Disusun oleh :
Nama : Tisya Tobaru
Nim : 2013104
Tingkat II-B
Dosen Pembimbing :
Str. Amelia Rattoe, SKM., Mkes
PATHWAY
Ketidak seimbangan antara konsumsi,
kalori/karbohidrat, dan protein
Potensial Terjadinya
Komplikasi
-Napsu makan menurun
-BB Menurun
-Tinggi badan tidak bertambah
Gangguan Nutrisi
KATA PENGANTAR
Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat,
dan anugerah-Nya Saya dapat menyusun Tugas KEPERAWATAN ANAK ini dengan judul
“Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan Dengan Gangguan KKP” yang disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak yang diberikan oleh Str. Amelia Rattoe,
SKM., Mkes
Tidak sedikit kesulitan yang Saya alami dalam proses penyusunan makalah ini.
Namun berkat dorongan dan bantuan dari semua pihak yang terkait, baik secara moril
maupun materil, akhirnya kesulitan tersebut dapat diatasi. Tidak lupa pada kesempatan ini
Saya menyampaikan rasa terima kasih kepada Dosen yang telah membimbing Saya sehingga
Saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Saya menyadari bahwa untuk meningkatkan kualitas makalah ini Saya membutuhkan
kritik dan saran demi perbaikan makalah di waktu yang akan datang. Akhir kata, besar
harapan Saya agar makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
Tisya Tobaru
DAFTAR ISI
ASKEP TEORITIS :
1. PENGKAJIAN
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
BAB III. PENUTUP.......................................................................................................v
B. KESIMPULAN
C. SARAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kurang kalori protein merupakan salah satu masalah gizi masyarakat yang utama di
Indonesia. Upaya untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat telah dilaksanakan dengan
berbagai program perbaikan gizi oleh Departemen Kesehatan bekerja sama dengan
masyarakat. Menurut survai kesehatan tahun 1986 angka keadaan gizi buruk pada balita
1,72% dan gizi kurang sebanyak 11,4.
Penderita gizi buruk palik banyak dijumpai ialah tipe maramus. Arif di. Rs dr. sutomo
Surabaya mendapatkan 47% dan di. Rs. Dr. pirngadi medan sebanyak 42%. Hal ini dapat
dipahami karena maramus sering berhubungan dengan kepadatan penduduk dan higine yang
kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun serta terjadinya krisis ekonomi di
Indonesia.
B. Tujuan
Tujuan umum
Penulis berharap agar kita semua,khusunya para pembaca dapat memahami tentang masalah
kekurangan kalori dan protein pada anak.
Tujuan khusus
a. Menjelaskan pengertian kurang kalori dan protein.
b. Menjelaskan etiologi kurang kalori dan protein.
c. Menjelaskan patofisiologi kurang kalori dan protein.
d. Menjelaskan tanda dan gejala kurang kalori dan protein.
e. Menjelaskan askep kurang kalori dan protein.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Defenisi
KKP atau Kurang kalori dan protein ini terjadi ketidak seimbangan antara konsumsi
kalori atau karbohidrat dan protein dengan kebutuhan anergi atau defisiensi atau deficit
energi dan protein.
Pada umumnya penyakit ini terjadi pada anak balita karena pada umur tersebut anak
mengalami pertumbuhan yang pesat. Apabila konsumsi makanan tidak seimbang dengan
kebutuhan kalori,maka akan terjadi defisiensi tersebut (kurang kalori dan protein).
Penyakit ini dibagi dalam tingkat-tingkat, yakni:
1. KKP ringan, kalau berat badan anak mencapai 84-95 % dari berat badan.
2. KKP sedang, kalau berat badan anak hanya mencapai 44-60 % dari berat
badan.
3. KKP berat (gizi buruk), kalau berat badan anak mencapai 60 % dari berat
badan.
Beberapa ahli hanya membedakan antara 2 kkp saja yakni kkp ringan atau gizi kurang dan
gizi berat(gizi buruk) atau lebih sering disebut maramus(kwashiorkor). Anak atau penderita
maramus ini tampak sangat kurus,berat badan kurang dari 60% dari berat badan ideal
menurut umur, muka berkerut seperti orang tua, apatis terhadap orang tua,apatis terhadap
sekitarnya,rambut kepala halus dan jarang berwarna kemerahan.
Penyakit kkp pada orang dewasa memberikan tanda-tanda klinis: oedema atau honger
oedema(ho) atau juga disebut penyakit kurang makan,kelaparan,atau busung lapar. Oedema
pada penderita biasanya tampak pada daerah kaki.
Kwashiorkor ialah gangguan yang disebabkan oleh kekurangan protein ( Ratna
Indrawati,1994)
Kwashiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya yang biasa
dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita). (Ngastiyah,)
B. Etiologi
Kurang kalori protein yang dapat terjadi karena Diet yang tidak cukup Kebiasaan makan
yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orang tua-anak terganggu,karena kelainan
metabolic, atau malformasi congenital.
Pada bayi dapat terjadi karena tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan
penggantinya atau sering diare, Diare yang kronik, Malabsorbsi protein, Sindrom nefrotik,
Infeksi menahun, Luka bakar, Penyakit hati.
C. ANATOMI FISILOGI
Mulut, Tenggorokan & Kerongkongan
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi
oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan
lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman
dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang
(molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari
kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim
pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya
lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan
dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
Lambung
Lambung merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang
keledai, terdiri dari 3 bagian yaitu kardia, fundus dan antrum. Makanan masuk ke dalam
lambung dari kerongkonan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan
menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke
dalam kerongkongan.
Rektum & Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat
yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk
ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Orang dewasa dan
anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda
mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus.
Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup.
D. Patofisiologi
kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,protein, atau
keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan makanan makanan, tubuh
berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi,
kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat,protein merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan kehidupan,karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh
jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kebutuhan tubuh untuk memepertahankan
karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah terjadi kekurangan.
Akibat katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilakan asam
amino yang akan segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama puasa lemak di
pecah menjadi asam lemak,gliserol,dan ketan bodies. Otot dapat memepergunakan asam
lemak dan keton bodies,sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan
menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah
kira-kira kehilangan separuh dari tubuh
E. Manifestasi klinis
Badan kurus kering tampak seperti orang tua Abdomen dapat kembung dan datar. BB
menurun, Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni, Suhu biasanya normal,nadi melambat,
Kulit keriput (turgor kulit jelek) Ubun-ubun cekung pada bayi, Jaringan subkutan hilang,
Malaise, Apatis, Dan Kelaparan.
F. Komplikasi
Infeksi Kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, Melabsorbsi, Gangguan metabolic,
Penyakit ginjal menahun, Gangguan saraf pusat, Gangguan asupan vitamin dan mineral
Anemia gizi.
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi: albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, hb, ht, dan
ransferin.
Pemeriksaan radiologis
1. Penatalaksanaan
2. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas
proteinnya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
3. Pemberian terapi cairan dan elektrolit
4. Penatalaksanaan setiap masalah akut seperti masalah diare berat
5. Pengkajian riwayat status social ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian
antrometri, kaji menivestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan,
kaji tanda-tanda vital.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan nutrisi s/d intake yang kurang ( protien ) ditandai dengan pasien
tidak mau makan, anoreksia, makanan tidak bervariasi, BB menurun, tinggi badan
tidak bertambah.
2. Potensial terjadinya komplikasi b.d rendahnya daya tahan tubuh
C. INTERVENSI, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
1. Gangguan nutrisi b/d intake yang kurang ( protien ) ditandai dengan pasien tidak mau makan,
anoreksia, makanan tidak bervariasi, BB menurun, tinggi badan tidak bertambah.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasein terpenuhi dengan kreteria timbul nafsu makan, BB bertambah ½ kg
per 3 hari.
Intervensi:
a. Mengukur dan mencatat BB pasein
b. Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
c. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan
d. Memberikan makanan tinggi TKTP
e. Memberi motivasi kepada pasien agar mau makan.
f. Memberi makan lewat parenteral ( D 5% )
Rasional:
a. BB menggambarkan status gizi pasien
b. Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah
c. Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien
d. Protein mempengaruhi tekanan osmotik pembuluh darah.
e. Alternatif lain meningkatkan motivasi pasein untuk makan.
f. Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral
Evaluasi :
Pasien mau makan makanan yang TKTP, BB bertambah ½ kg tiap 3 hari.
2. Potensial terjadinya komplikasi b/d rendahnya daya tahan tubuh
Tujuan :
a. Mencegah komplikasi
Intervensi:
a. Memberikan makanan cukup gizi (TKTP)
b. Menjaga personal hygiene pasien
c. Memberikan penkes tentang pentingnya gizi untuk kesehatan.
d. Kolaborasi pemberian cairan parenteral.
Rasional :
a. Makanan yang cukup gizi mempengaruhi daya tahan tubuh.
b. Personal hygiene mempengaruhi status kesehatan pasien.
c. Pendidikan gizi menentukan status gizi dan status kesehatan pasien.
d. Mengganti/ memenuhi zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral.
Evaluasi :
Komplikasi dapat terhindar atau tidak terjadi.
BAB III
PENUTUP