STUNTING
B. ETIOLOGI
Menurut beberapa penelitian, kejadian stunted pada anak merupakan
suatu proses kumulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak
dan sepanjang siklus kehidupan. Pada masa ini merupakan proses
terjadinya stunted pada anak dan peluang peningkatan stunted terjadi
dalam 2 tahun pertama kehidupan.
Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab
tidak langsung yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan
perkembangan janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan menyebabkan
janin mengalami intrauterine growth retardation (IUGR), sehingga bayi
akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan.
Factor penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh factor langsung
maupun tidak langsung. Penyebab langsung stunting adalah pemberian
asupan gizi da nada banyak penyakit infeksi sedangkan penyebab tidak
langsung adalah pemberian ASI dan MP-ASI, kurang pengetahuan orang
tua, faktor ekonomi, rendahnya pelayanan kesehatan dan masih banyak
faktor lainnya (Mitra, 2015).
Gizi buruk kronis (stunting) tidak hanya disebabkan oleh satu faktor
saja seperti yang telah dijelaskan diatas, tetapi disebabkan oleh banyak
faktor, dimana faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu sama
lainnnya. Terdapat tiga faktor utama penyebab stunting yaitu sebagai
berikut :
1. Asupan makanan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi
dalam makanan yaitu karbohidrat, protein,lemak, mineral, vitamin, dan
air).
2. Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR),
3. Riwayat penyakit.
C. PATOFISIOLOGI
Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan akibat
akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari
kehamilan sampai usia 24 bulan. Keadaan ini diperparah dengan tidak
terimbanginya kejar tumbuh yang memadai (Mitra, 2015). Masalah
stunting terjadi karena adanya adaptasi fisiologi pertumbuhan atau non
taologis, karena penyebab secara langsung adalah masalah asupan
makanan dan tingginya penyakit infeksi kronis terutama ISPA dan diare,
sehingga memberi dampak terhadap proses pertumbuhan balita (Sudirman,
2018).
Pada balita dengan kekurangan gizi akan menyebabkan
berkurangnya lapisan lemak dibawah kulit hal ini terjadi karena kurangnya
asupan gizi sehingga tubuh memanfaatkan cadangan lemak ada, selain itu
imunitas dan produksi albumin juga ikut menurun sehingga balita akan
mudah terserang infeksi dan mengalami perlambatan pertumbuhan dan
perkembangan. Balita dengan gizi kurang akan mengalami peningkatan
kadar asam basa pada saluran cerna yang akan menimbulkan diare
(Maryuni, 2016).
Terjadinya stunting pada balita seringkali tidak disadari, masalah
gizi yang kronis pada balita disebabkan oleh asupan gizi yang kurang
dalam waktu yang cukup lama akibat orang tua atau keluarga tidak tahu
atau belum sadar untuk memberikan makanan yang
sesuai dengan kebutuhan gizi anaknya.
Pada ibu hamil juga terdapat 44,4% yang mengonsumsi energi di
bawah kebutuhan minimal dan 49,5% wanita hamil yang mengkonsumsi
protein dibawah kebutuhan minimal yang berdampak pada terhambatnya
pertumbuhan janin yang di kandung. Selain asupan yang kurang,
seringnya anak sakit juga menjadi penyebab terjadinya gangguan
pertumbuhan. Sanitasi lingkungan mempengaruhi tumbuh kembang anak
melalui peningkatan kerawanan anak terhadap penyakit infeksi. Anak yang
sering sakit akibat rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan kronis dan berdampak anak menjadi
pendek.
Kurangnya Asupan Nutrisi Pre Natal/Post Sosial ekonomi Defisiensi pengetahuan tentang Kegagalan menyusui
Natal rendah nutrisi
Stunting
Daya tahan Asupan nutrisi Asupan nutrisi Nutrisi tidak adekuat Nutrisi tidak adekuat Penurunan jumlah
tubuh menurun kurang dari kurang dari protein
kebutuhan tubuh kebutuhan tubuh
Penurunan perfusi Intake output
Rentan terkena jaringan tidak seimbang Energi menurun
bakteri/alergen Kebutuhan tubuh O2 menurun
terus meningkat Cadangan protein
Hipoperfusi ginjal Metabolisme
Kuman berlebih Jaringan serebral otot terpakai
anaerob
dalam bronkus hipoksia terus menerus
Mengambil
cadangan makanan Penurunan
Defisit Nutrisi Konsentrasi asam
Proses dibawah kulit produksi urin
Gangguan amino rendah
peradangan
Perfusi Jaringan
Hilangnya lemak
Serebral Gangguan Eliminasi Tubuh kehilangan
subkutan
Akumulasi sekret Urin energi terus
di bronkus menerus
Kulit kering, keriput
Energi tidak adekuat
Bersihan Jalan Gangguan Integritas
Nafas Tidak Kulit Kelemahan jaringan otot dan tulang
Efektif
Gangguan Tumbuh Kembang
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut kementrian desa, (2017) balita stunting dikenali dengan tdan dan
gejala sebagai berikut :
1. Pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah 5
cm/tahun.
2. Kecepatan tumbuh tinggi badan <4cm/tahun kemungkinan ada
kelainan hormonal.
3. Umur tulang bisa normal atau terlambat untuk umurnya.
4. Tanda pubertas terlambat
5. Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar
6. Pertumbuhan gigi terlambat
7. Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam
8. Tidak banyak melakukan kontak mata
9. Pertumbuhan melambat
10. Wajah tampak lebih muda dari usianya
G. DAMPAK
Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ),
sehingga prestasi belajar menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan
sekolah. Apabila mencari pekerjaan, peluang gagal tes wawancara
pekerjaan menjadi besar dantidak mendapat pekerjaan yang baik, yang
berakibat penghasilan rendah (economic productivity hypothesis) dan
tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan. Karena itu anak yang menderita
stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi
juga pada kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa,
sehingga akan menjadi beban negara. Selain itudari aspek estetika,
seseorang yang tumbuh proporsional akan kelihatan lebih menarik dari
yang tubuhnya pendek.
Stunting yang terjadi pada masa anak merupakan faktor risiko
meningkatnya angka kematian, kemampuan kognitif, dan perkembangan
motorik yang rendah serta fungsi-fungsi tubuh yang tidak seimbang (Allen
& Gillespie,2018). Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi pada
masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya dan
sulit diperbaiki. Masalah stunting menunjukkan ketidakcukupan gizi
dalam jangka waktu panjang, yaitu kurang energi dan protein, juga
beberapa zat gizi mikro.
Dampak yang ditimbulkan stunting dapat dibagi menjadi dampak
jangka pendek dan jangka panjang.
1. Dampak Jangka Pendek.
a. Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian;
b. Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak
optimal; dan
c. Peningkatan biaya kesehatan
2. Dampak Jangka Panjang.
a. Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek
dibandingkan pada umumnya);
b. Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya;
c. Menurunnya kesehatan reproduksi;
d. Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa
sekolah; dan
e. Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal.
H. PENCEGAHAN STUNTING
1. Penanggulangan stunting pada pertumbuhan bayi. Penanggulangan
stunting yang paling efektif dilakukan pada seribu hari pertama
kehidupan, yaitu :
a. Pada ibu hamil
Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara terbaik
dalam mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat makanan
yang baik,sehingga apabila ibu hamil dalam keadaan sangat kurus
atau telah mengalami Kurang Energi Kronis (KEK), maka perlu
diberikan makanan tambahan kepada ibu hamil tersebut. Setiap ibu
hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal 90 tablet
selama kehamilan. Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak
mengalami sakit.
b. Pada saat bayi lahir
Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi
lahir melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Bayi sampai
dengan usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI Eksklusif).
c. Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun
Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping
ASI (MP-ASI). Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi
berumur 2 tahun atau lebih. Bayi dan anak memperoleh kapsul
vitamin A, taburia, imunisasi dasar lengkap.
2. Pencegahan stunting pada pertumbuhan bayi
a. Kebutuhan gizi ibu saat hamil
Pada seorang wanita dewasa yang sedang hamil, kebutuhan gizinya
digunakan untuk kegiatan rutin dalam proses metabolisme tubuh,
aktivitas fisik, serta menjaga keseimbangan segala proses dalam
tubuh. Proses yang rutin juga diperlukan energi dan gizi tambahan
untuk perkembangan jaringan baru yaitu janin, plasenta, uterus,
serta kelenjar mammae. Ibu hamil dianjurkan makan secukupnya
dan bervariasi sehingga kebutuhan akan aneka macam zat gizi bias
terpenuhi. Makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah
makanan yang mengandung zat pertumbuhan atau pembangun
yaitu protein, selama itu juga perlu tambahan vitamin dan mineral
untuk membantu proses pertumbuhan.
b. Kebutuhan gizi ibu saat menyusui
Jumlah makanan untuk ibu yang sedang menyusui lebih besar
dibanding dengan ibu hamil, akan tetapi kualitasnya tetap sama.
Pada ibu menyusui diharapkan mengkonsumsi makanan yang
bergizi dan berenergi tinggi, seperti diisarankan untuk minum susu
sapi, yang bermanfaat untuk mencegah kerusakan gigi serta tulang.
Susu untuk memenuhi kebutuhan kalsium dalam ASI. Jika
kekurangan unsur ini maka terjadi dari jaringan (deposit) dalam
tubuh, akibatnya ibu akan mengalami kerusakan gigi. Kadar air
dalam ASI sekitr 88 gr %. Maka ibu yang sedang menyusui
dianjurkan untuk minum sebanyak 2 – 2,5 liter (8-10gelas) air
sehari, di samping bisa juga ditambah dengan minum air buah.
1) Kebutuhan Gizi Bayi 0 – 12 bulan
Pada usia 0 – 6 bulan sebaiknya bayi cukup diberi Air Susu
Ibu (ASI).ASI adalah makanan terbaik bagi bayi mulai dari
lahir sampai kurang lebih umur 6 bulan. Menyusui sebaiknya
dilakukan sesegara mungkin setelah melahirkan. Pada usia ini
sebaiknya bayi disusui selama minimal 20 menit pada masing-
masing payudara hingga payudara benar-benar kosong. Apabila
hal ini dilakukan tanpa membatasi waktu dan frekuensi
menyusui,maka payudara akan memproduksi ASI sebanyak
800 ml bahkan hingga 1,5 – 2 liter perhari.
2) Kebutuhan Gizi Anak 1 – 2 tahun
Ketika memasuki usia 1 tahun, laju pertumbuhan mulai
melambat tetapi perkembangan motorik meningkat, anak mulai
mengeksplorasi lingkungan sekitar dengan cara berjalan kesana
kemari, lompat, lari dan sebagainya. Namun pada usia ini anak
juga mulai sering mengalami gangguan kesehatan dan rentan
terhadap penyakit infeks seperti ISPA dan diare sehingga anak
butuh zat gizi tinggi dan gizi seimbang agar tumbuh
kembangnya optimal. Pada usia ini ASI tetap diberikan. Pada
masa ini berikan juga makanan keluarga secara bertahap sesuai
kemampuan anak. Variasi makanan harus diperhatikan.
Makanan yang diberikan tidak menggunakan penyedap, bumbu
yang tajam, zat pengawet dan pewarna.
I. PENATALAKSANAAN
Menurut khoeroh dan Indriyanti, 2017 beberapa cara pengobatan pada
stunting antara lain :
1. Kalsium
Kalsium berfungsi dalam pembentukan tulang serta gigi, pembekuan
darah dan kontraksi otot. Bahan makanan sumber kalsium antara lain :
ikan teri kering, belut, susu, keju, kacang-kacangan
2. Yodium
Yodium sangat berguna bagi hormon tiroid dimana hormon tiroid
mengatur metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan tubuh.
Yodium juga penting untuk mencegah gondok dan kekerdilan. Bahan
makanan sumber yodium : ikan laut, udang, dan kerang
3. Zink
Zink berfungsi dalam metabolisme tulang, penyembuhan luka,fungsi
kekebalan dan pengembangan fungsi reproduksi laki-laki. Bahan
makanan sumber zink : hati, kerang, telur dan kacang-kacangan.
4. Zat Besi
Zat besi berfungsi dalam sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan otak,
dan metabolisme energi. Sumber zat besi antara lain: hati, telur,ikan,
kacang-kacangan, sayuran hijau dan buah-buahan.
5. Asam Folat
Asam folat terutama berfungsi pada periode pembelahan
dan pertumbuhan sel, memproduksi sel darah merah dan mencegah
anemia. Sumber asam folat antara lain : bayam, lobak, kacang-
kacangan, sereal dan sayur-sayuran.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat Keluhan Utama
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan
gangguan pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin
turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain
yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
2. Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal,
hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola
kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik,
kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-
lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat
pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein
dan kalori dalam waktu relatif lama).
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga,
lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan
anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur
dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-
lain.
4. Riwayat penyakit alergi
Meliputi pengkajian terkait riwayat alergi yang dimiliki pasien,
untuk mencegah terjadinya keslahan dalam melakukan
pemberian obat, makanan dll.
5. Riwayat imunisasi
Meliputi pengkajian terkait riwayat imunisasi apa saja yang
sudah didapatkan, pada usia berapa saja mendapatkan
imunisasi tesebut dan reaksi pasca imunisasi.
6. Riwayat tumbuh kembang
a. Riwayat prenatal : meliputi pengkajian terkait kehamilan
anak seperti keluhan yang dialami saat hamil, riwayat
pengobatan, asupan nutrisi saat hamil.
b. Riwayat natal : meliputi pengkajian terkait riwayat
kelahiran anak, dan kendala selama melahirkan.
c. Riwayat post natal : meliputi pengkajian terkait kondisi
anak setelah dilahirkan.
d. Pertumbuhan : anak usia 1- 3 tahun
1) Tinggi dan berat badan
Menurut Kementerian Kesehatan RI, tinggi badan ideal
anak berusia satu tahun adalah 68,9-79,2 sentimeter
(perempuan) dan 71-80,5 sentimeter (laki-laki).
Sedangkan berat badan idealnya adalah 7-11,5 kilogram
(perempuan) dan 7,7-12 kilogram (laki-laki).
2) Perubahan fisik
Di usia ini, kekuatan otot dan keseimbangan Si Kecil
sudah berkembang sehingga memudahkannya untuk
berdiri tanpa bantuan siapapun selama beberapa saat. Ia
juga sudah bisa mengambil benda kecil di antara ibu
jari dan jari telunjuk. Kemampuan tersebut
memungkinkan dirinya untuk memberi makan sendiri,
menulis dengan krayon, dan membangun menara balok.
3) Kemampuan berkomunikasi
Si Kecil sudah bisa mengucapkan kata pertamanya,
bahkan menyatukan dua kata sekaligus. Misalnya
"mama", "papa", "mama kemana", dan kata lainnya.
Meskipun kosakatanya masih terbatas, di usia ini ia
sudah bisa melakukan perintah sederhana yang diminta
ibu. Misalnya memegang sendok sendiri, menumpuk
balok mainan, dan perintah sederhana lainnya.
4) Kemampuan Sosial
Tipikal anak berusia 1 tahun adalah malu saat bertemu
orang baru atau yang tidak dikenalinya. Jadi, jangan
heran jika Si Kecil akan lebih senang berada di sekitar
ibu dan menangis saat ibu hendak meninggalkannya
sendirian.
e. Perkembangan : anak usia 1 – 3 tahun
1) Kemampuan Motorik
Anak berusia satu tahun umumnya sudah bisa berdiri
tegak tanpa bantuan orang lain dan bisa berjalan
perlahan. Ia juga sudah bisa bangun sendiri tanpa
bantuan ibu.
2) Kemampuan Bahasa
Biasanya pada usia ini ia sudah bisa merespon
pertanyaan yang diberikan ibu meskipun kosakata yang
dimilikinya masih terbatas. Misalnya ia bisa
menganggukan kepala atau menggoyangkan tangan
untuk merespon pertanyaan. Ia juga sudah mencoba
mengikuti kata-kata seperti mengucap “Mama” atau
“Ibu”.
3) Kemampuan Kognitif
Pada usia ini ibu mesti berhati-hati karena si kecil sudah
pandai meniru gerakan orang di sekitarnya. Ia juga
sudah bisa memindahkan beberapa barang, minum dari
gelas, serta melakukan perintah sederhana yang diminta
ibu.
f. Perkembangan psikososial
Perkembangan psikososial menurut Ericson untuk anak usia
18 bulan – 3 tahun adalah Otonomi vs Malu dan Ragu –
ragu (Autonomy vs Shame and Doubt,) Kemampuan anak
untuk melakukan beberapa hal pada tahap ini sudah mulai
berkembang, seperti makan sendiri, berjalan, dan berbicara.
Kepercayaan yang diberikan orang tua untuk
memberikannya kesempatan bereksplorasi sendiri dengan
dibawah bimbingan akan dapat membentuk anak menjadi
pribadi yang mandiri serta percaya diri. Sebaliknya, orang
tua yang terlalu membatasi dan bersikap keras kepada anak,
dapat membentuk sang anak berkembang menjadi pribadi
yang pemalu dan tidak memiliki rasa percaya diri, dan juga
kurang mandiri. Anak dapat menjadi lemah dan tidak
kompeten sehingga selalu merasa malu dan ragu – ragu
terhadap kemampuan dirinya sendiri.
g. Perkembangan psikoseksual
Perkembangan psikoseksual menurut sigmund freud untuk
anak usia 1 – 3 tahun adalah pada fase anal. Pada tahap anal
freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada
pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik
utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet. Anak harus
belajar mengendalikan kebuthan tubuhnya. Menurut freud
keberhasilan pada tahap ini tergantung cara orang tua
melakukan pendekatan pelatihan toilet pada anak. Orang
tua yang memanfaatkan pujian dan penghargaan untuk
menggunakan toilet pada saat yang tepat mendorong hasil
yang positif dan membantu anak – anak agar merasa
mampu dan produktif.
7. Pemeriksaan fisik
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga,
lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan
anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur
dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-
lain. Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head
to too yang meliputi:
a. keadaan umum meliputi status kesadaran dan tanda-tanda
vital
b. pmeriksaan fisik head to toe dimulai dari
1) Kepala : kesimetrisan, bentuk kepala, persebaran
rambut, warna rambut,
2) Mata : kesimetrisan, warna kornea, reaksi pupil, adakah
edema atau luka.
3) Telinga : kesimetrisan, bentuk telinga, adakah lesi, luka
perdarahan atau edema
4) Hidung : kesimetrisan, adakah polip, perdarahan, edem
5) Mulut : membran mukosa, keadaan gigi, gusi, caries
6) Leher : kesimetrisan, adakah JVD, defisensi trakea
7) Dada , paru – paru : kesimetrisan, bentuk dada, adakah
otot bantu nafas, adanya suara nafas tambahan
8) Jantung : adakah ictus cordis, suara bunyi jantung dan
suara bunyijantung tambahan
9) Abdomen : bentuk abdomen, adakah massa atau
benjolan, nyeri tekan
10) Genetalia : kebersihan, adakah lesi, benjolan atau nyeri
tekan
11) Punggung atau tulang belakang : adakah lesi atau
kelaina bentuk tulang belakang, nyeri tekan atau fraktur
12) Ekstermitas : kesimetrisan otot, adakah deformitas,
fraktur, luka, edema
13) Neurologi
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d sekresi tertahan
2. Gangguan integritas kulit b/d perubahan status nutrisi
3. Risiko perfusi serebral tidak efektif b/d keabnormalan masa
protombin
4. Gangguan eliminasi urin b/d imaturitas
5. Defisit nutrisi b/d keengganan makan
6. Gangguan tumbuh kembang b/d ketidakmampuan fisik
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI
HASIL
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas
nafas tidak tindakan keperawatan
1. Monitor pola nafas
efektif b/d selama 3 X 12 jam
2. Monitor bunyi nafas
sekresi tertahan didapatkan kriteria hasil
tambahan
bersihan jalan nafas
3. Monitor sputum
1. Batuk efektif 4. Posisikan semi fowler
2. Produksi sputum 5. Lakukan fisioterapi
3. Wheezing dada jika perlu
4. Ronkhi 6. Lakukan penghisapan
5. Dispnea lendir kurang dari 15
detik
7. Berikan oksigen, jika
perlu
8. Ajarkan teknik batuk
efektif
2 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
b/d keengganan keperawatan selama 3 x 12 1. Identifikasi status
makan jam didapatkan kriteria nutrisi
hasil status nutrisi : 2. Identifikasi alergi
1. Berat badan dan intoleransi
2. IMT makanan
3. Frekuensi makan 3. Identifikasi makanan
4. Nafsu makan yang disukai
5. Membrane mukosa 4. Identfikasi
kebutuhan kalori dan
jenis nutrient
5. Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
6. Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
7. Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
8. Anjurkan posisi
duduk
9. Ajarkan diet yang
diprogramkan
10. Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan
(antlemetik)
Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tunggal. 2017. Buku Saku Desa dalam
Penanganan Stunting. Jakarta : Kementrian Desa
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1. Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1. Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1. Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia
http://www.infogizi.com/94/pencegahan-dan-pengobatan-gizi-buruk-pada-
anak.html