Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PERADANGAN


SISTEM RESPIRASI : ISPA

oleh
Kelompok 8 / Kelas A

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

1
MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PERADANGAN


SISTEM RESPIRASI : ISPA

Disusun guna melengkapi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak dengan


Dosen Pembimbing Ns. Ira Rahmawati, M.Kep., Sp.Kep.An

oleh
Intan Rahmawati 172310101001
Riyan Juwita I. 172310101031
Yahtarita Ulfia A. 172310101048

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan
Pada Anak Dengan Peradangan Sistem Respirasi : ISPA”. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak pada Fakultas
Keperawatan Universitas Jember.

Dalam penyusunan laporan pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan


berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih
kepada pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas ini diantarnya:

1. Ns. Ira Rahmawati, M.Kep., Sp.Kep.An selaku penanggung jawab dan dosen
pembimbing mata kuliah Keperawatan Anak
2. Ucapan terimakasih penulis kepada teman-teman yang telah mendukung,

Penulis juga menerima kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak,
khususnya bagi penulis dan pembacanya

Jember, 15 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................. i

Kata Pengantar.................................................................................................. ii

Daftar Isi........................................................................................................... iii

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1


.....................................................................................................
1.2 Tujuan.......................................................................................... 2
.....................................................................................................
1.3 Manfaat........................................................................................ 3
.....................................................................................................

BAB 2. STUDI LITERATUR ....................................................................... 4

2.1 Definisi ....................................................................................... 4


.....................................................................................................
2.2 Klasifikasi.................................................................................... 4
.....................................................................................................
2.3 Patofisiologi................................................................................. 5
.....................................................................................................
2.4 Penatalaksanaan........................................................................... 8
.....................................................................................................

BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN .......................................................... 10

3.1 Pengkajian................................................................................... 10
.....................................................................................................
3.2 Diagnosa (NANDA).................................................................... 14
.....................................................................................................
3.3 Intervensi (NOC, NIC)................................................................ 15

BAB 4. WEB OF CAUSATION/PATHWAY.............................................. 24

BAB 5. Penutup............................................................................................... 25

iii
5.1 Simpulan...................................................................................... 25
.....................................................................................................
5.2 Rekomendasi Isu Menarik .......................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 27

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah suatu jenis penyakit
infeksi yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran
pernapasan, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveolus (saluran
bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah
dan pleura (Irianto, 2015). Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh
bakteri atau virus dan menimbulkan berbagai gejala (sindrom). ISPA yang
tidak tertangani dengan baik akan masuk ke jaringan paru-paru dan menjadi
penyebab morbiditas dan mortalitas pada bayi dan balita (Widoyono, 2011).
ISPA di Indonesia adalah salah satu masalah kesehatan utamanya pada bayi
(0-11 bulan) dan balita (1-4 tahun). Begitu pula, ISPA merupakan salah satu
penyebab utama konsultasi dan rawat inap di fasilitas kesehatan terutama
bagian perawatan anak.
Di dunia, penyumbang angka kematian pada anak terbesar adalah
ISPA. Sebanyak 920.136 balita meninggal karena ISPA pada 2015, di tahun
2016 16% dari 5,6 juta kematian balita karena ISPA (UNICEF, 2016).
Angka kejadian ISPA di Asia Tenggara sebesar 10%. Di Indonesia sendiri
penyebab kematian karena ISPA sebesar 0,16% tahun 2015 dan 0,11% di
tahun 2016. Tertinggi adalah di Jawa Timur sebanyak 93.279 jiwa.
Sedangkan kota di Jawa Timur dengan penderita ISPA terbesar adalah
Sidoarjo sebanyak 8.411 jiwa, Jember 8.065 jiwa, dan Gresik 7.344 jiwa
(Kemenkes RI, 2017). Kasus kejadian ISPA di puskesmas Rambipuji pada
bulan Maret 2017 menduduki kasus terbanyak dengan 381 kasus.

Faktor predisposisi utama yang menentukan keparahan penyakit ISPA


adalah usia anak. Kejadian ISPA pada balita berkaitan dengan berbagai
faktor antara lain gizi, pemberian ASI eksklusif serta berat badan lahir

1
(Ceria, 2016). Status gizi berperan dalam terjadinya penyakit. Hal ini erat
hubungannya dengan respon imunitas seorang anak. Penyakit ISPA juga
sering dikaitkan dengan kejadian malnutrisi dan stunting pada anak
(Maharani dkk., 2017). Tingkat infeksi pada balita memiliki hubungan
dengan riwayat ASI eksklusif. Bayi yang disusui selama 21 minggu lebih
besar tertular daripada bayi yang disusui 24 minggu. Sedangakan bayi yang
tidak diberikan ASI eksklusif lebih besar resiko tertular dari pada bayi yang
diberikan ASI ekskusif (Nur & Marissa, 2014).

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk


mengendalikan penyakit ISPA dimulai sejak tahun 1984 bersamaan dengan
diawalinya pengendalian ISPA di tingkat global oleh WHO. Untuk
mengurangi angka kejadian ISPA, pemerintah sedini mungkin melakukan
penemuan kasus atau yang biasa disebut skrining. WHO sendiri menyatakan
pengendalian ISPA bergantung pada triad pencegahan, perlindungan dan
pengobatan yang telah ditata pada Global Action Plan for the
Preventionand Control of Pneumonia and Diarrhoea (GAPPD) yang
menyediakan sebuah solusi agar anak-anak tetap sehat serta terbebas dari
penyakit dengan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan pemberian
suplemen vitamin A (WHO, 2013). Pada tatanan masyarakat juga dilakukan
pendidikan kesehatan yang menjadi upaya pencegahan terutama bagi kader
posyandu dengan harapan dapat menyebarluaskan ke masyarakat
pengetahuan terkait ISPA pada anak.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum penyakit ISPA pada anak
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Dapat menjelaskan definisi ISPA
2. Dapat menjelaskan klasifikasi ISPA
3. Dapat menjelaskan patofisiologi ISPA

2
4. Dapat menjelaskan penatalaksanaan ISPA
5. Dapat menjelaskan pathway ISPA
6. Dapat membuat asuhan keperawatan ISPA pada anak

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Pembaca
Dapat menjadi sumber pembelajaran dan menambah pengetahuan
mengenai ISPA pada anak.
1.3.2 Bagi Penulis
Dapat membiasakan mahasiswa dalam penulisan makalah serta
memahami materi ISPA pada anak.

3
BAB II

STUDI LITERATUR

2.1. Definsi

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi pada saluran


pernapasan baik saluran pernapasan atas atau bawah, dan dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit mulai dari infeksi ringan sampai
penyakit yang parah dan mematikan, yang dipengaruhi oleh patogen
penyebab, faktor lingkungan, dan faktor pejamu (Widyatama dan Somia.
2017). ISPA adalah infeksi akut yangmenyerang salah satu  bagian lebih
dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus,
rongga telinga tengah, pleura) (Hendarto dkk., 2015).

ISPA sebagai penyebab utama kematian pada bayi dan balita yang
merupakan penyakit akut dan memerlukan penatalaksanaan yang tepat.
Program pemberantasan penyakit ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2
golongan yaitu pneumonia dan bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas
derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia ringan.
Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan
napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia (Hendarto
dkk., 2015).

2.2. Klasifikasi
- Klasifikasi ISPA adalah sebagai berikut (Wardani dkk, 2014):

4
1. Pneumonia merupakan sebuah proses terinfeksinya saluran napas
hingga mengenai jaringan paru-paru.
2. Bukan pneumoia dapat berupa common cold (batuk pilek),
pharingitis,tonsilitis serta infeksi pada telinga.

- Klasifikasi berdasarkan umur (Wardani dkk, 2014):


a. Pada anak usia kurang dari 2 bulan
1. Pneumonia berat
Ditandai dengan nafas cepat dengan frekuensi
pernafasan sebanyak 60x permenit atau lebih serta adanya
tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah kedalam
(severe chest indrawing)
2. Bukan pneumonia
Batuk pilek biasa tanpa penarikan kuat pada dinding
dada bagian bawah atau nafas cepat.
b. Pada anak yang berusia 2 bulan hingga 5 tahun, pneumonia
dibedakan sebagai berikut Wardani dkk, 2014):
1. Pneumonia berat
Merupakan kondisi dimana terdapat batuk serta
mengalami kesulitan dalam bernafas yang disertai dengan
penarikan pada dinding dada bagian bawah kedalam.
2. Pneumonia
Merupakan kesulitan dalam bernafas dengan disertai
nafas yang cepat dengan batas nafas 50 kali atau bisa lebih
permenit pada anak yang berusia 2 bulan sampai kurang dari
1 tahun dan usia sampai 4 tahun 40x kali permenit atau lebih.

5
3. Batuk bukan pneumonia
Batuk bukan pneumonia merupakan anak penderita
batuk namun tidak disertai dengan nafas cepat serta tidak
terdapat tarikan pada dinding dada bagian bawah kedalam.

2.3. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus
dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke
atas sehingga virus masuk kedalam faring atau dengan suatu gerakan refleks
spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan. Iritasi virus pada kedua
lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur
lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar
mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan yang
berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal
gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk (Marni, 2014).
Dampak infeksi sekunder bakteri pun bisa menyerang saluran nafas
bawah,sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam
saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi
paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri. Penanganan penyakit
saluran pernafasan pada anak harus memperhatikan aspek imunitas saluran
nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian
besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada
umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan
limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imunmukosa. Dari uraian
di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat
tahap, yaitu (Marni, 2014).:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa

6
2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.
Timbul gejala demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat
meninggal akibat pneumonia.
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan
keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit
mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat
jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila
sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang
lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu
diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat
cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan
pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan
tanda-tanda laboratoris.
1. Tanda-tanda klinis :
a. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur
(apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis,
suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
b. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam,
hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.
c. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit
kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.
d. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
2. Tanda-tanda laboratoris
a. Hypoxemia
Hypoxemia adalah keadaan rendahnya kadar oksigen dalam
darah khususnya di arteri.
b. Hypercapnia

7
Hypercapnia adalah keadaan dimana tekanan karbon dioksida
dalam darah tidak normal.
c. Acydosis respiratorik
Acydosis respiratorik terjadi ketika kadar karbon dioksida dalam
tubuh berlebih.

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun


adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi
buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2
bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai
kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran
menurun, stridor, wheezing, demam dan dingin (Marni 2014).

2.4. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi dapat dengan diberikan
ibuprofen sebagai pereda nyeri, dan antipiretik seperti paracetamol
dan acetaminophen untuk menurunkan demam. Paracetamol
diberikan pada anak tablet 500 mg setiap 6 jam selama 2 hari. Selain
itu penderita ispa biasanya juga diberi vitamin c untuk meningkatkan
kekebalan tubuh. Pada penderita ispa juga diberikan antibiotik
berupa tablet kotrimoksazol, amoksilin, ampicilin atau prokain
penicilin (Khambali, 2017). Amoxicillin diberikan setiap 8 jam
dengan dosis pada anak (BB sampai dengan 20 kg) adalah 20-40
mg/kgBB. Berikan juga salbutambol oral sebagai bronkodilator yang
sapat mengatasi wheezing (mengi) sebanyak 3 kali selama 5 hari.

8
Tabel dosis pemberian pamol

Tabel dosis pemberian salbutamol

2. Penatalaksanaan Non Farmakologi


Penatalaksanaan non farmakologi dapat dilakukan diantaranya:
a. Istirahat yang cukup
Melakukan istirahat yang cukup dapat mengembalikan sistem
imunitas tubuh sehingga keparahan penyakit tidak semakin
bertambah.
b. Makan makanan yang bergizi
Dengan pemenuhan gizi yang seimbang maka sistem kekebalan
tubuh akan meningkat sehingga dapat mengurangi resiko
terkena infeksi akibat virus dan bakteri dan mengembalikan
imunitas pada penderita yang telah terkena ISPA.

c. Mengatasi demam

9
Pemeriksaan suhu tubuh dapat melalui thermometer yang
terstandar. Beberapa tindakan yang dapat mengatasi demam
antara lain, melakukan kompres, meningkatkan asupan cairan
atau ASI demi mencegah dehidrasi, menggunakan pakaian serta
selimut yang tipis untuk mengeluarkan panas yang ada di dalam
tubuh.
d. Fisioterapi
Teknik fisioterapi ini adalah dengan cara memberikan efek
terapeutik yang berfungsi untuk mengurangi nyeri, relaksasi
otot, mengurangi sesak napas, dan membantu pengeluaran
sputum yang berlebih dengan cara pemberian sinar infra red dan
chest therapy.
e. Oksigenasi
Pemberian oksigen yang dilembabkan pada pasien yang
menunjukan tanda sesak napas berat, hipoksemia (SaO 2 < 95%),
dan syok. Metode yang direkomendasikan adalah dengan kateter
nasal dengan kadar oksigen 30-40% (WHO, 2013). Apabila
tidak ada oksigen, anak perlu ditempatkan dalam ruangan
dengan kelembaban udara tinggi, sebaiknya dengan uap dingin
untuk mencairkan secret di tempat peradangan. Penggunaan
kateter nasal >2L/menit dengan maksimal 8-10 L/menit dapat
menurunkan perawatan di PICU bahkan mengurangi kebutuhan
obat sedasi.

10
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan


suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi
data dari sumber primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga, tenaga
kesehatan) kemudian data dianalisis sebagai dasar untuk diagnosa
keperawatan (Potter dan Perry, 2005).
a. Identitas klien

Identitas klien terdiri dari nama, jenis kelamin, umur, tanggal lahir,
suku/bangsa, status perkawinan, pendidikan, alamat, nomor register, tanggal
datang ke rumah sakit, dan tanggal pengkajian.

1. Nama dan jenis kelamin


Jenis kelamin tidak mempengaruhi anak akan terkena ISPA
2. Umur dan tanggal lahir
Pada usia 1-<3 tahu lebih rentan terkena ISPA
3. Status perkawinan
-
4. Pendidikan
-
b. Riwayat Kesehatan yang terdiri dari :
1. Diagnosa medik
Sesuai diagnosa yang ditegakkan oleh dokter dengan penjelasan dari
singkatan-singkatan atau istilah medis terkait ISPA.
2. Keluhan Utama
Merupakan keluhan paling mengganggu yang dirasakan klien sehingga
klien datang ke rumah sakit. Keluhan utama yang dialami oleh penderita
batuk, sesak nafas, dan hipertermi.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang

11
Merupakan kronologis peristiwa terkait penyakit klien yang sekarang
dialami sejak klien mengalami keluhan pertama kalinya sampai klien
memutuskan ke rumah sakit. Kronologis kejadian yang harus diceritakan
meliputi waktu kejadian, cara/proses, tempat, suasana, manifestasi klinis,
riwayat pengobatan, persepsi tentang penyebab dan penyakit. Jika terdapat
keluhan nyeri maka disertai pengkajian nyeri PQRST. Biasanya tanda yang
awal muncul pada penderita ISPA adanya demam tinggi, batuk yang tidak
sembuh-sembuh, dan sesak nafas.
4. Riwayat Kesehatan terdahulu
Adanya riwayat penyakit yang pernah diderita oleh anak.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat keluarga ada tidaknya yang ISPA digambar melalui genogram
minimal 3 generasi terdahulu dan diberi tanda sesuai format yang ditentukan.
c. Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan.
1. Pola presepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien mendeskripsikan bagaimana pola kesehatan dan kesejahteraan klien.
Contohnya menjelaskan pada saat klien sakit apa klien lakukan memilih
berobat dengan meminum obat yang dibeli di warung atau ke klinik terdekat.
2. Pola Nutrisi dan Metabolik
Berisi tentang pola makan klien, berat badan, intake dan output makanan
makanan. Pada klien dengan ISPA biasanya pola makan yang dianut adalah
gizi yang seimbang.
3. Pola Eliminasi
Berisi tentang karakteristik urin dan feses yang dikeluarkan. Karakteristik
tersebut meliputi frekuensi, jumlah, warna, bau, berat jenis. Selain itu
gangguan BAK dan BAB perlu diperhatikan.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Klien dengan ISPA kurang beraktivitas klien biasanya merasakan lemas.
5. Pola istirahat dan tidur
Klien dengan ISPA kemungkinan akan terganggu saat istirahat karena klien
mengalami sesak.
6. Pola persepsi sensor dan kognitif

12
Saat pengkajian berlangsung klien dengan ISPA biasanya masih tetap sadar
dan mampu menjawab pertanyaan dengan baik.

7. Pola persepsi diri dan konsep diri


Menjelaskan tentang gambaran diri, harga diri, ideal diri, dan peran
masing-masing individu. Pada klien dengan ISPA tidak mengalami gangguan
gambaran diri dan harga diri mungkin terganggu karena adanya perubahan
berat badan.
8. Pola peran dan hubungan sesama
Klien dengan ISPA tidak memiliki masalah dengan hubungan dengan
sesamanya.
9. Pola seksualitas
-
10. Pola koping
Manajemen koping setiap individu berbeda-beda tergantung dari berbagai
faktor. Pada klien dengan diabetes mellitus tipe 1 stresor yang mungkin perlu
ditanggulangi mengenai masalah gambaran diri dan harga diri.
11. Sistem nilai dan kepercayaan
Sistem nilai dan kepercayaan ini pada penderita ISPA ini berkaitan dengan
klien percaya ia dapat sembuh dan ia mampu melakukan semua tindakan
untuk kesembuhan dirinya.
d. Pemeriksaan Fisik (Talbot, 1997)
1. Keadaan umum
Pada klien ISPA, klien akan merasa kesakitan karena sesak nafas,
tampak pucat karena ketidakmampuan untuk makan karena nafsu makan
menurun.

2. Pemeriksaan tanda-tanda vital


Pada klien dengan diabetes melitus tipe juga sama dengan klien
lainnya pemeriksaan TTV meliputi pemeriksaan nadi, tekanan darah, pola
pernapasan, dan suhu tubuh.  
3. Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala

13
Inspeksi : kepala simetris, perubahan distribusi rambut, dan kulit kepala
kering.
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal dibagian
kepala.
b) Mata
Inspeksi : teliti adanya edema periorbita, eksoftalmus (mata menonjol),
anemis (+), kesulitan memfokuskan mata, dan hilangnya alis mata.
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal pada kedua
mata.
c) Telinga
Inspeksi : tidak adanya kelainan pada telinga.
Palpasi : tidak adanya nyeri dan benjolan yang abnormal.
d) Hidung
Inspeksi : kebersihan terjaga
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan.
e) Mulut
Inspeksi : mukosa mulut kering, tidak terdapat karang gigi, dan lidah klien
bersih.
Palpasi : tidak ada masalah.
f) Leher
Inspeksi : leher simetris
Palpasi : tidak ada pembengkakan pada kelenjar tiroid dan pembesaran vena
jugularis.
g) Dada
Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung, secara umum bentuk
dada tidak ada masalah, pergerakan nafas cepat, krepitasi serta dapat dilihat
batas saat perkuasi didapatkan (bunyi perkusinya hipersonor). Pada
pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang denyut apeks atau dikenal
dengan siklus kordis dan aktivitas artikel, bunyi jantung lebih cepat.
h) Abdomen
Pemeriksaan abdomen meliputi pemeriksaan pada bentuk perut, dinding
perut, bising usus, kaji adanya nyeri tekan serta dilakukan palpasi pada organ

14
hati, limfa, ginjal, kandung kemih, yang ditentukan ada tidaknya nyeri pada
pembesaran pada organ tersebut, kemudian pada daerah anus, rectum, dan
genitalia.
i) Ekstremitas
Pemeriksaan anggota gerak dan neurologi meliputi adanya rentang gerak
keseimbangan dan gaya berjalan, biasanya pada klien dengan ISPA tidak
memiliki keluhan tentang ekstremitasnya.
j) Kulit dan kuku
Pemeriksaan warna kulit biasanya warna sesuai dengan warna kulit
normal, warna kuku merah muda serta CRT < 2 detik.
k) Keadaan lokal
Pengkajian terfokus pada kondisi local.

3.2 Diagnosa (NANDA)

1. Ketidakefetifan bersihan jalan nafas b.d perubahan pola napas


2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan memakan makanan.
3. Hipertermi b.d penyakit (invasi agen dalam sirkulasi darah sekunder
terhadap inflamasi pernafasan atas)
4. Defisien pengetahuan b.d. ketidaktahuan tentang gejala, proses,
komplikasi, dan cara penanganan ISPA pada anak.
5. Ansietas pada orang tua b.d. defisien pengetahuan
6. Risiko infeksi b.d. ulserasi membran mukosa

15
3.3 Intervensi (NOC, NIC)

Hari/ Diagnosa Tujuan Dan


No. Intervensi Rasional TTD
Tanggal Keperawatan Kriteria Hasil
1 Minggu/ Ketidakefetifan Tujuan: Manajemen Jalan 1. Agar klien lebih
15 bersihan jalan Setelah dilakukan Napas nyaman. α
September nafas b.d asuhan Ns. Ulfi
2019 perubahan pola keperawatan 1. Posisikan klien untuk
napas d.d suara selama 1x24 jam memaksimalkan 2. Agar klien lebih
lapang paru jalan nafas ventilasi. nyaman dalam
vestikuler. teratasi. 2. Motivasi klien dalam bernafas.
Kriteria Hasil: bernafas pelan dan
1. Saturasi batuk. 3. Agar mengetahui
oksigen 3. Monitor status frekuensi nafas klien.
dipertahankan pernafasan.
pada skala 2 4. Lakukan fisioterapi 4. Untuk memberikan
(deviasi cukup dada relaksasi dan
berat dari 5. Buang sekret dengan mengurangi nyeri.
kisaran memotivasi klien
normal) untuk melakukan 5. Untuk mengeluarkan
ditingkatkan batuk atau menyedot mukus.
ke skala 4 lendir
(deviasi
ringan dari
kisaran

16
normal).
2. Keseimbangan
ventilasi dan
perfusi
dipertahankan
pada skala 2
(deviasi cukup
berat dari
kisaran
normal)
ditingkatkan
ke skala 4
(deviasi
ringan dari
kisaran
normal.

2 Minggu/ Ketidakseimban Tujuan: Manajemen Nutrisi 1. Agar nafsu makan


15 gan nutrisi Setelah dilakukan
1. Berikan pilihan
klien meningkat. α
September kurang dari tindakan Ns. Ulfi
2019 kebutuhan tubuh keperawatan makanan sambil
b.d Gangguan selama 1x24 jam menawarkan
sensasi rasa. nafsu makan klien bimbingan terhadap
meningkat. pilihan makanan yang
Kriteria Hasil: sehat jika diperlukan. 2. Mengetahui status gizi
1. Hasrat/keingin 2. Tentukan status gizi klien untuk perawatan

17
an untuk klien dan kemampuan selanjutnya.
makan klien untuk 3. Mencegah adanya
dipertahankan memenuhi kebutuhan reaksi yang tidak
pada skala 3 gizi. diinginkan akibat
(cukup 3. Identifikasi adanya mengonsumsi makanan
terganggu) alergi makanan yang yang menyebabkan
ditingkatkan dimiliki klien. alergi.
pada skala 5 4. Ciptakan lingkungan 4. Lingkungan yang
(tidak yang optimal pada bersih akan membuat
terganggu). saat mengkonsumsi klien merasa nyaman
2. Rangsangan makan (mis, bersih, sehingga klien lebih
untuk makan berventilasi, santai, mudah mengkonsumsi
dipertahankan dan bebas dari bau makanan.
pada skala 3 yang menyengat). 5. Kebersihan mulut
(cukup 5. Lakukan atau bantu dapat memberikan
terganggu) klien terkait dengan nafsu makan yang
ditingkatkan perawatan mulut meningkat pada klien.
pada skala 5 sebelum makan. 6. Agar klien mau
(tidak 6. Anjurkan keluarga mengkonsumsi
terganggu). untuk membawa makanan dan
3. Merasakan makanan favorit klien meningkatkan nafsu
makanan sementara (klien) makan pada klien.
dipertahankan berada di rumah sakit
pada skala 3 atau fasilitas
(cukup perawatan yang
terganggu) sesuai.

18
ditingkatkan
pada skala 5
(tidak
terganggu).
4. Menyenangi
makanan
dipertahankan
pada skala 3
(cukup
tergangggu)
ditingkatkan
pada skala 5
(tidak
terganggu).
3 Minggu/ Hipertermi b.d Tujuan: Pengaturan suhu 1. Untuk mengetahui
15 penyakit (invasi Setelah dilakukan
1. Monitor suhu paling
status suhu klien α
September agen dalam tindakan meningkat atau Ns. Ulfi
2019 sirkulasi darah keperawatan tidak setiap 2 jam,
menurun.
sekunder selama 1x24 jam sesuai kebutuhan.
2. Dengan diberikan
terhadap suhu klien dapat 2. Anjurkan keluarga
kompres maka akan
inflamasi menurun. untuk melakukan
terjadi proses
pernafasan atas) Kriteria Hasil: kompres hangat.
konduksi/ terjadi
1. Penurunan 3. Berikan pengobatan
perpindahan panas
suhu antiperik sesuai
dengan bahan
dipertahankan kebutuhan.
perantara.
pada skala 3 4. Tingkatkan intake
3. Antipiretik dapat

19
(sedang) cairan dan nutrisi menurunkan suhu
ditingkatkan adekuat. tubuh.
pada skala 5 4. Intake cairan adekuat
(tidak ada). dapat mencegah
2. Denyut nadi dehidrasi.
dipertahankan
pada skala 3
(cukup
terganggu)
ditingkatkan
pada skala 5
(tidak
terganggu).
3. Melaporkan
kenyamanan
suhu
dipertahankan
pada skala 3
(cukup
terganggu)
ditingkatkan
pada skala 5
(tidak
terganggu).

20
4 Minggu/ Defisien Tujuan : Pengurangan 1. Agar klien merasa rileks
15 pengetahuan Setelah dilakukan kecemasan 2. Agar klien mengetahui Α
September b.d. asuhan 1. Gunakan pendekatan tindakan apa saja yang Ns. Ulfi
2019 ketidaktahuan keperawatan yang tenang dan akan dilakukan
tentang proses selama 1 x 24 jam meyakinkan. 3. Agar klien merasa
penyakit defisien 2. Jelaskan semua nyaman karena didampingi
pengetahuan
prosedur termasuk oleh keluarga
dapat teratasi
sensasi yang dirasakan 4. Agar klien tahu perilaku
Kriteria hasil :
1. faktor-faktor oleh klien pada keluarga yang sehat
penyebab dan 3. Dorong keluarga untuk 5. Untuk membiasakan
faktor yang mendampingi klien klien lebih adaptif
berkontribusi dengan cara yang tepat. terhadap kondisi saat ini
dipertahankan Bimbingan antisipatif
pada skala 2 4. Instruksikan klien dan
ditingkatkan ke keluarga mengenai
skala 5. perilaku dan
2. faktor risiko perkembangan dengan
dipertahankan cara yang tepat
pada skala 2 5. Latih teknik yang
ditingkatkan ke
digunakan untuk
skala 4.
beradaptasi terhadap
perkembangan situasi
krisis dengan klien secara
tepat.
5 Minggu/ Ansietas b.d. Tujuan : Pengurangan 1. Agar klien merasa rileks
15 defisien Setelah dilakukan kecemasan 2. Agar klien mengetahui α

21
September pengetahuan asuhan 1. Gunakan pendekatan tindakan apa saja yang Ns. Ulfi
2019 keperawatan yang tenang dan akan dilakukan
selama 1 x 24 jam meyakinkan. 3. Agar klien merasa
diharapkan 2. Jelaskan semua nyaman karena didampingi
ansietas klien dan prosedur termasuk oleh keluarga
keluarga dapat sensasi yang dirasakan 4. Agar klien tidak gelisah
teratasi.
oleh klien pada keluarga 5. Untuk membantu klien
Kriteria Hasil
3. Dorong keluarga untuk dalam peningkatan koping
1. Distres
dipertahankan mendampingi klien 6. Agar klien mengetahui
pada skala 2 dengan cara yang tepat. tindakan apa saja yang
ditingkatkan ke Peningkatan koping harus dilakukan sebagai
skala 5. 4. Gunakan pendekatan tindakan pencegahan
2. perasaan yang tenang dan
gelisah memberikan jaminan.
dipertahankan 5. Berikan suasana
pada skala 2 penerimaan.
ditingkatkan ke 6. Sediakan informasi
skala 5. actual mengenai
diagnosis, penanganan
dan prognosis.
6 Minggu/ Risiko infeksi Tujuan Manajemen Jalan 1. Agar klien lebih
15 berhubungan Setelah dilakukan Napas nyaman. α
September dengan ulserasi asuhan 1. Posisikan klien untuk 2. Agar klien lebih Ns. Ulfi
19 membran keperawatan memaksimalkan nyaman dalam
mukosa selama 3 x 24 jam ventilasi. bernafas.
diharapkan 2. Motivasi klien dalam 3. Agar mengetahui

22
kontrol risiko bernafas pelan dan frekuensi nafas klien.
dapat dilakukan batuk. 4. Untuk mengeluarkan
Kriteria Hasil 3. Monitor status mukus.
1. pernafasan. 5. Untuk mencegah
Mengidentifikasi 4. Buang sekret dengan penularan penyakit
faktor risiko memotivasi klien oleh klien
infeksi
untuk melakukan 6. Untuk mencegah
dipertahankan
batuk atau menyedot penyebaran penyakit
pada skala 2
ditingkatkan ke lender pada orang lain.
skala 5 Kontrol infeksi
2. Memonitor 5. Anjurkan klien
faktor di mengenai mencuci
lingkungan yang tangan dengan tepat
berhubungan 6. Anjurkan pengunujung
dengan risiko mencuci tangan pada saat
infeksi memasuki dan
dipertahankan meninggalkan ruangan
pada skala 2 klien.
ditingkatkan ke
skala 5.

23
BAB IV
WEB OF CAUSATION / PATHWAY
Bakteri, virus, jamur penyebab ISPA

Terhirup masuk ke saluran pernapasan

Menempel pada hidung, sinus, faring, laring, bronkus


BAB V
Aktivasi sistem imun PENUTUP
Menginvasi sel Menginvasi sel

Gangguan fungsi saraf Respon pertahanan sel Aktivasi sistem imun


5.1Paralisis
Simpulan
pada ocular, Produksi mukus
kesulitan berbicara, menelan Melepaskan indikator inflamasi
Ulserasi membran
dan mengunyah
Infeksi Saluran Pernapasanmukosa
Akut (ISPA) adalah infeksiKesulitan
pada saluran pernapasan baik saluran pernapasan atas atau bawah, dan
saat bernapas

Gangguandapat menyebabkan
pemenuhan nutrisi berbagai macam penyakit mulai dari infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan,
Rentan terhadap infeksi Demam yang
dipengaruhi oleh patogen penyebab, faktor lingkungan, dan Ketidakefektifan
sekunder faktor pejamu. bersihan jalan napas
Klasifikasi ISPA berdasarkan usia kurang dari 2 tahun
Ketidakseimbangan nutrisi Hipertermi
kurangada
dari2kebutuhan
yaitu pneumonia dan Risiko
bukaninfeksi
pneumonia. Berdasarkan usia 2-5 tahun ada 3 yaitu pneumonia berat, pneumonia dan batuk bukan
(Penyebaran)
tubuh
pneumonia.

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya


Informasivirus dengan
kesehatan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran
minimal
pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas sehingga virus masuk kedalam faring atau
Defisien
dengan suatu gerakan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagalpengatahuan
maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran

Prognosis penyakit tidak bagus

Ansietas 24
pernafasan. Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran
pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran
cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal
gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Untuk penatalaksanaan berdasarkan farmakologi dengan menggunakn obat dan norfarmakologi seperti istirahat yang cukup,
mengatasi demam, makan bergizi dan fisioterapi.

5.2 Rekomendasi Isu Menarik


Pada tahun 2012 telah dikembangkan metode cosine similarity untuk mendeteksi secara ISPA pada anak. Tingkat keakuratan
metode ini adalah 86% sehingga sangat cocok digunakan untuk mendeteksi dini adanya penyakit ISPA pada anak. Metode ini
digunakan dengan cara dengan mengukur kesamaan (similaritas) gejala awal yang terjadi pada anak dengan gejala pada penyakit
ISPA berdasar pada lokasi anatomik tubuh.

25
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochterman, C. M. Wagner. 2016.


Nursing Interventions Classificatin (NIC). Amerika Serikat:
ELSEVIER
Cahyani, D. E., R. Anggrainingsih. 2012. Sistem Deteksi Dini Diagnosa
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) pada Anak dengan Metode
Cosine Similarity. JURNAL ITSMART.1(2):94-101

Ceria, I. 2016. Hubungan Faktor Resiko Intrinsik Dengan Kejadian


Pneumonia Pada Anak Balita. Jurnal Medika Respati. 11(4):44-52.

Hendarto, T. Ruswanti, Kusnadi, M.A.A. Ridho. 2015. Profil Kabupaten


Magelang 2015
https://books.google.co.id/books?
id=7i1LDwAAQBAJ&pg=PA108&dq=antibiotik+untuk+ispa+pada+
anak&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwju84Wj1tLkAhVx4HMBHaOhAJ
UQ6AEILjAB#v=onepage&q=antibiotik%20untuk%20ispa%20pada
%20anak&f=false (diakses pada Minggu, 15 September 2019)

Herdman,T. H. 2018. NANDA-I Diagnosa Keerawatan. Jakarta:EGC

Irianto, K.2015. Memahami Berbagai Macam Penyakit. Bandung: Alfabeta.

Kemenkes RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia.

Khambali, 2017. Manajemen Penanggulanan Bencana. Yogyakarta:


Penerbit Andi.

Maharani, D., F. F. Yani, Y. Lestari. 2017. Profil balita penderita infeksi


saluran napas akut atas di poliklinik RSUP Dr. M. Djamil Padang
tahun 2012-2103. Jurnal Kesehatan Andalas. 6(1) : 152-157.

Marni. 2014. Asuhan Keperawatan dada Anak Sakit Dengan Gangguan


Pernafasan. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

26
Moorhead,S., M. Johnson, M. L. Maas, E. Swanson. 2016. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Amerika Serikat: ELSEVIER

Muttaqin, A.2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan


Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Nur, A., Marissa, N. 2014. Riwayat Pemberian Air Susu Ibu Dengan
Penyakit Infeksi Pada Balita. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 9(2):
144-149.

UNICEF. 2016. One Is Too Many: Ending Child Death From Pneumonia
And Diarrhoe. New York: The United Nation Children’s Fund.

Wardami, N. K.S. Winarsih, T. Sukini. 2014. Hubungan Antara Paparan


Asap Rokok Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) Pada Balita Di Desa Pucung Rejo Kabupaten Magelang Tahun
2014. Jurnal Kebidanan. 4(8):18-26.

WHO. 2013. Ending Preventable Child Death From Pneumonia And


Diarrhoea by 2025: The Integrated Global Action Plan For
Pneumonia And Diarrhoea. USA: World Health Organization and :
The United Nation Children’s Fund.

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan,


dan Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.

Widyanata L.A, A. Somia. 2017. Faktor Yang Berhubungan Dengan Infeksi


Saluran Pernafasan Akut Pada Siswa Taman Kanak-Kanak Di
Kelurahan Dangin Puri Kecamatan Denpasar Timur Tahun 2014. E-
Jurnal Medika. 9(1):135-150

27
SATUAN ACARA PENYULUHAN
 
Bidang Studi : Keperawatan Anak
Topik : Nutrisi Pada Anak
Sub topik : Anjuran pemberian gizi seimbang untuk ISPA pada anak
Sasaran : Ibu-ibu yang mempunyai anak Balita di lingkungan Posyandu RW 02
Tempat : Posyandu
Hari/Tanggal : 16 September 2019
Waktu : 1 x 30 menit
 
I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Pada akhir proses penyuluhan, ibu dan keluarga dapat mengetahui gizi seimbang yang
perlu diberikan kepada anak untuk mencegah ISPA.

II. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah diberikan penyuluhan ibu dapat :
1.      Menyebutkan pengertian dari ISPA dan gizi.
2.      Menyebutkan gizi seimbang yang harus ada dalam asupan harian.
3.      Mengerti tanda dan gejala anak dengan gizi kurang.

III. SASARAN
Ibu dan keluarga di lingkungan Posyandu berada yang datang memeriksakan anaknya ke
Posyandu tersebut.

IV. MATERI
1.      Pengertian gizi dan hubungannya dengan ISPA
2.      Gizi seimbang
3.      Tanda dan gejala anak kurang gizi
 
V. METODE
1.      Ceramah
28
2.      Tanya Jawab

VI. MEDIA
Leaflet

VII. KRITERIA EVALUASI


1. Evaluasi Struktur
a. Peserta hadir ditempat penyuluhan
b. Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di posyandu
c. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelumnya

2. Evaluasi Proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar

3. Evaluasi Hasil
a. Ibu mengetahui tentang jenis gizi yang diperlukan
b. Jumlah hadir dalam penyuluhan minimal 20 orang ibu.
 
VIII.       KEGIATAN PENYULUHAN
 

No. WAKTU KEGIATAN PENYULUH KEGIATAN


PESERTA
1. 3 Pembukaan :  
Menit ·  Membuka kegiatan dengan · Menjawab salam
mengucapkan salam.  
·  Memperkenalkan diri · Mendengarkan
·  Menjelaskan tujuan dari · Memperhatikan
penyuluhan  
·  Menyebutkan materi yang akan · Memperhatikan
29
diberikan
2. 15 Pelaksanaan :  
Menit ·  Menjelaskan tentang pengertian · Memperhatikan
nutrisi  
·  Menjelaskan tentang zat gizi yang · Memperhatikan
terkandung dalam makanan  
·  Memberi kesempatan kepada · Bertanya dan
peserta untuk bertanya. menjawab pertanyaan
yang diajukan
 · Menjelaskan cara pemberian makan · Memperhatikan
selama anak sehat dan sakit.
·  Memberi kesempatan kepada · Bertanya dan
peserta untuk bertanya menjawab pertanyaan
yang diajukan
3. 10 Evaluasi :
Menit ·  Menanyakan kepada peserta tentang · Menjawab pertanyaan
materi yang telah diberikan, dan
reinforcement kepada ibu yang
dapat menjawab pertanyaan.
4. 2 Terminasi :  
Menit ·  Mengucapkan terimakasih atas · Mendengarkan
peran serta peserta.  
·  Mengucapkan salam penutup · Menjawab salam
 
 
IX.    PENGORGANISASIAN
Pembawa Acara : Intan Rahmawati
Pembicara : Riyan Juwita Ismaiyah
Fasilitator : Yahtarita Ulfia Adisiwi
Observer : Ns. Ira Rahmawati

30
X.   DAFTAR PUSTAKA

31
XI. Lampiran Materi

Materi Penyuluhan Pentingnya Pemenuhan Gizi pada Bayi untuk


pencegahan ISPA
A. Definisi ISPA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi pada saluran
pernapasan baik saluran pernapasan atas atau bawah, dan dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit mulai dari infeksi ringan
sampai penyakit yang parah dan mematikan, yang dipengaruhi oleh
patogen penyebab, faktor lingkungan, dan faktor pejamu
(Widyatama dan Somia. 2017). ISPA adalah infeksi akut yang
menyerang salah satu  bagian lebih dari saluran napas mulai hidung
sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah,
pleura) (Hendarto dkk., 2015). ISPA sebagai penyebab utama
kematian pada bayi dan balita yang merupakan penyakit akut dan
memerlukan penatalaksanaan yang tepat.

B. Klasifikasi ISPA
- Klasifikasi ISPA adalah sebagai berikut (Wardani dkk, 2014):
3. Pneumonia merupakan sebuah proses terinfeksinya saluran napas
hingga mengenai jaringan paru-paru.
4. Bukan pneumoia dapat berupa common cold (batuk pilek),
pharingitis,tonsilitis serta infeksi pada telinga.
- Klasifikasi berdasarkan umur (Wardani dkk, 2014):
c. Pada anak usia kurang dari 2 bulan
3. Pneumonia berat
Ditandai dengan nafas cepat dengan frekuensi pernafasan
sebanyak 60x permenit atau lebih serta adanya tarikan yang
kuat pada dinding dada bagian bawah kedalam (severe chest
indrawing)
4. Bukan pneumonia

32
Batuk pilek biasa tanpa penarikan kuat pada dinding dada
bagian bawah atau nafas cepat.
d. Pada anak yang berusia 2 bulan hingga 5 tahun, pneumonia
dibedakan sebagai berikut Wardani dkk, 2014):
4. Pneumonia berat
Merupakan kondisi dimana terdapat batuk serta mengalami
kesulitan dalam bernafas yang disertai dengan penarikan pada
dinding dada bagian bawah kedalam.
5. Pneumonia
Merupakan kesulitan dalam bernafas dengan disertai nafas
yang cepat dengan batas nafas 50 kali atau bisa lebih
permenit pada anak yang berusia 2 bulan sampai kurang dari
1 tahun dan usia sampai 4 tahun 40x kali permenit atau lebih.
6. Batuk bukan pneumonia
Batuk bukan pneumonia merupakan anak penderita batuk
namun tidak disertai dengan nafas cepat serta tidak terdapat
tarikan pada dinding dada bagian bawah kedalam.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala dari ISPA adalah sebagai berikut:
1. Batuk
2. Pilek
3. Hidung tersumbat
4. Nyeri tenggorokan
5. Sesak napas
6. Demam
7. Sakit kepala
8. Nyeri otot

33
D. Intervensi
Pemenuhan Nutrisi
Definisi nutrisi
Nutrisi adalah zat kimia yang dapat digunakan oleh organisme
untuk mempertahankan kegiatan metabolisme tubuhnya. kegiatan
metabolisme pada manusia dan hewan lainnya termasuk penyedia
energi, pertumbuhan, pembaruan jaringan dan reproduksi. beberapa
bahan kimia yang berperan sebagai zat gizi adalah karbohidrat
protein asam lemak, vitamin dan elemen lain bahan kimia seperti
serat makanan dan metabolit sekunder. Definisi yang luas ini
mencakup senyawa yang digunakan langsung untuk produksi energi
yang membantu dalam metabolisme untuk membangun struktur
tubuh atau untuk membantu dalam fungsi sel tertentu. Suatu zat gizi
penting untuk organisme dalam kelangsungan siklus hidup dan dan
terlibat dalam fungsi organisme.

  Jenis makanan anak balita menurut tingkat usia


- Untuk usia 1-3 tahun jenis makanan yang biasa diberikan adalah ASI
atau susu formula, buah-buahan, sayuran, makanan kecil. Makanan
dengan komposisi seperti orang dewasa dengan porsi kecil. Untuk 1
tahun 1/3 porsi orang dewasa. Makanan usia 1 tahun belum banyak
berbeda dengan makanan waktu usia kurang dari 1 tahun.
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa anak disapih lebih baik pada
umur 2 tahun, sehingga pada umur diatas 1 tahun ASI masih diberikan
pada anak.
- Usia 3-5 tahun jenis makanan yang biasa diberikan susu,buah-
buahan. Pada dasarnya sama tetapi untuk usia 3 tahun setenah porsi
orang dewasa.

34
Pada umumnya makanan masih berbentuk lunak baik nasi, sayuran
dan   lauk pauk. Seperti daging hendaknya dimasak sedemikian rupa
dan lunak sehingga anak mudah mengunyahnya dan mencernanya.
Setelah mencapai umur 3 tahun lebih banyak makanan padat sampai
umur 5 tahun dan untuk kebutuhan protein sedapat mungkin didapat
dari protein sumber hewani.

Gizi seimbang untuk anak


o  Kelompok Karbohidrat
Meliputi nasi, jagung, umbi-umbian, dan roti. Sediakan ½ cangkir nasi
atau pasta, ½ gelas sereal masak dikombinasikan dengan sedikit sereal
siap saji.
o  Kelompok Sayuran
Meliputi wortel, bayam, sawi, brokoli dan lain-lain. Sediakan ½ gelas
sayuran potong atau 1 gelas sayuran daun. Sajikan sebanyak 3 kali
sehari.
o  Kelompok Buah-buahan
Meliputi pisang, apel, pir, pepaya dan melon. Sediakam satu jenis
buah, ¾ gelas jus buah murni, ½ gelas buah kaleng atau ¼ gelas buah
kering. Sajikan sebanyak 2x sehari  
o  Kelompok Susu
Meliputi susu sapi, kambing dan kedelai. Sediakan satu gelas susu.
Sajikan sebanyak 2x sehari
o  Kelompok Lemak
Meliputi dading ayam, sapi, ikan laut segar, telur, kacang dan lain-
lain. Sediakan 2 sampai 3 ons daging lunak masak atau ikan, ½ gelas
kacang kering masak. 1 ons daging dapat menggantikan 2 sendok
makan mentega atau 1 butir telur. sajikan 2x sehari

35
Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap keadaan nutrisi
pada balita
1. Nafsu makan yang berubah-ubah
2. Penyajian porsi makan yang terlalu besar
3. Kurangnya orang tua mengajarkan memilih bahan makanan yang
bernilai gizi baik
4. Pengaruh kebiasaan jajan
5. Kurang mampunya orang tua dalam menyusun makanan anak-anak
6. Anak balita masih dalam periode transisi dari makanan bayi ke
makanan dewasa jadi masih memerlukan adaptasi
7. Masih belum dapat mengurus sendiri dengan baik dan belum dapat
berusaha mendapatkan sendiri apa yang diperlukan untuk makanannya
8. Ibu sering sedih mempunyai anak kecil lagi atau sudah bekerja
penuh sehingga tidak lagi dapat memberikan perhatian kepada anak
apalagi mengurusnya.

Tanda, gejala, dan dampak anak kekurangan nutrisi


Tanda gejala anak kekurangan nutrisi yaitu tinggi dan berat badan
tidak sesuai dengan anak seusianya, kulit kering dan rambut mudah
rontok, mudah lelah dan mengantuk, napsu makan turun, dan anak
menjadi lebih rewel. Dampaknya akan terlihat pada pertumbuhan dan
perkembangan anak, juga terhadap daya fikir anak. Kurangnya
masukan nutrisi pada balita juga akan berpengaruh sekali terhadap
daya tahan tubuh si anak, balita akan mudah terserang penyakit.

36
TANDA & GEJALA
KURANG NUTRISI

TINGGI DAN BERAT BADAN


TIDAK SESUAI ANAK LAIN GIZI SEIMBANG
SEUSIANYA
CEGAH ISPA PADA ANAK

KULIT KERING, RAMBUT


RONTOK

KELOMPOK 8
MUDAH LELAH DAN
MENGANTUK

NAFSU MAKAN
TURUN

FAKULTAS KEPERAWATAN
CP : Ulfi — 082232721544
UNIVERSITAS JEMBER
2019 37
ANAK LEBIH Intan — 083847540882
REWEL
Kelompok
Kelompok
APA ITU GIZI ? ?
Karbohidrat :
Sayuran : Sawi,
Gizi adalah sumber energi Nasi. Jagung,
Bayam, Wortel
berasal dari makanan dan
minuman untuk aktivitas Umbi-umbian
sehari-hari.

HUBUNGAN ISPA
DENGAN GIZI
Kelompok Kelompok Buah
Lemak: : Pisang, Apel,
Terjadinya Infeksi Saluran
Pepaya
Nafas Akut Atas (ISPA) Sapi,
Ayam.
dipengaruhi penurunan Kambing
kekebalan tubuh. Jaga
Kelompok
kekebalan tubuh dengan
Susu :
asupan gizi seimbang,
Sapi, 38
yang terdiri dari :
Kambing

Anda mungkin juga menyukai