Anda di halaman 1dari 23

TUGAS PAPER GIZI

MASALAH STUNTING TERKAIT DIETETIK INFEKSI DAN DEGENERATIF

OLEH:

Muhammad Andy Dwi Purnomo 101611233033

PROGRAM STUDI SI GIZI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………….2
BAB I : DEFINISI STUNTING………………………………………………………………..3
BAB II: FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA STUNTING…………………………………4
2.1.1. Poor Nutrition……………………………………………………………………..4
2.1.2. Repeated Infection………………………………………………………………..4
2.1.3. Inadequate Psychosocial Stimulation…………………………………………….5
2.2 Mekanisme Terjadinya Stunting…………………………………………………….6
BAB III : PENGUKURAN STUNTING……………………………………………………….8
3.1. Stunting Secara Antropometri ……………………………………………………..8
3.2. Cara Mengukur Stunting…………………………………………………………....9
BAB IV : DAMPAK STUNTING……………………………………………………………..11
4.1. Pertumbuhan Sel Otak …………………………………………………………….11
4.2. Pertumbuhan Dan Perkembangan………………………………………………….11
BAB V : PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN……………………………………..14
5.1. Pencegahan Stunting……………………………………………………………….14
5.2. Penanggulangan Stunting…….…………………………………………………….17
BAB VI : PENUTUP……………………...……………………………………………………19
A. KESIMPULAN…..……………...………………………………………………….19
B. SARAN………………………….………………………………………………….20
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………..21

2
BAB I

1.1 Definisi Stunting

Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan tinggi badan yang
lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya. Anak yang menderita stunting akan lebih
rentan terhadap penyakit dan ketika dewasa berisiko untuk mengidap penyakit infeksi dan
degeneratif. (Kemenkes, 2018). Dampak stunting tidak hanya pada segi kesehatan tetapi juga
mempengaruhi tingkat kecerdasan anak. Anak merupakan aset bangsa di masa depan. Bisa
dibayangkan, bagaimana kondisi sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan datang jika
saat ini banyak anak Indonesia yang menderita stunting.

Stunting atau balita pendek adalah balita dengan masalah gizi kronik, yang memiliki status
gizi berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umur balita jika dibandingkan dengan standar
baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) tahun 2005, memiliki nilai z-score
kurang dari -2SD dan apabila nilai z-scorenya kurang dari-3SD dikategorikan sebagai balita sangat
pendek (Pusdatin Kemkes, 2015).

Dalam jurnal (WHO, 2014) yaitu WHA global nutrition targets 2025. Stunting policy brief
menyatakan bahwa stunting adalah masalah umum yang terjadi pada anak-anak didunia. Stunting
adalah keadaan tubuh yang sangat pendek hingga melampaui deficit 2SD dibawah median panjang
atau tinggi badan populasi berdasrkan standar dari world health organization (WHO).

Menurut keputusan menteri kesehatan nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang


Standart antropometri penilaian status gizi anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah
status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan
menurut umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunting (pendek) dan severely stunting
(sangat pendek). Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang
atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada di bawah normal.

(Nurlienda, 2016) menjelaskan stunting (pendek) atau yang disebut tinggi badan
perpanjang badan terhadap umur yang rendah digunakan sebagai indicator malnutrisi kronis yang
menggambarkan riwayat kurang gizi anak dalam jangka waktu lama.

3
BAB II

2.1 Faktor penyebab terjadinya stunting

2.1.1 Poor Nutrition

Kekurangan gizi dapat diartikan sebagai suatu proses kekurangan asupan makanan ketika
kebutuhan normal terhadap satu atau beberapa zat gizi tidak terpenuhi. (Manary, 2012).
Dampak kekurangan gizi kronis yaitu anak tidak dapat mencapai pertumbuhan yang
optimal. Keadaan ini jika berlangsung secara terus menerus dapat mengakibatkan stunting.
(Umeta, 2000).
Stunting menggambarkan riwayat kekurangan gizi yang terjadi dalam jangka waktu yang lama.
Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak langsung yang
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil dengan gizi
kurang akan menyebabkan janin mengalami intrauterine growth retardation (IUGR), sehingga bayi
akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.

Anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan disebabkan kurangnya asupan


makanan yang memadai dan penyakit infeksi yang berulang, dan meningkatnya kebutuhan
metabolic serta mengurangi nafsu makan, sehingga meningkatnya kekurangan gizi pada anak.
Keadaan ini semakin mempersulit untuk mengatasi gangguan pertumbuhan yang akhirnya
berpeluang terjadinya stunting (Allen and Gillespie, 2001).

2.1.2 Repeated Infection

Stunting pada anak mengakibatkan penurunan sistem imunitas tubuh dan meningkatkan
risiko terkena penyakit infeksi. Kecenderungan untuk menderita penyakit tekanan darah tinggi,
diabetes, jantung dan obesitas akan lebih tinggi ketika anak stunting menjadi dewasa
(Bryce,2008)
Pada anak umur 6-12 bulan. Anak yang sering menderita diare lebih berisiko untuk
menjadi stunting. (Astari, 2005).

4
(Anshori,2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa anak dengan riwayat penyakit
infeksi seperti ISPA berisiko 4 kali lebih besar untuk mengalami stunting (p=0,023) dibandingkan
dengan anak yang tidak memiliki riwayat penyakit infeksi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Welasasih (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa sebagian besar
kelompok balita stunting sering menderita sakit sebanyak 14 orang (53,8%), sedangkan pada
kelompok balita normal sebagian besar jarang yang mengalami sakit yaitu sebanyak 21 orang
(80,8%). Berdasarkan uji Chi-Square didapatkan p = 0,021 (p < α), artinya ada hubungan yang
bermakna antara frekuensi sakit dengan status gizi balita stunting
Beberapa contoh infeksi yang sering dialami yaitu infeksi enterik seperti diare, enteropati,
dan cacing, dapat juga disebabkan oleh infeksi pernafasan (ISPA), malaria, berkurangnya nafsu
makan akibat serangan infeksi, dan inflamasi.

2.1.3 Inadequate Psychosocial Stimulation

Pada Penelitian (Zhou H, 2012) menyebutkan bahwa faktor risiko stunting yang lain
yaitu ASI eksklusif dan umur pemberian MP ASI. Pola asuh orang tua berhubungan dengan
kejadian stunting. (Susanti, 2102).
Penelitian kohort pada anak umur 6 bulan selama 1,5 tahun di India menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan prevalensi stunting pada anak yang diberikan perlakuan konsumsi
air biasa. (Sarkar, 2013).
Pola asuh yang tidak baik merupakan faktor risiko terjadinya stunting. Hasil penelitian
(Paudel, 2012) menunjukkan bahwa ibu memberikan makan anak tidak memperhatikan pola gizi
seimbang. Anak juga sering diberi makanan jajanan sehingga kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi
secara optimal.
Praktek kebersihan anak memengaruhi pertumbuhan linier anak melalui peningkatan
kerawanan terhadap penyakit infeksi. Berdasarkan pengamatan di lapangan ada sebagian ibu
yang tidak mencuci tangannya saat memberi makan pada anak dan setelah membersihkan
buang air besar anak.
Praktek pengobatan anak berhubungan dengan kesehatan anak yang optimal. Ketersediaan
sumber air bersih yang tidak layak bukan merupakan faktor risiko kejadian stunting pada anak
umur 6-24 bulan. Hal ini sesuai dengan penelitian (Sarkar, 2013). bahwa prevalensi anak yang

5
stunting meningkat pada kelompok anak yang mengkonsumsi air yang berasal dari sumur
dibandingkan dengan kelompok anak yang mengkonsumsi air isi ulang. Status gizi balita
yang kurus lebih banyak pada kelompok yang menggunakan sumber air yang tergolong buruk
atau kurang memenuhi syarat kesehatan.
Kualitas makanan yang buruk meliputi kualitas micronutrient yang buruk, kurangnya
keragaman dan asupan pangan yang bersumber dari pangan hewani, kandungan tidak bergizi, dan
rendahnya kandungan energi pada complementary foods.
Praktik pemberian makanan yang tidak memadai, meliputi pemberian makan yang jarang,
pemberian makan yang tidak adekuat selama dan setelah sakit, konsistensi pangan yang terlalu
ringan, kuantitas pangan yang tidak mencukupi, pemberian makan yang tidak berespon. Bukti
menunjukkan keragaman diet yang lebih bervariasi dan konsumsi makanan dari sumber hewani
terkait dengan perbaikan pertumbuhan linear. Analisis terbaru menunjukkan bahwa rumah tangga
yang menerapkan diet yang beragam, termasuk diet yang diperkaya nutrisi pelengkap, akan
meningkatkan asupan gizi dan mengurangi risiko stunting.

2.2 Mekanisme Terjadinya Stunting

Kondisi stunting ini terjadi bukan karena keturunan namun karena masalah kekurangan
gizi dalam jangka waktu cukup lama terutama sejak dalam kandungan hingga berumur 2 tahun
(1000 hari pertama kehidupan). Periode sampai dengan umur 2 tahun ( 270 hari selama kehamilan
dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi) inilah yang menjadi penentu tingkat pertumbuhan
seseorang (masa emas kehidupan).

Menurut Adriani (2012) mengungkapkan bahwa kejadian stunting pada anak merupakan
suatu proses kumulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang siklus
kehidupan. Pada masa ini merupakan proses terjadinya stunting pada anak dan peluang
peningkatan stunting terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan. Faktor gizi ibu sebelum dan selama
kehamilan merupakan penyebab tidak langsung yang memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan dan perkembangan janin.

Kusuma, dalam artikel Ilmu Gizi Universitas Diponegoro (2013), mengatakan bahwa
banyak faktor yang mempengaruhi stunting, diantaranya adalah panjang badan lahir, status

6
ekonomi keluarga, tingkat pendidikan dan tinggi badan orang tua. Panjang badan lahir pendek
merupakan salah satu faktor risiko stunting pada balita. Panjang badan lahir pendek bisa
disebabkan oleh faktor genetik yaitu tinggi badan orang tua yang pendek, maupun karena
kurangnya pemenuhan zat gizi pada masa kehamilan.

Selain panjang badan lahir dan tinggi badan orang tua, Kusuma (2013) juga menjelaskan
jika status ekonomi keluarga dan pendidikan orang tua juga merupakan faktor risiko kejadian
stunting pada balita. Status ekonomi keluarga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
pekerjaan orang tua, tingkat pendidikan orang tua dan jumlah anggota keluarga. Status ekonomi
keluarga akan mempengaruhi kemampuan pemenuhan gizi keluarga maupun kemampuan
mendapatkan layanan kesehatan. Anak pada keluarga dengan tingkat ekonomi rendah lebih
berisiko mengalami stunting karena kemampuan pemenuhan gizi yang rendah, meningkatkan
risiko terjadinya malnutrisi. Tingkat pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap pengetahuan
orang tua terkait gizi dan pola pengasuhan anak, dimana pola asuh yang tidak tepat akan
meningkatkan risiko kejadian stunting.

7
BAB III

3.1Pengukuran stunting

3.1.1 Stunting Secara Antropometri

Antropometri berasal dari kata “anthropos” (tubuh) dan “metros” (ukuran)


sehingga antropometri secara umum artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan gizi.
Dimensi tubuh yang diukur, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan
atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit.
Perubahan dimensi tubuh dapat menggambarkan keadaan kesehatan dan kesejahteraan
secara umum individu maupun populasi

Antropometri dilakukan untuk pengukuran pertumbuhan tinggi badan dan berat


badan (Gibson, 2005).

1. Standar digunakan untuk standarisasi pengukuran berdasarkan rekomendasi NCHS


dan WHO. Standarisasi pengukuran ini membandingkan pengukuran anak dengan
median, dan standar deviasi atau Z-score untuk usia dan jenis kelamin yang sama pada
anak- anak. Z-score adalah unit standar deviasi untuk mengetahui perbedaan antara
nilai individu dan nilai tengah (median) populasi referent untuk usia/tinggi yang sama,
dibagi dengan standar deviasi dari nilai populasi rujukan. Beberapa keuntungan
penggunaan Z-score antara lain untuk mengiidentifikasi nilai yang tepat dalam
distribusi perbedaan indeks dan perbedaan usia, juga memberikan manfaat untuk
menarik kesimpulan secara statistik dari pengukuran antropometri.
2. Indikator antropometrik seperti tinggi badan menurut umur (stunting) adalah
penting dalam mengevaluasi kesehatan dan status gizi anak-anak pada wilayah dengan
banyak masalah gizi buruk. Dalam menentukan klasifikasi gizi kurang dengan stunting
sesuai dengan ”Cut off point” dengan penilaian Z-score, dan pengukuran pada anak
balita berdasarkan tinggi badan menurut Umur (TB/U) Standar baku WHO-NCHS
(WHO, 2006).

8
3.1.2 Cara Mengukur Stunting

Untuk menentukan stunting pada anak dilakukan dengan cara pengukuran.


Pengukuran tinggi badan menurut umur dilakukan pada anak usia di atas 2 tahun.
Antropometri merupakan ukuran dari tubuh, sedangkan antropometri gizi adalah jenis
pengukuran dari beberapa bentuk tubuh dan komposisi tubuh menurut umur dan tingkatan
gizi, yang digunakan untuk mengetahui ketidakseimbangan protein dan energi.

Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan cara
penilaian antropometri. Secara umum antropometri berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat
gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.
Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur
(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
yang dinyatakan dengan standar deviasi unit z (Z- score).

Stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah ditimbang berat badannya dan
diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya
berada dibawah normal. Jadi secara fisik balita akan lebih pendek dibandingkan balita
seumurnya. Penghitungan ini menggunakan standar Z score dari WHO.

Normal, pendek dan Sangat Pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks
Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang
merupakan padanan istilah stunting (pendek) dan severely stunting (sangat pendek).

Berikut klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator tinggi badan per umur
(TB/U).

I. Sangat pendek : Zscore < -3,0


II. Pendek : Zscore < -2,0 s.d. Zscore ≥ -3,0
III. Normal : Zscore ≥ -2,0

9
Dan di bawah ini merupakan klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator
TB/U dan BB/TB.

I. Pendek-kurus : -Zscore TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB < -2,0
II. Pendek-normal : Z-score TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB antara -2,0 s/d 2,0
III. Pendek-gemuk : Z-score ≥ -2,0 s/d Zscore ≤ 2,0

Stunting atau balita pendek adalah balita dengan masalah gizi kronik, yang
memiliki status gizi berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umur balita jika
dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study)
tahun 2005, memiliki nilai z-score kurang dari -2SD dan apabila nilai z-scorenya kurang
dari-3SD dikategorikan sebagai balita sangat pendek (Pusdatin Kemkes, 2015).

10
BAB IV

4.1 Dampak Stunting

4.1.1 Pertumbuhan Sel Otak

Anak-anak yang mengalami stunting lebih awal yaitu sebelum usia enam bulan, akan
mengalami stunting lebih berat menjelang usia dua tahun. Stunting yang parah pada anak-anak
akan terjadi deficit jangka panjang dalam perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu
untuk belajar secara optimal di sekolah, dibandingkan anak- anak dengan tinggi badan normal.
Anak-anak dengan stunting cenderung lebih lama masuk sekolah dan lebih sering absen dari
sekolah dibandingkan anak-anak dengan status gizi baik. Hal ini memberikan konsekuensi
terhadap kesuksesan anak dalam kehidupannya dimasa yang akan datang.

Balita yang mengalami stunting memiliki risiko terjadinya penurunan kemampuan


intelektual.anak stunting mempunyai rata-rata IQ 11 point lebih rendah dibandingkan rata-
rata anak yang tidak stunting. Penelitian (Handono,2010) di Wonogiri pada anak SD umur
9-12 tahun menunjukkan bahwa anak yang stunting memiliki risiko 9,2 kali lebih besar untuk
memiliki nilai IQ di bawah rata-rata, dan rata-rata prestasi belajar lebih rendah dibandingkan
dengan anak yang tidak stunting

4.1.2 Pertumbuhan Dan Perkembangan

Menurut laporan UNICEF Indonesia (2012) dalam websitenya www.unicef.org menjelaskan


beberapa fakta terkait stunting dan dampaknya adalah sebagai berikut:

1. Stunting pada anak-anak akan menjadikan defisit jangka panjang dalam perkembangan
fisik dan mental sehingga tidak mampu untuk belajar secara optimal di sekolah,
dibandingkan anak-anak dengan tinggi badan normal. Hal ini memberikan konsekuensi
terhadap kesuksesan anak dalam kehidupannya dimasa yang akan datang.

11
2. Stunting akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembanangan anak.

Stunting akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembanangan anak. Faktor dasar yang
menyebabkan stunting dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan intelektual. Penyebab
dari stunting adalah bayi berat lahir rendah, ASI yang tidak memadai, makanan tambahan yang
tidak sesuai, diare berulang, dan infeksi pernapasan. Berdasarkan penelitian sebagian besar anak-
anak dengan stunting mengkonsumsi makanan yang berada di bawah ketentuan rekomendasi
kadar gizi, berasal dari keluarga miskin dengan jumlah keluarga banyak, bertempat tinggal di
wilayah pinggiran kota dan komunitas pedesaan. (UNICEF,1998).

Pengaruh gizi pada anak usia dini yang mengalami stunting dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang. Anak stunting pada usia lima tahun
cenderung menetapsepanjang hidup, kegagalan pertumbuhan anak usia dini berlanjut pada masa
remaja dan kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunting dan mempengaruhi secara
langsung pada kesehatan dan produktivitas, sehingga meningkatkan peluang melahirkan anak
dengan BBLR. Stunting terutama berbahaya pada perempuan, karena lebih cenderung
menghambat dalam proses pertumbuhan dan berisiko lebih besar meninggal saat melahirkan
(UNICEF, 1998).

Anak stunting dapat mengalami kegagalan pertumbuhan yang berlanjut pada masa remaja
dan kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunting dan mempengaruhi secara langsung
pada kesehatan dan produktivitas, sehingga meningkatkan peluang melahirkan anak dengan
BBLR.

Sedangkan WHA (2012) dalam jurnalnya menjelaskan jika stunting memiliki efek jangka
panjang pada individu dan masyarakat, termasuk: berkurangnya kognitif dan perkembangan fisik,
mengurangi kapasitas produktif dan kesehatan yang buruk, dan peningkatan risiko penyakit
degeneratif seperti diabetes. Jika kecenderungan ini terus berlanjut, proyeksi menunjukkan bahwa
127 juta anak di bawah 5 tahun akan akan terhambat pada tahun 2025. Oleh karena itu, sebagai
investasi lebih lanjut dan tindakan yang diperlukan untuk 2025, WHA menargetkan untuk
mengurangi jumlah balita stunting di dunia menjadi 100 juta.

12
Kusuma dalam artikel Ilmu Gizi Universitas Diponegoro (2013), mengatakan bahwa
Stunting pada balita perlu menjadi perhatian khusus karena dapat menghambat perkembangan fisik
dan mental anak. Stunting berkaitan dengan peningkatan risiko kesakitan dan kematian serta
terhambatnya pertumbuhan kemampuan motorik dan mental.

13
BAB V

5.1 Pencegahan Dan Penanggulangan

5.1.1 Pencegahan Stunting

Stunting merupakan salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs) yang
termasuk pada tujuan pembangunan berkelanjutan ke-2 yaitu menghilangkan kelaparan dan segala
bentuk malnutrisi pada tahun 2030 serta mencapai ketahanan pangan. Target yang ditetapkan
adalah menurunkan angka stunting hingga 40% pada tahun 2025.

Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah menetapkan stunting sebagai salah satu
program prioritas. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, upaya yang
dilakukan untuk menurunkan prevalensi stunting di antaranya sebagai berikut:

1. Ibu Hamil dan Bersalin

a. Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan;

b. Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu;

c. Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan;

d. Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori, protein, dan


mikronutrien (TKPM);

e. Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular);

f. Pemberantasan kecacingan;

g. Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku KIA;

h. Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI eksklusif; dan

i. Penyuluhan dan pelayanan KB.

2. Balita

a. Pemantauan pertumbuhan balita;

b.Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita;


14
c. Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak; dan

d.Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.

3. Anak Usia Sekolah

a. Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS);

b. Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS;

c. Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS); dan

d. Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba Cegah


Stunting, itu Penting.

4. Remaja

a. Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pola
gizi seimbang, tidak merokok, dan mengonsumsi narkoba; dan

b. Pendidikan kesehatan reproduksi.

5. Dewasa Muda

a. Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB);

b.Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular); dan

c. Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak


merokok/mengonsumsi narkoba.

Upaya perbaikan harus meliputi upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara
langsung (intervensi gizi spesifik) dan upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara
tidak langsung (intervensi gizi sensitif). Intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan di sektor
kesehatan, namun hanya berkontribusi 30%, sedangkan 70% nya merupakan kontribusi intervensi
gizi sensitif. Berikut paparan dari masing-masing upaya, diantaranya:

a. Upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara langsung (intervensi gizi
spesifik)

15
Upaya intervensi gizi spesifik untuk balita pendek difokuskan pada kelompok
1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu Ibu Hamil, Ibu Menyusui, dan Anak 0-24
bulan, karena penanggulangan balita pendek yang paling efektif dilakukan pada 1.000
HPK. Periode 1.000 HPK meliputi yang 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pertama
setelah bayi yang dilahirkan telah dibuktikan secara ilmiah merupakan periode yang
menentukan kualitas kehidupan. Oleh karena itu periode ini ada yang menyebutnya sebagai
"periode emas", "periode kritis", dan Bank Dunia (2006) menyebutnya sebagai "window
of opportunity".
b. Upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara tidak langsung (intervensi gizi
sensitif).
Upaya intervensi gizi sepesifik melibatkan berbagai sektor seperti ketahanan
pangan, ketersediaan air bersih dan sanitasi, penanggulangan kemiskinan, pendidikan,
sosial, dan sebagainya.

Minarto dalam Temu Ilmiah Internasional tentang gizi di Yogyakarta pada tahun 2014,
membeberkan Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM). Program ini terdiri
dari 3 kegiatan, diantaranya:

1. Demand side
Kegiatan ini yaitu penguatan pemberdayaan masyarakat melalui PNPM (Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat) generasi.
2. Supply side
Kegiatan ini adalah penguatan penyedia pelayanan seperti, memberikan pelatihan baik di
pusat, daerah, kecamatan hingga desa.
3. Kampanye, monitoring, dan evaluasi
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan komitmen pemangku
kepentingan dan masyarakat tentang stunting dan upaya yang diperlukan untuk
mengatasinya.

Sedangkan UNICEF Indonesia mencanangkan program paket Intervensi Gizi Efektif


(IGE). Program ini merupakan penyelamatan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) pada ibu hamil
dan anak. Program ini terdiri dari beberapa kegiatan, diantaranya:

16
1. Konseling gizi pada ibu hamil
2. Praktek pemberian makan bayi dan anak yang tepat (termasuk ASI eksklusif dan MP-
ASI)
3. Gizi mikro untuk ibu hamil dan anak
4. Perilaku hidup bersih selama masa kehamilan, masa bayi, dan usia dini
5. Pemberian makanan dan suplemen tambahan selama masa kehamilan.

5.1.2 Penanggulangan Stunting

Berdasarkan dua jenis upaya perbaikan stunting tersebut, Adriani (2012) menjelaskan
bahwa upaya penanggulangan stunting paling efektif dilakukan pada 1000 hari pertama kehidupan
yang meliputi:

1. Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara terbaik dalam mengatasi
stunting. Ibu hamil perlu mendapat makanan yang baik, sehingga apabila ibu hamil
dalam keadaan sangat kurus atau telah mengalami Kurang Energi Kronis (KEK), maka
perlu diberikan makanan tambahan kepada ibu hamil tersebut. Setiap ibu hamil perlu
mendapat tablet tambah darah.
2. Pada saat bayi lahir Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi
lahir melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi
Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI Eksklusif)
3. Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi
berumur 2 tahun atau lebih. Bayi dan anak memperoleh kapsul vitamin A, imunisasi
dasar lengkap.
4. Memantau pertumbuhan Balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis
untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan.
5. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap rumah tangga
termasuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga
kebersihan lingkungan. PHBS menurunkan kejadian sakit terutama penyakit infeksi
yang dapat membuat energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan tubuh

17
menghadapi infeksi, sehingga gizi sulit diserap oleh tubuh dan terhambatnya
pertumbuhan.

Penanggulangan stunting yang paling efektif dilakukan pada seribu hari pertama kehidupan, yaitu:

a. Pada ibu hamil

Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara terbaik dalam
mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat makanan yang baik, sehingga apabila ibu
hamil dalam keadaan sangat kurus atau telah mengalami KurangEnergiKronis (KEK),
maka perlu diberikan makanan tambahan kepada ibu hamil tersebut. Setiap ibu hamil perlu
mendapat tablet tambah darah, minimal 90 tablet selama kehamilan. Kesehatan ibu harus
tetap dijaga agar ibu tidak mengalami sakit.

b. Pada saat bayi lahir

Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi lahir melakukan
Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu (ASI)
saja (ASI Eksklusif).

c. Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun

Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).
Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih. Bayi dan anak
memperoleh kapsul vitamin A, taburia, imunisasi dasar lengkap.

18
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau
keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya (MCN, 2009).
Stunting adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD), ditandai dengan
terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai
tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usia anak. Stunting merupakan kekurangan
gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan sebagai indikator
jangka panjang untuk gizi kurang pada anak.
Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi badan menurut
umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca
persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak
memadai dan atau kesehatan.
Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak
langsung yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan
janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami intrauterine
growth retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan
mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.Beberapa faktor yang terkait
dengan kejadian stunting antara lain kekurangan energi dan protein, sering mengalami
penyakit kronis, praktek pemberian makan yang tidak sesuai dan faktor kemiskinan.
Untuk menentukan stunting pada anak dilakukan dengan cara pengukuran. Pengukuran
tinggi badan menurut umur dilakukan pada anak usia di atas 2 tahun. Antropometri
merupakan ukuran dari tubuh, sedangkan antropometri gizi adalah jenis pengukuran
dari beberapa bentuk tubuh dan komposisi tubuh menurut umur dan tingkatan gizi,
yang digunakan untuk mengetahui ketidakseimbangan protein dan energi. Anak yang
menderita stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi
juga pada kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak.

19
B. SARAN
Stunting harus dicegah sedini mungkin dengan meningkatkan pelayanan
kesehatan kepada ibu sejak kehamilan 3 bulan berupa ANC berupa gizi ibu hamil,
imunisasi TT, dan pemeriksaan kehamilan secara teratur. Bayi harus di berikan ASI
sampai umur 6 bulan. Setelah 6 bulan bayi harus diberikan makan pendamping ASI(M-
ASI). Anak harus di bawa ke posyandu secara rutin untuk mendapat pelayanan secara
lengkap. Bagi balita stunting segera di berikan pelayanan kesehatan.

20
Daftar Pustaka

Adriani, Merryana. 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Allen, L.H dan Gillespie, S.R. 2001. What Works? A Review of The Efficacy and Effectiveness of
Nutrition Intervensions. Manila: ABD.
Anshori, H. 2013. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 12-24 Bulan di Kecamatan
Semarang Timur. Skripsi. Semarang : Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro.
Astari LD, Nasoetion A, Dwiriani CM. Hubungan karakteristik keluarga, pola pengasuhan dan
kejadian stunting anak usia 6-12 bulan. Media Gizi dan Keluarga. 2005; 29(2): 40- 46.
Bryce J, Coitinho D, Darnton Hill I, Pelletier D, Pinstrup Andersen P. Maternal and child
undernutrition: effective action at national level. Lancet. 2008; 371: 510-26.
Departemen Kesehatan. 2015. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019.
https://www.depkes.go.id. Diakses pada 31 Maret 2017.

Ermarini, Anggia, dkk. 2016. Menuju Generasi Emas: Cegah Stunting. Jakarta: LKPBNU.

Handono, N.P. 2010. Hubungan Tingkat Pengetahuan pada Nutrisi, Pola Makan dan Tingkat
Konsumsi Energi dengan Status Gizi Anak Usia Lima Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas
Selogiri, Wonogiri. Jurnal Keperawatan: 1(1), 1 -7: Surakarta

Infodatin. 2016. Situasi Balita Pendek. ISSN 2442-7659. https://depkes.go.id. Diakses pada 02
Maret 2017.

Jalin belajar. 2013. Pemahaman Tentang Stunting. https://jalinbelajar.files.wordpress.com.


Diakses pada 22 Maret 2017.

Kusuma, Kukuh E. 2013. Faktor Resiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 2-3 Tahun.
https://ejournal.undip.ac.id. Diakses pada 02 Maret 2017.

Manary MJ, Solomons NW. Gizi kesehatan masyarakat, gizi dan perkembangan
anak. Terjemahan Public Health Nutrition, Editor. Gibney, M.J, Margetts, B.M.,
Kearney, J.M.&Arab, L Blackwell Publishing Ltd, Oxford.Penerbit Buku Kedokteran:
2009 dalam Fitri. Berat lahir sebagai faktor dominan terjadinya stunting pada balita

21
12-59 bulan di Sumatera (Analisis Data Riskesdas 2010). [tesis]. Depok: Universitas
Indonesia; 2012.
Minarto. 2014. A New Initiative to Reduce Stunting. https://file.persagi.org/share/minarto-
stunting.pdf/. Diakses pada 30 Maret 2017.

Nurlienda. 2016. Artikel Populer: Yuk Kenali dan Cegah Anak Pendek.
https://www.wordpress.com. Diakses pada 27 Maret 2017.

Paudel R, Pradhan B, Wagle RR, Pahari DP, Onta SR. Risk factors for stunting among children:
a community based case control study in Nepal. Kathmandu University Med J. 2012; 10(3):
18-24. 15.
Sarkar R, Sivarathinaswamy P, Thangaraj B, Sindhu KNC, Ajjampur SSR, Muliyil J, et al. Burden
of childhood diseases and malnutrition in a semi-urban slum in southern India. BMC Pub
Health. 2013; (13):87-100.
Susanty M, Kartika M, Hadju V, Alharini S. Hubungan pola pemberian ASI dan MP-ASI dengan
gizi buruk pada anak 6-24 bulan di Kelurahan Pannampu Makassar. Media Gizi
Masyarakat Indonesia. 2012; 1(2): 97-103.
Umeta M, West CE, Haidar J, Deurenberg P, Hautvast JG. Zinc supplementation and
stunting infants in Ethiopia: a randomized controlled trial. Lancet. 2000; 355: 2021-6.
Unicef Indonesia. 2012. Ringkasan Kajian Gizi Ibu dan Anak. https://www.unicef.org. Diakses
pada 01 April 2017.

Wahdah, dkk. 2015. Faktor risiko kejadian stunting pada anak umur 6-36 bulan di Wilayah
Pedalaman Kecamatan Silat Hulu, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. [Jurnal Gizi dan
Dietetik Indonesia]. e-ISSN 2503-183X. Vol.03 No.02. http://ejournal.almaata.ac.id.
Diakses pada 02 April 2017.

Welasasih B, Wirjatmadi R. 2012. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita
Stunting. The Indonesian Journal of Public Health, volume 8, Nomor 3, tahun 2012, 99-
104
World Health Organization. 2014. WHA Global Nutrition Targets 2025: Stunting Policy Brief.
https://www..who.int/nutrition/global-target-2025/en/. Diakses pada 02 Maret 2017.

22
Zhou H, Wang XL, Ye F, Zeng XL, Wang Y. Relationship between child feeding practices and
malnutrition in 7 remote and poor counties, P R China. Asia Pac J Clin Nutr. 2012; 21(2):
234-40.

23

Anda mungkin juga menyukai