Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

2.1 Pengertian Stunting

Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator untuk mengukur status gizi

kronik yang menghambat pertumbuhan dan disebabkan oleh malnutrisi jangka panjang.

Batasan stunting menurut WHO yaitu tinggi badan menurut umur berdasarkan Z-score

sama dengan atau kurang dari -2 SD di bawah rata-rata standar. Berdasarkan Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2 tahun 2020, Indeks PB / U atau TB / U

digunakan untuk menggambarkan tinggi atau pertumbuhan tinggi badan anak

berdasarkan usianya. Indeks ini dapat mengidentifikasi anak-anak yang pendek atau

sangat pendek karena kekurangan gizi atau sering sakit. Nilai Z untuk kategori pendek

adalah -3 SD sampai <-2 SD, dan kategori sangat pendek <-3 SD. (KEMENKES, 2020)

Balita pendek (stunting) adalah status gizi yang didasarkan pada PB/U atau TB/U

dimana dalam standar antropomettri penilaian status gizi anak, hasil pengukuran tersebut

berada pada ambang batas (Z-score) <-2 SD sampai -3 SD (pendek/stunted) dan <-3

SD (sangat pendek/ severely stunted) (R. Kemenkes, 2016). Stunting adalah masalah

kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi kurang dalam waktu cukup lama

akibat pemberian makanan yang tidak sesuaidengan kebutuhan gizi, stunting dapat terjadi

mulai masih janin dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun

(Sandjojo, 2017).

Stunting yang telah terjadi bila tidak diimbangi dengan catch-up growth (tumbuh

kejar) mengakibatkan menurunnya pertumbuhan. Masalah stunting merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan meningkatnya risiko kesakitan,

kematian, dan hambatan pada pertumbuhan baik motoric maupun mental. Stunting
dibentuk oleh growth faltering dan catch-up growth yang tidak memadai yang

mencerminkan ketidakmampuan untuk mencapai pertumbuhan optimal, hal tersebut

mengungkapkan bahwa kelompok balita yang lahir dengan berat badan normal dapat

mengalami stunting bilapemenuhan kebutuhan selanjutnya tidak terpenuhi dengan baik

(Kusharisupeni, 2008)

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010

tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan sangat

pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur

(PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah

stunting (pendek) dan severely stunting (sangat pendek). Balita pendek (stunting) dapat

diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu

dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada di bawah normal. Balita pendek

adalah 16 balita dengan status gizi yang berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut

umurnya bila dibandingkan dengan standar baku WHOMGRS (Multicentre Growth

Reference Study) tahun 2005, nilai zscorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan

sangat pendek jika nilai z-scorenya kurang dari -3SD. Tinggi badan dalam keadaan

normal akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur. Pertumbuhan tinggi badan

tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam

waktu yang pendek. Pengaruh kekurangan zat gizi terhadap tinggi badan akan tampak

dalam waktu yang relatif lama sehingga indeks ini dapat digunakan untuk

menggambarkan status gizi pada masa lalu. (Supariasa, 2001) Status gizi pada balita

dapat dilihat memalui klasifikasi status gizi berdasarkan indeks PB/U atau TB/U dapat

dilihat pada Tabel 1. (Kemenkes, 2010)

Tabel 1. Klasifikasi Status Gizi berdasarkan PB/U atau TB/U Anak Umur 0-60 Bulan

Indeks Status Gizi Ambang Batas


Panjang Badan/Tinggi Sangat Pendek (Severely >-3SD

Badan menurut Umur Stunted)

(PB/U,TB/U)

Pendek -3 SD sampai < -2 SD

Normal -2 SD sampai 2 SD

Tinggi Tinggi > 2 SD

Sumber : Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak Tahun 2010

Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh

faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling

menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan

pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Secara lebih detil, beberapa

faktor yang menjadi penyebab stunting dapat digambarkan sebagai berikut2 : (TNP2K,

2017)

1. Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu

mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah

ibu melahirkan. Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa

60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara

ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makanan Pendamping

Air Susu Ibu (MP-ASI). MP-ASI diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita

berusia diatas 6 bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru

pada bayi, MPASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang

tidak lagi dapat disokong oleh ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan

perkembangan sistem imunologis anak terhadap makanan maupun minuman.

2. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care

(pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal Care dan

pembelajaran dini yang berkualitas. Informasi yang dikumpulkan dari publikasi


Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di

Posyandu semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013 dan anak

belum mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain adalah 2

dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi sumplemen zat besi yang memadai serta

masih terbatasnya akses ke layanan pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1

dari 3 anak usia 3-6 tahun belum terdaftar di layanan PAUD/Pendidikan Anak

Usia Dini).

3. Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi. Hal ini

dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong

mahal.Menurut beberapa sumber (RISKESDAS 2013, SDKI 2012, SUSENAS),

komoditas makanan di Jakarta 94% lebih mahal dibanding dengan di New Delhi,

India. Harga buah dan sayuran di Indonesia lebih mahal daripada di Singapura.

Terbatasnya akses ke makanan bergizi di Indonesia juga dicatat telah

berkontribusi pada 1 dari 3 ibu hamil yang mengalami anemia.

4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di lapangan

menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air besar

(BAB) diruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air

minum bersih

2.2 Patofisiologi Stunting

Penilaian status gizi balita paling sering dilakuakn dengan cara penilaian

antropometri. Secara umum antropometri berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat

gizi.antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan

energi (Siagian, 2010). Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah

berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB) yang dinyatakan denganstandar deviasi unit z (Z score)

(Kemenkes, 2018). Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh

berbagai faktor penyebab. Masalah gizi berkaitan erat dengan masalah pangan. Masalah

gizi pada anak balita tidak mudah dikenali oleh pemerintah, atau masyarakat bahkan

keluarga karena anak tidak tampak sakit. Terjadinya kurang gizi tidak selalu didahului

oleh terjadinya bencana kurang pangan dan kelaparan seperti kurang gizi pada dewasa.

Hal ini berarti dalam kondisi pangan melimpah masih mungkin terjadi kasus kurang gizi

pada anak balita. Kurang gizi pada anak balita bulan sering disebut sebagai kelaparan

tersembunyi atau hidden hunger.

Gangguan pertumbuhan yang diderita anak sejak dini dapat menyebabkan

kerusakan permanen (Mugianti., 2018). Keterlambatan perkembangan yang dialami

anak mungkin disebabkan oleh fakta bahwa mereka belum terpapar pada 1.000 hari

pertama kehidupan, sehingga perhatian khusus harus diberikan karena hal tersebut

menentukan pertumbuhan fisik, kecerdasan dan tingkat produktivitas seseorang.

Keterlambatan perkembangan juga bisa disebabkan karena belum melewati masa emas

yang dimulai dari 1000 hari pertama kehidupan, sedangkan golden period adalah proses

tumbuh kembang anak dalam 1000 hari pertama. Selama ini, nutrisi bayi dalam

kandungan dan ASI akan berdampak jangka panjang bagi kehidupan orang dewasa. Hal

ini mungkin berlebihan untuk menghindari keterlambatan perkembangan dan status gizi

yang buruk pada anak . Menurut beberapa penelitian, terjadinya stunting pada anak

merupakan proses kumulatif yang terjadi selama masa kehamilan, masa 38 kanak-kanak

dan seluruh siklus hidup. Proses keterlambatan perkembangan anak dan kemungkinan

keterlambatan perkembangan terjadi dalam dua tahun pertama kehidupan (Gunawan,

2019)
2.3 Faktor – Faktor Penyebab Stunting

2.3.1 Faktor Penyebab Stunting

Faktor-faktor penyebab stunting erat kaitannya dengan kondisi yang

mendasari kejadian, kondisi-kondisi yang mempengaruhi stunting yaitu, kondisi

politik ekonomi wilayah setempat, status pendidikan, budaya masyarakat,

agricultural dan sisitem pangan, kondisi air (sanitasi), dan lingkgan. Kondisi

tersebut dapat mempengaruhi munculnya factor penyebab sebagai berikut:

(Antonio and Weise, 2012).

2.3.2 Faktor Keluarga dan rumah Tangga

Faktor maternal dapat dikarenakan nutrisi yang buruk selama prekonsepsi,

kehamilan, dan laktasi. Selain itu juga dipengaruhi perawakan ibu yang pendek,

infeksi, kehamilan muda, kesehatan jiwa, IUGR dan persalinan premature, jarak

persalinan yang dekat, dan hipertensi. Lingkungan rumah, dapat dikarenakan oleh

stimulasi dan aktivitas yang tidak adekuat, penerapan asuhan yang buruk,

ketidaknyamanan pangan, alokasi pangan yang tidak tepat, rendahnya edukasi

pengasuh (Antonio and Weise, 2012).

2.3.3 Complementary Feeding yang tidak adekuat

Kualitas makan yang buruk melipti kualitas micronutrient yang buruk,

kurangnya keragaman dan asupan pangan yang bersumberdari pangan hewani,

kandungan tidak bergizi, dan rendahnya kandungan energy pada complementary

foods. Praktik pemberian makan yang tidak memadai, meliputi pemberian makan

yang jarang, pemberian makan yang tidak adekuat selama dan setelah sakit,

konsistensi pangan yang terlalu ringan, kuantitas pangan yang tidak mencukupi,

pemberian makan yang tidak berespon (Antonio and Weise, 2012).

Bukti keragaman diet yang lebih bervariasi dan konsumsi makanan dari

sumber hewani terkait dengan perbaikan pertumbuhan linear. Analisis terbaru


menunjukkan bahwa rumah tangga yangmenerapkan diet yang beragam, termasuk

diet yang diperkaya nutrisi pelengkap, akan meningkatkan asupan gizi dan

mengurangi risiko stunting (Antonio and Weise, 2012).

2.3.4 Pemberian ASI

Masalah-masalah terkait pemberian ASI meliputi Delayed Initation, tidak

menerapkan ASI eksklusif, dan penghentian dini konsumsi ASI (Antonio and

Weise, 2012). Penelitian di Amerika membuktikan bahwa menunda inisiasi

(delayed initation) akan meningkatkan kematian bayi (Smith et al., 2017). ASI

eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa suplementasi makanan

maupun minuman lain, baik berupa airputih, jus, atau susu selain ASI. Pemberian

ASI eksklusif selama enam bulan pertama untuk mencapai tumbuh kembang

optimal. Setelah enam bulan, bayi mendapatkan makanan pendamping yang

adekuat sedangkan ASI dilanjutkan sampai usia 24 bulan. Menyusui yang

berkelanjutan selama dua tahun memberikan kontribusi signifikasn terhadap asupan

nutrisi pada bayi (Smith et al., 2017).

2.3.5 Berat Badan Lahir

Berat badan lahir sangat terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan jangka

panjang anak balita, pada penelitian yang dilakukan oleh Anisa menyimpulkan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara berat lahir dengan kejadian stunting pada

balita di Kelurahan Kalibaru. (Paramitha, 2012) Bayi yang lahir dengan berat badan lahir

rendah (BBLR) yaitu bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram, bayi

dengan berat badan lahir rendah akan mengalami hambatan pada pertumbuhan dan

perkembangannya serta kemungkinan terjadi kemunduran fungsi intelektualnya selain

itu bayi lebih rentan terkena infeksi dan terjadi hipotermi. Banyak penelitian yang telah

meneliti tentang hubungan antara BBLR dengan kejadian stunting diantaranya yaitu

penelitian yang dilakukan di Yogyakarta menyatakan hal yang sama bahwa ada
hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian stunting. (Sartono, 2013) Selain itu,

penelitian yang dilakukan di Malawi juga menyatakan prediktor terkuat kejadian

stunting adalah BBLR.

2.3.6 Jenis Kelamin

Jenis kelamin menentukan pula besar kecilnya kebutuhan gizi untuk seseorang.

Pria lebih banyak membutuhkan zat tenaga dan protein dibandingkan wanita. Pria lebih

sanggup mengerjakan pekerjaan berat yang tidak biasa dilakukan wanita. Selama masa

bayi dan anak-anak, anak perempuan cenderung lebih rendah kemungkinannya menjadi

stunting dan severe stunting daripada anak laki-laki, selain itu bayi perempuan dapat

bertahan hidup dalam jumlah lebih besar daripada bayi laki-laki dikebanyakan Negara

berkembang termasuk Indonesia.

2.3.7 Tinggi Ibu

Stunting pada masa balita akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya

yang sulit diperbaiki. Pertumbuhan fisik berhubungan dengan genetik dan faktor

lingkungan. Faktor genetik meliputi tinggi badan orang tua dan jenis kelamin. Tinggi

badan ayah dan ibu yang pendek merupakan risiko terjadinya stunting. Kejadian

stunting pada balita usia 6-12 bulan dan usia 3-4 tahun secara signifikan berhubungan

dengan tinggi badan ayah dan ibu. Hasil penelitian Rahayu ada hubungan antara tinggi

badan ayah dan ibu terhadap kejadian stunting pada balita. (Arifin, 2012) Jesmin et al

mengemukakan bahwa tinggi badan ibu merupakan faktor yang berpengaruh langsung

terhadap anak yang stunting. Penelitian Candra, dkk juga mengemukakan bahwa

tingga badan ayah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap stunting pada anak

usia 1-2 tahun. Anak yang memiliki tinggi badan ayah < 162 cm memiliki

kecenderungan untuk menjadi pendek sebesar 2,7 kali.


2.3.8 Faktor Ekonomi

Azwar (2000), yang dikutip oleh Manurung (2009), mengatakan pendapatan

keluarga adalah jumlah uang yang dihasilkan dan jumlah uang yang akan dikeluarkan

untuk membiayai keperluan rumah tangga selama satu bulan. Pendapat keluarga yang

memadai akan menunjang perilaku anggota keluarga untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan keluarga yang lebih memadai.

2.4 Dampak Stunting

Stunting memiliki dampak pada kehidupan balita, WHO mengklasifikasikan

menjadi dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang (Antonio and Weise,

2012).

1. Concurrent problems & short-term consequences atau dampak jangka pendek

1) Sisi kesehatan: angka kesakitan dan angka kematian meningkat.

2) Sisi perkembangan: penurunan fungsi kognitif, motoric, dan perkembangan

bahasa.

3) Sisi ekonomi: peningkatan health expenditure, peningkatan pembiayaan

perawatan anak sakit.

2. Long-term consequences atau dampak jangka panjang

1) Sisi kesehatan: perawakan dewasa yang pendek, peningkatan obesitas dan

komorbid yang berhubungan, penurunan kesehatan reproduksi

2) Sisi perkembangan: penurunan prestasi belajar, penurunan learningcapacity

unachieved potencial

3) Sisi ekonomi: penurunan kapasitas kerja dan produktifitas kerja.

2.5 Pencegahan Stunting

Pencegahan Stunting dilakukan melalui Intervensi Spesifik dan Intervensi

Sensitif pada sasaran 1000 hari pertama kehidupan seorang anak sampai berusia 6
tahun (Sandjojo, 2017).

1) Intervensi Gizi Spesifik

Intervensi Gizi Spesifik merupakan kegiatan yang langsung mengatasi teradinya

stunting seperti asupan makanan, infeksi,status gizi ibu, penyakit menular dan kesehatan

lingkungan.(PPB/Bappenas, 2018) Merupakan intervensi yang ditujukan kepada anak

dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan berkontribusi pada 30% penurunan

stunting. Kerangka keguatan intervensi gizi spesifik umunya dilakukan pada sektor

kesehatan. Intervensi spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya dapat dicatat dalamwaktu

relative pendek. Intervensi gizi spesifik mempunyai sasaran : (Sandjojo, 2017)

1. Intervensi dengan sasaran Ibu Hamil :

a. Memberikan makanan tambahan pada ibu hamil unyuk mengatasi

kekurangan energi dan protein kronis.

b. Mengatasi kekukaranga zat besi dan asam folat

c. Mengatasi kekurangan iodium

d. Menanggulangi kecacingan pada ibu hamil

e. Melindungi ibu hamil dari malaria.

2. Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan anak usia 0-6 bulan:

a. Mendorong inisiasi menyusui dini (pemberian ASI jolong atau

colostrum)

Merupakan ASI yang keluar dari hari pertama sampa hari ke empat

setelah melairkan. Kolostrum merupakan merupakan cairan viscous kental

dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning dibandingkan susu yang

matang (Roesli, 2007)

b. Mendorong pemberian ASI Eksklusif

ASI Eksklusif yaitu pemberian ASI tanpa makanan dan minuman

tambahan lain pada bayi berumur nol smapi enam bulan (Rahmawati, 2010)
3. Intervensi dengan sasaran Ibu menyusui dan Anak usia 7-23 bulan :

a. Mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi

oleh pemberian MP-ASI

b. Menyediakan obat cacing

c. Menyediakan suplemen zink

Makanan mengandung zinc diantaranya daging sapi, daging ayam, tahu,

tempe, sayur bayam, jamur, brokoli, kangkung, bunga kol, telurayam,

wortel, kentang, tomat (Mulyaningsih, 2009)

d. Melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan

Makanan mengandung zat besi diantaranya adalah sawi putih,

kangkung, bayam, seledri, daun bawang, kacang hijau, tahu, tempe, kacang

panjang, telur, ikan tongkol, susu (Mulyaningsih, 2009).

e. Memberikan perlindungan terhadap malaria

f. Memberikan imunisasi lengkap

Tabel 2.5 Imunisasi Dasar Lengkap

Jenis Imunisasi Umur bayi


HB0, Polio 0 0 bulan
BCG, Polio 1 1 bulan
DPT/HB1, Polio 2 2 bulan
DPT/HB2, Polio 3 3 bulan
DPT/HB3, Polio 4 4 bulan
Campak 9 bulan
Sumber : Kementerian Kesehatan (2014)

g. Melakukan pncegahan dan pengobatan diare


2.6 Pengukuran stunting

Pengukuran panjang badan (PB) digunakan untuk anak umur 0 sampai 24

bulan yang diukur dengan telentang. Bila anak umur 0 sampai 24 bulan diukur

dengan berdiri, maka hasil pengukurannya dikoreksi dengan mengurangkan 0,7 cm.

Pengukuran tinggi badan (TB) digunakan untuk anak umur di atas 24 bulan yang

diukur berdiri. Bila anak umur diatas 24 bulan diukur telentang, maka hasil

pengukurannya dikoreksi dengan mengurangkan 0,7 cm. Menurut Kemenkes

(2010) kategori dan ambang batas status gizi anak sebagai berikut :

Tabel 2.6 Kategori dan ambang batas status gizi anak


Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-score)
Panjang badan Sangat pendek < -3 SD
menurut umur (PB/U) Pendek -3 SD sampai dengan -2 SD
atau tinggi badan
menurut umur (TB/U) Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Tinggi > 2 SD

2.6.1 Standar tinggi badan menurut umur

Standar panjang badan atau tinggi badan menurut umur (Kemenkes, 2010)

adalah sebagai berikut :


1. Anak laki-laki umur 0-24 bulan

Tabel 2.7 Standar tinggi badan laiki-laki menurut umur 0-24 bulan

Umur Panjang Badan (cm)


(bulan)
-3 SD -2 SD -1 SD Median 1 SD 2 SD 3 SD

0 44,2 46,1 48,0 49,9 51,8 53,7 55,6

1 48,9 50,8 52,8 54,7 56,7 58,6 60,6

2 52,4 54,4 56,4 58,4 60,4 62,4 64,4

3 55,3 57,3 59,4 61.4 63,5 65,5 67,7

4 57,6 59,7 61,8 63,9 66,0 68,0 70,1

5 59,6 61,7 63,8 65,9 68,0 70,1 72,2

6 61,2 63,3 65,5 67,6 69,8 71,9 74,0

7 62,7 64,8 67,0 69,2 71,3 73,5 75,7

8 64,0 66,2 68,4 70,6 72,8 75,0 77,2

9 65,2 67,5 69,7 72,0 74,2 76,5 78,7

10 66,4 68,7 71,0 73,3 75,6 77,9 80,1

11 67,6 69,9 72,2 74,5 76,9 79,2 81,5

12 68,6 71,0 73,4 75,7 78,1 80,5 82,9

13 69,6 72,1 74,5 76,9 79,3 81,8 84,2

Umur Panjang Badan (cm)


(bulan)
-3 SD -2 SD -1 SD Median 1 SD 2 SD 3 SD

14 70,6 73,1 75,6 78,0 80,5 83,0 85,5

15 71,6 74,1 76,6 79,1 81,7 84,2 86,7

16 72,5 75,0 77,6 80,2 82,8 85,4 88,0

17 73,3 76,0 78,6 81,2 83,9 86,5 89,2

18 74,2 76,9 79,6 82,3 85,0 87,7 90,4


19 75,0 77,7 80,5 83,2 86,0 88,8 91,5

20 75,8 78,6 81,4 84,2 87,0 89,9 92,6

21 76,5 79,4 82,3 85,1 88,0 90,8 93,8

22 77,2 80,2 83,1 86,0 89,0 91,9 94,9

23 78,0 81,0 83,9 86,9 89,9 92,9 95,9

24 78,7 81,7 84,8 87,8 90,9 93,9 97,0

2. Anak laki-laki umur 24-60 bulan

Tabel 2.8 Standar tinggi badan laki-laki menurut umur 24-60 bulan

Umur Panjang Badan (cm)


(bulan)
-3 SD -2 SD -1 SD Median 1 SD 2 SD 3 SD

24 78,0 81,0 84,1 87,1 90,2 93,2 96,3

25 78,6 81,7 84,9 88,0 91,1 94,2 97,3

26 79,3 82,5 85,6 88,8 92,0 95,2 98,3

27 79,9 83,1 86,4 89,6 92,9 96,1 99,3

28 80,5 83,8 87,1 90,4 93,7 97,0 100,3

29 81,1 84,5 87,8 91,2 94,5 97,9 101,2


Umur Panjang Badan (cm)
(bulan)
-3 SD -2 SD -1 SD Median 1 SD 2 SD 3 SD

30 81,7 85,1 88,5 91,9 95,3 98,7 102,1

31 82,3 85,7 89,2 92,7 96,1 99,6 103,0

32 82,8 86,4 89,9 93,4 96,9 100,4 103,9

33 86,9 90,5 90,5 94,1 97,6 101,2 104,8

34 83,9 87,5 91,1 94,8 98,4 102,0 105,6

35 84,4 88,1 91,8 95,4 99,1 102,7 106,4

36 85,0 88,7 92,4 96,1 99,8 103,5 107,2

37 85,5 89,2 93,0 100,5 100,5 104,2 108,0

38 86,0 93,6 96,7 100,5 101,2 105,0 108,8

39 86,5 94,2 98,0 101,8 101,8 105,7 109,5

40 87,0 90,9 94,7 98,6 102,5 106,4 110,3

41 87,5 91,4 95,3 99,2 103,2 107,1 111,0

42 88,0 91,9 95,9 99,9 103,8 107,8 111,7

43 88,4 92,4 96,4 100,4 104,5 108,5 112,5

44 88,9 93,0 97,0 101,0 105,1 109,1 113,2

45 89,4 93,5 97,5 101,6 105,7 109,8 113,9

46 89,9 94,0 98,1 102,2 106,3 110,4 114,6

47 90,3 94,4 98,6 102,8 106,9 111,1 115,2

48 90,7 94,9 99,1 103,3 107,5 111,7 115,9

49 91,2 95,4 99,7 103,9 108,1 112,4 116,6

50 91,6 95,9 100,2 104,4 108,7 113,0 117,3

51 92,1 96,4 100,7 105,0 109,3 113,6 117,9

52 92,5 96,9 101,2 105,6 109,9 114,2 118,6


Umur Panjang Badan (cm)
(bulan)
-3 SD -2 SD -1 SD Median 1 SD 2 SD 3 SD

53 93,0 97,4 101,7 106,1 110,5 114,9 119,2

54 93,4 97,8 102,3 106,7 111,1 115,5 119,9

55 93,9 98,3 102,8 107,2 111,7 116,1 120,6

56 94,3 98,8 103,3 107,8 112,3 116,7 121,2

57 94,7 99,3 103,8 108,3 112,8 117,4 121,9

58 95,2 99,7 104,3 108,9 113,4 118,0 122,6

59 95,6 100,2 104,8 109,4 114,0 118,6 123,2

60 96,1 100,7 105,3 110,0 114,6 119,2 123,9

3. Anak perempuan umur 0-24 bulan

Tabel 2.9 Standar tinggi badan perempuan menurut umur 0-24 bulan

Umur Panjang Badan (cm)


(bulan)
-3 SD -2 SD -1 SD Median 1 SD 2 SD 3 SD

0 43,6 45,4 47,3 49,1 51,0 52,9 54,7

1 43,6 45,4 47,3 49,1 51,0 52,9 54,7

2 51,0 53,0 55,0 57,1 59,1 61,1 63,2

3 53,5 55,6 57,7 59,8 61,9 64,0 66,1

4 55,6 57,8 59,9 62,1 64,3 66,4 68,6

5 57,4 59,6 61,8 64,0 66,2 68,5 20,7

6 58,9 61,2 63,5 65,7 68,0 70,3 72,5

7 60,3 62,7 65,0 67,3 69,6 71,9 74,2

8 61,7 64,0 66,4 68,7 71,1 73,5 75,8


Umur Panjang Badan (cm)
(bulan)
-3 SD -2 SD -1 SD Median 1 SD 2 SD 3 SD

9 62,9 65,3 67,7 70,1 72,6 75,0 77,4

10 64,1 66,5 69,0 71,5 73,9 76,4 78,9

11 65,2 67,7 70,3 72,8 75,3 77,8 80,3

12 66,3 68,9 71,4 74,0 76,7 79,2 81,7

13 67,3 70,0 72,6 75,2 77,8 80,5 83,1

14 68,3 71,0 73,7 76,4 79,1 81,7 84,4

15 69,3 72,0 74,8 77,5 80,2 83,0 85,7

16 70,2 73,0 75,8 78,6 81,4 84,2 87,0

17 71,1 74,0 76,8 79,7 82,5 85,4 88,2

18 72,0 74,9 77,8 80,7 83,6 86,5 89,4

19 72,8 75,8 78,8 81,7 84,7 87,6 90,6

20 73,7 76,7 79,7 82,7 85,7 88,7 91,7

21 74,5 77,5 80,6 83,7 86,7 89,8 92,9

22 75,2 78,4 81,5 84,6 87,7 90,8 94,0

23 76,0 79,2 82,3 85,5 88,7 91.9 95,0

24 76,7 80,0 83,2 86,4 89,6 92,9 96,1

4. Anak perempuan umur 24-60 bulan

Tabel 2. 10 Standar tinggi badan menurut umur 24-60 bulan

Umur Panjang Badan (cm)


(bulan)
-3 SD -2 SD -1 SD Median 1 SD 2 SD 3 SD

24 76,0 79,3 82,5 85,7 88,9 92,2 95,4

25 76,8 80,0 83,3 86,8 89,9 93,1 96,4


Umur Panjang Badan (cm)
(bulan)
-3 SD -2 SD -1 SD Median 1 SD 2 SD 3 SD

26 77,5 80,8 84,1 87,4 90,8 94,1 97,4

27 78,1 81,5 84,9 88,3 91,7 95,0 98,4

28 78,8 82,2 85,7 89,1 92,5 96,0 99,4

29 79,5 82,9 86,4 89,9 93,4 96,9 100,3

30 83,6 83,6 87,1 90,7 94,2 97,7 101,3

31 80,7 84,3 87,9 91,4 95,0 98,6 102,2

32 81,3 84,9 88,6 92,2 95,8 99,4 103,1

33 81,9 85,6 89,3 92,9 96,6 100,3 103,9

34 82,5 86,2 89,9 93,6 97,4 101,1 104,8

35 83,1 86,8 90,6 94,4 98,1 101,9 105,6

36 83,6 87,4 91,2 95,1 98,9 102,7 106,5

37 84,2 88,0 91,9 95,7 99,6 103,4 107,3

38 84,7 88,6 92,5 96,4 100,3 104,2 108,1

39 85,3 89,2 93,1 97,1 101,0 105,0 108,9

40 85,8 89,8 93,8 97,7 101,7 105,7 109,7

41 86,3 90,4 94,4 98,4 102,4 106,4 110,5

42 86,8 90,9 95,0 99,0 103,1 107,2 111,2

43 87,4 91,5 95,6 99,7 103,8 107,9 112,0

44 87,9 92,0 96,2 100,3 104,5 108,6 112,7

45 88,4 92,5 96,7 100,9 105,1 109,3 113,5

46 88,9 93,1 97,3 101,5 105,8 110,0 114,2

47 89,3 93,6 97,9 102,1 106,4 110,7 114,9

48 89,8 94,1 98,4 102,7 107,0 111,3 115,7


Umur Panjang Badan (cm)
(bulan)
-3 SD -2 SD -1 SD Median 1 SD 2 SD 3 SD

49 90,3 94,6 99,0 103,3 107,7 112,0 116,4

50 90,7 95,1 99,5 103,9 108,3 112,7 117,1

51 91,2 95,6 100,1 104,5 108,9 113,3 117,7

52 91,7 96,1 100,6 105,0 109,5 114,0 118,4

53 92,1 96,6 101,1 105,6 110,1 114,6 119,1

54 92,6 97,1 101,6 106,2 110,7 115,2 119,8

55 93,0 97,6 102,2 106,7 111,3 115,9 120,4

56 93,4 98,1 102,7 107,3 111,9 116,5 121,1

57 93,9 98,5 103,2 107,8 112,5 117,1 121,8

58 94,3 99,0 103,7 108,4 113,0 117,7 122,4

59 94,7 99,5 104,2 108,9 113,6 118,3 123,1

60 95,2 99,9 104,7 109,4 114,2 118,9 123,7

2.7 Sistem Informasi Gizi Terpadu

Pemantauan pertumbuhan balita merupakan bagian dari standar

pelayanan minimal yang harus dilakukan di daerah. Status gizi masyarakat

pada umumnya, menjadi kebutuhan data di daerah untuk mengetahui

seberapa besar masalah gizi yang ada diwilayahnya sebagai dasar

perencanaan kegiatan dan evaluasi kinerja serta intervensi apa yang akan

dilakukan para pemangku kepentingan. Mengingat pentingnya data

tersebut, dibutuhkan sisitem pencatatan dan pelaporan yang akurat dan


menggambarkan tiap individu. Sistem informasi gizi terpadu atau Sigizi

Terpadu merupakan suatu sistem terintegrasi untuk mengetahui status gizi

dan kinerja program, yang dapat digunakan untuk identifikasi masalah,

kebutuhan dan sebagai bahan pengambilan keputusan serta kebijakan

program gizi masyarakat. Sigizi Terpadu digunakan untuk mencatat dan

melaporkan data gizi baik data sasaran tiap individu, status gizi melalui

modul e-PPGBM, data PMT yang bersumber dari APBN maupun dari

APBD, membuat administrasi distribusi PMT melalui modul Distribusi

PMT dan juga cakupan kinerja secara agregat sebagai laporan rutin melalui

modul Laporan Rutin (Sigizi) (DIRJENGIZI, 2019)

Tujuan dari Sigizi Terpadu adalah untuk memperoleh informasi

status gizi individu dan kinerja program gizi secara cepat, akurat, teratur dan

berkelanjutan untuk penyusunan perencanaan dan perumusan kebijakan

gizi. (DIRJENGIZI, 2019)

Sigizi Terpadu mancakup data sebagai berikut : berubah jadi modul

- modul

1. Modul e-PPGBM (elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi

Berbasis Masyarakat)

2. Modul Distribusi PMT

3. Modul Laporan Rutin (Sigizi)

4. Modul Manajemen Data

5. Modul e-PPGBM Offline 2 IV.


Manfaat Manfaat dari Sigizi Terpadu antara lain:

1. Memperoleh data sasaran individu;

2. Mengetahui status gizi individu secara cepat dan akurat;

3. Mengetahui secara cepat balita gizi buruk yang harus dirujuk atau

dilakukan tindakan;

4. Mengetahui pertumbuhan balita;

5. Memantau pemberian makanan tambahan (PMT);

6. Menjawab indikator gizi

2.7.1 Penggunaan Sistem Informasi Gizi Terpadu

Setiap jenjang pada tahapan menajemen pengguna sistem informasi

gizi terpadu (Sigizi Terpadu) memiliki hak akses yang berbeda,

yaitu:

Pengguna Hak Akses

Administrator 1. e-PPGBM

2. Konsumsi PMT

3. Distribusi PMT

4. Laporan Rutin (agregat)

5. Manajemen Data

6. Aplikasi e-PPGBM Offline

7. Data Provinsi

8. Data Kabupaten

9. Data Kecamatan

10. Data Desa/Kelurahan

User Provinsi 1. e-PPGBM


2. Konsumsi PMT

3. Distribusi PMT

4. Laporan Rutin (agregat)

5. Manajemen Data

6. Aplikasi e-PPGBM Offline

7. Data Kabupaten

8. Data Kecamatan

9. Data Desa/Kelurahan

User Kabupaten 1. e-PPGBM

2. Konsumsi PMT

3. Distribusi PMT

4. Laporan Rutin (agregat)

5. Manajemen Data

6. Aplikasi e-PPGBM Offline

7. Data Kecamatan

8. Data Desa/Kelurahan

User Entri 1. e-PPGBM

2. Konsumsi PMT

3. Distribusi PMT

4. Laporan Rutin (agregat)

5. Aplikasi e-PPGBM Offline

6. Data Desa/Kelurahan
2.8 Keaslian Penelitian

No Judul Variabel Hasil


1. Dietary D : crosectional Keragaman pola makan
diversity and S : A multi-stage cluster anak memprediksi status
anthropometric sampling antropometri antara anak-
status and V: anak berusia 24 bulan.
failure among - Independent : Pola Intervensi menangani
infants and makan kedua faktor risiko
young children - Dependent : proksimal dan distal untuk
in Sri Lanka stunting, wasting, status antropometri
Author: dan underweight mungkin diperlukan di Sri
I : Observasi Lanka untuk mengatasi
A : multivariable kegagalan antropometrik
multilevel regression antara bayi dan anak-anak.
models.
2. Biomarkers of D : crosectional Dalam analisis multivariat,
Systemic peradangan sistemik pada
Inflammation S : proposif sampling usia 6 minggu secara
and Growth in bermakna dikaitkan
V:
Early Infancy dengan stunting (HR: 2,14,
are Associated - Independent : 95% CI: 1,23, 3,72; p =
with Stunting Peradangan 0,002). Anak-anak dengan
in Young Sistemik dan tingkat IGF-1 yang lebih
Tanzanian Pertumbuhan pada tinggi pada 6 minggu
Children. Awal Usia Dini cenderung tidak
- Dependent : mengalami stunting (HR:
Kejadian stunting, 0,58, 95% CI: 0,37, 0,93; p
underweight, dan untuk trend = 0,019);
wasting kecenderungan serupa
I : Observasi tercatat pada anak-anak
dengan tingkat IGF-1 yang
A : multivariate analyses lebih tinggi pada usia 6
bulan (HR: 0,50, 95% CI:
0,22, 1,12; p untuk trend =
0,07). Peradangan sistemik
terjadi sedini 6 mingguusia
dan dikaitkan dengan risiko
pengerdilan masa depan di
antara anak-anak Tanzania.

3. Determinants D : metode survai Praktik menyusui


of child S : random sampling komplementer yang
stunting in the V : direkomendasikan
B. KERANGKA KONSEP
Variabel independen

Inisiasi Menyusui Dini


(IMD)

Pemberian ASI Eksklusif

Pemberian Tablet Tambah


Darah Ibu Hamil
Variabel dependen

Stunting
Pemberian PMT Bumil
KEK

Pemberian PMT Bumil


Kurus

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

C. HIPOTESIS

Ada hubungan intervensi gizi spesifik dengan kejadian stunting melalui aplikasi

sigizi terpadu

Anda mungkin juga menyukai