Anda di halaman 1dari 16

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stunting

2.2.1 Definisi Stunting

Stunting atau tubuh pendek merupakan akibat kekurangan gizi kronis

atau kegagalan pertumbuhan di masa lalu dan digunakan sebagai

indikator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak (Kemenkes RI,

2015).

Stunting atau sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi gagal

tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan

gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Hari

Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan.

Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di

bawah minus dua standar deviasi, sedangkan dikatakan sangat pendek

apabila hasil z-score dibawah minus 3 standar deviasi (Kemenkes RI,

2016).

2.2.2 Proses Terjadinya Stunting

Stunting terjadi mulai dari pra-konsepsi ketika seorang remaja

menjadi ibu yang kurang gizi dan anemia. Menjadi parah ketika hamil

dengan asupan gizi yang tidak mencukupi kebutuhan terlebih dengan

lingkungan yang kurang memadai.

Remaja putri di Indonesia usia 15-19 tahun kondisinya berisiko

kurang energi kronik (KEK) sebesar 46,6% tahun 2013. Ketika hamil, ada

24,2% Wanita Usia Subur (WUS) 15-49 tahun dengan risiko KEK, dan

anemia sebesar 37,1%.


Dilihat dari asupan makanan, ibu hamil pada umumnya defisit energi

dan protein. Sebagian besar ibu hamil (kota dan desa) maupun menurut

sosial ekonomi bermasalah untuk asupan makanan, baik energi dan

protein. Kondisi-kondisi di atas disertai dengan ibu hamil yang pada

umumnya juga pendek (<150 cm), berdampak pada bayi yang dilahirkan

mengalami kurang gizi, dengan berat badan lahir rendah <2.500 gram

dan juga panjang badan yang kurang dari 48 cm.

Setelah bayi lahir dengan kondisi berat badan lahir rendah (BBLR),

dilanjutkan dengan kondisi rendahnya Inisiasi Menyusu Dini (IMD) yang

memicu rendahnya menyusui eksklusif sampai dengan 6 bulan, dan tidak

memadainya pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI). Terjadi

gagal tumbuh (growth faltering) mulai bayi berusia 2 bulan, dampak dari

calon ibu hamil (remaja putri) yang sudah bermasalah, dilanjutkan dengan

ibu hamil yang juga bermasalah (Buletin Stunting, 2018)

Anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan

disebabkan kurangnya asupan makanan yang memadai dan penyakit

infeksi yang berulang, dan meningkatnya kebutuhan metabolik serta

mengurangi nafsu makan, sehingga meningkatnya kekurangan gizi pada

anak. Keadaan ini semakin mempersulit untuk mengatasi gangguan

pertumbuhan yang akhirnya berpeluang terjadinya stunting (Yuliana &

Hakim, 2019)

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stunting

Menurut (J. R. . Batubara, 2010), faktor-faktor penyebab stunting erat

hubungannya dengan kondisi-kondisi yang mendasari kejadian tersebut,

kondisi-kondisi yang mempengaruhi faktor penyebab stunting terdiri atas:


kondisi politik ekonomi wilayah setempat, status pendidikan, budaya

masyarakat, agriculture dan sistem pangan, kondisi air, sanitasi, dan

lingkungan. Kondisi-kondisi tersebut dapat mempengaruhi munculnya

faktor penyebab sebagai berikut.

1. Faktor keluarga dan rumah tangga

Faktor maternal, dapat dikarenakan nutrisi yang buruk selama

prekonsepsi, kehamilan, dan laktasi. Selain itu juga dipengaruhi

perawakan ibu yang pendek, infeksi, kehamilan muda, kesehatan

jiwa, IUGR dan persalinan prematur, jarak persalinan yang dekat, dan

hipertensi. Lingkungan rumah, dapat dikarenakan oleh stimulasi dan

aktivitas yang tidak adekuat, penerapan asuhan yang buruk,

ketidakamanan pangan, alokasi pangan yang tidak tepat, rendahnya

edukasi pengasuh.

2. Complementary feeding yang tidak adekuat

Kualitas makanan yang buruk meliputi kualitas micronutrient yang

buruk, kurangnya keragaman dan asupan pangan yang bersumber

dari pangan hewani, kandungan tidak bergizi, dan rendahnya

kandungan energi pada complementary foods. Praktik pemberian

makanan yang tidak memadai, meliputi pemberian makan yang

jarang, pemberian makan yang tidak adekuat selama dan setelah

sakit, konsistensi pangan yang terlalu ringan, kuantitas pangan yang

tidak mencukupi, pemberian makan yang tidak berespon.

Bukti menunjukkan keragaman diet yang lebih bervariasi dan

konsumsi makanan dari sumber hewani terkait dengan perbaikan

pertumbuhan linear. Analisis terbaru menunjukkan bahwa rumah


tangga yang menerapkan diet yang beragam, termasuk diet yang

diperkaya nutrisi pelengkap, akan meningkatkan asupan gizi dan

mengurangi risiko stunting.

3. Beberapa masalah dalam pemberian ASI

Masalah-masalah terkait praktik pemberian ASI meliputi Delayed

Initiation, tidak menerapkan ASI eksklusif, dan penghentian dini

konsumsi ASI. Sebuah penelitian membuktikan bahwa menunda

inisiasi menyusu (delayed initiation) akan meningkatkan kematian

bayi. ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa

suplementasi makanan maupun minuman lain, baik berupa air putih,

jus, ataupun susu selain ASI. IDAI merekomendasikan pemberian ASI

eksklusif selama 6 bulan pertama untuk mencapai tumbuh kembang

optimal. Setelah enam bulan, bayi mendapat makanan pendamping

yang adekuat sedangkan ASI dilanjutkan sampai usia 24 bulan.

Menyusui yang berkelanjutan selama dua tahun memberikan

kontribusi signifikan terhadap asupan nutrisi penting pada bayi.

4. Infeksi

Beberapa contoh infeksi yang sering dialami yaitu infeksi enterik

seperti diare, enteropati, dan cacing, dapat juga disebabkan oleh

infeksi pernafasan (ISPA), malaria, berkurangnya nafsu makan akibat

serangan infeksi, dan inflamasi.

5. Kelainan endokrin

Terdapat beberapa penyebab perawakan pendek diantaranya

dapat berupa variasi normal, penyakit endokrin, displasia skeletal,

sindrom tertentu, penyakit kronis dan malnutrisi. Pada dasarnya


perawakan pendek dibagi menjadi dua yaitu variasi normal dan

keadaan patologis. Kelainan endokrin dalam faktor penyebab

terjadinya stunting berhubungan dengan defisiensi GH, IGF- 1,

hipotiroidisme, kelebihan glukokortikoid, diabetes melitus, diabetes

insipidus, rickets hipopostamemia. Pada referensi lain dikatakan

bahwa tinggi badan merupakan hasil proses dari faktor genetik

(biologik), kebiasaan makan (psikologik) dan terpenuhinya makanan

yang bergizi pada anak (sosial).

2.2.4 Dampak Stunting

Menurut World Health Organization (WHO), dampak yang ditimbulkan

stunting dapat dibagi menjadi dampak jangka pendek dan jangka

panjang.

1. Dampak Jangka Pendek.

1) Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian;

2) Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak

optimal;

3) Peningkatan biaya kesehatan.

2. Dampak Jangka Panjang.

1) Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek

dibandingkan pada umumnya);

2) Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya;

3) Menurunnya kesehatan reproduksi;

4) Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa

sekolah;
5) Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal.

2.2.5 Penilaian Status Gizi Stunting

Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah

dengan cara penilaian antropometri. Secara umum antropometri

berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan

komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Beberapa

indeks antropometri yang sering digunakan adalah BB/U, TB/U, dan

BB/TB yang dinyatakan dengan standar deviasi unit z (z score)

(Supariasa, 2012). Stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah

diketahui usianya dan diukur panjang atau tinggi badannya, lalu

dibandingkan dengan standar dan hasilnya berada di bawah normal. Jadi,

secara fisik balita stunting akan lebih pendek dibandingkan balita

seumurnya. Perhitungan ini menggunakan standar z-score dari WHO.

Tabel 2.2 Indeks PB/U atau TB/U


Kategori Ambang Batas
Indeks
Status Gizi (Z-Score)
Panjang badan Sangat pendek < -3 SD
menurut umur Pendek -3SD s/d <-2SD
(PB/U) atau tinggi Normal -2SD s/d +3SD
badan menurut Tinggi +3SD
umur (TB/U) anak 0-
60 bulan
Sumber: Standar Antropometri Anak Permenkes No. 2 (Kemenkes

RI, 2020)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan

keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan

tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan

tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah

kekurangan gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi


terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama

(Supariasa, 2012). Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropometri

PB/U atau TB/U yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai

pada pra dan pasca persalinan.

2.2 Pemberian Makan Anak (Child Feeding)

2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian Makan

Menurut (Sulistyoningsih, 2011), faktor-faktor yang mempengaruhi

yaitu meliputi :

1. Faktor Ekonomi

Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi

konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga.

Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan peluang untuk

membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik.

2. Faktor Sosial Budaya

Pantangan dalam mengkonsumsi makanan tertentu dapat

dipengaruhi oleh faktor budaya/kepercayaan. Pantangan yang

didasari oleh kepercayaan pada umumnya mengandung perlambang

atau nasihat yang dianggap baik ataupun tidak baik yang lambat laun

menjadi kebiasaan/adat. Budaya mempengaruhi seseorang dalam

menentukan apa yang akan dimakan, bagaimana pengolahan,

persiapan, dan penyajiannya serta untuk siapa dan dalam kondisi

bagaimana pangan tersebut dikonsumsi.

3. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran

untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu

sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Tingkat

pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang

menyerap pengetahuan yang mereka peroleh.

Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan dan

perilaku seseorang, hal ini dikarenakan tingkat pendidikan yang

terlalu rendah akan sulit memahami pesan atau informasi yang

disampaikan. Pendidikan bagi seseorang ibu sangat penting dan

tepat terutama dalam merawat anak.

4. Lingkungan

Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap

pembentukan perilaku makan. Kebiasaan makan pada keluarga

sangat berpengaruh besar terhadap pola makan seseorang,

kesukaan seseorang terhadap makanan terbentuk dari kebiasaan

makan yang terdapat dalam keluarga.

2.3.2 Praktik Kontrol dan Sikap Orang Tua dalam Pemberian Makan

Penelitian (Birch et al., 2001), menjelaskan bahwa praktik kontrol dan

sikap orang tua dalam pemberian makan dibagi dalam tiga aspek yaitu :

1. Pembatasan Makan (Restriction)

Pembatasan makanan merupakan kontrol tinggi terhadap apa

dan berapa banyak makanan yang anak makan. Orang tua seringkali

berusaha membatasi konsumsi makanan tertentu pada anaknya

dengan cara yang tidak tepat. Menurut Perdani (2016), orang tua

berusaha membatasi makanan cepat saji bagi anak. Orang tua


memiliki tujuan baik dengan melakukan tindakan tersebut, namun

tindakan pembatasan terhadap konsumsi makanan tertentu akan

semakin meningkatkan minat anak terhadap makanan tersebut.

2. Tekanan untuk Makan (Pressure to eat)

Santoso et al mendefinisikan tekanan untuk makan sebagai

tindakan mendorong anak untuk makan. Bentuk lain dari tekanan

yang seringkali dilakukan orang tua adalah membentak, berkata

kasar, memaksa anak untuk makan makanan yang disediakan.

Tekanan yang dilakukan orangtua agar anak mau makan atau

menghabiskan makanannya akan mengganggu psikologis anak. Anak

akan merasa bahwa aktivitas makan merupakan aktivitas yang tidak

menyenangkan sehingga anak akan kehilangan nafsu makan yang

akan berdampak pada pertumbuhannya (Perdani et al., 2016).

3. Pemantauan (Monitoring)

Pemantauan pola makan anak penting bagi pertumbuhan, anak

seringkali makan apa saja yang mereka sukai, oleh karena itu penting

orang tua untuk memantau nutrisi anak. Ketika pola makan anak

teratur maka gizi anak tercukupi dan terhindar dari masalah

kesehatan (Perdani et al., 2016).

2.3 Instrumen Penelitian

2.5.1 Child Feeding Questionnaire (CFQ)

Child Feeding Questionnaire (CFQ), merupakan self-report (laporan

diri) untuk mengukur atau menilai keyakinan, sikap, dan praktik orang tua

terkait pemberian makan anak, CFQ dirancang untuk digunakan dengan

orang tua anak-anak yang berusia mulai dari 2 hingga 11 tahun (Birch et
al., 2001). Sebelum CFQ yang digunakan dalam penelitian ini terdapat 3

tahap pengembangan CFQ. Tahap pertama CFQ, terdiri 24 item

pertanyaan, pada versi ini CFQ digunakan menilai sikap, kepercayaan,

dan kecenderungan orang tua menggunakan kontrol dalam memberikan

makan anaknya.

Tahap kedua pengembangan, pada tahap ini hasil analisis pada CFQ

yang sebelumnya, diungkapkan bahwa faktor yang menilai kontrol orang

tua dalam memberikan makan anaknya dikategorikan menjadi tiga faktor

yang berbeda yaitu, tentang kekhawatiran tentang berat badan anak,

berat badan anak yang dirasakan, dan berat badan orang tua yang

dirasakan.

Pada tahap ketiga pengembangan, hal-hal yang menyangkut

tanggung jawab yang dirasakan orang tua untuk tugas pemberian makan

anak ditambahkan untuk memfasilitasi pemahaman tentang faktor yang

mungkin menimbulkan penggunaan kontrol orang tua dalam memberikan

makan pada anak. Pada tahap ini dijelaskan bahwa orang tua cenderung

menggunakan dua jenis kontrol yang berbeda, yaitu menekan anak untuk

makan dan membatasi anak mengkonsumsi makanan ringan. Oleh

karena itu, pada tahap ini item pertanyaan batasan orang tua dan tekanan

untuk makan ditambahkan pada CFQ, kemudian ditambahkan pula

pemantauan orang tua.

Child Feeding Questionnaire yang digunakan pada penelitian ini

merupakan CFQ yang mengambil tiga faktor saja yaitu untuk menilai

perilaku kontrol dan sikap orangtua mengenai praktik pemberian makan

termasuk mengurangi makan anak, memaksa anak untuk makan dan


pemantauan.
METODE PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Definisi Skala
No. Variabel Alat Ukur Kriteria
Operasional Ukur
1. Stunting Hasil pengukuran Menggunakan Kategori: Ordinal
antropometri tinggi data sekunder 1. Stunting,
badan yang jika
dilakukan oleh rentang z-
puskesmas dan score TB/U
dikategorikan Pendek (-3
menurut tabel Z- SD s/d <-2
Score tinggi badan SD)
menurut umur. Sangat
Pendek (<-
3 SD).
2. Normal jika
z-score
TB/U (≥-
2SD s/d
3SD)
(Permenkes
No.02,2020).
2. Pemberian Untuk mengukur 3 Kuisioner Kategori : Ordinal
Makan faktor praktik kontrol (CFQ) 1. Tinggi
pada Anak orang tua dan sikap (≥mean)
mengenai 2. Rendah
pemberian makan (<mean)
anak yaitu, (Birch LL, et
pembatasan al, 2001).
makanan, tekanan
untuk makan, dan
pemantauan.
3. Perilaku Perilaku makan Kuisioner Kategori : Ordinal
Makan yang dilaporkan (CEBQ) 1. Penyuka
Anak oleh orang tua yang makanan
meliputi, (Jika total
a. Penyuka score >
makanan total score
(kesukaan pada penghindar
makanan, makanan).
keinginan untuk 2. Penghinda
makan, r makanan
emotional (Jika total
overeating, score >
keinginan untuk total score
Definisi Skala
No. Variabel Alat Ukur Kriteria
Operasional Ukur
selalu minum. penyuka
b. Penghindar makanan).
makanan
(makan (Wardle, et al,
cepat/lambat, 2001).
emotional
undereating,
pemilih
makanan.

3.2 Pengumpulan Data

3.8.1 Jenis Data

Data kuantitatif adalah jenis data yang dapat diukur atau dihitung

secara langsung, yang berupa informasi atau penjelasan yang dinyatakan

dengan bilangan atau berbentuk angka (Sugiyono, 2013). Data kuantitatif

dalam penelitian ini diperoleh dari kuisioner yang dilakukan dengan

metode daring/online menggunakan google forms.

3.8.2 Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis menggunaka dua sumber data yaitu:

1. Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung

dengang memberikan pertanyaan melalui kuisioner online.

2. Sumber data sekunder dalam penelitian adalah balita yang terkategori

stunting dan data balita yang tidak terkategori malnutrisi di wilayah

kerja Puskesmas Perawatan Mekarsari.

3.8.3 Cara Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua cara pengumpulan

data yaitu :

1. Wawancara
Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan

melakukan wawancara kepada pihak terkait seperti ahli gizi

Puskesmas Perawatan Mekarsari untuk mengetahui jumlah balita yang

mengalami stunting sebagai data awal penelitian.

2. Kuisioner

Kuisioner online merupakan teknik pengumpulan data berbasis

web yang dapat dilakukan secara cepat menggunakan aplikasi internet

computer atau laptop dan handphone. Kuisioner online dalam

penelitian ini adalah menggunakan kuisioner pemberian makan anak

(Child Feeding Questionnaire) dan kuisioner perilaku makan anak

(Child Eating Behaviour Questionnaire).

Data responden diperoleh dari masing-masing kader di setiap

posyandu yang berada di wiayah kerja Puskesmas Perawatan

Mekarsari. Dari data tersebut diperoleh nomor handphone responden.

Pengisian kuisioner dilakukan secara online menggunakan google

form. Jika ada responden yang tidak dapat mengakses link tersebut

maka pengisian kuisioner dilakukan oleh peneliti dengan metode

wawancar melalui telepon.

Pertanyaan kuisioner meliputi Child Feeding Questionnaire (CFQ)

yang berisi 15 pertanyaan untuk mengetahui bagaimana praktik dan

kontrol orang tua dalam pemberian makan anak dan Child Eating

Behaviour Questionnaire (CEBQ) yang berisi 35 pertanyaan untuk

mengetahui perilaku makan anak yang dibagi menjadi dua kategori

yaitu, penyuka dan penghindar makanan.


3.3 Prosedur Penelitian

3.9.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan suatu alat pengumpul data yang

digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.

Dengan demikian, penggunaan instrumen penelitian yaitu untuk mencari

informasi yang lengkap mengenai suatu masalah (Sugiyono, 2013).

1. Form Karakteristik Diri/ Data Umum Responden

Form yang berisi tentang data diri responden seperti nama ibu,

nama balita, tanggal lahir balita, jenis kelamin bealita, riwayat ASI

eksklusif, riwayat IMD, pendidikan terakhir ibu, penghasilan rumah

tangga dan alamat.

2. Child Feeding Questionnaire (CFQ)

CFQ ini berisi 15 pertanyaan yang menilai tiga faktor untuk

mengukur praktik kontrol orang tua dan sikap mengenai pemberian

makan anak sebagai berikut; pembatasan makanan (8 pertanyaan),

tekanan untuk makan (4 pertanyaan) dan pemantauan (3 pertanyaan).

Dalam CFQ ini digunaka skala rating dengan pilihan jawaban 1 sampai

5 pilihan jawaban untuk menunjukkan pemberian makan pada anak.

Lima pilihan jawaban tersebut berbeda pada setiap faktor tersebut.

1) Pembatasan makan

(1) Angka 1 menandakan “sangat tidak setuju”,

(2) Angka 2 menandakan “tidak setuju”,

(3) Angka 3 menandakan “ragu-ragu”,

(4) Angka 4 menandakan “setuju”,

(5) Angka 5 menandakan “sangat setuju”.


2) Tekanan untuk makan

(1) Angka 1 menandakan “sangat tidak setuju”,

(2) Angka 2 menandakan “tidak setuju”,

(3) Angka 3 menandakan “ragu-ragu”,

(4) Angka 4 menandakan “setuju”,

(5) Angka 5 menandakan “sangat setuju”.

3) Pemantauan

(1) Angka 1 menandakan “selalu”,

(2) Angka 2 menandakan “sebagian besar waktu”,

(3) Angka 3 menandakan “kadang-kadang”,

(4) Angka 4 menandakan “jarang”,

(5) Angka 5 menandakan “tidak pernah”

Notes :

Jadi untuk pengkategorian pemberian makan “rendah” dan “tinggi”

didapatkan jika total score < mean maka pemberian makan “rendah” dan

dikategorikan pemberian makan “tinggi” jika total score ≥ mean.

Anda mungkin juga menyukai