oleh
Kelompok 8 / Kelas A
1
MAKALAH
oleh
Intan Rahmawati 172310101001
Riyan Juwita I. 172310101031
Yahtarita Ulfia A. 172310101048
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan
Pada Anak Dengan Peradangan Sistem Respirasi : ISPA”. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak pada Fakultas
Keperawatan Universitas Jember.
1. Ns. Ira Rahmawati, M.Kep., Sp.Kep.An selaku penanggung jawab dan dosen
pembimbing mata kuliah Keperawatan Anak
2. Ucapan terimakasih penulis kepada teman-teman yang telah mendukung,
Penulis juga menerima kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak,
khususnya bagi penulis dan pembacanya
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................. ii
3.1 Pengkajian................................................................................... 10
.....................................................................................................
3.2 Diagnosa (NANDA).................................................................... 14
.....................................................................................................
3.3 Intervensi (NOC, NIC)................................................................ 15
BAB 5. Penutup............................................................................................... 25
iii
5.1 Simpulan...................................................................................... 25
.....................................................................................................
5.2 Rekomendasi Isu Menarik .......................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 27
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
(Ceria, 2016). Status gizi berperan dalam terjadinya penyakit. Hal ini erat
hubungannya dengan respon imunitas seorang anak. Penyakit ISPA juga
sering dikaitkan dengan kejadian malnutrisi dan stunting pada anak
(Maharani dkk., 2017). Tingkat infeksi pada balita memiliki hubungan
dengan riwayat ASI eksklusif. Bayi yang disusui selama 21 minggu lebih
besar tertular daripada bayi yang disusui 24 minggu. Sedangakan bayi yang
tidak diberikan ASI eksklusif lebih besar resiko tertular dari pada bayi yang
diberikan ASI ekskusif (Nur & Marissa, 2014).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum penyakit ISPA pada anak
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Dapat menjelaskan definisi ISPA
2. Dapat menjelaskan klasifikasi ISPA
3. Dapat menjelaskan patofisiologi ISPA
2
4. Dapat menjelaskan penatalaksanaan ISPA
5. Dapat menjelaskan pathway ISPA
6. Dapat membuat asuhan keperawatan ISPA pada anak
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Pembaca
Dapat menjadi sumber pembelajaran dan menambah pengetahuan
mengenai ISPA pada anak.
1.3.2 Bagi Penulis
Dapat membiasakan mahasiswa dalam penulisan makalah serta
memahami materi ISPA pada anak.
3
BAB II
STUDI LITERATUR
2.1. Definsi
ISPA sebagai penyebab utama kematian pada bayi dan balita yang
merupakan penyakit akut dan memerlukan penatalaksanaan yang tepat.
Program pemberantasan penyakit ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2
golongan yaitu pneumonia dan bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas
derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia ringan.
Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan
napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia (Hendarto
dkk., 2015).
2.2. Klasifikasi
- Klasifikasi ISPA adalah sebagai berikut (Wardani dkk, 2014):
4
1. Pneumonia merupakan sebuah proses terinfeksinya saluran napas
hingga mengenai jaringan paru-paru.
2. Bukan pneumoia dapat berupa common cold (batuk pilek),
pharingitis,tonsilitis serta infeksi pada telinga.
5
3. Batuk bukan pneumonia
Batuk bukan pneumonia merupakan anak penderita
batuk namun tidak disertai dengan nafas cepat serta tidak
terdapat tarikan pada dinding dada bagian bawah kedalam.
2.3. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus
dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke
atas sehingga virus masuk kedalam faring atau dengan suatu gerakan refleks
spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan. Iritasi virus pada kedua
lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur
lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar
mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan yang
berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal
gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk (Marni, 2014).
Dampak infeksi sekunder bakteri pun bisa menyerang saluran nafas
bawah,sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam
saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi
paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri. Penanganan penyakit
saluran pernafasan pada anak harus memperhatikan aspek imunitas saluran
nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian
besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada
umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan
limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imunmukosa. Dari uraian
di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat
tahap, yaitu (Marni, 2014).:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa
6
2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.
Timbul gejala demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat
meninggal akibat pneumonia.
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan
keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit
mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat
jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila
sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang
lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu
diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat
cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan
pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan
tanda-tanda laboratoris.
1. Tanda-tanda klinis :
a. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur
(apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis,
suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
b. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam,
hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.
c. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit
kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.
d. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
2. Tanda-tanda laboratoris
a. Hypoxemia
Hypoxemia adalah keadaan rendahnya kadar oksigen dalam
darah khususnya di arteri.
b. Hypercapnia
7
Hypercapnia adalah keadaan dimana tekanan karbon dioksida
dalam darah tidak normal.
c. Acydosis respiratorik
Acydosis respiratorik terjadi ketika kadar karbon dioksida dalam
tubuh berlebih.
2.4. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi dapat dengan diberikan
ibuprofen sebagai pereda nyeri, dan antipiretik seperti paracetamol
dan acetaminophen untuk menurunkan demam. Paracetamol
diberikan pada anak tablet 500 mg setiap 6 jam selama 2 hari. Selain
itu penderita ispa biasanya juga diberi vitamin c untuk meningkatkan
kekebalan tubuh. Pada penderita ispa juga diberikan antibiotik
berupa tablet kotrimoksazol, amoksilin, ampicilin atau prokain
penicilin (Khambali, 2017). Amoxicillin diberikan setiap 8 jam
dengan dosis pada anak (BB sampai dengan 20 kg) adalah 20-40
mg/kgBB. Berikan juga salbutambol oral sebagai bronkodilator yang
sapat mengatasi wheezing (mengi) sebanyak 3 kali selama 5 hari.
8
Tabel dosis pemberian pamol
c. Mengatasi demam
9
Pemeriksaan suhu tubuh dapat melalui thermometer yang
terstandar. Beberapa tindakan yang dapat mengatasi demam
antara lain, melakukan kompres, meningkatkan asupan cairan
atau ASI demi mencegah dehidrasi, menggunakan pakaian serta
selimut yang tipis untuk mengeluarkan panas yang ada di dalam
tubuh.
d. Fisioterapi
Teknik fisioterapi ini adalah dengan cara memberikan efek
terapeutik yang berfungsi untuk mengurangi nyeri, relaksasi
otot, mengurangi sesak napas, dan membantu pengeluaran
sputum yang berlebih dengan cara pemberian sinar infra red dan
chest therapy.
e. Oksigenasi
Pemberian oksigen yang dilembabkan pada pasien yang
menunjukan tanda sesak napas berat, hipoksemia (SaO 2 < 95%),
dan syok. Metode yang direkomendasikan adalah dengan kateter
nasal dengan kadar oksigen 30-40% (WHO, 2013). Apabila
tidak ada oksigen, anak perlu ditempatkan dalam ruangan
dengan kelembaban udara tinggi, sebaiknya dengan uap dingin
untuk mencairkan secret di tempat peradangan. Penggunaan
kateter nasal >2L/menit dengan maksimal 8-10 L/menit dapat
menurunkan perawatan di PICU bahkan mengurangi kebutuhan
obat sedasi.
10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Identitas klien terdiri dari nama, jenis kelamin, umur, tanggal lahir,
suku/bangsa, status perkawinan, pendidikan, alamat, nomor register, tanggal
datang ke rumah sakit, dan tanggal pengkajian.
11
Merupakan kronologis peristiwa terkait penyakit klien yang sekarang
dialami sejak klien mengalami keluhan pertama kalinya sampai klien
memutuskan ke rumah sakit. Kronologis kejadian yang harus diceritakan
meliputi waktu kejadian, cara/proses, tempat, suasana, manifestasi klinis,
riwayat pengobatan, persepsi tentang penyebab dan penyakit. Jika terdapat
keluhan nyeri maka disertai pengkajian nyeri PQRST. Biasanya tanda yang
awal muncul pada penderita ISPA adanya demam tinggi, batuk yang tidak
sembuh-sembuh, dan sesak nafas.
4. Riwayat Kesehatan terdahulu
Adanya riwayat penyakit yang pernah diderita oleh anak.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat keluarga ada tidaknya yang ISPA digambar melalui genogram
minimal 3 generasi terdahulu dan diberi tanda sesuai format yang ditentukan.
c. Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan.
1. Pola presepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien mendeskripsikan bagaimana pola kesehatan dan kesejahteraan klien.
Contohnya menjelaskan pada saat klien sakit apa klien lakukan memilih
berobat dengan meminum obat yang dibeli di warung atau ke klinik terdekat.
2. Pola Nutrisi dan Metabolik
Berisi tentang pola makan klien, berat badan, intake dan output makanan
makanan. Pada klien dengan ISPA biasanya pola makan yang dianut adalah
gizi yang seimbang.
3. Pola Eliminasi
Berisi tentang karakteristik urin dan feses yang dikeluarkan. Karakteristik
tersebut meliputi frekuensi, jumlah, warna, bau, berat jenis. Selain itu
gangguan BAK dan BAB perlu diperhatikan.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Klien dengan ISPA kurang beraktivitas klien biasanya merasakan lemas.
5. Pola istirahat dan tidur
Klien dengan ISPA kemungkinan akan terganggu saat istirahat karena klien
mengalami sesak.
6. Pola persepsi sensor dan kognitif
12
Saat pengkajian berlangsung klien dengan ISPA biasanya masih tetap sadar
dan mampu menjawab pertanyaan dengan baik.
13
Inspeksi : kepala simetris, perubahan distribusi rambut, dan kulit kepala
kering.
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal dibagian
kepala.
b) Mata
Inspeksi : teliti adanya edema periorbita, eksoftalmus (mata menonjol),
anemis (+), kesulitan memfokuskan mata, dan hilangnya alis mata.
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal pada kedua
mata.
c) Telinga
Inspeksi : tidak adanya kelainan pada telinga.
Palpasi : tidak adanya nyeri dan benjolan yang abnormal.
d) Hidung
Inspeksi : kebersihan terjaga
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan.
e) Mulut
Inspeksi : mukosa mulut kering, tidak terdapat karang gigi, dan lidah klien
bersih.
Palpasi : tidak ada masalah.
f) Leher
Inspeksi : leher simetris
Palpasi : tidak ada pembengkakan pada kelenjar tiroid dan pembesaran vena
jugularis.
g) Dada
Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung, secara umum bentuk
dada tidak ada masalah, pergerakan nafas cepat, krepitasi serta dapat dilihat
batas saat perkuasi didapatkan (bunyi perkusinya hipersonor). Pada
pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang denyut apeks atau dikenal
dengan siklus kordis dan aktivitas artikel, bunyi jantung lebih cepat.
h) Abdomen
Pemeriksaan abdomen meliputi pemeriksaan pada bentuk perut, dinding
perut, bising usus, kaji adanya nyeri tekan serta dilakukan palpasi pada organ
14
hati, limfa, ginjal, kandung kemih, yang ditentukan ada tidaknya nyeri pada
pembesaran pada organ tersebut, kemudian pada daerah anus, rectum, dan
genitalia.
i) Ekstremitas
Pemeriksaan anggota gerak dan neurologi meliputi adanya rentang gerak
keseimbangan dan gaya berjalan, biasanya pada klien dengan ISPA tidak
memiliki keluhan tentang ekstremitasnya.
j) Kulit dan kuku
Pemeriksaan warna kulit biasanya warna sesuai dengan warna kulit
normal, warna kuku merah muda serta CRT < 2 detik.
k) Keadaan lokal
Pengkajian terfokus pada kondisi local.
15
3.3 Intervensi (NOC, NIC)
16
normal).
2. Keseimbangan
ventilasi dan
perfusi
dipertahankan
pada skala 2
(deviasi cukup
berat dari
kisaran
normal)
ditingkatkan
ke skala 4
(deviasi
ringan dari
kisaran
normal.
17
an untuk klien dan kemampuan selanjutnya.
makan klien untuk 3. Mencegah adanya
dipertahankan memenuhi kebutuhan reaksi yang tidak
pada skala 3 gizi. diinginkan akibat
(cukup 3. Identifikasi adanya mengonsumsi makanan
terganggu) alergi makanan yang yang menyebabkan
ditingkatkan dimiliki klien. alergi.
pada skala 5 4. Ciptakan lingkungan 4. Lingkungan yang
(tidak yang optimal pada bersih akan membuat
terganggu). saat mengkonsumsi klien merasa nyaman
2. Rangsangan makan (mis, bersih, sehingga klien lebih
untuk makan berventilasi, santai, mudah mengkonsumsi
dipertahankan dan bebas dari bau makanan.
pada skala 3 yang menyengat). 5. Kebersihan mulut
(cukup 5. Lakukan atau bantu dapat memberikan
terganggu) klien terkait dengan nafsu makan yang
ditingkatkan perawatan mulut meningkat pada klien.
pada skala 5 sebelum makan. 6. Agar klien mau
(tidak 6. Anjurkan keluarga mengkonsumsi
terganggu). untuk membawa makanan dan
3. Merasakan makanan favorit klien meningkatkan nafsu
makanan sementara (klien) makan pada klien.
dipertahankan berada di rumah sakit
pada skala 3 atau fasilitas
(cukup perawatan yang
terganggu) sesuai.
18
ditingkatkan
pada skala 5
(tidak
terganggu).
4. Menyenangi
makanan
dipertahankan
pada skala 3
(cukup
tergangggu)
ditingkatkan
pada skala 5
(tidak
terganggu).
3 Minggu/ Hipertermi b.d Tujuan: Pengaturan suhu 1. Untuk mengetahui
15 penyakit (invasi Setelah dilakukan
1. Monitor suhu paling
status suhu klien α
September agen dalam tindakan meningkat atau Ns. Ulfi
2019 sirkulasi darah keperawatan tidak setiap 2 jam,
menurun.
sekunder selama 1x24 jam sesuai kebutuhan.
2. Dengan diberikan
terhadap suhu klien dapat 2. Anjurkan keluarga
kompres maka akan
inflamasi menurun. untuk melakukan
terjadi proses
pernafasan atas) Kriteria Hasil: kompres hangat.
konduksi/ terjadi
1. Penurunan 3. Berikan pengobatan
perpindahan panas
suhu antiperik sesuai
dengan bahan
dipertahankan kebutuhan.
perantara.
pada skala 3 4. Tingkatkan intake
3. Antipiretik dapat
19
(sedang) cairan dan nutrisi menurunkan suhu
ditingkatkan adekuat. tubuh.
pada skala 5 4. Intake cairan adekuat
(tidak ada). dapat mencegah
2. Denyut nadi dehidrasi.
dipertahankan
pada skala 3
(cukup
terganggu)
ditingkatkan
pada skala 5
(tidak
terganggu).
3. Melaporkan
kenyamanan
suhu
dipertahankan
pada skala 3
(cukup
terganggu)
ditingkatkan
pada skala 5
(tidak
terganggu).
20
4 Minggu/ Defisien Tujuan : Pengurangan 1. Agar klien merasa rileks
15 pengetahuan Setelah dilakukan kecemasan 2. Agar klien mengetahui Α
September b.d. asuhan 1. Gunakan pendekatan tindakan apa saja yang Ns. Ulfi
2019 ketidaktahuan keperawatan yang tenang dan akan dilakukan
tentang proses selama 1 x 24 jam meyakinkan. 3. Agar klien merasa
penyakit defisien 2. Jelaskan semua nyaman karena didampingi
pengetahuan
prosedur termasuk oleh keluarga
dapat teratasi
sensasi yang dirasakan 4. Agar klien tahu perilaku
Kriteria hasil :
1. faktor-faktor oleh klien pada keluarga yang sehat
penyebab dan 3. Dorong keluarga untuk 5. Untuk membiasakan
faktor yang mendampingi klien klien lebih adaptif
berkontribusi dengan cara yang tepat. terhadap kondisi saat ini
dipertahankan Bimbingan antisipatif
pada skala 2 4. Instruksikan klien dan
ditingkatkan ke keluarga mengenai
skala 5. perilaku dan
2. faktor risiko perkembangan dengan
dipertahankan cara yang tepat
pada skala 2 5. Latih teknik yang
ditingkatkan ke
digunakan untuk
skala 4.
beradaptasi terhadap
perkembangan situasi
krisis dengan klien secara
tepat.
5 Minggu/ Ansietas b.d. Tujuan : Pengurangan 1. Agar klien merasa rileks
15 defisien Setelah dilakukan kecemasan 2. Agar klien mengetahui α
21
September pengetahuan asuhan 1. Gunakan pendekatan tindakan apa saja yang Ns. Ulfi
2019 keperawatan yang tenang dan akan dilakukan
selama 1 x 24 jam meyakinkan. 3. Agar klien merasa
diharapkan 2. Jelaskan semua nyaman karena didampingi
ansietas klien dan prosedur termasuk oleh keluarga
keluarga dapat sensasi yang dirasakan 4. Agar klien tidak gelisah
teratasi.
oleh klien pada keluarga 5. Untuk membantu klien
Kriteria Hasil
3. Dorong keluarga untuk dalam peningkatan koping
1. Distres
dipertahankan mendampingi klien 6. Agar klien mengetahui
pada skala 2 dengan cara yang tepat. tindakan apa saja yang
ditingkatkan ke Peningkatan koping harus dilakukan sebagai
skala 5. 4. Gunakan pendekatan tindakan pencegahan
2. perasaan yang tenang dan
gelisah memberikan jaminan.
dipertahankan 5. Berikan suasana
pada skala 2 penerimaan.
ditingkatkan ke 6. Sediakan informasi
skala 5. actual mengenai
diagnosis, penanganan
dan prognosis.
6 Minggu/ Risiko infeksi Tujuan Manajemen Jalan 1. Agar klien lebih
15 berhubungan Setelah dilakukan Napas nyaman. α
September dengan ulserasi asuhan 1. Posisikan klien untuk 2. Agar klien lebih Ns. Ulfi
19 membran keperawatan memaksimalkan nyaman dalam
mukosa selama 3 x 24 jam ventilasi. bernafas.
diharapkan 2. Motivasi klien dalam 3. Agar mengetahui
22
kontrol risiko bernafas pelan dan frekuensi nafas klien.
dapat dilakukan batuk. 4. Untuk mengeluarkan
Kriteria Hasil 3. Monitor status mukus.
1. pernafasan. 5. Untuk mencegah
Mengidentifikasi 4. Buang sekret dengan penularan penyakit
faktor risiko memotivasi klien oleh klien
infeksi
untuk melakukan 6. Untuk mencegah
dipertahankan
batuk atau menyedot penyebaran penyakit
pada skala 2
ditingkatkan ke lender pada orang lain.
skala 5 Kontrol infeksi
2. Memonitor 5. Anjurkan klien
faktor di mengenai mencuci
lingkungan yang tangan dengan tepat
berhubungan 6. Anjurkan pengunujung
dengan risiko mencuci tangan pada saat
infeksi memasuki dan
dipertahankan meninggalkan ruangan
pada skala 2 klien.
ditingkatkan ke
skala 5.
23
BAB IV
WEB OF CAUSATION / PATHWAY
Bakteri, virus, jamur penyebab ISPA
Gangguandapat menyebabkan
pemenuhan nutrisi berbagai macam penyakit mulai dari infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan,
Rentan terhadap infeksi Demam yang
dipengaruhi oleh patogen penyebab, faktor lingkungan, dan Ketidakefektifan
sekunder faktor pejamu. bersihan jalan napas
Klasifikasi ISPA berdasarkan usia kurang dari 2 tahun
Ketidakseimbangan nutrisi Hipertermi
kurangada
dari2kebutuhan
yaitu pneumonia dan Risiko
bukaninfeksi
pneumonia. Berdasarkan usia 2-5 tahun ada 3 yaitu pneumonia berat, pneumonia dan batuk bukan
(Penyebaran)
tubuh
pneumonia.
Ansietas 24
pernafasan. Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran
pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran
cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal
gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Untuk penatalaksanaan berdasarkan farmakologi dengan menggunakn obat dan norfarmakologi seperti istirahat yang cukup,
mengatasi demam, makan bergizi dan fisioterapi.
25
DAFTAR PUSTAKA
26
Moorhead,S., M. Johnson, M. L. Maas, E. Swanson. 2016. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Amerika Serikat: ELSEVIER
Nur, A., Marissa, N. 2014. Riwayat Pemberian Air Susu Ibu Dengan
Penyakit Infeksi Pada Balita. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 9(2):
144-149.
UNICEF. 2016. One Is Too Many: Ending Child Death From Pneumonia
And Diarrhoe. New York: The United Nation Children’s Fund.
27
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Bidang Studi : Keperawatan Anak
Topik : Nutrisi Pada Anak
Sub topik : Anjuran pemberian gizi seimbang untuk ISPA pada anak
Sasaran : Ibu-ibu yang mempunyai anak Balita di lingkungan Posyandu RW 02
Tempat : Posyandu
Hari/Tanggal : 16 September 2019
Waktu : 1 x 30 menit
I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Pada akhir proses penyuluhan, ibu dan keluarga dapat mengetahui gizi seimbang yang
perlu diberikan kepada anak untuk mencegah ISPA.
III. SASARAN
Ibu dan keluarga di lingkungan Posyandu berada yang datang memeriksakan anaknya ke
Posyandu tersebut.
IV. MATERI
1. Pengertian gizi dan hubungannya dengan ISPA
2. Gizi seimbang
3. Tanda dan gejala anak kurang gizi
V. METODE
1. Ceramah
28
2. Tanya Jawab
VI. MEDIA
Leaflet
2. Evaluasi Proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar
3. Evaluasi Hasil
a. Ibu mengetahui tentang jenis gizi yang diperlukan
b. Jumlah hadir dalam penyuluhan minimal 20 orang ibu.
VIII. KEGIATAN PENYULUHAN
30
X. DAFTAR PUSTAKA
31
XI. Lampiran Materi
B. Klasifikasi ISPA
- Klasifikasi ISPA adalah sebagai berikut (Wardani dkk, 2014):
3. Pneumonia merupakan sebuah proses terinfeksinya saluran napas
hingga mengenai jaringan paru-paru.
4. Bukan pneumoia dapat berupa common cold (batuk pilek),
pharingitis,tonsilitis serta infeksi pada telinga.
- Klasifikasi berdasarkan umur (Wardani dkk, 2014):
c. Pada anak usia kurang dari 2 bulan
3. Pneumonia berat
Ditandai dengan nafas cepat dengan frekuensi pernafasan
sebanyak 60x permenit atau lebih serta adanya tarikan yang
kuat pada dinding dada bagian bawah kedalam (severe chest
indrawing)
4. Bukan pneumonia
32
Batuk pilek biasa tanpa penarikan kuat pada dinding dada
bagian bawah atau nafas cepat.
d. Pada anak yang berusia 2 bulan hingga 5 tahun, pneumonia
dibedakan sebagai berikut Wardani dkk, 2014):
4. Pneumonia berat
Merupakan kondisi dimana terdapat batuk serta mengalami
kesulitan dalam bernafas yang disertai dengan penarikan pada
dinding dada bagian bawah kedalam.
5. Pneumonia
Merupakan kesulitan dalam bernafas dengan disertai nafas
yang cepat dengan batas nafas 50 kali atau bisa lebih
permenit pada anak yang berusia 2 bulan sampai kurang dari
1 tahun dan usia sampai 4 tahun 40x kali permenit atau lebih.
6. Batuk bukan pneumonia
Batuk bukan pneumonia merupakan anak penderita batuk
namun tidak disertai dengan nafas cepat serta tidak terdapat
tarikan pada dinding dada bagian bawah kedalam.
33
D. Intervensi
Pemenuhan Nutrisi
Definisi nutrisi
Nutrisi adalah zat kimia yang dapat digunakan oleh organisme
untuk mempertahankan kegiatan metabolisme tubuhnya. kegiatan
metabolisme pada manusia dan hewan lainnya termasuk penyedia
energi, pertumbuhan, pembaruan jaringan dan reproduksi. beberapa
bahan kimia yang berperan sebagai zat gizi adalah karbohidrat
protein asam lemak, vitamin dan elemen lain bahan kimia seperti
serat makanan dan metabolit sekunder. Definisi yang luas ini
mencakup senyawa yang digunakan langsung untuk produksi energi
yang membantu dalam metabolisme untuk membangun struktur
tubuh atau untuk membantu dalam fungsi sel tertentu. Suatu zat gizi
penting untuk organisme dalam kelangsungan siklus hidup dan dan
terlibat dalam fungsi organisme.
34
Pada umumnya makanan masih berbentuk lunak baik nasi, sayuran
dan lauk pauk. Seperti daging hendaknya dimasak sedemikian rupa
dan lunak sehingga anak mudah mengunyahnya dan mencernanya.
Setelah mencapai umur 3 tahun lebih banyak makanan padat sampai
umur 5 tahun dan untuk kebutuhan protein sedapat mungkin didapat
dari protein sumber hewani.
35
Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap keadaan nutrisi
pada balita
1. Nafsu makan yang berubah-ubah
2. Penyajian porsi makan yang terlalu besar
3. Kurangnya orang tua mengajarkan memilih bahan makanan yang
bernilai gizi baik
4. Pengaruh kebiasaan jajan
5. Kurang mampunya orang tua dalam menyusun makanan anak-anak
6. Anak balita masih dalam periode transisi dari makanan bayi ke
makanan dewasa jadi masih memerlukan adaptasi
7. Masih belum dapat mengurus sendiri dengan baik dan belum dapat
berusaha mendapatkan sendiri apa yang diperlukan untuk makanannya
8. Ibu sering sedih mempunyai anak kecil lagi atau sudah bekerja
penuh sehingga tidak lagi dapat memberikan perhatian kepada anak
apalagi mengurusnya.
36
TANDA & GEJALA
KURANG NUTRISI
KELOMPOK 8
MUDAH LELAH DAN
MENGANTUK
NAFSU MAKAN
TURUN
FAKULTAS KEPERAWATAN
CP : Ulfi — 082232721544
UNIVERSITAS JEMBER
2019 37
ANAK LEBIH Intan — 083847540882
REWEL
Kelompok
Kelompok
APA ITU GIZI ? ?
Karbohidrat :
Sayuran : Sawi,
Gizi adalah sumber energi Nasi. Jagung,
Bayam, Wortel
berasal dari makanan dan
minuman untuk aktivitas Umbi-umbian
sehari-hari.
HUBUNGAN ISPA
DENGAN GIZI
Kelompok Kelompok Buah
Lemak: : Pisang, Apel,
Terjadinya Infeksi Saluran
Pepaya
Nafas Akut Atas (ISPA) Sapi,
Ayam.
dipengaruhi penurunan Kambing
kekebalan tubuh. Jaga
Kelompok
kekebalan tubuh dengan
Susu :
asupan gizi seimbang,
Sapi, 38
yang terdiri dari :
Kambing