PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia mempunyai masalah gizi yang cukup berat yang ditandai dengan
banyaknya kasus gizi kurang pada balita. Penyebab dari gizi kurang salah satunya
adalah stunting. Stunting adalah salah satu masalah kurangnya gizi kronis yang
disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi
mulai dari janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua
tahun. Kekurangan gizi pada usia dini menyebabkan penderitanya mudah sakit dan
memiliki postur tubuh tidak maksimal saat dewasa. Stunting diukur sebagai status
gizi dengan memperhatikan tinggi atau panjang badan, umur, dan jenis kelamin
dimana tinggi badan seseorang yang tidak sesuai dengan umur, yang penentuannya
Kusrini, 2019)
Berdasarkan hasil pemantauan status gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2016)
ditemukan beberapa penyebab anak mengalami stunting yaitu faktor gizi buruk
yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Penyebab utama stunting yaitu
perilaku ibu hamil yang meliputi pengetahuan ibu hamil, sikap ibu hamil serta
tindakan apa saja yang sudah dilakukan untuk mencegah stunting. Pengetahuan
keluarga terutama pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada
masa kehamilan serta setelah ibu melahirkan, masih terbatasnya layanan Antenatal
Care (ANC). Pengetahuan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet tambah darah.
Ibu hamil yang mengalami kekurangan energi kronis (KEK) berisiko melahirkan
bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Kurangnya akses makanan bergizi
hal ini dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal dan
kurangnya akses air bersih dan sanitasi. Jika tidak ditangani dengan baik, anak
Adapun sikap ibu hamil dalam mencegah terjadinya stunting pada anak yaitu
dengan meningkatkan pola makan ibu hamil dengan makanan yang berkualitas
baik. Zat besi dan asam folat adalah kombinasi nutrisi penting selama kehamilan
yang diketahui dapat mencegah stunting pada anak setelah dilahirkan. Tindakan
yang telah dilakukan ibu hamil dalam mencegah stunting pada anak yaitu
memberikan makanan tambahan berupa biskuit pada ibu hamil juga dapat
hidup bersih dan sehat serta akses memadai terhadap air bersih dan kebersihan
lingkungan. Akses sanitasi yang baik serta pola hidup yang bersih bisa turunkan
risiko penyakit dan infeksi. Infeksi akibat masalah kebersihan dikatakan sangat
berkaitan erat dengan masalah kekurangan gizi. Hal tersebut dapat dicegah dengan
menggunakan sabun, pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga, berhenti
buang air besar sembarangan, pengelolaan sampah rumah tangga dan pengelolaan
sakit, disabilitas pada usia tua, menculnya penyakit degeneratif sehingga akan
2016).
Upaya yang dilakukan Pemerintah untuk memperbaiki masalah gizi balita
tentang Kebijakan Stategis Pangan dan Gizi yang berfokus pada 1000 Hari Pertama
Hidup (HPK) yang dimulai sejak dalam kandungan (270 hari) hingga sampai
dengan anak berusia 6 tahun. Program ini merupakan langkah awal yang paling
penting untuk dilakukan sebagai pemenuhan gizi pada anak sejak dini. Gerakan
1000 HPK terdiri dari intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. Intervensi
gizi spesifik umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan meliputi imunisasi, PMT
ibu hamil dan balita, monitoring pertumbuhan balita di Posyandu, suplemen tablet
besi-folat pada ibu hamil, promosi ASI eksklusif, MP-ASI dan lain-lain. Intervensi
menyasar masyarakat umum seperti penyediaan air bersih, sarana sanitasi, berbagai
mencapai 37,2% dan data dari Pemantauan Status Gizi 2016 mencapai 27,5%. Hal
ini berarti pertumbuhan yang tidak maksimal dialami oleh sekitar 8,9 juta anak
Indonesia atau 1 dari 3 anak Indonesia mengalami stunting. Berdasarkan data dari
Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2018 menyebutkan bahwa kejadian stunting
di pada tiga kabupaten tertinggi yaitu yang pertama Kabupaten Bangli 43,2%, yang
kedua Kabupaten Jembrana 29,1% dan yang ketiga Kabupaten Karangasem 26,2%.
Tenaga kesehatan dan masyarakat harus saling bersinergi baik itu tenaga
lingkungan. Pada awal tahun 1988, World Health Organization menekankan bahwa
profesi kesehatan tersebut cenderung dapat berkerjasama lebih efektif dalam tim
kesehatan diperlukan sebuah sistem kerja kolaborasi antar profesi kesehatan atau
Education (IPE) “occurs when two or more proffesions learn about, from and with
dapatkan masalah kesehatan stunting pada balita. Berdasarkan data yang diperoleh
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata IPE (KKN IPE), mahasiswa
konflik serta memberikan manfaat yang maksimal kepada sasaran dan Program
sehingga warga masyarakat terutama sasaran terpilih dan masyarakat lainnya lebih
D. Manfaat
1. Manfaat bagi mahasiswa
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa serta membangun
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Stunting
Balita pendek (stunting) adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan
oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi mulai janin masih
dalam kandungan dan baru muncul saat anak berusia dua tahun. Stunting adalah
status gizi yang didasarkan pada indeks BB/U atau TB/U dimana dalam standar
antropometri penilaian status gizi anak, hasil pengukuran tersebut berada pada
dibawah median panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi referensi
rumah tangga dna keluarga, pemberian makanan pendamping ASI yang tidak
diartikan sebagai kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan dimasa lalu
dan digunakan sebagai indicator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak.
stunting melambat pada saat anak berusia sekitar 3 bulan. Terdapat perbedaan
interpretasi kejadian stunting diantara kedua kelompok usia anak. Pada anak yang
berusia dibawah 2-3 tahun, menggambarkan proses gagal bertumbuh atau stunting
yang masih sedang berlangsung/terjadi. Sementara pada anak yang berusia lebih
dari 3 tahun, menggambarkan keadaan dimana anak tersebut telah mengalami
dari berbagai faktor seperti berat lahir yang rendah, stimulasi dan pengasuhan anak
yang kurang tepat, asupan nutrisi kurang dan infeksi berulang serta berbagai faktor
B. Penyebab Stunting
sepanjang siklus kehidupan. Proses terjadinya stunting pada anak dan peluang
manusia merupakan hasil interaksi antara faktor genetik, hormon, zat gizi dan
lamanya, mulai dari kandungan sampai remaja yang merupakan hasil interaksi
antara faktor genetik dan lingkungan. Pada anak-anak, penambahan tinggi badan
pada tahun pertama kehidupan merupakan yang paling cepat dibandingkan periode
waktu setelahnya. Pada usia 1 tahun, anak akan mengalami peningkatan tinggi
badan sampai 50% dari panjang badan lahir. Kemudian tinggi badan tersebut akan
meningkat 2 kali lipat pada usia 4 tahun dan 3 kali lipat pada usia 13 tahun (Sandra
dkk, 2017).
Periode pertumbuhan paling cepat pada masa anak-anak juga merupakan masa
dimana anak berada pada tingkat kerentanan paling tinggi. Kegagalan pertumbuhan
dapat terjadi selama masa gestasi (kehamilan) dan pada 2 tahun pertama kehidupan
anak atau pada masa 1000 hari pertama kehidupan anak. Stunting merupakan
indikator akhir dari semua faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
berdampak buruk pada perkembangan fisik dan kognitif anak saat bertambah usia
Pertumbuhan yang cepat pada masa anak membuat gizi yang memadai menjadi
sangat penting. Buruknya gizi selama kehamilan, masa pertumbuhan dan masa
awal kehidupan anak dapat menyebabkan anak menjadi stunting. Pada 1000 hari
(UNICEF, 2013). Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stunting pada anak.
Faktor penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor
langsung dan faktor tidak langsung. Penyebab faktor langsung dari kejadian
stunting adalah asupan gizi dan adanya penyakit infeksi sedangkan faktor tidak
budaya, ekonomi dan masih banyak lagi faktor lainnya (BAPPENAS, 2011).
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh
faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Secara lebih
sebagai berikut:
1. Faktor Langsung
a. Faktor Ibu
Faktor ibu dapat dikarenakan nutrisi yang buruk selama prekonsepsi,
kehamilan dan laktasi. Selain itu juga dipengaruhi perawakan ibu seperti usia ibu
terlalu muda atau terlalu tua, pendek, infeksi, kehamilan muda, kesehatan jiwa,
BBLR, IUGR dan persalinan prematur, jarak persalinan yang dekat dan hipertensi
b. Faktor Genetik
Melalui genetik yang berada di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat
ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Hal ini ditandai dengan intensitas
Amigo et al., dalam Narsikhah (2012) salah satu atau kedua orang tua yang
peluang anak mewarisi gen tersebut dan tumbuh menjadi stunting. Akan tetapi,
bila orang tua pendek akibat kekurangan zat gizi atau penyakit, kemungkinan
anak dpaat tumbuh dengan tinggi badan normal selama anak tersebut tidak
c. Asupan Makanan
kurangnya keragaman dan asupan pangan yang bersumber dari pangan hewani,
foods. Praktik pemberian makanan yang tidak memadai, meliputi pemberian makan
yang jarang, pemberian makan yang tidak adekuat selama dan setelah sakit,
konsistensi pangan yang terlalu ringan, kuantitas pangan yang tidak mencukupi,
pemberian makan yang tidak berespon. Bukti menunjukkan keragaman diet yang
lebih bervariasi dan konsumsi makanan dari sumber hewani terkait dengan
yang menerapkan diet yang beragam, termasuk diet yang diperkaya nutrisi
pelengkap akan meningkatkan asupan gizi dan mengurangi risiko stunting (Sandra
dkk, 2017).
tidak menerapkan ASI eksklusif dan penghentian dini konsumsi ASI. Sebuah
tanpa suplementasi makanan maupun minuman lain, baik berupa air putih, jus,
ataupun susu selain ASI. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan
yang adekuat sedangkan ASI dilanjutkan sampai usia 24 bulan. Menyusui yang
e. Faktor Infeksi
Beberapa contoh infeksi yang sering dialami yaitu ineksi enterik seperti diare,
enteropati dan cacaing, dapat juga disebabkan oleh infeksi pernafasan (ISPA),
malaria, berkurangnya nafsu makan akibat serangan infeksi dan inflamasi. Penyakit
infeksi akan berdampak pada gangguan masalah gizi. Infeksi klinis menyebabkan
lambatnya pertumbuhan dan perkembangan, sedangkan anak yang memiliki
riwayat penyakit infeksi memiliki peluang mengalami stunting (Picauly & Toy,
2013).
f. Faktor Hemoglobin
dan negara maju. Masalah kesehatan ini dapat mempengaruhi setiap tahap
kehidupan. Masalah ini banyak ditemukan pada wanita hamil dan anak
kecil. Sesuai dengan statistik kesehatan yang diterbitkan oleh anemia WHO
1,6 miliar orang menderita kekurangan zat besi di seluruh dunia. Anemia adalah
salah satu gangguan darah yang paling umum, terjadi ketika volume total sel Darah
Merah menjadi sangat rendah atau kita dapat mengatakan jumlah hemoglobin
dalam sel-sel ini menjadi rendah. Anemia dapat terjadi karena proses seperti
produksi sel darah merah yang rusak karena kurangnya nutrisi penting dalam
juga dapat disebabkan oleh peningkatan destruksi sel darah merah ( hemolisis )
karena penyakit parasit seperti malaria dan mungkin merupakan hasil dari
kehilangan darah, yang dihasilkan dari aliran menstruasi yang berat. Anemia dapat
dideteksi dengan mengukur kadar hemoglobin dalam darah. Sangat penting untuk
mendeteksi kadar hemoglobin dalam darah seseorang. Banyak teknik atau metode
didokumentasikan secara rinci oleh World Health Organization (Bhatia & Singh,
2015).
Ada berbagai metode klinis yang dilakukan untuk tes hemoglobin yang
menjadi hematin asam dan kemudian secara visual mencocokkan warnanya dengan
kaca yang solid standar. Prosedur ini melibatkan encer hidroklorik asam yang
sampel darah diencerkan cocok dengan gelas standar. Kuantitas asam encer akan
untuk metode ini adalah Sahli hemoglobinometer dan pipet darah Sahli. (Kharkar
paling kompleks di antara tes yang dijelaskan di atas. Di metode ini, sampel darah
utuh yang terukur ditambahkan ke cairan pengencer Drabkin. Sel darah merah
diserap oleh sampel darah pada tertentu panjang gelombang sebanding dengan
jumlah hemoglobin dalam darah. Selain itu ada alat baru yang mulai digunakan
untuk pengujian Hb, alat tersebut yaitu Point of care testing (POCT) didefinisikan
sebagai pemeriksaan uji diagnostik yang berdekatan dengan penderita. Secara lebih
luas POCT dinyatakan sebagai uji laboratorik yang dilaksanakan oleh petugas
dilakukan oleh penderitanya sendiri. POCT dapat bersinonim lebih luas yakni: uji
sampingan (ancillary testing), uji satelit (satellite testing), uji sisi ranjang (bedside
testing), uji dekat penderita (near patient testing), uji di rumah (home testing), uji
Ibu hamil yang memiliki gigi berlubang akan sakit suatu saat nanti dan jika hal
itu susah terjadi otomatis nafsu makan ibu akan berkurang dan asupan nutrisi untuk
bayi akan berkurang. Dimana hal ini menjadi masalah utama yang menyebabkan
anak stunting maka dari itu sebaiknya masalah-masalah dalam rongga mulut segera
terhadap kemungkinan anak menjadi kurus dan pendek (UNICEF, 2013). Menurut
Bishwakarma dalam Khoirun dkk (2015), status ekonomi keluarga yang rendah
menjadi kurang bervariasi dan sedikit jumlahnya terutama pada bahan pangan yang
berfungsi untuk pertumbuhan anak seperti sumber protein, vitamin, dan mineral,
b. Tingkat Pendidikan
Pendidikan ibu yang rendah dapat mempengaruhi pola asuh dan perawatan
anak. Selain itu juga berpengaruh dalam pemilihan dan cara penyajian makanan
yang akan dikonsumsi oleh anaknya. Penyediaan bahan dan menu makan yang
tepat untuk balita dalam upaya peningkatan status gizi akan dapat terwujud bila
ibu mempunyai tingkat pengetahuan gizi yang baik. Ibu dengan Pendidikan
rendah antara lain akan sulit menyerap informasi gizi sehingga anak dapat
c.Faktor Gizi
Pengetahuan gizi yang rendah dapat menghambat usia perbaikan gizi yang baik
pada keluarga maupun masyarakat sadar gizi artinya tidak hanya mengetahui gizi
tetapi harus mengerti dan mau berbuat. Tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh
seseorang tentang kebutuhan akan zat-zat gizi berpengaruh terhadap jumlah dan
jenis bahan makanan yang dikonsumsi. Pengetahuan gizi adalah salah satu faktor
yang mempengaruhi konsumsi pangan dan status gizi. Ibu yang mempunyai
atau tidak menyetujui terhadap suatu pernyataan (ststement) yang diajukan. Sikap
terhadap gizi sering kali terkait erat dengan pengetahuan gizi. Pengukuran sikap
dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Pengukuran yang dilakukan
Tindakan yang dapat kita lakukan untuk mengatur gizi agar seimbang yaitu
jenis makanan yang dikonsumsi, jumlah makanan yang mereka makan dan pola
hidup mereka, termasuk berapa kali mereka makan atau frekuensi makan. Faktor
d. Faktor Lingkungan
Lingkungan rumah, dapat dikarenakan oleh stimulasi dan aktivitas yang tidak
yang tidak tepat, rendahnya edukasi pengasuh. Anak-anak yang berasal dari rumah
tangga yang tidak memiliki fasilitas air dan sanitasi yang baik berisiko mengalami
D. Dampak Stunting
Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode tersebut,
mudah sakit dan resiko tinggi untuk munculnya pernyakit diabetes, kegemukan,
penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke dan disabilitas pada usia tua,
serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya
buruk, lama pendidikan yang menurun dan pendapatan yang rendah bagi orang
tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang pendidikan, miskin, kurang sehat dan
lebih rentan terhadap penyakit menular. Oleh karena itu, anak pendek merupakan
predictor buruknya kualitas sumber daya manusia yang diterima secara luas yang
(UNICEF, 2012).
hasil pasar tenaga kerja seperti penghasilan yang lebih rendah dan produktifitas
yang lebih buruk (Hoddinott et al, 2013). Proses stunting disebabkan oleh asupan
zat gizi yang kurang dan infeksi yang berulang yang berakibat pada terlambatnya
dan stunting pada anak yang dilahirkannya, yang nantinya juga dapat membawa
risiko kepada gangguan metabolisme dan penyakit kronis saat anak tumbuh dewasa
berkembang berkaitan dengan gizi pada anak dan keluarga. Menurut World Health
sehat.
perawatan primer.
1. Perbaikan gizi masyarakat terutama pada pra hamil, hamil dan anak
2. Penguatan kelembagaan pangan dan gizi
3. Peningkatan aksesbiliti pangan yang beragam
4. Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat
5. Peningkatan pengawasan mutu dan keamanan panga
Apabila salah satu dari komponen STBM tersebut tidak ada maka proses
pencapaian 5 (lima) pilar STBM tidak maksimal. 5 (lima) pilar tersebut yaitu :
pengetahuan ibu hamil, sikap ibu hamil dan tindakan yang dilakukan ibu hamil
1. Pengetahuan
a. Pengertian
terhadap objek. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian pengetahuan
2010).
b. Tingkatan Pengetahuan
1) Tahu (Know)
kembali (recall) terhadap sesuatu yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.
2) Memahami (Comprehension)
3) Aplikasi (Application)
4) Analisis (Analysis)
objek kedalam komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut
5) Sintesis (Synthesis)
c. Sumber Pengetahuan
1) Media masa, meliputi : televisi, radio, koran, majalah, tabloid dan lain-lain.
2) Pendidikan, pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal maupun non
formal.
3) Petugas kesehatan, sebagai sumber informasi yang dapat diperoleh langsung
BAB III
B. Program Kegiatan
1. Edukasi Keluarga Ibu Hamil dengan pendekatan keluarga
a. Sarana :
b. Kegiatan : Konseling ibu hamil
c. Materi :
d. Bentuk Kegiatan : Diskusi
e. Waktu : 2 x 30 menit
2. Edukasi Keluarga Baduta dengan pendekatan keluarga
a. Sarana :
b. Kegiatan : Konseling baduta
c. Materi :
d. Bentuk Kegiatan : Diskusi
e. Waktu : 2 x 30 menit
3. Penyuluhan PHBS (Perilaku Hidup Bersih Sehat)
a. Sarana :
b. Kegiatan : Penyuluhan
c. Materi : PHBS
d. Bentuk Kegiatan : Penyuluhan
e. Waktu : 1 x 30 menit
4. Promkes pada remaja
a. Sarana :
b. Kegiatan : Promosi kesehatan mengenai
c. Materi :
d. Bentuk Kegiatan : Penyuluhan
e. Waktu : 1 x 60 menit
5. Pembuatan PMT bagi kader
a. Sarana :
b. Kegiatan :
c. Materi :
d. Bentuk Kegiatan :
e. Waktu :
BAB IV
METODE
B. Gizi
C. Bidan
Keperawatan