Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

STUNTING

GURU PEMBIMBING :
Uly Sri Rezeki, S.Tr.Keb

DISUSUN OLEH :
WANDA PUTRI CINTA LESTARI

SMK KESEHATAN BINA DHARMA PONTIANAK


JURUSAN ASISTEN KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGHANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Laporan Pendahuluan Stunting” dengan tepat
waktu makalah disusun untuk memenuhi tugas selain itu makalah ini bertujuan menambah
wawasan tentang anak sehat bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Uly selaku guru pembimbing. Penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna oleh sebab itu saran dan kritik yang
membangun diharapakn demi kesempurnaan makalah ini.

PONTIANAK, 30 AGUSTUS 2022

PENYUSUN
1. DEFINISI
Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan
yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau
tinggi badan yang lebih dari minus dus standar deviasi median standar pertumbuhan
anak dari WHO (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2018).

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan karena malnutrisi kronis yang


ditunjukkan dengan nilai-score panjang badan menurut umur (PB/U) kurang dari -2
SD (Al-Anshori, 2013).

2. KLASIFIKASI DAN PENGUKURAN STUNTING


Penilaian status gizi pada anak biasanya menggunakan pengukuran antropometri,
secara umum pengukuran antopometri berhubungan dengan pengukuran dimensi
tubuh. (SDIDTK, 2016). Keadaan stunting dapat diketahui berdasarkan pengukuran
TB/U lalu dibandingkan dengan standar. Secara fisik balita shinting akan tampak
lebih pendek dari balita scusianya. Klasifikasi status gizi stunting berdasarkan
indikator tinggi badan per umur (TB/U) (SDIDTK, 2016).

Tabel 1 Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks PB/U


Kategori Status Gizi Ambang Batas Score
Sangat Pendek Z score <-3,0
Pendek Z score ≥3.0 s/d z score <-2,0
Normal Z acore >2,0
Sumber: Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang anak, 2016

3. ETIOLOGI
Faktor keluarga menjadi faktor penyebab dari stunting, dapat dikarenakan nutrisi
yang buruk selama prekonsepsi, kehamilan dan laktasi. Selain itu, perawakan ibu
yang pendek, infeksi, kesehatan jiwa, kehamilan muda, persalinan prematur.
hipertensi, lingkungan rumah, ketidak nyamanan pangan, serta rendahnya edukasi
pengasuh juga dapat memengaruhi.

 Infeksi
Contoh infeksi seperti gastroenteritis, enteropati, dan penyakit lain yang
disebabkan oleh infeksi dapat mengakibatkan anoreksia atau menurunnya
nafsu makan.

 Kelainan Endokri
Stunting dapat diakibatkan oleh kelainan endokrin dan non endokrin, kelainan
endokrin dalam faktor penyebab stunting berhubungan dengan defisiensi GH,
IGF-1, hipotiroidisme, diabetes melitus. Penyebab terbanyak ialah kelainan
non endokrin yaitu penyakit infeksi kronis, gangguan nutrisi, penyakit jantung
bawaan, gastrointestinal, dan faktor sosial ekonomi.
Batubara (2010) menyebutkan bahwa terdapat beberapa penyebab perawakan
pendek diantaranya dapat berupa variasi normal, penyakit endokrin, displasia
skeletal, sindrom tertentu, penyakit kronis dan malnutrisi.

 Asupan Nutrisi Yang Tidak Adekuat


Kualitas makanan yang tidak bergizi sangat mempengaruhi dan menjadi
penyebab dari stunting, praktik pemberian asupan makanan yang tidak
memadai meliputi pemberian makanan yang jarang. Konsistensi makanan
yang terlalu ringan, kuantitas pangan yang tidak mencukupi. Analisis terbaru
menunjukkan bahwa rumah tangga yang menerapkan program diet yang
beragam, termasuk diet yang diperkaya oleh nutrisi yang lengkap akan
meningkatkan asupan nutrisi atau gizi dan dapat mengurangi stunting.

 Problem Dalam Pemberian ASI


Tidak memberikan ASI eksklusif dan pengentian dini konsumsi ASI menjadi
salah satu penyebab terjadinya stunting, karena ASI merupakan nutrisi utama
pada bayi. Disarankan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama untuk
mencapai tumbuh kembang yang optimal, setelah 6 bulan baru lah bayi
mendapat makanan pendamping yang adekuat sedangkan ASI dilanjutkan
hingga usia 24 bulan. Menyusui yang berkelanjutan selama 2 tahun dapat
memberikan kontribusi signifikan terhadap asupan nutrisi yang penting.

4. PATOFISIOLOGI
Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan akibat akumulasi
ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24
bulan. Keadaan ini diperparah dengan tidak terimbanginya kejar tumbuh (catch up
growth) yang memadai (Mitra, 2015). Masalah stunting terjadi karena adanya adaptasi
fisiologi pertumbuhan atau non patologis, karena penyebab secara langsung adalah
masalah pada asupan makanan dan tingginya penyakit infeksi kronis terutama ISPA
dan diare, sehingga memberi dampak terhadap proses pertumbuhan balita (Sudiman,
2018).

Pada balita dengan kekurangan gizi akan menyebabkan berkurangnya lapisan lemak
di bawah kulit hal ini terjadi karena kurangnya asupan gizi sehingga tubuh
memanfaatkan cadangan lemak yang ada, selain itu imunitas dan produksi albumin
juga ikut menurun sehingga balita akan mudah terserang infeksi dan mengalami
perlambatan pertumbuhan dan perkembangan. Balita dengan gizi kurang akan
mengalami peningkatan kadar asam basa pada saluran cerna yang akan menimbulkan
diare (Maryunani, 2016).
PATHWAY

5. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Kementrian desa. (2017) balita stunting dapat dikenali dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
1) Pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah Sem/tahun.
2) Kecepatan tumbuh tinggi badan <4cm/tahun kemungkinan ada kelainan hormonal.
3) Umur tulang (bone age) bisa normal atau terlambat untuk umurnya.
4) Tanda pubertas terlambat.
5) Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar.
6) Pertumbuhan gigi terlambat.
7) Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam.
8) Tidak banyak melakukan eye contact.
9) Pertumbuhan melambat.
10) Wajah tampak lebih muda dari usianya.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Nurarif dan Kusuma, 2016 mengatakan pemeriksaan penunjang untuk
stunting antara lain:
1) Melakukan pemeriksaan fisik.
2) Melakukan pengukuran antropometri BB, TB/PB, LILA, lingkar kepala.
3) Melakukan penghitungan IMT
4) Pemeriksaan laboratorium darah: albumin, globulin, protein total, elektrolit serum.

7. PENATALAKSANAAN MEDIK
Menurut Khoeroh dan Indriyanti, 2017 beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
mengatasi stunting yaitu:
1. Penilaian status gizi yang dapat dilakukan melalui kegiatan posyandu setiap bulan.
2. Pemberian makanan tambahan pada balita.
3. Pemberian vitamin A.
4. Memberi konseling oleh tenaga gizi tentang kecukupan gizi balita.
5. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai usia 2 tahun
dengan ditambah asupan MP-ASI
6. Pemberian suplemen menggunakan makanan penyediaan makanan dan minuman
menggunakan bahan makanan yang sudah umum dapat meningkatkan asupan energi
dan zat gizi yang besar bagi banyak pasien.
7. Pemberian suplemen menggunakan suplemen gizi khusus peroral siapguna yang
dapat digunakan bersama makanan untuk memenuhi kekurangan gizi.

8. KOMPLIKASI
Menurut Kementrian desa. 2017 dampak buruk yang ditimbulkan akibat stunting
antara lain:
1) Anak akan mudah mengalami sakit.
2) Postur tubuh tidak maksimal saat dewasa.
3) Kemampuan kognitif berkurang.
4) Saat tua berisiko terkena penyakit yang berhubungan dengan pola makan.
5) Fungsi tubuh tidak seimbang
6) Mengakibatkan kerugian ekonomi.

Menurut WHO dalam Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2018) dampak yang
ditimbulkan stunting dapat dibagi menjadi dampak jangka pendek dan jangka
panjang.
1) Dampak Jangka Pendek.
 Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian
 Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal
 Peningkatan biaya kesehatan.

2) Dampak Jangka Panjang


 Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan
pada umumnya)
 Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya
 Menurunnya kesehatan reproduksi
 Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah; dan
 Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal
9. PROGNOSIS
Stunting yang terjadi dan diintervensi pada 1000 hari pertama kehidupan masih
dapat memiliki prognosis yang baik. Bila stunting baru diterapi di atas usia 2 tahun,
tinggi badan/perbaikan pertumbuhan linear mungkin dapat dicapai, namun perbaikan
dampak stunting seperti fungsi kognitif dan sistem imun belum tentu dapat diperbaiki.

Stunting yang diterapi pada usia setelah masa pertengahan kanak-kanak dan setelah
pubertas biasanya tidak responsif terhadap terapi. Anak perempuan yang stunting
berisiko mengalami maternal stunting saat ia hamil sehingga akan meningkatkan
risiko mortalitas perinatal dan neonatal.

10. PENCEGAHAN
1. Penuhi Nutrisi Selama Kehamilan Ibu hamil harus mengonsumsi makanan sehat
dan bergizi seimbang selama kehamilan, bahkan sebelum masa kehamilan. Ini untuk
memastikan bahwa janin akan mendapat nutrisi yang optimal di dalam rahim, lahir
sehat, dan juga mendapat bekal nutrisi yang baik setelah lahir.

2. Penuhi Nutrisi Si Kecil dengan Optimal Cara mencegah stunting adalah dengan
memberikan buah hati Anda nutrisi lengkap dan asupan bergizi. Nutrisi penting dan
esensial untuk si Kecil adalah vitamin (A, B kompleks, C, D, E, dan K), mineral
(kalsium, magnesium, fosfor, sulfur, sodium, kalium, dan klorida), protein, lemak
sehat, karbohidrat, dan cairan. Setelah itu, orang tua disarankan memberi si Kecil susu
bernutrisi yang sesuai dengan usianya. Manfaat susu untuk menjaga sistem imun,
mendukung pertumbuhan tulang dan gigi, memproduksi energi, menutrisi otak, serta
mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak secara keseluruhan.

3. Mempraktikkan Kebersihan yang Benar Masalah stunting juga dapat dipicu akibat
kebersihan lingkungan yang buruk. Maka dari itu, orang tua dan seluruh anggota
keluarga harus mempraktikan kebersihan yang tepat, misalnya, mencuci tangan
dengan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah menyiapkan makanan.

4. Mengatasi Anak yang Susah Makan. Salah satu pemicu gizi buruk adalah akibat
anak yang susah makan. Ada beberapa penyebab anak tidak mau makan, termasuk
alergi atau intoleransi makanan, refluks, muntah, diare, sembelit, kolik, atau kondisi
kesehatan yang lebih serius lainnya. Orang tua dapat menerapkan cara mengatasi anak
yang susah makan, sebagai berikut:
 Memberikan variasi makanan yang sehat dan beragam..
 Melengkapi kebutuhan gizi seimbang, termasuk sepertiga buah dan sayuran,
sepertiga karbohidrat seperti nasi, dan sepertiga protein seperti daging, ikan
atau sumber protein vegetarian lainnya.
 Konsumsi minuman sehat seperti susu, teh buatan rumah, jus sayur dan buah,
infused water, yoghurt, dan lainnya.
 Berikan si Kecil camilan sehat seperti potongan buah, salad sayur, oatmeal,
keju, atau olahan nikmat lain yang dibuat sendiri.
5. Konsultasi dengan Tim Pelayanan Kesehatan. Orang tua harus telaten memberikan
si Kecil makanan bergizi seimbang setiap hari. Selain itu, penting untuk konsultasi
kesehatan anak secara rutin baik di Posyandu, Puskesmas, atau pusat pelayanan
kesehatan terdekat. Dokter akan membantu memeriksa kesehatan anak dan
memberikan saran terbaik demi tumbuh kembang anak. Sementara orang tua juga
harus peduli dan memerhatikan detail pertumbuhan anak dari waktu ke waktu.
DAFTAR PUSTAKA

Anshori, H., Al. 2013. Faktor Risiko kejadian Stunting Pada Anak Usia 12-24 Bulan,
Semarang

Kemendikbud. Depkes RI. 2016. Stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang
anak (sosialisasi buku pedoman pelaksanaan DDTK di tingkat pelayanan kesehatan dasar),
Jakarta

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.2017. Buku Saku


Stunting Desa dalam Penanganan Stunting, Jakarta

Khoeroh, H. Indriyanti, D.2017. Evaluasi Penatalaksanaan Gizi Balita Stunting di Wilayah


Kerja Puskesmas Sirampog. Unnes Journal of Public Health

Kementrian Kesehatan RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia, Jakarta

Maryunani A.2016. Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan. Jakarta

Nurarif & Kusuma.2016. Terapi Komplementer Akupresure. Journal of Chemical


Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Anda mungkin juga menyukai