Dosen Pembimbing
HJ.ERPITA YANTI.SKM.M.MKES
Disusun Oleh
2020
Kata Pengantar
Dan saya mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen, ibuk yang
telah memberikan tugas ini saya
KATA PENGANTAR…………………………………………………………2
DAFTAR ISI……………………...………………………………………….....3
BAB I PENDAHULUAN………….…………………………………………...4
1. Latar belakang
2. Rumusan masalah
3.Tujuan penulisan
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………..……5
A.Masalah-Masalah Gizi……………………..………………..5
1.Definisi Masalah Gizi………………………………………………………
2.Masalah gizi di indonesia………………………………………………….
3.Cara mengatasi masalah gizi pada msyarakat…………………………...
B.Peran Perawat Sebagai Penyuluh Gizi…………….14
5.Peran Perawat…………………………………………………………
6.Peran advokat……………………………………………………….
7.Peran edukator………………….………
8.Peran kolabolator……………….…………
9.Peran coordinator ……………………………………………………….
10.konsultan ……………………………………………………….
11.Peran pembaru ……………………………………………………….
C.Aplikasi Ilmu Gizi dalam keperawatan……….….21
BAB III PENUTUP…………………………………….…………………..
1.kesimpulan………………………………….…………………………….
2.Saran……………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah Apa saja isu-isu
mengenai masalah-masalah gizi yang terdapat di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
1.Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan definisi masalah gizi.
b. Mendeskripsikan masalah gizi di Indonesia.
c. Mendeskripsikan cara mengatasi masalah gizi pada masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.MASALAH-MASALAH GIZI
1. Primer
a) Susunan makanan yang salah
b) Penyedia makanan yang kurang baik
c) Kemiskinan
d) Ketidaktahuan tentang nutrisi dan kebiasan makan yang salah
2. Penyebab Sekunder :
a) Gangguan pencernaan (seperti malabsorbsi, gizi tidak baik, kelainan
struktur
saluran).
b) Gangguan psikologis.
Kekurangan Energi Protein merupakan masalah gizi utama di
Indonesia. Keadaan ini banyak diderita oleh balita. Anak balita dengan
KEP tingkat berat akan menunjukan tanda klinis kwaskiokhor dan
marasmus. Masalah KEP sebenarnya hampir selalu berhubungan dengan
masalah pangan. Berdasarkan data Susenas, dari 5 juta anak (27%), 3,6
juta anak (19,2 %) mengalami KEP. KEP disebabkan oleh multifaktor yang
saling terkait sinergis secara klinis maupun lingkungannya. Pencegahan
hendaknya meliputi faktor secara konsisten.
2. Kelangsungan Hidup
Wanita hamil didaerah Endemik GAKY akan mengalami
berbagai gangguan kehamilan antara lain :
a. Abortus
b. Bayi Lahir mati
c. Hipothryroid pada Neonatal
Penyebab tingginya kasus GAKY adalah disebabkan karena beberapa hal
diantaranya :
1. Masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk menggunkan garam
beryodium
2. Masih rendahnya pengetahuan masyarakat akan mamfaat garam
beryodium
3. Garam Non Yodium masih banyak beredar ditengah masyarakat.
4. Adanya perbedaan harga yang relatif besar antara garam yang
beryodium
dengan garam non yodium.
5.Pengawasan mutu garam yodium belum dilaksanakan secara
menyeluruh dan
terus menerus serta belum adanya sangsi tegas bagi produksi garam
non
yodium.
6.Pendistribusian garam beryidium masih belum merata terutama untuk
daerah-
daerah terpencil.
Anemia gizi besi ini timbul akibat kosongnya cadangan zat besi
tubuh sehingga cadangan zat besi untuk eritropoesis berkurang yang
menyebabkan kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal.
Prevalensi anemia gizi besi di Indonesia cukup tinggi. Menurut data yang
dikeluarkan Depkes RI, pada kelompok usia balita prevalensi anemia gizi
besi pada tahun 2001 adalah 47,0%, kelompok wanita usia subur 26,4%,
sedangkan pada ibu hamil 40,1%.
Mengingat, 1 dari 2 orang di Indonesia beresiko anemia. Lebih
memprihatinkan lagi, prevalensi anemia terjadi bukan hanya pada orang
dewasa, namun juga sudah menyerang anak-anak.Penyebab anemia atau
yang biasa disebut kalangan awam dengan penyakit kurang darah, selain
kekurangan gizi juga adanya penyakit yang merusak sel darah
merah. Selain itu, Prevalensi ibu hamil yang terkena anemia sekitar 40-50
persen, hal ini berarti 5 dari 10 ibu hamil mengalami anemia.
Anemia gizi besi biasanya ditandai dengan menurunnya kadar Hb
total di bawah nilai normal (hipokromia) dan ukuran sel darah merah lebih
kecil dari normal (mikrositosis). Tanda-tanda ini biasanya akan
menggangu metabolisme energi yang dapat menurunkan produktivitas.
Penyebab anemia gizi besi bisa disebabkan oleh beberapa hal. Seperti
kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, menderita
penyakit ganguan pencernaan sehingga menggangu penyerapan zat besi.
Terjadi luka yang menyebabkan pendarahan besar, persalinan,
menstruasi, atau cacingan serta penyakit kronis seperti kanker, ginjal dan
penyakit.
e. Obesitas
Penanganan bagi para penderita kurang gizi yang paling utama yakni
dengan pemberian nutrisi secara layak dan mencukupi, mulai dari menu
karbohidrat layaknya dalam bentuk nasi dan roti, protein dalam segala
jenis lauk pauk baik dari nabati seperti tahu ataupun dari hewani layaknya
menu olahan telur dan seterusnya, perhatikan pula kandungan asupan
vitamin yang bisa diperoleh dari ragam jenis sayuran atau juga pada
buah-buahan segar, pemberian susu yang kaya akan nutrisi mencukupi
juga layak dijadikan pilihan, yang pasti pemberian asupan nutrisi
mencukupi haruslah dilakukan secara berkala dan kontinyu, hal ini demi
memaksimalkan adaptasi tubuh dalam penyerapan nutrisi secara
maksimal
Perhatikan pula untuk pencegahan maka asupan nutrisi pada kalangan
tertentu semisal ibu hamil dan menyusui haruslah ditingkatkan sesuai
dengan kebutuhan yang mencukupi demi terhindar dari hal yang tak
diinginkan selanjutnya, karena bagaimanapun dua kondisi ini pada
umumnya membuat para wanita utamanya memiliki beban yang memebihi
dari waktu biasanya jadi perlu untuk diberikan perhatian khusus lebih
lanjut.
b. Lakukan pengobatan
Prosedur yang satu ini harus dilakukan secara spesifik apabila memang
ditemukan gejala penyakit yang memang melatarbelakangi munculnya
kekurangan gizi tersebut, semisal pengobatan secara intensif pada diare
lantaran infeksi maupun permasalahan pencernakan lain yang
berhubungan langsung dengan sistem serap nutrisi pada tubuh yang
umumnya terletak pada saluran usus, fokus terapi untuk penyakit pemicu
ini akan semakin dapat memaksimalkan pula penanganan pada gejala
kekurangan gizi secara sekaligus.
5. Peran Perawat
Merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai dengan kedudukan dan system, dimana dapat
dipengaruhi oleh keadaan social baik dari profesi perawat maupun dari
luar profesi keperawatan yang bersifat konstan.
Pemberi Asuhan Keperawatan
Perawat sebagai pelaku/pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat
memberikan pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak
langsung kepada klien. Contohnya menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang meliputi : melakukan pengkajian dalam upaya
mengumpulkan data dan informasi yang benar, menegakkan diagnosa
keperawatan berdasarkan hasil analisis data, merencanakan intervensi
keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah yang muncul dan
membuat langkah/cara pemecahan masalah, melaksanakan tindakan
keperawatan sesuai dengan rencana yang ada dan melakukan
evaluasi berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilakukan.
6. Peran Advokat
Peran ini dilakukan oleh perawat dalam membantu klien dan
keluarga dalam menginterprestasikan berbagai informasi dari pemberi
pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan
persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien,
juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien
yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi
tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya
sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian (A. Aziz
Alimul Hidayat, 2007). Sebagai contoh, perawat memberikan informasi
tambahan bagi klien yang sedang berusaha untuk memutuskan
tindakan yang terbaik baginya (Potter & Perry, 2005). Contoh dari
peran perawat sebagai pelindung adalah perawat harus
memperhatikan pola makan pada pasien diabetes melitus agar kadar
gula (glukosa) tidak meningkat.
7. Peran Edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan
tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang
diberikan,
sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan
pendidikan kesehatan (A. Aziz Alimul,2007).
Sebagai pendidik klien, perawat membantu klien meningkatkan
kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan
keperawatan dan tindakan medik yang diterima sehingga
klien/keluarga dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang
diketahuinya. Sebagai pendidik, perawat juga dapat memberikan
pendidikan kesehatan kepada kelompok keluarga yang beresiko tinggi,
kader kesehatan, dan lain sebagainya.Contohnya perawat
memberikan pendidikan tentang gizi yang baik untuk penderita
diabetes militus kepada pasien diabetes dan keluarganya.
8. Peran Kolaborator
Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain
berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan
termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk
pelayanan selanjutnya. Contohnya perawat bekerja sama dengan ahli
gizi untuk pemenuhan gizi pasien agar sesuai dengan yang
diharapkan.
9. Peran Koordinator
peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan
serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan
sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai
dengan kebutuhan klien (A. Aziz Alimul Hidayat, 2007). Selain itu
Adanya berbagai tempat kerja, perawat dapat memilih antara peran
sebagai menejer asuhan keperawatan atau sebagai perawat asosiat
yang melaksanakan keputusan menejer (Manthey, 1990). Sebagai
menejer, perawat mengoordinasikan dan mendelegasikan tanggung
jawab asuhan dan mengawasi tenaga kesehatan lainnya (Potter &
Perry, 2005).Contohnya perawat dapat bertukar pendapat dengan ahli
gizi bagaimana cara mengatur gizi yang baik.
10. Konsultan
Sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada klien konsep
dan data-data tentang kesehatan, mendemonstrasikan prosedur
seperti aktivitas perawatan diri, menilai apakah klien memahami hal-
hal yang dijelaskan dan mengevaluasi kemajuan dalam pembelajaran.
Perawat menggunakan metode pengajaran yang sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan sumber-sumber
yang lain misalnya keluarga dalam pengajaran yang direncanakannya.
Contohnya seorang pasien berkonsultasi dengan perawat, maka
perawat tersebut harus bisa menjawab dan menjelaskan apa yang
ditanyakan oleh pasien tersebut.
11. Peran Pembaru
Perawat dapat berperan sebagai inavator terhadap individu
keluarga dan masyarakat dalam merubah perilaku dan pola hidup yang
berkaitan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan.
Contohnya perawat dapat melakukan perubahan kepada pasien untuk
menjalani pola hidup yang lebih baik lagi misalnya dari memakan
makanan yang bergizi, olahraga yang cukup, dan sebagainya.
A. Ilmu Gizi
Ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang
makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal. Di satu sisi ilmu
gizi berkaitan dengan makanan dan disisi lain berkaitan dengan tubuh
manusia. Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk
melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan
memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Zat gizi
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1) Zat gizi makro
Zat gizi makro adalah zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam
jumlah besar untuk menjalankan fungsinya dalam tubuh yang berfungsi
untuk keperluan pertumbuhan sel atau jarunagn, fungsi pemeliharaan
ataupun aktivitas tubuh. Contohnya: karbohidrat, protein, dan lemak.
2) Zat gizi mikro
Zat gizi mikro adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah
sedikit. Contohnya: air, mineral, dan vitamin
B. Untuk Hidup Tubuh Membutuhkan Zat Gizi
Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi atau
unsure ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat zizi oleh tubuh, yang
berguna bila dimasukkan kedalan tubuh. Bahan makanan:
1) Bahan makanan pokok berfungsi: sumber utama energi dan sumber
protein.
2) Bahan makanan lauk pauk berfungsi: sumber utama protein.
3) Bahan makanan sayur dan buah berfungsi: sumber vitamin dan mineral
serta sumber energi.
C. Kebutuhan dan Kecukupan Gizi
Kebutuhan zat gizi menggambarkan banyaknya zat gizi minimal yang
diperlukan oleh setiap manusia agar dapat hidup sehat.
Kecukupan gizi:
Kualitatif: nilai social, citarasa, ragam, dan jenis.
Kuantitatif: banyaknya kandungan gizi dalam makanan
Kebutuhan:
Lima kelompok besar
45-50 macam zat gizi
- Energi: 50-60% KH, 12-15% Protein, <30% lemak.
- 10 asam amino esensial
- 3 lemak esensial
- 14 macam vitamin
- 15-19 mineral
- Serat dan Air
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi yaitu:
1) Umur
2) Faktor fisiologi tubuh
3) Aktifitas/kegiatan
4) Jenis kelamin
5) Ukuran tubuh
6) suhu/iklim
D. Menilai Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan
dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang,
baik, dan lebih.
Cara Menilai Status Gizi:
1) Pengukuran antropometri yaitu ukuran tubuh (seperti: TB, BB, dan LILA
2) Pemeriksaan gejala-gejala klinik
3) Pemeriksaan biokimia darah
Tujuan pengukuran status gizi:
1) Pemantauan status gizi
2) Survey gizi
3) Skrining
Masalah-masalah gizi:
1. Anemia gizi
Penyebab: jumlah Fe tidak cukup dalam makanan, absorbs Fe rendah,
kebutuhan naik, kehilangan darah.
Program intervensi: pemberian tablet besi pada ibu hamil, penyuluhan
gizi. Dan fortifikasi makanan
2. Kekurangan vitamin A
Penyebab: keadaan social ekonomi, ketidaktahuan, akibat infeksi, dan
kekurangaa ASI.
Program intervensi: distribusi kapsul vitamin A pada anak-anak, fortifikasi
makanan.
3. Gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI)
Akibat gaki: pembesaran kelenjer iodium, gangguan pertumbuhan,
gangguan mental dan gangguan neoro motor.
Intervensi: program odisasi garam, program penyumtikan preparat
beriodium dan penyuluhan.
4. Obesitas
Akibat: PJK, kanker, diabetes mellitus.
Zat gizi yang dibutuhkan:
1. Makronutrien
Hidrat arang, protein lemak, termasuk sam lemak tidak jenuh
2. Mikronutrien
Yodium, besi, selenium, zink, vitamin,dll
I. Kasus klien Diabetes Mellitus dan Intervensi yang Dilakukan Perawat
yang Berkaitan dengan Gizi.
Diabetes melitus adalah gejala-gejala atau sindrom yang disebabkan
oleh ketidakseimbangan antara suplai insulin dengan kebutuhan tubuh.
(M.black 1997).
KEBUTUHAN ZAT GIZI PADA PENDERITA DIABETES
Perencanaan makan hendaknya dengan kandungan zat gizi yang
cukup dan disertai pengurangan total lemak terutama lemak jenuh.
Pengetahuan porsi makanan sedemikian rupa sehingga supan zat gizi
tersebar sepanjang hari. Penurunan berat badan ringan atau sedang (5 –
10 kg), sudah terbukti dapat meningkatkan kontrol diabetes, walaupun
berat badan idaman tidak dicapai. Penurunan berat badan dapat
diusahakan dicapai dengan baik dengan penurunan asupan energi yang
moderat dan peningkatan pengeluaran energi. Dianjurkan pembatasan
kalori sedang
yaitu 250-500 Kkal lebih rendah dari asupan rata-rata sehari.
Kubutuhan Zat Gizi Dapat Diuraikan Dibawah ini:
1. Protein.
Hanya sedikit data ilmiah untuk membuat rekomendasi yang kuat
tentang asupan protein orang dengan diabetes. ADA pada saat ini
menganjurkan mengkonsumsi 10% sampai 20% energi dari protein total.
Menurut konsensus pengelolaan diabetes di Indonesia kebutuhan protein
untuk orang dengan diabetes adalah 10 – 15% energi. Perlu penurunan
asupan protein menjadi 0,8 g/kg perhari atau 10% dari kebutuhan energi
dengan timbulnya nefropati pada orang dewasa dan 65% hendaknya
bernilai biologi tinggi.
2. Total Lemak.
Asupan lemak dianjurkan < 10% energi dari lemak jenuh dan tidak
lebih 10% energi dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan selebihnya
yaitu 60 – 70% total energi dari lemak tidak jenuh tunggak dan
karbohidrat. Distribusi energi dari lemak dan karbohidrat dapat berbeda-
beda setiap individu berdasarkan pengkajia gizi dan tujuan pengobatan.
Anjuran persentase energi dari lemak tergantung dari hasil pemeriksaan
glukosa, lipid, dan berat badan yang diinginkan.
Untuk individu yang mempunyai kadar lipid normal dan dapat
mempertahankan berat badan yang memadai (dan untuk pertumbuhan
dan perkembangan normal pada anak dan remaja) dapat dianjurkan tidak
lebih dari 30% asupan energi dari lemak total dan < 10% energy dari
lemak jenuh. Dalam hal ini anjuran asupan lemak di Indonesia adalah 20 –
25% energi. Apabila peningkatan LDL merupakan masalah utama, dapat
diikuti anjuran diet dislipidemia tahap II yaitu < 7% energi total dari lemaj
jenuh, tidak lebih dari 30% energi dari lemak total dan kandungan
kolesterol 200 mg/hari. Apabila peningkatan trigliserida dan VLDL
merupakan masalah utama, pendekatan yang mungkin menguntungkan
selain menurunkan berat badan dan peningkatan aktivitas adalah
peningkatan sedang asupan lemak tidak jenuh tunggal 20% energi
dengan < 10% masing energy masing-masing dari lemak jenuh dan tidak
jenuh ganda sedangkan asupan karbohidrat lebih rendah. Perencanaan
makan tinggi lemak tidak jenuh tunggal dapat dilakukan antara lain
dengan penggunaan nuts, alpukat dan minyak zaitun. Namun demikian
pada individu yang kegemukan peningkatan asupan lemak dapat
memperburuk kegemukannya. Pasien dengan kadar trigliserida > 1000
mg/dl mungkin perlu penurunan semua tipe lemak makanan untuk
menurunkan kadar
lemak plasma dalam bentuk kilomikron.
3. Lemak Jenuh dan Kolesterol.
Tujuan utama pengurangan konsumsi lemak jenuh dan kolestrol
adalah untuk
menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Oleh karena itu < 10%
asupan energi sehari seharusnya dari lemak jenuh dan asupan makanan
kolesterol makanan hendaknya dibatasi tidak lebih dari 300 mg perhari.
Namun demikian rekomendasi ini harus disesuaikan dengan latar
belakang budaya dan etnik.
4. Karbohidrat dan Pemanis.
Rekomendasi tahun 1994 lebih menfokuskan pada jumlah total
karbohidrat dari pada jenisnya. Rekomendasi untuk sukrosa lebih liberal,
menilai kembali fruktosa dan lebih konservatif untuk serat. Buah dan susu
sudah terbukti mempunyai respon glikemik menyerupai roti, nasi dan
kentang. Walaupun berbagai tepung-tepungan mempunyai respon
glikemik yang berbeda,
prioritas hendaknya lebih pada jumlah total karbohidrat yang dikonsumsi
dari pada sumber karbohidrat. Anjuran konsumsi karbohidrat untuk orang
dengan diabetes di Indonesia adalah 60– 70% energi.
5. Sukrosa.
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa penggunaan sukrosa sebagai bagian
dari perencanaan makan tidak memperburuk kontrol glukosa darah pada
individu dengan diabetes tipe 1 dan 2. Sukrosa dan makanan yang
mengandung sukrosa harus diperhitungkan sebagai pengganti karbohidrat
makanan lain dan tidak hanya dengan menambahkannya pada
perencanaan makan. Dalam melakukan substitusi ini kandungan zat gizi
dari makanan-makanan manis yang pekat dan kandungan zat gizi
makanan yang mengandung sukrosa harus dipertimbangkan, demikian
juga
adanya zat gizi-zat gizi lain pada makanan tersebut seperti lemak yang
sering dimakan bersama sukrosa. Mengkonsumsi makanan yang
bervariasi memberikan lebih banyak zat gizi dari pada makanan dengan
sukrosa sebagai satu-satunya zat gizi.
6. Pemanis.
a. Fruktosa menaikkan glukosa plasma lebih kecil dari pada sukrosa dan
kebanyakannya karbohidrat jenis tepung-tepungan. Dalam hal ini fruktosa
dapat memberikan keuntungan sebagai bahan pemanis pada diet
diabetes. Namun demikian, karena pengaruh penggunaan dalam jumlah
besar (20% energi) yang potensial merugikan pada kolesterol dan LDL,
fruktosa tidak seluruhnya menguntungkan sebagai bahan pemanis untuk
orang dengan diabetes. Penderita dislipidemia hendaknyamenghindari
mengkonsumsi fruktosa dalam jumlah besar, namun tidak ada alasan
untuk menghindari makanan seperti buah dan sayuran yang mengnadung
fruktosa alami ataupun konsumsi sejumlah sedang makanan yang
mengandung pemanis
fruktosa.
b. Sorbitol, mannitol dan xylitol adalah gula alkohol biasa (polyols) yang
menghasilkanrespon glikemik lebih rendah dari pada sukrosa dan
karbohidrat lain. Penggunaan pemanis tersebut secra berlebihan dapat
mempunyai pengaruh laxatif.
c. Sakarin, aspartam, acesulfame adalah pemanis tak bergizi yang dapat
diterima
sebagai pemanis pada semua penderita DM.
7. Serat.
Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama
dengan untuk orang yang tidak diabetes. Dianjurkan mengkonsumsi 20 –
35 g serat makanan dari berbagai sumber bahan makanan. Di Indonesia
anjurannya adalah kira-kira 25 g/hari dengan mengutamakan serat larut.
8. Natrium.
Anjuran asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan
penduduk biasa yaitu tidak lebih dari 3000 mg, sedangkan bagi yang
menderita hipertensi ringan sampai sedang, dianjurkan 2400 mg natrium
perhari.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa masalah gizi
merupakan hal yang komplek di Indonesia. Sampai saat ini ada lima
masalah gizi utama di Indonesia, yaitu Kurang Energi Protein (KEP),
Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat
Kekurangan Iodium (GAKI) dan Obesitas. Energi dan protein merupakan
zat gizi makro, sedangkan zat besi, vitamin A dan Iodium merupakan zat
gizi mikro. Banyak faktor yang mempengaruhi asupan gizi masyarakat
tersebut. Dari hari ke hari angka dari masalah-masalah di atas terus
meningkat, yang secara otomatis juga meningkatkan angka kematian
penduduk. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
kekurangan pangan, penyakit infeksi seperti cacingan, lingkungan yang
kurang bersih serta penyebab tidak langsung lainnya seperti pola asuh
orang tua.
Saran
Sebaiknya, untuk mengurangi angka kematian akibat masalah-
masalah gizi di atas pemerintah mengadakan program yang lebih efektif
dan berkesinambungan seperti, meningkatkan upaya kesehatan ibu untuk
mengurangi bayi dengan berat lahir rendah, meningkatkan program
perbaikan zat gizi mikro, meningkatkan program gizi berbasis
masyarakat, dan memperbaiki sektor lain yang treakit erat dengan gizi
(pertanian, air dan sanitasi, perlindungan, pemberdayaan masyarakat dan
isu gender), sehingga sedikit demi sedikit angka-angka akibat masalah
gizi di atas dapat dikurangi.
DAFTAR PUSTAKA
http://gusviaps.blogspot.com/2012/02/pengaplikasian-ilmu-gizi-dalam.html
https://nurse2d.wordpress.com/2016/09/20/peran-perawat-dalam-pemberian-gizi-
dan-diit/
https://www.academia.edu/34470816/MASALAH_GIZI_DI_INDONESIA_LAPO
RAN_ILMU_GIZI_DASAR