Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh akibat dari kekurangan gizi kronis yang

disebabkan oleh asupan gizi kurang dalam waktu cukup lama sehingga anak terlalu pendek

untuk usianya. Kekurangan gizi ini terjadi sejak bayi dalam kandungan dan baru nampak saat

anak berusia 2 tahun. Keadaan ini diperparah dengan tidak terimbanginya kejar tumbuh

(catch up growth) yang memadai. Definisi stunting menurut Kementrian Kesehatan

(Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2SD (stunted) dan

kurang dari -3SD (severely stunted) berdasarkan standar pertumbuhan menurut WHO (WHO,

2010).

Prevalensi terjadinya stunting di Indonesia masih cukup tinggi dalam dekade terakhir

yaitu sebesar 37% (hampir 9 juta). Diketahui dari jumlah presentase tersebut, 19 % anak

pendek dan 18% sangat pendek (Riskesdas, 2013). Prevalensi stunting ini mengalami

peningkatan dibandingkan dari hasil Riskesdas tahun 2010 yaitu sebesar 35,6%. Sedangkan

di seluruh dunia, Indonesia merupakan Negara dengan prevalensi stunting kelima terbesar.

Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya stunting seperti karakteristik balita

maupun faktor sosial ekonomi. Bukti yang konsisten menunjukkan bahwa pemberian ASI

non-eksklusif untuk 6 bulan pertama, status sosial ekonomi yang rendah, kelahiran prematur,

panjang lahir pendek, dan tinggi badan ibu rendah serta rendahnya pendidikan orangtua

merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya stunting di Indonesia (Beal T

dkk, 2017).
Masalah anak pendek (stunting) merupakan salah satu permasalahan gizi yang dihadapi

di dunia, khususnya di negara-negara miskin dan berkembang. Stunting menjadi

permasalahan karena dapat menghambat perkembangan anak, dengan dampak negatif yang

akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya seperti penurunan intelektual, rentan

terhadap penyakit tidak menular, penurunan produktivitas hingga menyebabkan kemiskinan

dan risiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (UNICEF, 2012; dan WHO, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana definisi dari stunting?
2. Bagaimana penyebab terjadinya stunting?
3. Bagaimana penegakan diagnosis stunting?
4. Bagaimana menagatasi permasalahan stunting?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari stunting
2. Mengetahui penyebab terjadinya stunting
3. Mengetahui penegakan diagnosis stunting
4. Mengetahui cara mengatasi permasalahan stunting

1.4 Manfaat
Menambah wawasan keilmuan tentang stunting pada anak, mempermudah pemahaman penulis
dan pembaca tentang stunting.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Stunting
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh akibat dari kekurangan gizi kronis yang
disebabkan oleh asupan gizi kurang dalam waktu cukup lama sehingga anak terlalu pendek
untuk usianya. Kekurangan gizi ini terjadi sejak bayi dalam kandungan dan baru nampak
saat anak berusia 2 tahun. Keadaan ini diperparah dengan tidak terimbanginya kejar tumbuh
(catch up growth) yang memadai. Definisi stunting menurut Kementrian Kesehatan
(Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2SD (stunted) dan
kurang dari – 3SD (severely stunted) berdasarkan standar pertumbuhan menurut WHO
(WHO, 2010).
Periode 0- 24 bulan merupakan periode yang menentukan kualitas kehidupan sehingga

disebut dengan periode emas. Periode ini merupakan periode yang sensitif karena akibat

yang ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan bersifat permanen dan tidak dapat

dikoreksi. Untuk itu diperlukan pemenuhan gizi yang adekuat pada usia ini (Mucha, 2013).

2.2 Faktor Penyebab Stunting


Banyak faktor yang menyebabkan tingginya kejadian stunting pada balita. Penyebab

langsung adalah kurangnya asupan makanan dan adanya penyakit infeksi (Unicef, 1990;

Hoffman, 2000; Umeta, 2003). Faktor lainnya adalah pengetahuan ibu yang kurang, pola

asuh yang salah, sanitasi dan hygiene yang buruk dan rendahnya pelayanan kesehatan

(Unicef, 1990). Selain itu masyarakat belum menyadari anak pendek merupakan suatu

masalah, karena anak pendek di masyarakat terlihat sebagai anak-anak dengan aktivitas yang

normal, tidak seperti anak kurus yang harus segera ditanggulangi. Demikian pula halnya gizi
ibu waktu hamil, masyarakat belum menyadari pentingnya gizi selama kehamilan

berkontribusi terhadap keadaan gizi bayi yang akan dilahirkannya kelak (Unicef Indonesia,

2013).

Faktor-faktor penyebab stunting erat hubungannya dengan kondisi-kondisi yang

mendasari kejadian tersebut, kondisi-kondisi yang mempengaruhi faktor penyebab stunting

terdiri atas: (1) kondisi politik ekonomi wilayah setempat, (2) status pendidikan, (3) budaya

masyarakat, (4) Agriculture dan sistem pangan, (5) kondisi air, sanitasi, dan lingkungan.

Kondisi-kondisi tersebut dapat mempengaruhi munculnya faktor penyebab sebagai berikut :

1. Faktor keluarga dan rumah tangga

Faktor maternal, dapat dikarenakan nutrisi yang buruk selama prekonsepsi, kehamilan,

dan laktasi. Selain itu juga dipengaruhi perawakan ibu yang pendek, infeksi, kehamilan

muda, kesehatan jiwa, IUGR dan persalinan prematur, jarak persalinan yang dekat, dan

hipertensi. Lingkungan rumah, dapat dikarenakan oleh stimulasi dan aktivitas yang tidak

adekuat, penerapan asuhan yang buruk, ketidakamanan pangan, alokasi pangan yang

tidak tepat, rendahnya edukasi pengasuh.

2. Complementary feeding yang tidak adekuat

Kualitas makanan yang buruk meliputi kualitas micronutrient yang buruk, kurangnya

keragaman dan asupan pangan yang bersumber dari pangan hewani, kandungan tidak

bergizi, dan rendahnya kandungan energi pada complementary foods. Praktik pemberian

makanan yang tidak memadai, meliputi pemberian makan yang jarang, pemberian

makan yang tidak adekuat selama dan setelah sakit, konsistensi pangan yang terlalu

ringan, kuantitas pangan yang tidak mencukupi, pemberian makan yang tidak berespon.

Bukti menunjukkan keragaman diet yang lebih bervariasi dan konsumsi makanan dari
sumber hewani terkait dengan perbaikan pertumbuhan linear. Analisis terbaru

menunjukkan bahwa rumah tangga yang menerapkan diet yang beragam, termasuk diet

yang diperkaya nutrisi pelengkap, akan meningkatkan asupan gizi dan mengurangi risiko

stunting.

3. Beberapa masalah dalam pemberian ASI

Masalah-masalah terkait praktik pemberian ASI meliputi Delayed Initiation, tidak

menerapkan ASI eksklusif, dan penghentian dini konsumsi ASI. Sebuah penelitian

membuktikan bahwa menunda inisiasi menyusu (Delayed initiation) akan meningkatkan

kematian bayi. ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa suplementasi

makanan maupun minuman lain, baik berupa air putih, jus, ataupun susu selain ASI.

IDAI merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama untuk

mencapai tumbuh kembang optimal. Setelah enam bulan, bayi mendapat makanan

pendamping yang adekuat sedangkan ASI dilanjutkan sampai usia 24 bulan.26

Menyusui yang berkelanjutan selama dua tahun memberikan kontribusi signifikan

terhadap asupan nutrisi penting pada bayi.

4. Infeksi

Beberapa contoh infeksi yang sering dialami yaitu infeksi enterik seperti diare,

enteropati, dan cacing, dapat juga disebabkan oleh infeksi pernafasan (ISPA), malaria,

berkurangnya nafsu makan akibat serangan infeksi, dan inflamasi.


Gambar 2.1. Konsep dan teori WHO tentang faktor-faktor penyebab stunting

2.3 Cara Penilaian Stunting


Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan cara penilaian

antropometri. Secara umum antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran

dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Beberapa indeks

antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan

menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang dinyatakan dengan

standar deviasi unit z (Z- score).

Stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah ditimbang berat badannya dan diukur

panjang atau tinggi badannya, lalu dikonversikan ke dalam nilai standar Z-Score, dan hasilnya
berada dibawah normal. Jadi secara fisik balita akan lebih pendek dibandingkan balita

seumurnya. Penghitungan ini menggunakan standar Z score dari WHO.

Normal, pendek dan sangat Pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang

Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan

padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek).

Tinggi atau panjang badan ialah indikator umum dalam mengukur tubuh dan panjang tulang.

Alat yang biasa dipakai disebut stadiometer. Ada dua macam yaitu: ‘stadiometer portabel’ yang

memiliki kisaran pengukur 840-2060 mm dan ‘harpenden stadiometer digital’ yang memiliki

kisaran pengukur 600-2100 mm. Tinggi badan diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa

alas kaki dan aksesoris kepala, kedua tangan tergantung rileks di samping badan, tumit dan

pantat menempel di dinding, pandangan mata mengarah ke depan sehingga membentuk posisi

kepala Frankfurt Plane (garis imaginasi dari bagian inferior orbita horisontal terhadap meatus

acusticus eksterna bagian dalam). Bagian alat yang dapat digeser diturunkan hingga menyentuh

kepala (bagian verteks). Sentuhan diperkuat jika anak yang diperiksa berambut tebal. Pasien

inspirasi maksimum pada saat diukur untuk meluruskan tulang belakang. Pada bayi yang diukur

bukan tinggi melainkan panjang badan. Biasanya panjang badan diukur jika anak belum

mencapai ukuran linier 85 cm atau berusia kurang dari 2 tahun. Ukuran panjang badan lebih

besar 0,5-1,5 cm daripada tinggi. Oleh sebab itu, bila anak diatas 2 tahun diukur dalam keadaan

berbaring maka hasilnya dikurangi 1 cm sebelum diplot pada grafik pertumbuhan. Anak dengan

keterbatasan fisik seperti kontraktur dan tidak memungkinkan dilakukan pengukuran tinggi

seperti di atas, terdapat cara pengukuran alternatif. Indeks lain yang dapat dipercaya dan sahih

untuk mengukur tinggi badan ialah: rentang lengan (arm span), panjang lengan atas (upper arm
length), dan panjang 15 tungkai bawah (knee height). Semua pengukuran di atas dilakukan

sampai ketelitian 0,1 cm.

Berikut klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator tinggi badan per umur (TB/U).

I. Sangat pendek : Zscore < -3,0

II. Pendek : Zscore < -2,0 s.d. Zscore ≥ -3,0

III. Normal : Zscore ≥ -2,0

2.4 Dampak Stunting


Stunting memiliki dampak pada kehidupan balita, WHO mengklasifikasikan menjadi dampak

jangka pendek dan dampak jangka panjang.

a) Concurrent problems & short-term consequences atau dampak jangka pendek

• Sisi kesehatan : angka kesakitan dan angka kematian meningkat

Sisi perkembangan : penurunan fungsi kognitif, motorik, dan perkembangan bahasa

• Sisi ekonomi : peningkatan health expenditure, peningkatan pembiayaan perawatan

anak yang sakit

b) Long-term consequences atau dampak jangka panjang

• Sisi kesehatan : perawakan dewasa yang pendek, peningkatan obesitas dan komorbid

yang berhubungan, penurunan kesehatan reproduksi

• Sisi perkembangan : penurunan prestasi belajar, penurunan learning capacity

unachieved potensial

• Sisi ekonomi : penurunan kapasitas kerja dan produktifitas kerja

2.5 Penanganan Stunting

Berbagai upaya telah banyak dilakukan dalam mencegah dan menangani masalah

gizi di masayarakat. Awal kehamilan sampai anak berusia dua tahun (periode 1000
Hari Pertama Kehidupan) merupakan periode kritis terjadinya gangguan

pertumbuhan, termasuk perawakan pendek. Pada periode seribu hari pertama

kehidupan ini, sangat penting untuk dilakukan pemantauan pertumbuhan dan

perkembangan secara berkala. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh

bersamaan dengan bertambahnya umur, namun pertambhan tinggi badan relative

kurang sensitive terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Kejadian balita stunting

dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam kandungan dengan cara melakukan

pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil, artinya setiap ibu hamil harus

mendapatkan makanan yang cukup gizi, mendapatkan suplementasi zat gizi (tablet

Fe) dan terpantau kesehatanya. Selain itu setiap bayi baru lahir hanya mendapat

ASI saja sampai usia 6 bulan dan setelah usia 6 bulan diberi makanan pendamping

ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. Kejadian stunting pada balita yang

bersifat kronis seharusnya dapat dipantaudengan dicegah apabila pemantauan

pertumbuhan balita dilaksanakan secara rutin dan benar. Memantau pertumbuhan

balita di posyandu merupakan upaya yang startegis untuk mendeteksi dini terjadinya

gangguan pertumbuhan, sehingga dapat dilakukan pencegahan terhadap balita

stunting.

Bersama sektor lain meningkatkan kualitas sanitasi lingkungan dan penyediaan

sarana prasarana dan akses keluarga terhadap daya beli pangan dan biaya berobat bila

sakit melalui penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan.

Pendidikan orang tua yang berdampak pada pengetahuan dan kemampuan dalam

penerapan kesehatan dan gizi keluarganya, sehingga anak berada dalam keadaan status

gizi yang baik. Mempermudah akses keluarga terhadap informasi dan penyediaan
informasi tentang kesehatan dan gizi anak yang mudah dimengerti dan dilaksanakan oleh

setiap keluarga juga merupakan cara yang efektif dalam mencegah terjadinya stunting.

Pada 2010 gerakan global yang dikenal dengan scaling Up Nutrition (SUN)

diluncurkan dengan prinsip dasar bahwa semua penduduk berhak untuk memperloeh

akses ke makanan yang cukup dan bergizi. Pada 2012 pemerintah Indonesia bergabung

dalam gerakantersebut melalui perancangan dua kerangka besar intervensi stunting.

Kerangka intervensi stunting tersebut kemudian diterjemahkan menjadi berbagau macam

program yang dilakukan oleh Kemernterian dan Lembaga(K/L) terkait. Kerangka

intervensi stunting yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia tervbagi menjadi dua, yaitu

Intervensi Gizi Spesifik dan Intervensi Gizi Sensitif

Kerangka pertama adalah Intervensi Gizi Spesisfik. Ini meruapakan intervensi

yang ditujukan kepada anak 1000 hari pertama kehidupan dan berkontribusi pada 30%

penurunan stunting. Kegiatan yang idealnya dilakukan untuk melaksanakan intervensi

gizi spesifik dapat dibagi menjadi beberapa intervensi utama yang dimulai dari masa

kehamilan ibu hingga melahirkan balita :

1) Intervensi gizi spesifik dengan sasaran ibu hamil. Intervensi ini meliputi kegiatan

memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan energy

dan protein kronis, mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat, megatasi

kekurangan iodium, menanggualangi kecacingan pada ibu hamil serta melindingi ibu

hamil dari malaria.

2) Intervensi gizi spesifik dengan sasaran ibu menyususi dan anak usia 0-6 bulan.

Intervensi ini dilakukan melalui beberapa kegiatan yang mendorong inisiasi meyususi
dini/IMD terutama pada ibu hamil terutama melalui pemberian ASI jolong/ colostrum

serta mendorong pemberian ASI ekslusif.

3) Intervensi gizi spesifik dengan sasaran ibu menyususi dan anak usia 7-23 bulan.

Intervensi ini meliputi kegiatan untuk mendorong penerusan-penerusan pemberian

ASI hingga anak/bayi berusia 23 bulan kemudian setelah bayi berusia diatas 6 bulan

didampingi oleh pemeberian MPASI, menyediakan obat cacing, menyediakan

suplementasi zink, melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan, memberikan

perlindungan terhadap malaria, memberikan imunisasi lengkap, serta melakukan

pencegahan dan pengobatan diare.

Kerangka intervensi stunting yang direncanakan oleh pemerintah yang

kedua adalah intervensi gizi sensitive. Kerangka ini ideaknya dilakukan melalui

berbagai kegiatan pembangunan diluar sector kesehtan dan berkontribusi pada 70%

intervensi stunting. Sasaran dari intervensi ini adalah masyarakat secara umum dan

tidak khusu ibu hamil dan balita pada 1000 hari pertama kehidupan. Kegiatan terkait

intervensi ini dapat dilaksanakan melalui beberapa kegiatan yang umumnya makro

dan dilakukan secara lintas Kementrian dan Lembaga . ada 12 kegiatan yang dapat

berkontribusi pada penurunan stunting melalui intervensi ini :

1. Menyediakan dan memastikan akses terhadap air bersih

2. Menyediakan dan memastikan akses terhadap sanitasi

3. Melakukan fortifikasi bahan pangan

4. Menyediakan akses kepada layanan kesehatan dan keluarga berencana

5. Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional

6. Menyediakan Jaminan Persalinan Universal


7. Memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua

8. Memebrikan pendidikan anak usia dini universal

9. Memeberikan pendidikan msyarakat

10. Memberikan edukasi kesahatn seksual dan reprouduksi serta gizi pada remaja

11. Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin

12. Meningkatkan ketahan pangan dan gizi

Anda mungkin juga menyukai