Anda di halaman 1dari 5

PROPOSAL TATALAKSANA STUNTING

KABUPATEN BOGOR

DISUSUN OLEH :
Dogi Gokma Asina GIrsang
1261050014

Pembimbing :
Dr. Louisa Langi MA, MS.

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KELUARGA


PERIODE 26 FEBRUARI – 31 MARET 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
A. LATARBELAKANG

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi
yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru
nampak saat anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan
angka kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki
postur tubuh tak maksimal saat dewasa. Kemampuan kognitif para penderita juga
berkurang, sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi jangka panjang bagi
Indonesia.1
Indonesia menduduki peringkat kelima dunia untuk jumlah anak dengan
kondisi stunting. Lebih dari sepertiga anak berusia di bawah lima tahun di Indonesia
tingginya berada di bawah rata-rata.1
Riset Kesehatan Dasar 2013 mencatat prevalensi stunting nasional mencapai 37,2
persen, meningkat dari tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Artinya, pertumbuhan
tak maksimal diderita oleh sekitar 8,9 juta anak Indonesia, atau satu dari tiga anak
Indonesia. Di Indonesia, sekitar 37% (hampir 9 Juta) anak balita mengalami stunting
dan di seluruh dunia, Indonesia adalah negara dengan prevalensi stunting kelima
terbesar. Balita/Baduta (Bayi dibawah usia Dua Tahun) yang mengalami stunting
akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadikan anak menjadi lebih
rentan terhadap penyakit dan di masa depan dapat beresiko pada menurunnya tingkat
produktivitas. Pada akhirnya secara luas stunting akan dapat menghambat
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan memperlebar ketimpangan.
Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia
Tenggara, seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%).2
Jumlah angka anak stunting atau kekurangan gizi berulang dari mulai janin
hingga bayi berusia dua tahun di Kabupaten Bogor mencapai 27 persen dari jumlah
anak 530.000 jiwa. Hal ini mengakibatkan kabupaten Bogor termasuk dalam daftar
100 Kabupaten dengan jumlah presentase anak stunting terbanyak di Jawa Barat.
Ironisnya hal ini di daerah yang memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk
menjangkau masyarakat. Beberapa hal yang mengakibatkan hal ini terdai salah
satunya adalah Selain karena gizi buruk, faktor keturunan atau gen juga menjadi
penyebab bayi atau anak stunting. Kasus rendahnya tumbuh kembang anak ini juga
karena kebiasaan masyarakat atau ibu yang lebih fokus memberi makan untuk ayah
ketimbang anaknya. Padahal anak itu harus dipentingkan juga asupan gizinya karena
mereka terus tumbuh berkembang. Dalam proposal ini akan dibahas menenai rencana
tatalakasana anak stunting di Kabupaten Bogor.3

B. TUJAN
1. Umum :
a. Mencapai Kabupaten Bogor Bebas anak Stunting
b. Meningkatkan kualitas gizi pada masyarakat khususnyaanak.
c. Mengedukasi masyarakat mengenai asupan gizi yang baik bagi anak
2. Khusus :

a. Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil


b. ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi makanan
pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya.
c. Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat
strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan
d. Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga
kebersihan lingkungan.

C. MANFAAT

1. Masyarakat memiliki status gizi yang baik.


2. Hasil tatalaksana ini dapat digunakan sebagai pertimbangan tudi untuk rencana
tatalaksana stunting di daerah lainnya.
3. Mendata masyarakat berdasarkan status gizi, khususnya anak.

D. RENCANA TATALAKSANA

Preventif dan Kuratif

1. Preventif
Dapat dicapai melalui promosi kesehatan dan pencegahan terjadinya stuntung sejak
dini:

e. Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil. Ibu hamil harus mendapatkan
makanan yang cukup gizi, suplementasi zat gizi (tablet zat besi atau Fe), dan
terpantau kesehatannya.
f. ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi makanan
pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya.
g. Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat
strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan.
h. Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga
kebersihan lingkungan.

2. Kuratif
a. Mengadakan posyandu tiap 2 minggu sekali dengan sasaran di tiap-tiap RW
Posyandu tersebut bertujuan untuk screening dan tatalaksana jika ditemukan
kejadian Gizi Buruk dan juga Stunting
b. Melakukan layanan KPLDH guna menjangkau masyarakat yang tidak datang
ke Posyandu
c. Mengadakan posyandu ataupun layanan screening di tempat tempat strategis
seperti Rumah Ibadah, Pasar, dan sarana prasarana umum lainnya. Dengan
menggandeng pemuka setempat dan tokoh masyarakat.

Sasaran Screening dan tatalaksana

 Promosi ASI dan Makanan Pendamping ASI yang bergizi


 Pemberian tablet zat besi-folat atau multivitamin dan mineral untuk ibu hamil
dan
 menyusui,
 Pemberian zat penambah gizi mikro untuk anak,
 Pemberian obat cacing pada anak,
 Pemberian suplemen vitamin A untuk anak balita,
 Penanganan anak dengan gizi buruk,
 Fortifikasi makanan dengan zat gizi mikro seperti Vitamin A, besi dan
yodium,
 Pencegahan dan pengobatan malaria bagi ibu hamil, bayi dan anak-anak.

Selain itu, intervensi juga dilakukan dalam sektor-sektor lain untuk menanggulangi
penyebab tidak langsung terjadinya kurang gizi, seperti lingkungan yang buruk,
kurangnya akses terhadap layanan kesehatan berkualitas, pola asuh yang tidak
memadai serta permasalahan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga.

Contoh dari intervensi-gizi sensitif atau tidak langsung ini meliputi:


 Intervensi pola hidup bersih sehat (PHBS) seperti cuci tangan pakai sabun dan
peningkatan akses air bersih,
 Stimulasi psikososial bagi bayi dan anak-anak,
 Keluarga Berencana,
 Kebun gizi di rumah/di sekolah, diversifikasi pangan, pemeliharaan ternak dan
 perikanan,
 Bantuan langsung tunai yang digabungkan dengan intervensi lain seperti
pemberian zat gizi dan pendidikan terkait kesehatan dan gizi.
REFERENSI

1. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 100 Kabupaten/Kota Prioritas


untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). Jakarta, 2014.
2. Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang.
3. Millenium Challange Account Indonesia. Stunting dan Masa Depan Indonesia.
Jakarta, 2015.

Anda mungkin juga menyukai