat dikirim

89
kepada Kepala Dusun,
tembusan
ditujukankepada Kepala
Desa, selanjutnya
Kades melaporkan
kePuskesmas agar KK
yang bersangkutan
mendapatkan dana
pembuatan jamban.
2. Pendidikan Kesehatan
Tentang Air Bersih :
- Pengertian air bersih
- Ciri-ciri air bersih
- Jenis sarana air
bersih
- Pentingnya akses
Air Bersih

90
8 I Made Aget 0,5 - Kepala keluarga dan anak yang merokok Analis 1. Pendidikan kesehatan
- Keluarga tidak memiliki JKN
Kesehatan Tentang Bahaya Merokok
- Keluarga tidak memiliki air bersih
2. Tersedianya pelayanan
konseling berhenti
merokok
3. Pemberlakuan kawasan
dilarang merokok
4. Pemberlakuan batas usia
pembeli rokok

Keperawatan 1. Memberikan informasi


Gigi tentang pentingnya memiliki
JKN dan menyarankan
segera memproses
pembuatan JKN.

91
Kesehatan 1. Pendidikan Kesehatan
lingkungan Tentang Air Bersih :
- Pengertian air bersih
- Ciri-ciri air bersih
- Jenis sarana air
bersih
- Pentingnya akses
Air Bersih

9 I Dewa Gede 0,4 - Keluraga tidak memiliki JKN Keperawatan 1. Memberikan informasi
- Istri yang memiliki gizi lebih
Bawa Gigi tentang pentingnya
- Kepala keluarga yang merokok
memiliki JKN dan
menyarankan segera
memproses pembuatan
JKN.

Gizi 1. Memberi edukasi tentang


gizi seimbang untuk oarng
dewasa
2. Cara menurunkan berat
badan sesuai kebutuhan

Analis 5. Pendidikan kesehatan

92
Kesehatan Tentang Bahaya Merokok
6. Tersedianya pelayanan
konseling berhenti
merokok
7. Pemberlakuan kawasan
dilarang merokok
8. Pemberlakuan batas usia
pembeli rokok

10 Komang 0.6 - Terdapat ibu hamil yang memiliki HB rendah Bidan 1. Memberikan KIE untuk
Darma Jaya - Ibu hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK) mengonsumsi tablet FE 2 x
- Ada anggota keluarga yang merokok 1 pada malam hari

Gizi 1. Memberikan KIE tentang


gizi seimbang untuk ibu
hamil
2. Pemberian PMT
3. Pentingnya PMT untuk ibu
hamil
4. Memberikan edukasi tentang
pentingnya ASI bagi ibu dan
bayi

93
Analis 9. Pendidikan kesehatan
Kesehatan Tentang Bahaya Merokok
10. Tersedianya pelayanan
konseling berhenti
merokok
11. Pemberlakuan kawasan
dilarang merokok
12. Pemberlakuan batas usia
pembeli rokok

94
95
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Banjar Serokadan


Banjar Serokadan, Desa Abuan, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli,
Provinsi Bali merupakan daerah yang menjadi tempat kegiatan Kuliah Kerja
Nyata (KKN) Interprofessional Education (IPE) mahasiswa Poltekkes Kemenkes
Denpasar.
Fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah Banjar Serokadan, Desa Abuan
terdiri dari Puskesmas Pembantu dan Praktek Swasta (Dokter dan BPM). Banjar
Serokadan juga memilikibeberapa kader untuk melaksanakan posyandu yang
dilaksanakan setiap bulan dan kegiatan lain.Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) yang ada di Banjar Serokadan terdiri dari 1 Posyandu, 1
Puskesmas Pembantu, dan 1 Lembaga Perkreditan Desa (LPD).Seluruh penduduk
di Banjar Serokadan menganut agama Hindu.

B. Data Demografi
1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Penduduk berdasarkan usia dan gender pada tahun 2018, pada kelompok
usia 0-4tahun terdapat 18 orang anak laki-laki dan 15 orang perempuan. Pada
kelompok usia5-9 tahun terdapat 29 orang laki-laki dan 31 orang perempuan.
Pada kelompok usia 10-54 terdapat 206 orang laki-laki dan 201 orang perempuan.
Pada kelompok usia>54 tahun terdapat 69 orang laki-laki dan 59 orang
perempuan.
Secara demografis/kependudukan dapat dilihat bahwa dari 628 jiwa,
mayoritas penduduk berusia antara 10-54 tahun yang tergolong dalam usia
produktif yaitu 407 jiwa (64,8%), dengan jumlah penduduk laki-laki usia
produktif 206 orang (50,61%) dan jumlah perempuan usia produktif 201 orang
(49,38%). Adapun pengelompokan penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin
pada tahun 2018 tertera pada tabel berikut:

Tabel 6. Distribusi Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin

96
Laki-laki Perempuan
No. Indikator
Jumlah % Jumlah %
1. 0-4tahun 18 54,54% 15 45,45%
2. 5-9 tahun 29 48,3% 31 51,67%
3. 10-54 tahun 206 50,61% 201 49,38%
4. >54 tahun 69 53,9% 59 46,09%
Total 322 51,27% 306 48,72%

2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama


Berdasarkan Agama yang dianut, 628 penduduk Banjar Serokadan Desa
Abuan menganut agama Hindu, yaitu sebanyak 628 jiwa (100%).

Tabel.7 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama


No. Indikator Jumlah
1. Hindu 628
2. Agama Lain 0

3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pendidikan


Dari data tingkat perkembangan pendidikan yang diperoleh menunjukkan
bahwa pada tahun 2018 masih terdapat penduduk yang buta huruf.Jumlah
penduduk yang tidak pernah/belum sekolah pada tahun 2018 sebanyak 93 orang,
penduduk yang tidak tamat sekolah dasar sebanyak 128 orang,penduduk yang
tamat SD/MI sebanyak 123 orang, penduduk yang tamat SLTP/MTS sebanyak 95
orang, penduduk yang tamat SLTA/MA sebanyak 141 orang, penduduk yang
tamat D1/D2/D3 sebanyak 38 orang, penduduk yang tamat PT sebanyak 10 orang.
Adapun pengelompokan penduduk berdasarkan pendidikan di Banjar
Serokadan Desa Abuan tahun 2018 tertera pada tabel berikut:

Tabel 8. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pendidikan

No Indikator Indikator Jumlah %


1 Tingkat pendidikan Tidak Pernah Sekolah 93 14.8
4. Tidak Tamat SD/MI 128 20.4
penduduk usia 5
Tamat SD/MI 123 19.6
tahun ke atas Tamat SLTP/MTS 95 15.1
Tamat SLTA/MA 141 22.5
Tamat D1/D2/D3 38 6.1
Tamat PT 10 1.6
Total 628 100.0
Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

97
Penduduk Banjar Serokadan dikelompokan ke dalam delapan kelompok
besar berdasarkan pekerjaan. Distribusi penduduk berdasarkan pekerjaan di
Banjar Serokadan tahun 2018 terdapat 198 orang yang tidak bekerja, 68 orang
sedang sekolah, 18 orang sebagai PNS/TNI/POLRI/BUMN/BUMD, 89 orang
sebagai pegawai swasta, 27 orang sebagai wiraswasta/pedagang/jasa, 116 orang
sebagai petani,, 87 orang sebagai buruh, dan 25 orang dalam kelompok pekerjaan
lainnya. Adapun pengelompokan penduduk Banjar Serokadan berdasarkan
pekerjaan tertera pada tabel berikut:

Tabel 9. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan


No. Indikator Jumlah
1. Tidak Kerja 198 C. I
2. Sekolah 68
3. PNS/TNI/POLRI/BUMN/BUMD 18 n
4. Pegawai Swasta 89 d
5. Wiraswasta/Pedagang/Jasa 27
6. Petani 116 i
7. Buruh 87 k
8. Lainnya 25
at
or Kesehatan Masyarakat
1. Keluarga Mengikuti Program KB
Distribusi keluarga yang mengikuti program KB di Banjar Serokadan Desa
Abuan pada tahun 2018 adalah dari 294orang yang termasuk kategori Pasangan
Usia Subur (PUS) yang terkaji, terdapat 212orang yang mengikuti program KB
dan 82 orang yang belum mengikuti program KB. Adapun distribusiKK yang
mengikuti program KB di Banjar Serokadan Desa Abuan pada tahun 2018 tertera
pada tabel berikut.

Tabel 10. Persentase KK yang mengikuti program KB


KK mengikuti program KK tidak mengikuti
Jumlah
No KB program KB
sasaran
Jumlah % Jumlah %
1. 294 212 72,1% 82 27,9%

Keluarga Berencana (KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang


sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran.KB bermakna untuk perencanaan
jumlah keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakukan dengan penggunaan alat-

98
alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran.Perkembangan program
berencana saat ini bukan saja untuk menurunkan angka kelahiran, tetapi
mewujudkan bonus demografi yang berkualitas (BKKBN, 2017). Sehingga
keluarga yang tidak mengikuti program KB diharapkan dapat mengikuti program
KB.

2. Ibu Hamil Melahirkan di Fasilitas Kesehatan


Distribusi keluarga dengan ibu hamil melahirkan di fasilitas kesehatan di
Banjar Serokadan Desa Abuan pada tahun 2018, adalah : Dari 9 KK yang
memiliki bayi usia 0-12 bulan yang terkaji, seluruh KK telah melahirkan di
fasilitas kesehatan. Adapun distribusiKK yang dengan ibu hamil melahirkan di
fasilitas pelayanan kesehatan di Banjar Serokadan Desa Abuan pada tahun 2018
tertera pada tabel berikut.

Tabel 11. Persentase Ibu Hamil Melahirkan di Fasilitas Kesehatan


Ibu Hamil Melahirkan di Ibu Hamil Tidak
Jumlah
No Fasilitas Kesehatan Melahirkan di Faskes
sasaran
Jumlah % Jumlah %
1. 9 9 100% 0 0%

Ibu hamil yang tidak bersalin di fasilitas kesehatan memiliki risiko bahaya
lebih tinggi dibandingkan ibu yang bersalin di fasilitas kesehatan, baik terhadap
ibu maupun bayinya.Ibu hamil harus bersalin di fasilitas kesehatan agar ibu dan
bayi dapat secara cepat dan tepat mendapatkan pelayanan persalinan sesuai
standar dan mendapatkan pertolongan pertama gawat darurat dengan cepat
sebagai persiapan upaya rujukan ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi (Pemkab
Bangli, 2014).

3. Bayi Usia 0-11 Bulan Diberikan Imunisasi Lengkap


Distribusi keluarga dengan bayi diberikan imunisasi lengkap di Banjar
Serokadan Desa Abuan pada tahun 2018, adalah : Dari 5 KK yang memiliki bayi
usia 0-11 bulan yang terkaji, seluruh KK telah memberikan imunisasi lengkap
pada bayinya. Adapun distribusiKK yang memberikan imunisasi lengkap di
Banjar Serokadan Desa Abuan pada tahun 2018 tertera pada tabel berikut.

Tabel 12. Persentase Bayi Diberikan Imunisasi Lengkap

99
Jumlah Imunisasi Lengkap Tidak Imunisasi Lengkap
No
sasaran Jumlah % Jumlah %
1. 5 5 100% 0 0%

Imunisasi adalah pemberian vaksin ke dalam tubuh untuk memberikan


kekebalan terhadap penyakit.Imunisasi dilakukan sedini mungkin sejak bayi
dilahirkan.Dengan memberikan imunisasi dasar, diharapkan dapat mencegah
penyakit, kemungkinan cacat, bahkan kematian (IDAI, 2017).

4. Pemberian ASI Eksklusif Bayi 0-6 Bulan


Distribusi keluarga dengan pemberian ASI eksklusif bayi 0-6 bulan di
Banjar Serokadan Desa Abuan pada tahun 2018, adalah: Dari 10 KK yang
memiliki bayi, terdapat 6 KK yangsudah memberikan ASI eksklusif, dan 4 tidak
memberikan ASI eksklusif. Adapun distribusiKK yang dengan pemberian ASI
eksklusif bayi 0-6 bulan di Banjar Serokadan Desa Abuan pada tahun 2018 tertera
pada tabel berikut:

Tabel 13. Persentase Pemberian ASI Eksklusif


Jumlah ASI Eksklusif Tidak ASI eksklusif
No
sasaran Jumlah % Jumlah %
1. 10 6 60% 4 40%

Pemberian ASI Eksklusif akan memberikan sistem imun (kekebalan tubuh)


alami bagi bayi lahir hingga berusia 1 tahun yang masih rentan terhadap penyakit,
sehingga secara tidak langsung ASI Eksklusif berperan dalam angka kematian
neonatal (Tutik Inayah, 2013).

5. Pemantauan Pertumbuhan Balita


Distribusi keluarga dengan pemantauan pertumbuhan balita di Banjar
Serokadan Desa Abuan pada tahun 2018, adalah : Dari 38 KK yang memiliki
balita yang terkaji, 32 KK telah melakukan pemantauan pertumbuhan balita dan 6
KK tidak melakukan pemantauan pertumbuhan balita. Adapun distribusiKK
dengan Pemantauan Pertumbuhan Balitadi Banjar Serokadan Desa Abuan pada
tahun 2018 tertera pada tabel berikut:

100
Tabel 14. Persentase Pamantauan Pertumbuhan Balita
Pemantauan Tidak Memantau
Jumlah
No Pertumbuhan Balita Pertumbuhan Balita
sasaran
Jumlah % Jumlah %
1. 56 32 84,2% 6 15,8%

Skrining tumbuh kembang secara rutin dan berkala sangat penting


dilakukan agar dapat mendeteksi sedini mungkin adanya penyimpangan
pertumbuhan dan penyimpangan yang terjadi dapat ditangani sedini mungkin dan
anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Skrining pertumbuhan anak,
dapat dilakukan melalui pengukuran antopometri yang terdiri dari lingkar kepala,
tinggi badan, dan berat badan secara rutin dan berkala. Melalui skrining
pertumbuhan dapat diketahui status gizi anak.

6. Penderita TB Paru yang Berobat Sesuai Standar


Distribusi keluarga dengan penderita TB Paru yang berobat sesuai standar di
Banjar Serokadan Desa Abuan pada tahun 2018 adalah: Dari 11 KK yang
memiliki anggota keluarga penderita TB Paru yang terkaji, 2 orang telah berobat
sesuai standar dan 9 orang tidak berobat sesuai standar. Adapun distribusiKK
yang dengan penderita TB paru yang berobat sesuai standar di Banjar Serokadan
Desa Abuan pada tahun 2018 tertera pada tabel berikut.

Tabel 15. Persentase Penderita TB Paru Berobat Sesuai Standar


Jumlah Berobat Sesuai Standar Tidak Berobat
No
sasaran Jumlah % Jumlah %
1. 11 2 18,2% 9 81,8%

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit dengan risiko penularan yang tinggi.


Salah satu penentu keberhasilan penatalaksanaan terapi tuberkulosis yaitu
kepatuhan pasien terhadap terapi. Ketidakpatuhan berobat akan menyebabkan
kegagalan dan kekambuhan, sehingga muncul resistensi dan penularan penyakit
terus menerus. Hal ini dapat meningkatkan risiko morbiditas, mortalitas dan
resistensi obat baik pada pasien maupun masyarakat luas. Konsekuensi

101
ketidakpatuhan berobat jangka panjang adalah memburuknya kesehatan dan
meningkatnya biaya perawatan. Ketidakpatuhan penderita TB paru berobat
menyebabkan angka kesembuhan penderita rendah, angka kematian tinggi dan
kekambuhan meningkat serta yang lebih fatal adalah terjadinya resisten kuman
terhadap beberapa obat anti tuberkulosis atau Multi Drug Resistence, sehingga
penyakit Tuberkulosis Paru sangat sulit disembuhkan (Ida Diana Sari, dkk, 2016).

7. Penderita Hipertensi yang Berobat Teratur


Distribusi keluarga dengan penderita hipertensi yang berobat teratur di
Banjar Serokadan Desa Abuan pada tahun 2018, adalah: Dari 80 KK yang
memiliki anggota keluarga dengan hipertensi yang terkaji, 15 KK telah berobat
teratur dan 65 KK tidak berobat teratur. Adapun distribusiKKdengan penderita
hipertensi yang berobat teratur di Banjar Serokadan Desa Abuan pada tahun 2018
tertera pada tabel berikut:

Tabel 16. Persentase Penderita Hipertensi yang Berobat Teratur


Jumlah Berobat Teratur Tidak Berobat Teratur
No
sasaran Jumlah % Jumlah %
1. 80 15 18,8% 65 81,3%

Penatalaksanaan yang tidak tepat oleh penderita hipertensi dengan tidak


melakukan upaya perawatan diri yang benar, akan berdampak kepada peningkatan
tekanan darah yang berkepanjangan dan akan merusak pembuluh darah yang ada
di sebagian besar tubuh. Beberapa organ penting seperti jantung, ginjal, dan otak
akan mengalami kerusakan. Kerusakan organ merupakan istilah umum yang
digunakan untuk menyebut terjadinya komplikasi akibat hipertensi yang tidak
terkontrol (Santoso, 2010).

8. Tidak Ada Anggota Keluarga yang Merokok


Distribusi keluarga tidak ada anggota keluarga yang merokok di Banjar
Serokadan Desa Abuan pada tahun 2018, adalah: Dari 625 orang penduduk yang
terkaji, 480 orang penduduk yang merokok dan 145 orang merokok. Adapun
distribusipenduduk perokok di Banjar Serokadan Desa Abuan pada tahun 2018
tertera pada tabel berikut,

102
Tabel 17. Persentase Anggota Keluarga yang Merokok
Jumlah Tidak Merokok Merokok
No
sasaran Jumlah % Jumlah %
1. 625 480 76,8% 145 23,2%

Merokok merupakan kegiatan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh karena


menurut badan kesehatan dunia (WHO) rokok merupakan zat adiktif yang
memiliki kandungan kurang lebih 4000 elemen, dimana 200 elemen di dalamnya
berbahaya bagi kesehatan tubuh. Racun yang utama dan berbahaya pada rokok
antara lain tar, nikotin, dan karbonmonoksida. Racun itulah yang kemudian akan
membahayakan kesehatan perokok dan lingkungan disekitarnya (Jaya, 2009
dalam Salma, dkk, 2015).

9. Sekeluarga Sudah Menjadi Anggota JKN


Distribusi keluarga anggota JKN Banjar Serokadan Desa Abuan pada tahun
2018, adalah : Dari 628 orang penduduk yang terkaji, 360 orang telah menjadi
anggota JKN dan 268 orang tidak menjadi anggota JKN. Adapun
distribusiKKanggota JKN di Banjar Serokadan Desa Abuan pada tahun 2018
tertera pada tabel berikut:

Tabel 18. Persentase Keluarga Anggota JKN


Jumlah Anggota JKN Tidak Anggota JKN
No
sasaran Jumlah % Jumlah %
1. 628 360 57,3% 268 42,7%

Kebijakan pemerintan tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) perlu


diketahui dan dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia. Untuk itu perlu
dilakukan penyebarluasan informasi melalui sosialisasi kepada semua pemangku
kepentingan dan masyarakat pada umumnya. Masyarakat yang mempunyai
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan mendapatkan manfaat meliputi
pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat
dan bahan medis habis pakai sesuai kebutuhan prosedur medis (Kemenkes RI,
2013).

10. Mempunyai dan Menggunakan Sarana Air Bersih

103
Distribusi keluarga yang mempunyai dan menggunakan sarana air bersih
di Banjar Serokadan Desa Abuan pada tahun 2018, adalah: Dari 169 KK yang
terkaji, 160 KK telah mempunyai dan menggunakan sarana air bersih dan 9 KK
belum memiliki dan menggunakan sarana air bersih. Adapun distribusiKKyang
mempunyai dan menggunakan sarana air bersih di Banjar Serokadan Desa Abuan
pada tahun 2018 tertera pada tabel berikut:

Tabel 19. Persentase Penggunaan Air Bersih


Jumlah Air Bersih Tidak Air Bersih
No
sasaran Jumlah % Jumlah %
1. 169 160 94,7% 9 5,3%

Keberadaan air bersih sangat penting untuk kesehatan dan kehidupan


sehari-hari.Air adalah kebutuhan dasar yang dipergunakan untuk minum,
memasak, mandi, mencuci dan sebagainya, agar kita tidak terkena penyakit atau
terhindar dari sakit (Dinkes Malang, 2015).

11. Menggunakan Jamban Keluarga


Distribusi keluarga yang menggunakan jamban keluarga di Banjar
Serokadan Desa Abuan pada tahun 2018, adalah : Dari 169 KK yang terkaji, 160
KK telah menggunakan jamban keluarga dan 9 KK tidak menggunakan jamban
keluarga. Adapun distribusi KK yang menggunakan jamban keluarga di Banjar
Serokadan Desa Abuan pada tahun 2018 tertera pada tabel berikut.

Tabel 20. Persentase Jamban Keluarga


Jumlah Memiliki Tidak Memiliki
No
sasaran Jumlah % Jumlah %
1. 169 160 94.7% 9 5.3%
Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang
dan mengumpulkan kotoran manusia yang lazim disebut kakus/WC sehingga
kotoran tersebut tersimpan dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi
penyebab atau penyebar penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman.Rumah
hendaknya mempunyai jamban sendiri yang merupakan salah satu hal penting
dalam usaha pemeliharaan kesehatan lingkungan (Depkes RI, 2001).

104
12. Penderita Gangguan Jiwa Berobat dengan Teratur
Distribusi keluarga dengan penderita gangguan jiwa yang berobat teratur
di Banjar Serokadan Desa Abuan pada tahun 2018, adalah: Dari 169 KK yang
terkaji terdapat 6 KK yang memiliki anggota penderita gangguan jiwa, tetapi
hanya 4 KK yang mempunyai anggota keluarga penderita gangguan jiwa sudah
berobat dengan teratur dan 2 KK yang mempunyai anggota keluarga penderita
gangguan jiwa tidak berobat dengan teratur. Adapun distribusiKKdengan
penderita gangguan jiwa yang berobat teratur di Banjar Serokadan Desa Abuan
pada tahun 2018 tertera pada tabel berikut.

Tabel 21. Persentase Penderita Gangguan Jiwa yang Berobat Teratur


Jumlah Berobat Teratur Tidak Berobat Teratur
No
sasaran Jumlah % Jumlah %
1. 6 4 66,7% 2 33,3%

Timbulnya gangguan jiwa menyebabkan seseorang tidak sanggup menilai


dengan baik kenyataan dan tidak dapat lagi menguasai dirinya dalam semua
tindakannya (Maramis, 2005). Hal tersebut terjadi pula pada kemampuan orang
itu untuk mengurusi kesehatannya, sehingga ia memerlukan bantuan orang lain.

13. Rekapitulasi Indeks Keluarga Sehat


Setelah dilakukan Survei Keluarga Sehat dari tanggal 6-14 Februari 2018
yang telah mengkaji status kesehatan keluarga dan masyarakat berdasarkan 12
indikator masyarakat sehat, dapat dibuatkan rekapitulasi data Indeks Keluarga
Sehat yang tertera pada tabel berikut:
Tabel 22. Rekapitulasi Indeks Keluarga Sehat
Jumlah Sehat Pra-Sehat Tidak Sehat
No Jumlah %
sasaran Jumlah % Jumlah %
17 10,05
1. 169 32 18,9% 120 71,05%
%

Berdasarkan hasil rekapitulasi Indeks Keluarga Sehat (IKS) pada 169 KK


yang terdapat di Banjar Serokadan Desa Abuan didapatkan bahwa mayoritas KK

105
di Banjar Serokadan merupakan KK dengan Indeks Keluarga Pra-Sehat yaitu
sebanyak 120 KK (71,05%).

D. Kegiatan KKN-IPE
Kuliah Kerja Nyata (KKN) Interprofessional Education (IPE) oleh
mahasiswa Poltekkes Denpasar dilaksanakan mulai tanggal 1-24 Februari 2018.
Peserta KKN adalah mahasiswa Poltekkes Denpasar Jurusan Keperawatan,
Jurusan Kebidanan, Jurusan Gizi, Jurusan Keperawatan Gigi, Jurusan Kesehatan
Lingkungan dan Jurusan Analis Kesehatan pada semester akhir. Peserta KKN di
Banjar Serokadan, Desa Abuan terdiri dari 20 orang. Adapun kegiatan mahasiswa
pada KKN-IPE di Banjar Serokadan Desa Abuan adalah sebagai berikut:
1. Pembukaan dan Pembekalan
Pembekalan dilaksanakan sebelum kegiatan KKN-IPE dimulai.Mahasiswa
sebagai peserta KKN memperoleh pembekalan berupa materi-materi yang
dibutuhkan sesuai dengan kompetensi yang harus dicapai oleh masing-masing
profesi.Tujuan dari pembekalan ini yaitu untuk menyiapkan pengetahuan, sikap
dan keterampilan mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan di lahan
praktik.Pembekalan dilakukan pada tangal 17-19 Januari 2018 di Auditorium
Politeknik Kesehatan Denpasar.Pembekalan diberikan materi oleh penanggung
jawab kegiatan KKN-IPE mengenai program praktik dan penjelasan teknis
tentang kegiatan di lapangan.Selain itu, pembekalan juga diberikan materi oleh
Dinas Kesehatan dan Tokoh Masyarakat berupa pengenalan sosial budaya
masyarakat, demografi, geografi, epidemiologi dan prosedur advokasi.Kegiatan
KKN-IPE resmi dibuka pada tanggal 1 Februari 2018 bertempat di UPT Kesmas
Susut II.
2. Survei Keluarga Sehat
Survei Keluarga Sehat dilaksanakan oleh 18 orang mahasiswa peserta KKN
Poltekkes Denpasar Semester Akhir dimulai pada tanggal 6-14 Februari 2018,
dengan responden yang diambil adalah 169 kepala keluarga. Jumlah KK yang ada
di Banjar Serokadan Desa Abuan adalah sebanyak 169 KK.
Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan, tabulasi, analisa
dan disusun berdasarkan kelompok masalah kesehatan di Banjar Serokadan, Desa
Abuan, Kecamatan Blahbatuh wilayah kerja UPT Kesmas Susut II untuk
selanjutnya akan dilakukan intervensi berbasis pendekatan keluarga.

3. Intervensi Berbasis Pendekatan Keluarga

106
Intervensi Berbasis Pendekatan Keluarga dilakukan terhadap 10 KK yang
berdasarkan hasil Survei Keluarga Sehat, terdapat 4-6 masalah kesehatan sesuai
dengan Indikator Keluarga Sehat. Masalah-masalah kesehatan yang ada pada
masing-masing keluarga akan dilakukan intervensi berbasis pendekatan keluarga
oleh peserta KKN-IPE berdasarkan profesi masing-masing. Kegiatan Intervensi
Berbasis Pendekatan Keluarga terlebih dahulu diawali dengan kontrak waktu
dengan KK yang bermasalah sehingga seluruh anggota keluarga yang bermasalah
ada di rumah.Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 20 dan 21 Februari 2018.
Berikut merupakan data dari 10 KK yang telah dilakukan intervensi:
a. I Komang Darma Jaya (29 tahun)

Anggota Keluarga :
1) I Wayan Nopriani (28 tahun)
2) Ni Putu Eka Yani (8 tahun)
3) Ni Kadek Ayu Perayanti (5 tahun)

Masalah Kesehatan :
a) Terdapat ibu hamil yang memiliki HB rendah
b) Ibu hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK)
c) Ada anggota keluarga yang merokok

Intervensi :
Intervensi dilakukan dengan memberikan KIE dan Advokasi terhadap
keluarga ketika semua anggota keluarga berada di rumah secara kolaboratif sesuai
dengan kewenangan profesi. Mahasiswa Analis Kesehatan memberikan KIE
tentang bahaya merokok, cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi rokok,
penyakit yang dapat ditimbulkan akibat merokok, kandungan rokok, pemeriksaan
laboratorium yang harus dilakukan diantaranya pemeriksaan kolesterol total
(LDL, HDL, Trigliserida, SGOT, Gula Darah, dan C-Reaktive Protein, selain itu
juga dilakukan pemeriksaan kadar HB ibu hamil dan didapatkan hasil kadar HB
sebesar 9,2 gr/dl pada tanggal 19 Februari 2018. Dimana kadar HB pada ibu hamil
tersebut berada dibawah nilai normal. Mahasiswa Gizi melakukan KIE tentang
makanan yang baik dikonsumsi oleh ibu hamil yang bertujuan agar HB ibu hamil
bisa normal seperti meningkatkan konsumsi daging merah dan sumber bahan
makanan kaya zat besi dan memberikan PMT pada ibu hamil sebanyak 30
bungkus PMT dalam bentuk biskuit untuk 1 bulan sebagai makanan tambahan
untuk ibu hamil yang mengalami kekurangan energi kronis untuk mencukupi

107
asupan makanan sehari, mahasiswa kebidanan melakukan konseling tentang cara
mengkonsumsi obat penambah darah 2x1 setiap malam dan vitamin C agar
mengurangi rasa mual ibu. Mahasiswa Kebidanan memberikan KIE tentang
penyebab anemia, gejala anemia, dan akibat anemia pada ibu hamil, tanda bahaya
selama kehamilan dan konseling KB.

b. I Wayan Nasa (37tahun)

Anggota Keluarga :
1) Ni kadek Muliani (37 tahun)
2) Luh Made Suci (63 tahun)

Masalah Kesehatan :
a) Ibu hamil yang tidak memiliki buku KIA
b) Ibu hamil yang Kekurangan Energi Kronis (KEK)
c) Orang tua yang Hipertensi
Intervensi :
Intervensi dilakukan dengan memberikan KIE dan Advokasi terhadap
keluarga ketika semua anggota keluarga berada di rumah secara kolaboratif sesuai
dengan kewenangan profesi.Mahasiswa kebidanan memberikan KIE betapa
pentingnya buku KIA karena buku KIA merupakan instrumen pencatatan
sekaligus penyuluhan (edukasi) bagi ibu dan keluarganya. Buku KIA dapat
membantu keluarga khususnya ibu dalam memelihara kesehatan dirinya dari sejak
ibu hamil sampai anaknya berumur 5 tahun atau balita. Semua ibu hamil
diharapkan mempunyai buku KIA dan setiap datang ke fasilitas kesehatan baik itu
bidan, puskesmas, dokter praktik, klinik atau rumah sakit, untuk penimbangan,
berobat, kontrol atau imunisasi, buku KIA harus dibawa agar semua keterangan
tentang kesehatan ibu dan anak tercatat dalam buku KIA beserta memberikan KIE
persiapan persalinan, konseling KB pasca salin dan menempel stiker P4K.
Mahasiswa GIZI memberikan KIE tentang makanan yang dianjurkan dan tidak
dianjurkan untuk dikonsumsi ibu hamil dan porsi makanan yang dianjurkan agar
asupan makanan ibu hamil dapat meningkat dan memberikan makanan tambahan
untuk ibu hamil. Mahasiswa Keperawatan melakukan pengukuran tekanan darah
kepada anggota keluarga yang menderita hipertensi, memberikan KIE kepada
keluarga mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala, komplikasi dan

108
penanganan hipertensi tersebut serta mahasiswa perawat melakukan pijat
akupresure untuk menurunkan tekanan darah.

c. I Nengah Kumpul (58 tahun)

Anggota Keluarga :
1) Ni Nyoman Suciati (58 tahun)

Masalah Kesehatan :
a) Kepala keluarga yang merokok
b) Istri yang menderita hipertensi
c) Keluarga tidak memiliki JKN
d) Keluarga tidak memiliki air bersih
e) Keluarga tidak memiliki jamban

Intervensi :
Intervensi dilakukan dengan memberikan KIE dan Advokasi terhadap
keluarga ketika semua anggota keluarga berada di rumah secara kolaboratif sesuai
dengan kewenangan profesi.Mahasiswa Analis Kesehatan melakukan KIE tentang
bahaya merokok, penyakit yang dapat ditimbulkan akibat merokok, kandungan
rokok, pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan diantaranya pemeriksaan
kolesterol total (LDL, HDL, Trigliserida, SGOT, Gula Darah, dan C-Reaktive
Protein. Mahasiswa Keperawatan melakukan pengukuran tekanan darah kepada
anggota keluarga yang menderita hipertensi, memberikan KIE kepada keluarga
mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala, komplikasi dan penanganan
hipertensi tersebut serta mahasiswa perawat melakukan pijat akupresure untuk
menurunkan tekanan darah. Mahasiswa Keperawatan Gigi memberikan informasi
mengenai pentingnya memiliki JKN dan cara mengurus JKN. Mahasiswa
Kesehatan Lingkungan memberikan KIE tentang pentingnya menggunakan
jamban sehat serta bahaya buang air besar sembarangan dan memberikan KIE
tentang manfaat penggunaan air bersih dan tata cara pengelolaan air minum yang
aman bagi kesehatan.

d. A.A. Ben Mahendra (47 tahun)

Anggota Keluarga :
1) Jro Ketut Wardani (38 tahun)
2) Anak Agung Kompyang Sudangge (21 tahun)

109
3) AnakAgung Anom Ratmadi (17 tahun)

Masalah Kesehatan :
a) Kepala keluarga yang merokok
b) Balita yang tidak menimbang ke posyandu
c) Keluarga memiliki jamban kotor
d) Keluarga tidak memiliki air bersih
Intervensi :
Intervensi dilakukan dengan memberikan KIE dan Advokasi terhadap
keluarga ketika semua anggota keluarga berada di rumah secara kolaboratif sesuai
dengan kewenangan profesi. Mahasiswa Analis Kesehatan melakukan KIE
tentang bahaya merokok, penyakit yang dapat ditimbulkan akibat merokok,
kandungan rokok, mahasiswa gizi memberikan informasi mengenai pentingnya
melakukan penimbangan ke posyandu untuk balita dan manfaat yang di dapatkan
apabila ke rutin menimbang balita ke posyandu, mahasiswa kesehatan lingkungan
memberikan KIE tentang pentingnya menggunakan jamban sehat serta bahaya
buang air besar sembarangan dan memberikan KIE tentang manfaat penggunaan
air bersih dan tata cara pengelolaan air minum yang aman bagi kesehatan.

e. I Dewa Gede Bawa (53 tahun)

Anggota Keluarga :
1) Jro Ketut Siwi ( 50 tahun)
2) I Dewa Ketut Sumerdana Arta ( 19 tahun)

Masalah Kesehatan :
a) Keluarga tidak memiliki JKN
b) Istri yang memiliki gizi lebih
c) Kepala keluarga yang merokok

Intervensi :
Intervensi dilakukan dengan memberikan KIE dan Advokasi terhadap
keluarga ketika semua anggota keluarga berada di rumah secara kolaboratif sesuai
dengan kewenangan profesi. Mahasiswa Keperawatan Gigi memberikan informasi
mengenai pentingnya memiliki JKN dan cara mengurus JKN. Mahasiswa gizi
memberikan KIE tentang gizi seimbang pada orang dewasa dan cara menurunkan
berat badan melalui pemilihan bahan makanan yang rendah kalori dan

110
meningkatkan aktifitas fisik serta memberikan contoh menu sehari sesuai
kebutuhan gizi, dan mahasiswa analis kesehatan melakukan KIE tentang bahaya
merokok, penyakit yang dapat ditimbulkan akibat merokok, kandungan rokok.

f. I Gede Adnya (50 tahun)

Anggota Keluarga :
1) Ni Ketut Santi (50 tahun)
2) Luh Putu Maryani Putri (8 tahun)
3) I Kadek Dwi Soma Kuntara (5 tahun)

Masalah Kesehatan :
a) Kepala keluarga yang merokok
b) Anak laki-laki tidak memiliki JKN
c) Balita yang memiliki gizi kurang
d) Balita terdapat gigi berlubang

Intervensi :
Intervensi dilakukan dengan memberikan KIE dan Advokasi terhadap
keluarga ketika semua anggota keluarga berada di rumah secara kolaboratif sesuai
dengan kewenangan profesi. Mahasiswa Analis Kesehatan melakukan KIE
tentang bahaya merokok, penyakit yang dapat ditimbulkan akibat merokok,
kandungan rokok, Mahasiswa Keperawatan Gigi memberikan informasi mengenai
pentingnya memiliki JKN dan cara mengurus JKN serta memberikan penjelasan
mengenai cara menggosok gigi yang baik dan benar. Mahasiswa gizi memberikan
KIE tentang gizi seimbang untuk balita, contoh menu untuk anak balita, tips
pemberian makanan pada balita dan bahan makanan yang dianjurkan dan tidak
dianjurkan pada balita.

g. I Ketut Kartika (33 tahun)

Anggota Keluarga :
1) Ni Ketut Rosiana( 31 tahun)
2) Ni Putu Sri Artika Dewi (11 tahun)
3) Kadek Yuda Kusuma (7 tahun)

Masalah Kesehatan :
a) Kepala keluarga yang merokok
b) Keluarga tidak memiliki JKN
c) Keluarga tidak memiliki jamban

111
d) Keluarga tidak memiliki air bersih
e) Tidak menggunakan KB

Intervensi :
Intervensi dilakukan dengan memberikan KIE dan Advokasi terhadap
keluarga ketika semua anggota keluarga berada di rumah secara kolaboratif sesuai
dengan kewenangan profesi. Mahasiswa Analis Kesehatan melakukan KIE
tentang bahaya merokok, penyakit yang dapat ditimbulkan akibat merokok,
kandungan rokok, Mahasiswa Keperawatan Gigi memberikan informasi mengenai
pentingnya memiliki JKN dan cara mengurus JKN serta memberikan penjelasan
mengenai cara menggosok gigi yang baik dan benar. Mahasiswa kesehatan
lingkungan memberikan KIE tentang pentingnya menggunakan jamban sehat serta
bahaya buang air besar sembarangan dan memberikan KIE tentang manfaat
penggunaan air bersih dan tata cara pengelolaan air minum yang aman bagi
kesehatan. Mahasiswa bidan menjelaskan jenis-jenis KB, efek samping , manfaat
dan manfaat KB.

h. I Wayan Nada ( 62 tahun)

Anggota Keluarga :
1) I Nyoman Suarjaya ( 35 tahun)
2) I Nyoman Sutama (29 tahun)
3) Nengah Widana (43 tahun)
4) Putu Nia Febriyanti (11 tahun)

Masalah Kesehatan :
a) Kepala keluarga dan anak yang merokok
b) Keluarga tidak memiliki JKN
c) Keluarga tidak memiliki jamban
d) Keluarga tidak memiliki air bersih

Intervensi :
Intervensi dilakukan dengan memberikan KIE dan Advokasi terhadap
keluarga ketika semua anggota keluarga berada di rumah secara kolaboratif sesuai
dengan kewenangan profesi. Mahasiswa Analis Kesehatan melakukan KIE
tentang bahaya merokok, penyakit yang dapat ditimbulkan akibat merokok,

112
kandungan rokok, Mahasiswa Keperawatan Gigi memberikan informasi mengenai
pentingnya memiliki JKN dan cara mengurus JKN serta memberikan penjelasan
mengenai cara menggosok gigi yang baik dan benar. Mahasiswa kesehatan
lingkungan memberikan KIE tentang pentingnya menggunakan jamban sehat serta
bahaya buang air besar sembarangan dan memberikan KIE tentang manfaat
penggunaan air bersih dan tata cara pengelolaan air minum yang aman bagi
kesehatan.

i. I Made Aget ( 37 tahun)

Anggota Keluarga :
1) Ni Wayan Srinati ( 32 tahun)
2) Ni Luh Putu Diah Arianti (6 tahun)
3) NI Luh Kadek Dwi Mariani (6 bulan)

Masalah Kesehatan :
a) Kepala keluarga dan anak yang merokok
b) Keluarga tidak memiliki JKN
c) Keluarga tidak memiliki air bersih

Intervensi :
Intervensi dilakukan dengan memberikan KIE dan Advokasi terhadap
keluarga ketika semua anggota keluarga berada di rumah secara kolaboratif sesuai
dengan kewenangan profesi. Mahasiswa Analis Kesehatan melakukan KIE
tentang bahaya merokok, penyakit yang dapat ditimbulkan akibat merokok,
kandungan rokok, Mahasiswa Keperawatan Gigi memberikan informasi mengenai
pentingnya memiliki JKN dan cara mengurus JKN serta memberikan penjelasan
mengenai cara menggosok gigi yang baik dan benar. Mahasiswa kesehatan
lingkungan memberikan KIE tentang manfaat penggunaan air bersih dan tata cara
pengelolaan air minum yang aman bagi kesehatan.

j. I Nyoman Kaba ( 46 tahun)

Anggota Keluarga :
1) Ni Komang Siti Ariani ( 39 tahun)
2) Ni Luh Putu Shintiya Ayu Widyanti (15 tahun)
3) Luh Kadek Anisa Ayu Dwiyanti(14 tahun)

113
4) Luh Komang Rara Rahmawati (10 tahun)
5) Luh Ketut Radica Ayu Widya Sari (11 bulan)

Masalah Kesehatan :
a) Kepala keluarga dan anak yang merokok
b) Keluarga tidak memiliki JKN
c) Tidak menggunkan KB
d) Anak tidak mendapatkan ASI Eksklusif

Intervensi :
Intervensi dilakukan dengan memberikan KIE dan Advokasi terhadap
keluarga ketika semua anggota keluarga berada di rumah secara kolaboratif sesuai
dengan kewenangan profesi. Mahasiswa Analis Kesehatan melakukan KIE
tentang bahaya merokok, penyakit yang dapat ditimbulkan akibat merokok,
kandungan rokok, Mahasiswa Keperawatan Gigi memberikan informasi mengenai
pentingnya memiliki JKN dan cara mengurus JKN serta memberikan penjelasan
mengenai cara menggosok gigi yang baik dan benar. Mahasiswa bidan
menjelaskan jenis-jenis KB, efek samping , manfaat dan manfaat KB. Mahasiswa
Gizi memberikan KIE tentang pentingnya ASI Eksklusif bagi ibu dan anak.

4. Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan Evaluasi dari Pelaksanaan Intervensi Berbasis Pendekatan
Keluarga di Banjar Serokadan Desa Abuan bertujuan untuk mengetahui seberapa
jauh tercapainya pelaksanaan terhadap sasaran KK, serta hambatan yang ada
selama pelaksanaan intervensi.Adapun hasil pelaksanaan Intervensi Berbasis
Pendekatan Keluarga dipaparkan lebih rinci pada tabel berikut.

Tabel 23.Monitoring dan Evaluasi Intervensi Berbasis Pendekatan Keluarga di


Banjar Serokadan Desa Abuan pada tahun 2018
No KK Masalah Intervensi Evaluasi
1 I Komang 1. Terdapat ibu hamil Melakukan Advokasi telah
Darma yang memiliki HB advokasi dilakukan dan
Jaya rendah terhadap bahan kontak
2. Ibu hamil
keluarga untuk telah dibagikan
Kekurangan Energi
mengatasi
Hambatan:
Kronis (KEK)
masalah
3. Ada anggota Perokok dalam
kesehatan yang
keluarga yang KK menganggap

114
merokok ada. Dilakukan bahwa merubah
pada tanggal 20 kebiasaan untuk
Februari 2018. tidak merokok
sangat susah.
2 I Wayan 1. Ibu hamil yang Melakukan Advokasi telah
Nasa tidak memiliki buku advokasi dilakukan dan
KIA terhadap bahan kontak
2. Ibu hamil yang
keluarga untuk telah dibagikan
Kekurangan Energi
mengatasi
Hambatan:
Kronis (KEK)
masalah Keluarga
3. Orang tua yang
kesehatan yang mengatakan sulit
Hipertensi
ada. Dilakukan untuk mengatur
pada tanggal 20 pola makan yang
Februari 2018. dianjurkan.
3 I Nengah 1. Kepala keluarga Melakukan Advokasi telah
Kumpul yang merokok advokasi dilakukan dan
2. Istri yang
terhadap bahan kontak
menderita
keluarga untuk telah dibagikan
hipertensi
mengatasi
3. Keluarga tidak Hambatan:
masalah Perokok dalam
memiliki JKN
4. Keluarga tidak kesehatan yang KK menganggap
memiliki air bersih ada. Dilakukan bahwa merubah
5. Keluarga tidak
pada tanggal 20 kebiasaan untuk
memiliki jamban
Februari 2018. tidak merokok
sangat susah.
4 A.A. Ben 1. Kepala keluarga Melakukan Advokasi telah
Mahendra yang merokok advokasi dilakukan dan
2. Balita yang tidak
terhadap bahan kontak
menimbang ke
keluarga untuk telah dibagikan
posyandu
mengatasi
3. Keluarga memiliki Hambatan:
masalah Perokok dalam
jamban kotor
4. Keluarga tidak kesehatan yang KK menganggap
memiliki air bersih ada. Dilakukan bahwa merubah

115
pada tanggal 20 kebiasaan untuk
Februari 2018. tidak merokok
sangat susah.
5 I Dewa 1. Keluraga tidak Melakukan Advokasi telah
Gede memiliki JKN advokasi dilakukan dan
2. Istri yang memiliki
Bawa terhadap bahan kontak
gizi lebih
keluarga untuk telah dibagikan
3. Kepala keluarga
mengatasi
yang merokok Hambatan:
masalah Perokok dalam
kesehatan yang KK menganggap
ada. Dilakukan bahwa merubah
pada tanggal 20 kebiasaan untuk
Februari 2018. tidak merokok
sangat susah.
6 I Gede 1. Kepala keluarga Melakukan Advokasi telah
Adnya yang merokok advokasi dilakukan dan
2. Anak laki-laki
terhadap bahan kontak
tidak memiliki
keluarga untuk telah dibagikan
JKN
mengatasi
3. Balita yang Hambatan:
masalah Perokok dalam
memiliki gizi
kesehatan yang KK menganggap
kurang
4. Balita terdapat gigi ada. Dilakukan bahwa merubah
berlubang pada tanggal 21 kebiasaan untuk
Februari 2018. tidak merokok
sangat susah.
7 I Ketut 1. Kepala keluarga Melakukan Advokasi telah
Kartika yang merokok advokasi dilakukan dan
2. Keluarga tidak
terhadap bahan kontak
memiliki JKN
keluarga untuk telah dibagikan
3. Keluarga tidak
mengatasi
memiliki jamban Hambatan:
4. Keluarga tidak masalah Perokok dalam
memiliki air bersih kesehatan yang KK menganggap
5. Tidak
ada. Dilakukan bahwa merubah
menggunakan KB

116
pada tanggal 21 kebiasaan untuk
Februari 2018. tidak merokok
sangat susah.
8 I Wayan 1. Kepala keluarga Melakukan Advokasi telah
Nada dan anak yang advokasi dilakukan dan
merokok terhadap bahan kontak
2. Keluarga tidak
keluarga untuk telah dibagikan
memiliki JKN
mengatasi
3. Keluarga tidak Hambatan:
masalah Perokok dalam
memiliki jamban
4. Keluarga tidak kesehatan yang KK menganggap
memiliki air bersih ada. Dilakukan bahwa merubah
pada tanggal 21 kebiasaan untuk
Februari 2018. tidak merokok
sangat susah.
9 I Made 1. Kepala keluarga Melakukan Advokasi telah
Aget dan anak yang advokasi dilakukan dan
merokok terhadap bahan kontak
2. Keluarga tidak
keluarga untuk telah dibagikan
memiliki JKN
mengatasi
3. Keluarga tidak Hambatan:
masalah Perokok dalam
memiliki air bersih
kesehatan yang KK menganggap
ada. Dilakukan bahwa merubah
pada tanggal 21 kebiasaan untuk
Februari 2018. tidak merokok
sangat susah.
10 I Nyoman 1. Kepala keluarga Melakukan Advokasi telah
Kaba dan anak yang advokasi dilakukan dan
merokok terhadap bahan kontak
2. Keluarga tidak
keluarga untuk telah dibagikan
memiliki JKN
mengatasi
3. Tidak menggunkan Hambatan:
masalah Perokok dalam
KB
4. Anak tidak kesehatan yang KK menganggap
mendapatkan ASI ada. Dilakukan bahwa merubah

117
Eksklusif pada tanggal 21 kebiasaan untuk
Februari 2018. tidak merokok
sangat susah.

5. Penutupan KKN-IPE
Kegiatan Kuliah Kerja Nyata diakhiri dengan kegiatan Penutupan.Kegiatan
Penutupan dilaksanakan pada tanggal 23 Februari 2018 di Balai Banjar Abuan,
Desa Abuan, Kecamatan Susut. Kegiatan Penutupan KKN-IPE dihadiri oleh
Bapak Direktur Politeknik Kesehatan Denpasar, Bapak Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Bangli, Camat Susut dan tripika Kecamatan Susut, Kapolsek Susut,
Danramil Susut, Kepala Puskesmas Susut I, Kepala Puskesmas Susut II, Kepala
Desa Abuan, Kepala Desa Susut, Kelian Banjar di masing-masing lokasi KKN
IPE, Pembimbing Puskesmas dan Pembimbing kelompok, dan seluruh peserta
KKN IPE Kabupaten Bangli.

118
BAB V
PENUTUP

A. SIMPULAN
1. Mahasiswa mampu melaksanakan dan memberikan intervensi terhadap
masalah-masalah yang ada dalam keluarga di masyarakat sesuai dengan
Kompetensi yang diharapkan dalam kurikulum pendidikan dan tujuan KKN-
IPE di Banjar Serokadan Desa Abuan berdasarkan langkah-langkah yang
sudah ditetapkan.
2. Mahasiswa mampu merencanakan kegiatan pergerakkan masyarakat melalui
langkah-langkah yang dimulai dari Survei Kesehatan Keluarga, Intervensi
Berbasis Pendekatan Keluarga, Monitoring dan Evaluasi.
3. Mahasiswa mampu merencanakan kegiatan sesuai dengan masukan atau
saran dari masyarakat, Kader, Tokoh Masyarakat, Puskesmas, dan Pengambil
Kebijakan.
4. Mahasiswa mampu mengkoordinasikan kegiatan yang sesuai dengan rencana
yang telah disusun bersama pihak yang bersangkutan berdasarkan masalah
kesehatan yang ada.
5. Mahasiswa mampu membuat atau menyusun laporan kegiatan yang telah
dilakukan berdasarkan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan.

B. SARAN
1. Untuk Mahasiswa
a. Mahasiswa diharapkan lebih aktif memberikan intervensi pada keluarga
sesuai dengan kompetensi profesi yang dimiliki melalui berbagai kegiatan
masyarakat, posyandu dan kunjungan rumah.
b. Mahasiswa diharapkan mampu menerapkan komunikasi yang efektif
dengan berbagai pihak dalam merencanakan dan melaksanaan kegiatan di
masyarakat.
c. Mahasiswa diharapkan dapat melakukan koordinasi yang baik dan efektif
dengan berbagai pihak terkait pelaksanaan tindak lanjut sesuai prioritas
masalah yang ada di desa.
d. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan komunikasi efektif agar
mendapat kepercayaan masyarakat sehingga dapat memberikan intervensi
yang kolaboratif dan komprehensif.
e. Mahasiswa diharapkan mampu menyusun laporan kegiatan sesuai
bimbingan dari dosen, referensi dari buku dan teori yang telah diberikan.

119
2. Untuk Pihak Puskesmas
Pihak Puskesmas diharapkan untuk melanjutkan Intervensi Berbasis
Pendekatan Keluarga terhadap KK lain yang bermsalah agar tercipta
masyarakat yang sehat sesuai dengan 12 indikator keluarga sehat dalam
rangka memajukan derajat kesehatan hidup masyarakat.

3. Untuk Masyarakat
Masyarakat diharapkan ikut serta berperan aktif dalam menjalankan
program-program kesehatan, mengaplikasikan perilaku hidup sehat, dan
membagikan informasi kesehatan kepada anggota keluarga agar tercipta
masyarakat sehat.

4. Untuk Kader
Kader diharapkan ikut serta dalam berbagai pelatihan kesehatan,
membagikan pengetahuan terbaru mengenai pola hidup sehat serta
menjembatani masyarakat dengan pihak tenaga kesehatan dalam rangka
bersama-sama membangun masyarakat sehat.

120
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012, Asuhan Keperawatan Tb Paru, diakses tanggal 30 Oktober 2012


jam 09.03 dari http://akperpemprov.jatengprov.go.id/

Anonim. 2002. Tuberkulosis Pedoman diagnosis & Penatalaksanaan Di


Indonesia. diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam 10.15 dari
http://www.klikpdpi.com/ konsensus/tb/tb.pdf 2002
Barbara, C.L., 1996, Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses
keperawatan), Bandung
Dewi, Kusma . 2011. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis
Paru. Diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam 10.15 dari
http://www.scribd.com /doc/52033675/
Doengoes, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC:
Jakarta.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta:Media
Aeculapius
Nanda.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda definisi dan Klasifikasi
2005-2006. Editor : Budi Sentosa.Jakarta:Prima Medika
Price, S.A, 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta :
EGC
Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC
Sudoyo dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta:
FKUI.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah”, Edisi 8, Vol
2, Jakarta: EGC
Doenges Marilynn E., et. al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC
Doenges Marilynn E., et. al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC
Noer Sjaifoellah. 2002. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I. Jakarta: FKUI
Sustiani, Lanny, Syamsir Alam dan Iwan Hadibroto. 2003. Stroke. Jakarta ; PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Tambayong Jon. 2000. “Patofisiologi Untuk Keperawatan”, Jakarta, EGC

121
122
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Konseling cara menyikat gigi yang baik Intervensi gizi seimbang pada balita gizi

dan benar kurang

Akupresure pada lansia hipertensi Menjelaskan KB pasca persalinan

Pengkukuran tekanan darah pada lansia Edukasi gizi tentang gizi seimbang ibu
dengan riwayat hipertensi hamil dan pemberian PMT ibu hamil

123
Edukasi bahaya anemia pada ibu hamil Pengukuran kadar Hb pada ibu hamil

Edukasi pentingnya JKN/Askes Edukasi gizi tentang gizi seimbang pada


ibu gizi lebih

Edukasi tentang bahaya merokok KIE ibu untuk menimbang balita setiap bulan

124
KIE tentang jamban kotor Pemberian kotak P3K

KIE tentang air bersih


Pemeriksaan gigi dan mulut

125
Kunjungan dan pengarahan yang dilakukan oleh
dosen pembimbing

Foto bersama antara dosen pembimbing, mahasiswa,


dan anggota keluarga pada saat dilakukan intervensi

126

Anda mungkin juga menyukai