Anda di halaman 1dari 32

1

Ujian Tengah Semester Mata Kuliah. MP2G


(Manajemen Program Pangan & Gizi)
Take Home Exam Waktu Pengumpulan : Selasa, 25 April 2017

DOKUMEN LENGKAP TENTANG :


PERENCANAAN PROGRAM KETAHANAN PANGAN DAN GIZI
SERTA MEKANISME PENGELOLAANNYA PADA KONDISI
STUNTING

Oleh :
Repa Kustipia
I151160061

Dosen Pengampu :
Dr. Ir. Drajat Martianto, MS

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
2

UPAYA MEMERANGI
STUNTING DENGAN
PROYEKSI KETAHANAN
PANGAN
2017-2020

Mereduksi Generasi Stunting di Masa Mendatang


3

Fig. 1 Proportion of households without access to an improved latrine and prevalence of


stunting in child stunting. Provincial estimates of the proportion of households without access
to an improved latrine and the prevalence of stunting in children aged 0-59 months in
Indonesia
Source of :Harriet Torlesse (2016), UNICEF Indonesia, World Trade Center 6 (10th Floor),
Jalan Jenderal Sudirman Kav. 31, Jakarta 12920, Indonesia
4

I. RINGKASAN

a. Masalah Stunting di Indonesia

Riset Kesehatan Dasar 2013 mencatat prevalensi stunting nasional mencapai 37,2
persen, meningkat dari tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Artinya, pertumbuhan tak
maksimal diderita oleh sekitar 8,9 juta anak Indonesia, atau satu dari tiga anak Indonesia.
Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia Tenggara,
seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%).
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang
kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat
anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian
bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh tak
maksimal saat dewasa. Kemampuan kognitif para penderita juga berkurang, sehingga
mengakibatkan kerugian ekonomi jangka panjang bagi Indonesia.
Indonesia menduduki peringkat kelima dunia untuk jumlah anak dengan kondisi
stunting. Lebih dari sepertiga anak berusia di bawah lima tahun di Indonesia tingginya
berada di bawah rata-rata, Prevalensi Stunting pada saat ini mencapai 40 %. Hasil dari
Analisis menggunakan data dari survei dasar yang dilakukan di tiga kabupaten di
Indonesia untuk Uni Eropa yang didanai MYCNSIA proyek antara November dan
Desember 2011. Kabupaten dengan fokus kepada 3 wilayah diantaranya adalah Sikka
(pesisir di Provinsi Nusa Tenggara Timur) yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di
negara ini, Jayawijaya adalah kabupaten dataran tinggi terpencil di Provinsi Papua di
mana banyak indikator sosial dan kesehatan yang jauh di bawah rata-rata nasional, dan
Klaten adalah sebuah distrik padat penduduk di Jawa Tengah di mana beban stunting
tinggi.
Laporan UNICEF pada Tracking Kemajuan Anak dan Gizi ibu yang dirilis pada bulan
November 2015 menunjukkan bahwa stunting, dibandingkan dengan bentuk lain dari gizi,
adalah masalah proporsi yang lebih besar yang diantaranya adalah anak-anak yang
berusia di bawah lima tahun (usia dalam perkembangan), diperkirakan sepertiga dari 195
juta anak – anak memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang terhambat. Di Asia,
tingkat stunting yang sangat tinggi (36%). Di Asia Selatan, sekitar setengah dari anak-
anak terhambat pertumbuhan dan perkembangannya mencapai 61 juta yang diwakili oleh
Negara India saja. Menanggulangi gizi anak sangat penting untuk mencapai Sustainable
Development Goals di ketiga wilayah ini di Indonesia, karena dampak stunting bukan pada
saat anak mengalami stuntingnya namun akan ada berbagai penyakit jangka panjang
yang akan dirasakan dan menambah beban masalah kesehatan yang harus diatasi,
5

dengan pencegahan dan upaya untuk memerangi stunting, maka diharapkan biaya
penanggulangan masalah gizi yang ditimbulkan bisa diminimalisir dan derajat kesehatan
masyarakat meningkat, sehingga menjadi generasi yang lebih baik.
Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional tahun 2005-2025 menegaskan bahwa “Pembangunan dan perbaikan gizi
dilaksanakan secara lintas sektor meliputi produksi, pengolahan, distribusi, hingga
konsumsi pangan dengan kandungan gizi yang cukup, seimbang, serta terjamin
keamanannya”. Ketahananan pangan merupakan salah satu prioritas dalam Rencana
Pembangunan Nasional Jangka Menengah Tahun 2010-2014 yang ditetapkan melalui
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2010. Instruksi Presiden No. 3 Tahun
2010 menginstruksikan perlunya disusun Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional dan
Rencana Aksi Pangan dan Gizi di tingkat provinsi yang dalam proses penyusunannya
melibatkan kabupaten dan kota. Rencana Aksi Pangan dan Gizi disusun dalam program
berorientasi aksi yang terstruktur dan terintegratif dalam lima pilar rencana aksi yaitu
perbaikan gizi masyarakat, peningkatan aksesibilitas pangan, peningkatan pengawasan
mutu dan keamanan pangan, peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, serta
penguatan kelembagaan pangan dan gizi.
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak
asasi setiap rakyat Indonesia, hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996
tentang Pangan. Pada kenyataannya peta penduduk rawan pangan yang diumumkan oleh
BPS pada tahun 2009 masih menunjukkan situasi yang sangat memprihatinkan. Jumlah
penduduk sangat rawan pangan yaitu dengan asupan kalori kurang dari 1.400 Kkal per
orang per hari mencapai 14,47 persen, meningkat dibandingkan dengan kondisi tahun
2008 yaitu 11,07 persen. Rendahnya aksesibilitas pangan, yaitu kemampuan rumah
tangga untuk selalu memenuhi kebutuhan pangan anggotanya, mengancam penurunan
konsumsi makanan yang beragam, bergizi-seimbang, dan aman di tingkat rumah tangga.
Pada akhirnya akan berdampak pada semakin beratnya masalah kekurangan gizi
masyarakat, terutama pada kelompok rentan yaitu ibu, bayi dan anak.
Pentingnya keberlanjutan ketahanan pangan yang berkaitan dengan program gizi
masyarakat untuk pengentasan stunting akan lebih mendorong penurunan prevalensi
stunting untuk generasi mendatang dan memulihkan stunting dengan pelayanan
kesehatan yang prima dengan didukung oleh ketahanan pangan yang berkelanjutan.
6

b. Rumusan Tujuan
(1) Tujuan Umum
Bertujuan untuk menjadi acuan bagi berbagai pihak terkait dalam menyusun
perencanaan dan penganggaran serta pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
kegiatan-kegiatan gizi yang bersifat spesifik dan sensitif.
(2) Tujuan Khusus
 Tersedianya pilihan kegiatan gizi yang bersifat spesifik dan sensitif, sesuai
dengan masalah gizi (stunting) dan tugas masing-masing pemangku
kepentingan. Kegiatan gizi yang bersifat spesifik diantaranya : Promosi ASI
dan Makanan Pendamping ASI yang bergizi, Pemberian tablet zat besi-folat
atau multivitamin dan mineral untuk ibu hamil dan menyusui, Pemberian zat
penambah gizi mikro untuk anak, Pemberian obat cacing pada anak,
Pemberian suplemen vitamin A untuk anak balita, Penanganan anak dengan
gizi buruk, Fortifikasi makanan dengan zat gizi mikro seperti Vitamin A, besi
dan yodium, Pencegahan dan pengobatan malaria bagi ibu hamil, bayi dan
anak-anak. Kegiatan gizi yang sensitif diantaranya : Intervensi pola hidup
bersih sehat (PHBS) seperti cuci tangan pakai sabun dan peningkatan akses
air bersih, Stimulasi psikososial bagi bayi dan anak-anak, Keluarga
Berencana, Kebun gizi di rumah/di sekolah, diversifikasi pangan,
pemeliharaan ternak dan perikanan, Bantuan langsung tunai yang
digabungkan dengan intervensi lain seperti pemberian zat gizi dan pendidikan
terkait kesehatan dan gerakan 1000 HPK.
 Teridentifikasinya kebutuhan sumber daya pendukung.
 Tersedianya bahan advokasi yang sederhana dan mudah dipahami.

c. Indikator Kinerja

 ASI ekslusif, MP-ASI (berbasis pangan lokal), dan PMT.


 Ibu hamil mengkonsumsi TTD (Tablet Tambah Darah.
 Distribusi Vitamin A untuk Balita.
 Penanganan Gizi Buruk darurat dengan formula modisco.
 Empat kali pemeriksaan kehamilan
 Konsumsi tablet zat besi selama kehamilan dan persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan yang terlatih.

 Dua kali kunjungan perawatan nifas

 Imunisasi anak secara lengkap

 Kenaikan berat badan bayi setiap bulan.


7

 Penimbangan berat badan anak di bawah usia 3 tahun setiap bulan dan anak balita
dua kali setahun.

 Vitamin A dua kali setahun untuk balita.

 Angka partisipasi sekolah dasar untuk anak-anak usia 7-12 tahun.

 Angka kehadiran minimum 85 persen untuk anak-anak usia sekolah dasar.

 Pemanfaatan Lahan Pekarangan.

 Pemberdayaan Masyarakat.

 Memaksimalkan keberadaan posyandu.

 Bersinergi dengan wanita kelompok tani untuk akses pangan.

 Sosialisasi dan realisasi prinsip 1000 HPK.

d. Lokasi Proyek.
Upaya memerangi stunting dengan proyeksi ketahanan pangan dilaksanakan pada
pemilihan daerah dengan prevalensi stunting tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur dengan
target menurunkan angka stunting dan gizi kurang yang tinggi dengan durasi waktu
dimulai pada tahun 2017 sampai 2020.

e. Kegiatan Yang Akan Dilaksanakan

Jenis Kegiatan Jenis Kegiatan


(Intervensi Spesifik), (Intervensi Sensitif),
Jangka Pendek Jangka Panjang
Sasaran : Ibu Hamil Sasaran : Seluruh Partisipan
a. Suplementasi besi folat a. Penyediaan air besih dan sanitasi
b. Pemberian makanan tambahan pada ibu b. Ketahanan pangan dan gizi
hamil KEK c. Keluarga Berencana
c. Penanggulangan kecacingan pada ibu d. Jaminan Kesehatan Masyarakat
hamil e. Jaminan Persalinan Dasar
d. Pemberian kelambu berinsektisida dan f. Fortifikasi Pangan
pengobatan bagi ibu hamil yang positif g. Pendidikan gizi masyarakat
malaria h. Intervensi untuk remaja perempuan
Sasaran : Usia 0- 6 bulan i. Pengentasan Kemiskinan
a. Promosi menyusui (konseling individu j. 1000 HPK
dan kelompok) k. Alokasi Kebun Gizi/Pemanfaatan Lahan
Sasaran : Usia 7 – 23 bulan Pekarangan
a. Promosi menyusui l. Kegiatan Posyandu
8

b. KIE perubahan perilaku untuk perbaikan m. Advokasi : (Pendataan,Pengadaan,


MP – ASI Pelatihan, Komunikasi, Informasi, dan
c. Suplementasi Zink, Zink untuk Edukasi (KIE), Pemantauan, Bimbingan
manajemen diare teknis (supervisi),dan Regulasi).
d. Pemberian Obat Cacing
e. Fortifikasi besi
f. Pemberian kelambu berinsektisida dan
malaria
Sumber Daya :
 Pemerintah berperan sebagai inisiator, fasilitator, dan motivator gerakan 1000 HPK,
yang terdiri dari K/L, mitra pembangunan, organisasi masyarakat, dunia usaha dan
mitra pembangunan.
 Mitra Pembangunan/Donatur/Perusahaan untuk memperkuat kepemilikan nasional
dan kepemimpinan, berfokus pada hasil, mengadopsi pendekatan multisektoral,
memfokuskan pada efektivitas, mempromosikan akuntabilitas dan memperkuat
kolaborasi dan inklusi.
 Organisasi Kemasyarakatan Tugas organisasi kemasyarakatan adalah memperkuat
mobilisasi, advokasi, komunikasi, riset dan analisasi kebijakan serta pelaksana pada
tingkat masyarakat untuk menangani kekurangan gizi.
 Dunia usaha bertugas untuk pengembangan produk, control kualitas, distribusi, riset,
pengembangan teknologi informasi, komunikasi, promosi perubahan perilaku untuk
hidup sehat.
 Mitra Pembangunan/ Organisasi PBB Mitra pembangunan bertugas untuk
memperluas dan mengembangkan kegiatan gizi sensitif dan spesifik melalui
harmonisasi keahlian dan bantuan teknis antar mitra pembangunan antara lain
UNICEF, WHO, FAO dan IFAD, SCN (Standing Committee on Nutrition), UNDP.
 Perguruan Tinggi untuk merekrut relawan atau tenaga akademik untuk kesempatan
program internship dan mendapat pengalaman baru baik untuk tenaga pengajar atau
mahasiswa.
 Jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan ditentukan sesuai cluster dengan
metode multi stage sampling.
Jadwal :
Pelaksanaan kegiatan : Upaya Memerangi Stunting dengan Proyeksi Ketahanan
Pangan yang akan dilaksanakan di Nusa Tenggara Timur dimulai pada tahun 2017
sampai 2020, dengan daftar kegiatan sebagai berikut :
9

 Persiapan Perangkat (3 bulan)


 Advokasi (3 bulan)
 Perumusan Sumber Dana (1 bulan)
 Pengkajian Masalah (3 bulan)
 Pemilihan Intervensi (1 bulan)
 Seleksi Sumber Daya Manusia ( 3 bulan).
 Pelatihan Sumber Daya Manusia (1 bulan)
 Pemberian Intervensi (min. 3 bulan mak.12 bulan)
 Pemberdayaan Masyarakat (6 bulan)
 Milestone (6 bulan, optional)
 Analisis Hasil (3 bulan)
 Evaluasi dan Monitoring (3 bulan)

Mekanisme Monitoring dan Evaluasi :


- Pelaksanaan Monev : Identifikasi hasil dari setiap kegiatan yang
dikumpulkan berdasarkan indikator proses yang ditetapkan
- Monitoring Indikator Intervensi yang dilakukan sesuai dengan mekanisme
yang ada dengan mengacu pada indikator kinerja kunci program kegiatan
gizi spesifik dan Sensitif.
- Monitoring Indikator Hasil : Dikumpulkan pengumpulan data melalui
supervisi, survey atau studi yang sudah ada atau dirancang khusus untuk
monitoring dan evaluasi pencapaian kegiatan gizi sensitif dan spesifik.
- Tingkat Pusat : prosedur Bappenas , Tingkat Daerah : prosedur Bappeda
10

II. LATAR BELAKANG


Pangan dan Gizi untuk Pertumbuhan dan Kecerdasan diawali dengan mengonsumsi
makanan yang beragam, bergizi seimbang dan aman dapat memenuhi kecukupan gizi
individu untuk tumbuh dan berkembang. Gizi pada ibu hamil sangat berpengaruh pada
perkembangan otak dan janin, sejak dari minggu ke empat pembuahan sampai lahir dan
sampai anak berusia 2 tahun. Sejumlah penelitian telah menunjukkan peran penting zat gizi
tidak saja bermanfaat pada pertumbuhan fisik tubuh tetapi juga dalam pertumbuhan otak,
perkembangan perilaku, motorik, dan kecerdasan (Jalal, 2009). Martorell pada tahun 1996
telah menyimpulkan kekurangan gizi pada masa kehamilan dan anak usia dini menyebabkan
keterlambatan dalam pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, dan gangguan
perkembangan kognitif. Selain itu, akibat kekurangan gizi dapat berdampak pada perubahan
perilaku sosial, berkurangnya perhatian dan kemampuan belajar sehingga berakibat pada
rendahnya hasil belajar.

Penelitian lain juga menyimpulkan bahwa intervensi gizi hanya akan efektif jika
dilakukan selama kehamilan dan 2-3 tahun pertama kehidupan anak. Data riset kesehatan
dasar (Riskesdas) yang dilakukan pada tahun 2007 dan 2010 secara konsisten menunjukkan
bahwa rata-rata asupan kalori dan protein anak balita masih di bawah Angka Kecukupan Gizi
(AKG). Akibat dari keadaan tersebut, anak balita perempuan dan anak balita lakilaki Indonesia
mempunyai rata-rata tinggi badan masing-masing 6,7 cm dan 7,3 cm lebih pendek daripada
standar rujukan WHO 2005, bahkan pada kelompok usia 5-19 tahun kondisi ini lebih buruk
karena anak perempuan pada kelompok ini tingginya 13,6 cm di bawah standar dan anak laki-
laki 10,4 cm di bawah standar WHO. Kelompok ibu pendek juga terbukti melahirkan 46,7
persen bayi pendek. Karena itu jelas masalah gizi intergenerasi ini harus mendapat perhatian
serius karena telah terbukti akan mempengaruhi kualitas bangsa.Anak yang memiliki status
gizi kurang atau buruk (underweight) berdasarkan pengukuran berat badan terhadap umur
(BB/ U) dan pendek atau sangat pendek (stunting) berdasarkan pengukuran tinggi badan
terhadap umur (TB/U)

Upaya memerangi stunting dengan proyeksi ketahanan pangan, Young Nutritionist


Indonesia bertujuan mengurangi dan mencegah bayi lahir dengan berat badan rendah dan
anak stunting, serta kekurangan gizi pada anak-anak. Dalam jangka panjang, proyek ini
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga melalui penghematan biaya
kesehatan dan peningkatan produktivitas. Untuk mencapai tujuan itu, Young Nutritionist
Indonesia melakukan beberapa kegiatan yang berorientasi pada perbaikan status gizi ibu
hamil dan anak. Antara lain, melalui peningkatan peran serta masyarakat, perbaikan asupan
gizi, meningkatkan ketersediaan makanan bergizi yang terjangkau, pemenfaatan pekarangan,
ajakan mengonsumsi pangan lokal, PHBS, serta meningkatkan kesadaran Pemerintah
11

Indonesia dan masyarakat tentang pentingnya isu stunting, kegiatan ini menggabungkan
pendekatan pemberdayaan masyarakat dengan peningkatan suplai bidang kesehatan.
Pemberdayaan masyarakat, perbaikan sanitasi dan perilaku hidup sehat, peningkatan
kapasitas tenaga kesehatan, penyediaan alat kesehatan, pemberian insentif bagi tenaga
kesehatan, pelibatan pihak swasta, serta peningkatan kesadaran melalui kampanye. Melalui
kegiatan yang lebih terintegrasi, diharapkan dapat lebih efektif melaksanakan upaya
mengurangi dan mencegah prevalensi stunting di Indonesia. Young Nutritionist Indonesia
dalam melaksanakan kegiatan tersebut bekerja sama dengan Badan Perencanaan dan
Pembangunan Nasional, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Badan
Ketahanan Pangan,Dinas Pertanian, Relawan Indonesia dan Bank Dunia.
12

III. ANALISIS SITUASI

Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya masalah gizi. Bagan dibawah ini
menyajikan berbagai faktor penyebab kekurangan gizi yang diperkenalkan oleh
UNICEF dan telah disesuaikan dengan kondisi Indonesia, dari kerangka pikir ini
terlihat tahapan penyebab timbulnya kekurangan gizi pada ibu dan anak adalah
penyebab langsung, tidak langsung, akar masalah, dan pokok masalah. Tolok ukur
yang dapat mencerminkan status gizi masyarakat adalah status gizi pada anak balita
yang diukur dengan berat badan dan tinggi badan menurut umur dan dibandingkan
dengan standar baku rujukan WHO (2005).

Terdapat dua faktor langsung penyebab gizi kurang pada anak balita, yaitu
faktor makanan dan penyakit infeksi dan keduanya saling mendorong. Sebagai
contoh, anak balita yang tidak mendapat cukup makanan bergizi seimbang memiliki
daya tahan yang rendah terhadap penyakit sehingga mudah terserang infeksi.
Sebaliknya penyakit infeksi seperti diare dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA)
dapat mengakibatkan asupan gizi tidak dapat diserap tubuh dengan baik sehingga
berakibat pada gizi buruk. Oleh karena itu, mencegah terjadinya infeksi juga dapat
mengurangi kejadian gizi kurang dan gizi buruk. Berbagai faktor penyebab langsung
dan tidak langsung terjadinya gizi kurang digambarkan dalam kerangka pikir UNICEF
(1990) (Gambar 1). Faktor penyebab langsung pertama adalah makanan yang
dikonsumsi, harus memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat
gizi seimbang. Makanan lengkap bergizi seimbang bagi bayi sampai usia 6 bulan
adalah air susu ibu (ASI), yang dilanjutkan dengan tambahan makanan pendamping
ASI (MP-ASI) bagi bayi usia 6 bulan sampai 2 tahun. Data menunjukkan masih
rendahnya persentase ibu yang memberikan ASI, dan MP-ASI yang belum memenuhi
gizi seimbang oleh karena berbagai sebab. Faktor penyebab langsung yang kedua
adalah infeksi yang berkaitan dengan tingginya prevalensi dan kejadian penyakit
infeksi terutama diare, ISPA, TBC, malaria, demam berdarah dan HIV/AIDS. Infeksi ini
13

dapat mengganggu penyerapan asupan gizi sehingga mendorong terjadinya gizi


kurang dan gizi buruk. Sebaliknya, gizi kurang melemahkan daya tahan anak sehingga
mudah sakit. Kedua faktor penyebab langsung gizi kurang itu memerlukan perhatian
dalam kebijakan ketahanan pangan dan program perbaikan gizi serta peningkatan
kesehatan masyarakat. Kedua faktor penyebab langsung tersebut dapat ditimbulkan
oleh tiga faktor penyebab tidak langsung, yaitu: (i) ketersediaan dan pola konsumsi
pangan dalam rumah tangga, (ii) pola pengasuhan anak, dan (iii) jangkauan dan mutu
pelayanan kesehatan masyarakat. Ketiganya dapat berpengaruh pada kualitas
konsumsi makanan anak dan frekuensi penyakit infeksi. Apabila kondisi ketiganya
kurang baik menyebabkan gizi kurang. Rendahnya kualitas konsumsi pangan
dipengaruhi oleh kurangnya akses rumah tangga dan masyarakat terhadap pangan,
baik akses pangan karena masalah ketersediaan maupun tingkat pendapatan yang
mempengaruhi daya beli rumah tangga terhadap pangan. Pola asuh, pelayanan
kesehatan dan sanitasi lingkungan dipengaruhi oleh pendidikan, pelayanan
kesehatan, informasi, pelayanan keluarga berencana, serta kelembagaan sosial
masyarakat untuk pemberdayaan masyarakat khususnya perempuan, kerangka
UNICEF tahun 1999 disajikan dibawah ini sebagai kerangka penyebab masalah gizi.
14

a. Mutu dan Keamanan Pangan


Kondisi keamanan pangan sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat di
seluruh lapisan tanpa mengenal batas usia dangolongan ekonomi. Kondisi keamanan
pangan sangat ditentukan oleh lingkungan dan perilaku personil yang menangani
pangan dari sejak dipanen sampai di meja makan. Oleh karena itu, peningkatan
keamanan pangan harus melibatkan berbagai instansi termasuk pemerintah provinsi,
kabupaten dan kota, sebagaimana dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No.28
tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Terdapat produk industri
pangan yang tidak memenuhi syarat (TMS) dari tahun ke tahun. Jika produk yang TMS
tersebut dielaborasi lebih lanjut, terlihat bahwa penggunaan bahan tambahan pangan
(BTP) pemanis dan pengawet (benzoat) berlebih, penyalahgunaan bahan berbahaya
formalin, boraks, pewarna bukan untuk makanan, dan cemaran mikroba. Urutan
penyebab masalah keamanan pangan tersebut berturut-turut adalah: cemaran
mikroba, BTP pemanis berlebih, pewarna bukan untuk makanan, BTP pengawet
(benzoat) berlebih, serta penyalahgunaan bahan berbahaya boraks dan formal in.
Penyalahgunaan bahan berbahaya formalin telah dapat diturunkan kasusnya dari
tahun ke tahun, demikian pula penggunaan BTP pemanis yang berlebihan. Sementara
produk TMS terkait dengan cemaran mikroba masih cukup dominan. Hal ini dapat
merupakan indikasi kondisi higienis dan sanitasi lingkungan yang masih
memprihatinkan. Analisis terhadap kondisi sarana produksi pangan bai industri
pangan besar, menengah dan kecil serta industri rumah tangga masih membutuhkan
perbaikan, terutama sarana produksi industri rumah tangga (IRT).
Khusus untuk peningkatan kondisi sarana produksi IRT, partisipasi pemerintah
provinsi, kabupaten dan kota sangat diperlukan, karena industri pangan kategori ini
sertifikasi produknya diberikan oleh pemerintah daerah setempat. Berdasarkan hasil
monitoring sarana produksi, di daerah masih banyak ditemukan sarana produksi tidak
terdaftar. Memperhatikan hal tersebut diperlukan adanya pemberdayaan pemeri ntah
provi nsi, kabupaten dan kota sehingga sarana produksi tersebut memperoleh
sertifikat PIRT melalui penyuluhan. Pengawasan keamanan pangan jajanan anak
sekolah merupakansalah satu kegiatan strategis mengingat anak-anak sekolah
adalahcikal bakal generasi bangsa yang akan datang. Jenis produk yang diambil
sampelnya difokuskan pada pengawasan terhadap penyalahgunaan bahan
berbahaya seperti pewarna rhodamin B dan methanil yellow, boraks dan formalin.
Selain itu, dilakukan monitoring terhadap penggunaan bahan tambahan pangan yang
melebihi batas yang ditetapkan khususnya pengawet dan cemaran mikroba. Kegiatan
pengawasan keamanan pangan dilakukan secara periodik setiap tahun Hasil
pengawasan menunjukkan adanya penurunan produk TMS dari tahun 2006 ke tahun
15

2009, meskipun tidak terlalu nyata. Secara nasional produk pangan yang mengandung
bahan berbahaya masih berfluktuasi di antara 10 persen sampai 13 persen,
sedangkan produk yang mengandung bahan tambahan pangan berlebih juga
berfluktuasi di sekitar 15 persen dan 30 persen.
Masalah utama dari produk pangan jajanan anak sekolah nampaknya adalah
cemaran mikroba. Intervensi untuk meningkatkan higienis dan sanitasi para penjaja
pangan jajanan anak sekolah ini perlu di lakukan. Kasus kejadian luar biasa (KLB)
karena pangan beberapa kali terjadi dan dilaporkan di media masa. Hasil monitoring
KLB khusus di lingkungan sekolah dan perguruan tinggi menunjukkan bahwa KLB
paling sering terjadi di sekolah dasar. Sebagian besar KLB ini tidak diketahui dengan
pasti apa penyebabnya, apakah disebabkan karena mikroba atau bahan
kimia.Pemantauan garam konsumsi beryodium yang beredar di kabupaten dan kota
dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan
pengawasan dan penegakan hukum agar garam yang beredar memenuhi syarat
sebagai garam konsumsi beryodium.

b. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)


Program PHBS adalah upaya untuk memberi pengalaman belajar atau
menciptakan kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan
membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat, melalui
pendekatan pimpinan, bina suasana dan pemberdayaan masyarakat. Perilaku
higienis yang dikumpulkan meliputi kebiasaan/perilaku buang air besar (BAB) dan
perilaku mencuci tangan. Perilaku BAB yang dianggap benar adalah bila penduduk
melakukannya di jamban. Mencuci tangan yang benar adalah bila penduduk mencuci
tangan dengan sabun sebelum makan, sebelum menyiapkan makanan, setelah
buang air besar, setelah menceboki bayi/anak, dan setelah memegang
unggas/binatang. Riskesdas 2007 mengumpulkan 10 indikator tunggal Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang terdiri dari enam indikator individu dan empat
indikator rumah tangga. Indikator individu meliputi pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan, bayi 0-6 bulan mendapat ASI eksklusif, kepemilikan/ketersediaan
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, penduduk tidak merokok, penduduk cukup
beraktivitas fisik, dan penduduk cukup mengonsumsi sayur dan buah. Indikator
Rumah Tangga meliputi rumah tangga memiliki akses terhadap air bersih, akses
jamban sehat, kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni (≥8 m2/ orang), dan
rumah tangga dengan lantai rumah bukan tanah. Dalam penilaian PHBS ada dua
macam rumah tangga, yaitu rumah tangga dengan balita dan rumah tangga tanpa
16

balita. Untuk rumah tangga dengan balita digunakan 10 indikator, sehingga nilai
tertinggi adalah 10; sedangkan untuk rumah tangga tanpa balita terdiri dari 8
indikator, sehingga nilai tertinggi delapan (8). PHBS diklasifikasikan ―kurang‖
apabila mendapatkan nilai kurang dari enam (6) untuk rumah tangga mempunyai
balita dan nilai kurang dari lima (5) untuk rumah tangga tanpa balita.

c. Kelembagaan Pangan dan Gizi


Tahun 1974 dengan diberlakukannya Instruksi Presiden Nomor 14 tentang
Perbaikan Menu Makanan Rakyat telah terbentuk Kelompok Kerja Fungsional antar
Kementerian yang mengkoordinasikan kegiatan perbaikan pangan dan gizi
masyarakat. Kemudian diikuti dengan Instruksi Presiden Nomor 20 Tahun 1979
sehingga di tingkat provinsi dan kabupaten dan kota dibentuk Badan Perbaikan Gizi
Daerah (BPGD) yang mengkoordi nasi kan kegiatan Usaha Per bai kan Gizi Kel uarga
oleh sektor Kesehatan, Keluarga Berencana, Pertanian dan Agama. Selama 3
dekade, Indonesia mencapai keberhasilan dalam perbai kan gizi masyarakat melal ui
kegiatan pemantauan tumbuh kembang dan konseling gizi, pemeriksaan ibu hamil,
pelayanan kontrasepsi, imunisasi dan penanggulangan diare yang dilaksanakan di
hampir 240.000 pos pelayanan terpadu (posyandu) oleh lebih dari satu juta kader
desa. Kegiatan posyandu menurun seiring dengan tekanan ekonomi yang dialami
masyarakat sebagai dampak krisis moneter pada tahun 1998. Dewan Ketahanan
Pangan dipimpin langsung oleh Presiden terbentuk dengan Peraturan Presiden
Nomor 83 Tahun 2006, dengan tugas utama mengevaluasi ketahanan pangan dan
memformulasikan kebijakan peningkatan ketahanan pangan ditinjau dari sisi
ekonomi, politik, geografis, dan gizi. Sektor pertanian bertanggung jawab dalam
produksi pangan dan berkoordinasi dengan Badan Ketahanan Pangan Daerah yang
dipimpin gubernur. Standar industri makanan dan penegakan hukum dilaksanakan
oleh sektor Industri, sementara mutu dan keamanan pangan yang layak di konsumsi
masyarakat di pantau oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pelayanan gizi dan
promosi gizi dilaksanakan oleh sektor kesehatan.
Para pemangku kepentingan (stakeholders) di bidang pangan dan gizi
termasuk sektor swasta, perguruan tinggi dan organisasi non pemerintah dalam dan
luar negeri terlibat dalam perbaikan gizi, termasuk saat krisis gizi buruk di tahun 1998
dan saat terjadinya bencana alam nasional. Badan PBB dan mitra pembangunan
berkontribusi memberikan hibah dan bantuan teknis untuk perbaikan pangan,
kesehatan, dan gizi. Walaupun demikian,koordinasi lintas program dan lintas
sektor/bidang di pemerintah maupun antar Badan PBB dan mitra pembangunan
masih harus terus ditingkatkan. Koordinasi perlu dibangun untuk mengkoordi nasi kan
17

secara efektif kebijakan antar sektor/bi dang,memfasilitasi kolaborasi di tingkat


operasional dan mengintegrasikan kegiatan program terkait dengan penurunan
prevalensi kekurangan gizi dan peningkatan asupan kalori pada semua anggota
keluarga yang mengalami rawan pangan (Landscape Analysis on Nutrition,
Kemenkes, 2010). Saat ini tidak cukup tersedia data SDM gizi dan terkait gizi yang
dapat diandalkan, maupun proyeksi kebutuhan SDM gizi yang realistis terkait dengan
berbagai tantangan gizi yang dihadapi, begitupun halnya dengan SDM di bidang
pangan. Beberapa pokok persoalan yang terkait dengan pengelolaan SDM terkait
pangan dan gizi adalah: (1) Terbatasnya perencanaan SDM berdasar kebutuhan
program; (2) Kurangnya analisis deskripsi pekerjaan agar SDM efektif dan efisien
melaksanakan pelayanan di bidang pangan dan gizi; (3) Sistem pengadaan dan
rekrutmen SDM dengan kompetensi yang memenuhi standar sangat tergantung pada
alokasi anggaran pemeri ntah yang tersedia di daerah; serta(4) Sulitnya
mempertahankan SDM terkait pangan dan gizi di daerah perdesaan karena tidak
adanya insentif karir (diadaptasi dari Laporan Bank Dunia, 2010). Permasalahan
kelembagaan yang memerlukan perhatian di NTT adalah masalah koordinasi antar
insitutusi di tingka provinsi, koordinasi antar insitusi tingkat provinsi dengan tingkat
kabupaten, serta perlunya tenaga professional di tingkat pemerintahan bawah yakni
tingkat kecamatan dan desa.
 Aplikasi Analisis Situasi
Lokasi NTT
Tujuan Umum  Membantu permasalahan pada balita (stunting), keluarga
dan ibu hamil.
Tujuan Khusus  Meningkatkan status gizi balita
 Menurunkan prevalensi stunting
 Meningkatkan sadar gizi pada keluarga
 Meningkatkan status gizi ibu hamil
Sasaran dan Target  Sampel : 237 keluarga
 Jumlah balita stunting 48
Operasional  Terjun langsung ke masyarakat melalui kegiatan
penyuluhan, lomba pengolahan pangan lokal, kebun gizi,
dan pendampingan balita stunting dan gizi buruk.
Kebijakan dan langkah-  Tabel HIPPOPOC
langkah
Sumber daya yang  Penduduk cukup ramah dan antusias terhadap program
dimanfaatkan  Lahan cukup luas dan subur untuk peningkatan dan
kesejahteraan masyarakat
 Terdapat perkumpulan organisasi masyarakat
 Tersedia tempat untuk melakukan kegiatan kemasyarakatan
Perkiraan faktor  Tindakan pengawasan :
penunjang dan - Memantau kadarzi
penghambat kegiatan - Memantau keadaan balita stunting
- Memantau kesehatan ibu hamil
 Tindakan pengendalian ;
18

- Memberikan penyuluhan
- Penyuluhan 1000 HPK, Gizi ibu hamil, gizi balita,
PMT, ketahanan pangan dan kesehatan.
- Memberikan contoh menu untuk balita dan
pengolahan pangan lokal serta teknik berkebun
memanfaatkan halaman rumah.
 Tindakan evaluasi :
- Mengukur antropometri ibu hamil yang KEK,
balita stunting dan gizi buruk dan menanyakan
asupan makan.
19

IV. TUJUAN DAN INDIKATOR KINERJA JANGKA PENDEK


DAN JANGKA PANJANG

No Jangka Pendek Jangka Panjang Kolaborasi


(18 bulan) (36 bulan) Parthner
1 Menetapkan Perpres Gerakan Mobilisasi sumber dana dalam APBN Pemerintah
1000 HPK, Ketahanan Pangan, dan APBD, termasuk PPP dan CSR
dan Aksi Perbaikan Gizi, Germas. dan mitra pembangunan internasional
2 Menyusun Naskah Akademik Melakukan evaluasi pencapaian tujuan
dan sasaran dan pelaksanaan
kegiatan
3 Menyusun Kerangka Program Meningkatkan kemitraan dengan mitra
Nasional terkait perbaikan gizi pembangunan
4 Menyusun Pedoman Meningkatkan kemitraan dengan dunia
Perencanaan Program kegiatan usaha
perbaikan gizi
5 Sosialiasi Gerakan 1000 HPK, Meningkatkan kemitraan dengan
PMT, Ketahanan Pangan, Lembaga Kemasyarakatan
Perbaikan Gizi tingkat nasional
dan di daerah
6 Penyusunan kerangka monitoring Meningkatkan kerjasama dalam
dan evaluasi rangka sinkronisasi perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan antar K/L
7 Pertemuan berkala Gugus Tugas Meningkatkan kerjasama dalam
Nasional rangka sinkronisasi perencanaan dan
pengganggaran antar Pusat dan
Daerah
8 Pertemuan berkala Tim Teknis Melakukan replikasi program/model
Gugus Tugas yang terbukti efektif
9 Menyusun laporan berkala Advokasi kepada legislatif dan
tentang kemajuan Gerakan 1000 eksekutif
HPK, PMT, Ketahanan Pangan,
Perbaikan Gizi
10 Menjaga kesinambungan pelaksanaan
Gerakan 1000 HPK, Ketahanan
Pangan dan Perbaikan Gizi
20

11 Mengintegrasikan Gerakan 1000 HPK,


PMT, Ketahanan Pangan dan
Perbaikan Gizi pada RPJMN 2015 –
2019
12 Menyusun laporan tahunan kemajuan
Gerakan 1000 HPK, PMT, Ketahanan
Pangan, Perbaikan Gizi kepada
Presiden
13 Memperkuat dan memperluas Meningkatkan skala dan kualitas Mitra
jaringan antarmitra pembangunan, bantuan kepada pemerintah Pembangunan
untuk mendukung Gerakan 1000
HPK, PMT, Ketahanan Pangan
dan Perbaikan Gizi
14 Mendukung gizi sebagai isu Meningkatkan kerjasama antara mitra
prioritas nasional dan daerah pembangunan untuk menjamin
efisiensi bantuan yang diberikan
15 Mendukung intensitas kerjasama Mendorong kerjasama antarnegara
antar mitra pembangunan untuk dengan prevalensi kekurangan gizi
menjamin efisiensi dan efektifitas yang tinggi
antarmitra pembangunan
16 Bekerjasama dengan pemerintah Melakukan review sektor pangan dan
untuk mengembangkan rencana gizi untuk basis kebijakan RPJMN
pembiayaan Gerakan 1000 HPK, 2015-2019
PMT, Ketahanan Pangan dan
Perbaikan Gizi
17 Memutakhirkan perkiraan biaya
untuk intervensi gizi yang bersifat
spesifik dan sensitif
18 Memberikan bantuan teknis
kepada pemerintah untuk
intervensi gizi yang spesifik, gizi
sensitif, pertanian dan
kesejahteraan soial
19 Memperluas kepersertaan antar Mengintegrasikan Gerakan 1000 HPK, LSK
sektor dan kelompok di tingkat PMT, Ketahanan Pangan, dan
nasional dan daerah Kegiatan Perbaikan Gizi dalam
21

kegiatan LSK (Lembaga Sosial


Kemasyarakatan).
20 Memperkuat keterkaitan antara Membantu mengembangkan rencana
LSK dengan pemerintah dengan nasional dan menetapkan sasaran
menggunakan mekanisme yang yang ingin dicapai
berlaku
21 Mengembangkan dan menyetujui Melakukan evaluasi dan penelitian
prinsip-prinsip mediasi jika tidak yang mengaitkan antara gizi dengan
terjadi kesepahaman gender, ketenagakerjaan, pertanian,
pangan, kesehatan, kemiskinan,
jaminan sosial, dan pendidikan
22 Memberikan kontribusi dalam Advokasi ke dunia internasional untuk
perumusan kerangka program mendukung Gerakan 1000 HPK, PMT,
Gerakan 1000 HPK, PMT, Ketahanan Pangan, Kegiatan
Ketahanan Pangan, Kegiatan Perbaikan Gizi.
Perbaikan Gizi.
23 Melakukan mobilisasi dalam Advokasi kepada pemerintah untuk
rangka meningkatkan demand mobilisasi sumberdana yang lebih
masyarakat besar untuk menangani kekurangan
gizi
24 Memfasilitasi keterlibatan dunia Bekerja secara nyata untuk Dunia Usaha
usaha dalam Gerakan 1000 HPK, mendukung Gerakan 1000 HPK
PMT, Ketahanan Pangan, Nasional, PMT, Ketahanan Pangan,
Kegiatan Perbaikan Gizi. Kegiatan Perbaikan Gizi.
25 Memberikan pedoman dan contoh Melaksanakan contoh bagaimana
tentang keterlibatan dunia usaha pengusaha internasional mendukung
dalam Gerakan 1000 HPK, PMT, Gerakan 1000 HPK Global, PMT,
Ketahanan Pangan, Kegiatan Ketahanan Pangan, Kegiatan
Perbaikan Gizi. Perbaikan Gizi.
26 Memberikan pedoman dan Meningkatkan peran dunia usaha
mediasi bila terjadi untuk memperbaiki keadaan gizi
ketidaksepahaman dalam masyarakat terutama pada ibu hamil,
kebijakan maupun pelaksanaan ibu menyusui, dan anak baduta melalui
Gerakan 1000 HPK, PMT, penerapan CSR sesuai dengan
Ketahanan Pangan, Kegiatan peraturan yang berlaku
Perbaikan Gizi.
22

27 Bekerja secara nyata untuk


mendukung strategi Gerakan
1000 HPK, PMT, Ketahanan
Pangan, Kegiatan Perbaikan Gizi.
28 Tukar menukar pengalaman
dalam sistem distribusi pangan
dan gizi termasuk penggunaan
teknologi/inovasi
29 Membangun jaringan dan Melakukan sinergitas agenda kegiatan PBB
memperluas kerjasama UN nasional dan global dalam rangka
System diluar 4 organisasi utama menyelaraskan dan menghindari
(UNICEF, WFP, FAO dan duplikasi kegiatan
WHO,UNDP)
30 Membangun sistem untuk
merespon permintaan pemerintah
31 Bekerjasama dengan pemerintah
dan mitra pembangunan untuk
mendukung rencana pembiayaan
Gerakan 1000 HPK, PMT,
Ketahanan Pangan, Kegiatan
Perbaikan Gizi.
32 Memutakhirkan perkiraan biaya
untuk pelaksanaan program gizi
spesifik dan program gizi sensitif

Diadopsi dari Pedoman Perencanaan Program Gerakan 1000 HPK tahun 2013
23

V. RENCANA IMPLEMENTASI DAN ALTERNATIF PEMILIHAN PROGRAM

a. Tabel HIPPOPOC

Kegiatan Input Proses Output Outcome


Penyuluhan 1000  Tenaga : Panitia, Brain 80% Ibu Balita Sikap dan
HPK, PMT, penyuluh, Storming, pengetahuan ibu balita
Ketahanan  Dana : Rp. 1.000.000 Ceramah, tentang PMT,
Pangan dan per cluster Tanya Ketahanan Pangan,
Perbaikan Gizi  Media ; leaflet, poster, Jawab, Kegiatan Perbaikan
laptop, LCD, Alat Tulis Diskusi Gizi meningkat.
 Alat lain ; sound
system
Balita sehat  Tenaga : panitia Praktek 75% balita Ibu mehyadari
 Dana : Rp. 2.500.00 mengikuti cek pentingnya
per cluster balita sehat pertumbuhan dan
 Media : KMS, alat tulis, perkembangan balita
 Tempat : Balai Desa
 Alat lain : sound
system, Souvenir
balita sehat. Transport
Konseling Gizi  Tenaga : Panitia Tanya jawab 80% ibu yang Ibu memahami tentang
dan Stunting  Dana : Rp. 2.000.000 intensif konseling cara mengatasi
per cluster mengerti dan masalah gizi pada
 Media : leaflet, alat memahami balita (terutama
tulis, food model (real tentang stunting)
food khas NTT), dan permasalahan
pangan lokal yang ada yang
di NTT. dikonsultasikan,
 Tempat : balai terutama
desa/rumah kepala mengenai
suku. stunting dan
pencegahan
stunting.
Pendampingan  Tenaga : Panitia, Praktek Seluruh balita Meningkatkan status
Balita Gizi Buruk tenaga medis, gizi buruk dan gizi balita
penyuluh stunting dapat
 Dana : Rp. 5.000.000 didampingi
per cluster
 Media : Alat tulis,
laptop, data set
 Media : alat screening,
perlengkapan
antropometri
Penyuluhan  Tenaga : Panitia, Ceramah, 80% Kepala  Sikap dan
Kadarzi penyuluh tanya jawab, Keluarga, atau pengetahuan
 Dana : Rp.500.000 per diskusi yang berperan keluarga tentang
cluster dalam suatu keluarga sadar gizi.
 Media : leaflet, alat keluarga  Mengaplikasikan
tulis, LCD dalam kehidupan
 Tempat : Balai Desa/ sehari-hari
rumah kepala suku
24

 Alat lain : sound


system

PMT  Tenaga : Mahasiswa Praktek 100% balita  Memperbaiki


Gizi (Poltekkes asupan balita
Mataram dan Bali  Meningkatkan
sebagai Volunteer dan
kegiatan Praktikum)
 Media : leaflet
 Bahan : PMT
 Dana : Rp.1.000.000
per cluster
Penyuluhan  Tenaga : panitia, Ceramah, 80% warga  Menambah
Ketahanan penyuluh, staff musyawarah masyarakat pengetahuan dan
Pangan pemerintah, aktivis keterampilan
(pemberdayaan pertanian berkebun untuk
masyarakat)  Media : LCD, dan memanfaatkan
benih, berkas program halaman
 Tempat : balai desa /  Meningkatkan
rumah kepala suku produksi komoditas
 Alat lain : sound lokal
system  Mendapatkan
inovasi pengolahan
pangan
 Terciptanya
kegiatan ketahanan
pangan yang
berkesinambungan.

b. Rencana Kegiatan (Alternatif) Tindakan Pemecahan Masalah Gizi di NTT


No Masalah Kegiatan Uraian Kegiatan Sasaran Indikator
Keberhasilan
1 Sosialis MMD/  Koordinasi  Kepala  Kepala desa
asi Musyawarah dengan desa menyetujiu
Masyarakat Kepala Desa  Kesra pelaksanaan MMD
Desa  Koordinasi  RT, RW,  Kesra,PKK,Pemu
dengan Kader, da-pemudi, RT,
perangkat PKK, RW bersedia
Desa (Kesra) Pemuda- membantu dari
dan kepala Pemudi program yang
dusun/suku akan dilaksanakan
 Koordinasi (jangka panjang
dengan dan jangka
dosen pendek).
apabila  Kehadiran 80%
melibatkan dari undangan
mahasiswa
 Pendistribusi
an undangan
 Pelaksanaan
MMD
2 KEK Ibu Home visit ibu  Koordinasi  Kepala  Kepala
Hamil hamil KEK , dengan puskesmas puskesmas dan
25

Pemberian puskesmas dan ahli ahli gizi


konsultasi dan dan kader gizi menyutujui
mengaplikasik posyandu puskesmas pelaksanaan
an prinsip 1000  Home visit . home visit KEK
HPK ibu hamil  Kader  Kader posyandu
KEK posyandu menyutui dan
 Pelaksanaa  Ibu hamil membantu
konsultasi dan pelaksanaan
dan keluargany home visit KEK
pemberian a.  Ibu hamil bersedia
PMT diberi konsultasi,
 Follow up ke arahan dan
pusat rujukan yang
kesehatan diberikan
jika perlu  Ibu hamil mengerti
tindakan dan memahami
darurat materi yang telah
disampaikan dan
aktif bertanya.
Remaja Penyuluhan  Koordinasi  Kepala  Kader posyandu
Putri WUS dengan desa menyetujui
kepala dusun  Kader pelaksanaan
 Koordinasi posyandu penyuluhan
dengan kader  Ketua kepada WUS
posyandu remaja  Ketua remaja putri
 Koordinasi Putri NTT di NTT bersedia
dengan ketua  Remaja membantu
remaja putri putri pelaksanaan dan
desa (NTT) mengkoordinir
 Pelaksanaan teman-temannya
penyuluhan untuk penyuluhan
tentang WUS.
Anemia, Usia  80% remaja putri
pernikahan, di NTT datang ke
Pengenalan penyuluhan dan
Stunting, dan aktif menanyakan
Cara serta bisa
pengolahan memberikan
pangan lokal edukasi kepada
untuk teman-temannya.
kebutuhan
gizi.

c. Pembiayaan Kegiatan
Pendanaan bagi pelaksanaan Upaya Memerangi Stunting dengan Proyeksi Ketahanan
Pangan bersumber dari APBN, APBD dan sumber-sumber lain yang sah dan tidak
mengikat sesuai peraturan perundang-undangan, serta dari sponsor perusahaan-
perusahaan makanan yang memiliki tujuan peduli gizi dan berpartisipasi pada program
stunting serta dana tahunan yang diberikan oleh PBB dalam rangka pengentasan masalah
stunting dunia.
26

d. Organisasi Pelaksana

Project Leader
Kemenkes, Kementan,
Bappenas

Project Manager :
Young Nutritionist Indonesia

UN Local Government Company

e. Peranan Stakeholder
No Instansi Tugas pada Program yang terkait dengan
Proyek Young Nutritionist Indonesia pada Upaya
Memerangi Stunting dengan Proyeksi Ketahanan Pangan
1 Dinas Kesehatan Kota /  Pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular
Kabupaten dan Penyakit Menular
 Peningkatan pelayanan imunisasi
 Surveilans Gizi dan Stunting
 Penanggulangan wabah penyakit
 Model percontohan kawasan lingkungan sehat
 Pembinaan dan pengawasan hygiene sanitasi
 Pengawasan kualitas air
 Pengelolaan limbah kayanan kesehatan
 Pengawasan dan pengendalian kesehatan makanan
 Berkolaborasi dengan Lembaga Sosial Masyarakat dan
Swasta dalam pengentasan masalah gizi di NTT
2 Puskesmas 6 Upaya Pokok Puskesmas :
a. Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat
b. Program Kesehatan Lingkungan
27

c. Balai Pengobatan
d. Program Gizi (berkolaborasi dengan dinas pertanian
dan badan ketahanan pangan setempat)
e. Program Kesehatan Ibu dan Anak
f. Program Unggulan Puskesmas (Kesehatan Lansia,
Pendidikan dan Laboratorium)
3 Pemerintah Desa  Memimpin penyelenggaraan pemerintah desa
(Kepala Desa dan  Membina kehidupan masyarakat desa (NTT)
Sekretariat Desa)  Membina perekonomian desa, memajukan komoditas
pertanian, ketahanan pangan, ketersediaan pangan dan
memastikan tidak ada kelaparan di desa.
 Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa
ketika adanya intervensi kesehatan, pertanian atau sosial
yang didanai dari dalam negeri maupun luar negeri dan
menjelaskan tujuan dan dampak yang dirasakan
masyarakat kedepannya.
 Menyelaraskan rancangan peraturan desa dengan visi
misi instansi yang akan mengintervensi penduduk desa
 Menjaga kelestarian adat istiadat yang hidup dan
berkembang di desa (NTT).
f. Monitoring dan Evaluasi
 Untuk Program 1000 HPK
Indikator 1 : Indikator 2: Indikator 3: Indikator 4:
Meningkatkan Terjaminnya kebijakan Menyelaraskan Teridentifikasinya
partisipasi pemangku yang koheren dan program-program sumber-sumber
kepentingan dalam adanya kerangka sesuai dengan pembiayaan
berbagi pengalaman legalitas program Kerangka Program
pelaksanaan Gerakan 1000 HPK
Adanya komitmen Direviewnya kebijakan, Teridentifikasinya Terselesaikannya
tertulis untuk bergabung rencana dan strategi program-program gizi kerangka pembiayaan
dalam Gerakan 1000 yang ada spesifik dan gizi spesifik gizi
HPK Global sensitif
Terbentuknya Gugus Finalisasi review Didiskusikannya Dipahaminya sumber
Tugas Gerakan 1000 kebijakan kerangka program dan sumber pembiayaan
HPK hasil dari Gerakan untuk perbaikan gizi
1000 HPK yang akan antarsektor
dicapai

Berfungsinya Gugus Peraturan dan kebijakan Disepakatinya Mobilisasi dan


Tugas Gerakan 1000 divalidasi dan disetujui Kerangka Program harmonisasi sumber
HPK secara efektif Gerakan 1000 HPK pembiayaan untuk
dan diidentifikasinya mendukung kegiatan
kesenjangan prioritas
28

Dicapainya komitmen Dilaksanakannya Diatasinya Teriidentifikasinya


politik tingkat tinggi kebijakan dan berbagai kesenjangan melalui kesenjangan sumber
untuk Gerakan 1000 peraturan secara efektif upaya bersama pembiayaan
HPK untuk meningkatkan
keadaan gizi
masyarakat

Indikator hasil merupakan indikator yang digunakan untuk menilai dampak pelaksanaan
Gerakan 1000 HPK pada akhir tahun 2025. Indikator hasil tersebut meliputi hal-hal sebagai
berikut:

No Indikator
1 Menurunkan proporsi anak balita yang stunting sebesar 40 %
2 Menurunkan proporsi anak balilta yang menderita kurus (wasting) kurang dari 5
%.
3 Menurunkan anak yang lahir berat badan rendah sebesar 30 %
4 Tidak ada kenaikan proporsi anak yang mengalami gizi lebih
5 Menurunkan proporsi ibu usia subur yang menderita anemia sebanyak 50 %
6 Meningkatkan prosentase ibu yang memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan
paling kurang 50 %

Diadopsi dari Pedoman Perencanaan Program Gerakan 1000 HPK tahun 2013

 Untuk Kegiatan Gizi Spesifik


Kegiatan Indikator
Ibu Hamil
Perlindungan terhadap kekurangan zat  % cakupan Suplementasi besi-folat
besi, asam folat dan kekurangan energi dan  % cakupan Supplemen ibu dengan zat gizi mikro
protein kronis  % ibu hamil mengkonsumsi energi < 70% AKG)
 % Ibu hamil terkespose asap rokok (perokok pasif)
 Jumlah inisiasi Menyusui Dini dan ASI Ekslusif
termasuk konseling KB
Perlindungan terhadap kekurangan Iodium  % ibu mengkonsumsi garam beriodium
Perlindungan ibu hamil terhadap malaria  % cakupan ibu hamil mendapat pengobatan malaria
 % Kelambu berinsektisida
Ibu Menyusui
ASI Ekslusif  % cakupan Promosi ASI perorangan dan kelompok
 % cakupan sasaran ter-ekspos KIE Gizi
Anak Umur 0 – 23 bulan
29

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI),  % Cakupan KIE Pemberian MP-ASI


 % cakupan Pemberian MP-ASI anak usia > 6
imunisasi, zat gizi mikro
bulan;
 % anak memperoleh akses garam beriodium
 % cakupan Management Zinc pada diare
 % cakupan Penanganan gizi buruk akut pada
anak baduta
 % cakupan Suplementasi Vitamin A
 % cakupan baduta yang mengkonsumsi
sprinkle;
 % cakupan Pengobatan kecacingan;
 % penurunan prevalensi kecacingan
 % cakupan program PKH
 % cakupan Pemberian kelambu berinsektisida
 % Cakupan imunisasi dasar

Diadopsi dari Pedoman Perencanaan Program Gerakan 1000 HPK tahun 2013

 Untuk Kegiatan Gizi Sensitif


Kegiatan Indikator
Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi  % cakupan Akses terhadap air bersih
 Persentase sanitasi yang layak
 % cakupan Cuci tangan dan PHBS;
Ketahanan Pangan dan Gizi  Persentase penduduk dengan konsumsi
Kkal
 Persentase rumahtangga rawan pangan
 Tingkat Konsumsi Energi/kapita/hari;
 tingkat Konsumsi Protein/kapita/hari;
Keluarga Berencana  Angka pemakaian kontrasepsi/CPR bagi
perempuan menikah usia 15 – 49 tahun
 Persentase angka kelahiran
Jaminan Kesehatan Masyarakat  Persentase penduduk yang miskin yang
tercakup program kesehatan
 Persentase puskesmas yang
memebrikan pelayanan kesehatan
dasar bagi penduduk miskin
 Persentase rumah sakit yang
memberikan pelayanan rujukan bagi
penduduk miskin
Jaminan Persalinan Dasar  Persentase ibu hami hamil yang
mendapatkan penggantian biaya
persalinan melalui jampersal
Fortifikasi Pangan  Persentase penduduk yang menikmati
produk pangan difortifikasi
 Jumlah jenis produk pangan yang
difortifikasi
30

Pendidikan Gizi Masyarakat  Meningkatnya materi KIE untuk


sosialisasi dan advokasi
 Meningkatnya pengetahuan masyarakat
terhadap perilaku hidup bersih dan
sehat
Remaja Perempuan  Usia menikah pertama anak perempuan
 Jumlah remaja yang mengalami
kehamilan
Pengentasan Kemiskinan  Menurunnya persentase penduduk yang
hidup di bawah garis kemiskinan
nasional

Diadopsi dari Pedoman Perencanaan Program Gerakan 1000 HPK tahun 2013

 Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan :


1. Aspek input :
 Sejauhmana sumber daya yang digunakan dalam melaksanan kegiatan setiap SKPD
pelaksana yang terlibat. Serta sumber dana yang digunakan dalam kegiatan- kegiatan
dan tugas-tugas untuk menghasilkan capaian dari suatu kegiatan
2. Aspek Proses:
Tahapan kegiatan-kegiatan itu dilaksanakan program atau kegiatan yang apakah
sesuai dengan prosedur (pedoman) yang ditentukan
3. Ouput :
Capaian hasil kegiatan setelah kegiatan dilakukan tiap tahun
4. Dampak:
Perubahan jangka panjang yang dicapai dari program dan kegiatan yang dilaksanakan
melalui serangkaian efek-efek hasil dari kegiatan-kegiatan tersebut bisa menurunkan
prevalensi stunting dengan upaya perbaikan gizi dan kesehatan dan proyeksi
ketahanan pangan dan tujuan dari kegiatan gizi sensitif dan spesifik tercapai dengan
cakupan dan target maksimal.
5. Pemantauan dan Evaluasi Awal Pelaksanaan Program :
 Mengkonfirmasi kondisi yang tertulis dalam keputusan hasil MMD dan Advokasi dengan
Project Leader dan Project Manager dengan kondisi riil di lapangan;
 Penentuan dan kesepakatan indikator kinerja pelaksanaan Kegiatan Upaya memerangi
stunting dengan proyeksi ketahanan pangan.
 Memberikan alternatif pemecahan masalah tentang: - strategi pencapaian tujuan,
kemungkinan keberhasilan yang dapat diraih, serta - kendala yang akan dating
 Memberikan penjelasan pada pihak terkait mengenai mekanisme kerja implementasi.
6. Pemantauan dan Evaluasi Pertengahan Pelaksanaan Program
31

 Melihat langsung dampak dari pelaksanaan Kegiatan Upaya memerangi stunting dengan
proyeksi ketahanan pangan pada pertengahan implementasi melalui: SKPD terkait –
Stakeholders
 Melihat arah pengembangan pelaksanaan Kegiatan Upaya memerangi stunting dengan
proyeksi ketahanan pangan apakah sesuai dengan tujuan yang dicapai
 Menggali kemungkinan keberlangsungan hasil pengembangan dan peningkatan yang
telah dicapai.
7. Pemantauan dan Evaluasi Akhir Pelaksanaan Program :
 Melihat langsung dampak dari pelaksanaan Kegiatan Upaya memerangi stunting dengan
proyeksi ketahanan pangan pada akhir implementasi melalui: - SKPD terkait –
Stakeholders.
 Melihat arah pengembangan selanjutnya di SKPD terkait
 Menggali informasi pada: - Indikator capaian - Kendala dan masalah serta solusinya.
 Melihat usaha-usaha dalam rangka menjaga keberlangsungan hasil pengembangan dan
peningkatan yang telah dicapai oleh SKPD terkait
32

Lampiran : Jadwal Implementasi Kegiatan

Keterangan :

YNI (Young Nutritionist Indonesia), PM (Project Manager) , LM (Leader Manager).

Anda mungkin juga menyukai