Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN

Disusun Oleh:

Cyndi septa kumala (14.401.18.011)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

PRODI D-III KEPERAWATAN

KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI

2019

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada kelompok kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “Asuhan Keperawatan Anak Dengan Kekurangan Energi Protein”. Makalah ini
kami susun untuk memenuhi tugas mata ajar Keperawatan Anak.

Kami menyadari bahwa didalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Maka dari itu kritik dan saran sangat
kami butuhkan untuk penulisan makalah selanjutnya. Namun demikian, kami telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik

Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
pembaca.

Krikilan, 08 September 2020

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan
karena defisiensi macro nutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi
pergeseran masalah gizi dari defisiensi macro nutrient kepada defisiensi micro nutrient,
namun beberapa daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (> 30%) sehingga
memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP. (Sodikin,
2011)
Di Indonesia masalah kekurangan pangan dan kelaparan merupakan salah satu
masalah pokok yang dihadapi memasuki Repelita I dengan banyaknya kasus HO dan
kematian di beberapa daerah. Oleh karena itu tepat bahwa sejak Repelita I pembangunan
pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk merupakan tulang punggung
pembangunan nasional kita. Bahkan sejak Repelita III pembangunan pertanian tidak
hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi pangan dan meningkatkan pendapatan
petani, tetapi secara eksplisit juga untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat.
(Naziruddin, 2009)
B. Batasan Masalah
Batasan masalah di dalam makalah ini dibatasi pada definisi, etiologi, manifestasi klinis,
patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan dan asuhan
keperawatan Kekurangan Energi Protein.

C. Rumusan Masalah
1. Apa definisi KEP ?
2. Apa etiologi KEP ?
3. Apa manifestasi klinis KEP ?
4. Apa klasifikasi pada KEP ?
5. Bagaimana patofisiologi KEP ?
6. Apa komplikasi KEP ?
7. Apa pemeriksaan penunjang KEP ?
8. Apa penatalaksanaan KEP ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan KEP ?

D. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui secara umum mengenai konsep asma bronkial dan asuhan keperawatan
KEP
2. Tujuan khusus
a. Memahami definisi KEP
b. Mengetahui etiologi KEP
c. Mengetahui manifestasi KEP
d. Mengetahui klasifikasi KEP
e. Memahami patofisiologi KEP
f. Memahami apa saja komplikasi KEP
g. Mengetahui pemeriksaan penunjang KEP
h. Mengetahui penatalaksanaan KEP
i. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian,
diagnosa, dan intervensi dalam KEP
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT
2.1. Definisi
Kekurangan energi protein adalah keadaan kurang gizi yang disebakan rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makananan sehari sehingga tidak memenuhi angka
kecukupan gizi (Pudjiadi, 2008).
Definisi baru malnutrisi energi protein adalah seseorang yang kekurangan gizi
yang disebabkan oleh konsumsi protein dalam makanan sehari-hari atau gangguan
penyakit tertentu (Supariasa, 2006).
KEP adalah keadaan ketidakcukupan asupan protein dan kalori yang dibutuhkan
oleh tubuh dikenal juga dengan marasmus,kwashiorkor, dan marasmus – kwashiorkor
(Sodikin, 2011)
Jadi dapat disimpulkan bahwa kekurangan energi protein adalah keadaan
kekurangan gizi yang dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu konsumsi energi dan
protein kurang dan gangguan kesehatan.

2.2. Etiologi
Faktor penyebab yang dapat menimbulkan kekurangan energi protein yaitu :
1. Sosial ekonomi yang rendah
2. Sukar atau mahalnya makanan yang baik
3. Kurangnya pengertian orang tua mengenai gizi
4. Tingginya faktor infeksi pada anak
5. Kepercayaan dan kebiasaan yang salah terhadap makanan (misal tidak makan
daging atau telur disaat luka) (Naziruddin, 2009)
2.3. Klasifikasi
Klasifikasi KEP menurut direktorat bina gizi masyarakat Depkes RI dapat
diklasifikasikan yaitu :
Kategori Status BB/U (% Baku WHO-NCHS, 1983)
KEP I (KEP Ringan) Gizi Sedang 70% - 79,9% Median BB/U
KEPII KEP Sedang) Gizi Kurang 60% - 69,9% Median BB/U
KEP III (KEP Berat) Gizi Buruk < 60% Median BB/U

KEP berat ini terdiri dari marasmus, kwarsiorkor dan gabungan keduanya
a. Marasmus
Pola penyakit klinis yang menekankan satu atau lebih tanda defisiensi protein dan
kalori, marasmus satu bentuk malgizi protein-energi akibat kelaparan, ketika smua
unsur diet kurang dapat terjadi pada semua usia, tetap lebih banak terjadi pada awal
masa bayi. Marasmus juga kegagalan pemberian ASI dan perkembangan saluran
cerna.
Gejalanya :
1. Odem pada kaki dan muka (moon face)
2. Rambut berwarna jagung dan tumbuh jarang
3. Perubahan kejiwaan seperti apatis, wajah memelas, cengeng, dan nafsu
makan kurang
4. Muncul kelainan kulit mulai dari bintik-bintik merah yang kemudian
berpadu menjadi bercak hitam
b. Kwashiorkor
Kwashiorkor merupakan bentuk bentuk parah malgizi protein – energy, yang
ditandai dengan defisiensi asam amino esensial dan asupan kalori yang adekuat,
yang terutama disebabkan oleh kekurangan zat protein kondisi ini digambarkan
dengan gagal tumbuh, edema, apatis, anoreksia, muntah dan diare dan perubahan
pada kulit rambut serta membrane mukosa.
Gejalanya:
1. Berat badan sangat rendah
2. Kemunduran pertumbuhan otot (atrophi)
3. Wajah anak seperti orang tua (old face)
4. Ukuran kepala tidak sebanding dengan ukuran tubuh
5. Cengeng dan apatis (kesadaran menurun)
6. Mudah terkena penyakit infeksi
7. Kulit kering dan berlipat-lipat karena tidak ada jaringan lemak di bawah
kulit
8. Sering diare
9. Rambut tipis dan mudah rontok

c. Marasmus Kwasiokor

Penyakit ini timbul jika makanan sehari-hari anak tidak cukup mengandung energi
dan protein untuk pertumbuhan normal

Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik Kwashiorkor dan
Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang
tidak mencolok (Febry, 2008)

2.4. Manifestasi Klinis


1. Pada rambut terdapat tanda-tanda kurang bercahaya, rambut kusam dan kering,
rambut tipis dan jarang, kekurangan pigmen rambut.
2. Sementara tanda-tanda pada wajah diantaranya terjadi penurunan pigmentasi (defus
depigmentation) yang tersebar berlebih apabila disertai anemia.
3. Wajah seperti bulan (moon face). Wajah menonjol keluar, pengeringan selaput mata,
pengeringan kornea.
4. Tanda-tanda pada mata, antara lain pada selaput mata pucat, keratomalasia,
permukaan halus dari keseluruhan bagian kornea, angular palpebritis, sedangkan pada
bibir trjadi angular stomatitis.
5. Tanda-tanda pada lidah, edema pada lidah, lidah mentah atau skarlet, atrofi papilla.
6. Tanda-tanda pada gusi bunga karang keunguan atau merah yang membengkak pada
papilla gigi bagian dalam dan atau tepi gusi.
7. Tanda-tanda pada gigi karies gigi, pengikisan gigi.
8. Tanda pada kulit serosis, yaitu keadaan kulit yang mengalami kekeringan tanpa
mengandunga air, folicular hiperkeratosis petechiae.
9. Sedangkan tanda-tanda pada kuku koilonycia, yaitu kedaan kuku bagian bilateral
cacat berbentuk sendok atau karena sugestif anemia. (Pudjiadi, 2008)

2.5. Patofisiologi

Adapun energi protein yang diperoleh dari makanan kurang, padahal untuk
kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang didapat, dipengaruhi oleh
energi makanaan yang diberikan sehingga harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga
cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.

Kekurangan energi protein dalam makanan yang dikonsumsi akan menimbulkan


kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis, oleh karena
dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan
sebagai asama amino didalam serum yang jumlahnya sudah kurang akan disalurkan ke
otot.
Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya
pembentukan alkomin oleh hepar, sehingga kemudian timbul edema perlemahan hati
terjai karena gangguan pembentukan lipoprotein beta sehingga transport lemak dari hati
ke hati dapat lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi akumulasi lemak dalam hepar.
(Supariasa, 2006)
Pathway

Kegagalan menyusui asi,


Kebutuhan ekonomi
Kurang asupan nutrisi
rendah pendidikan,
kurang higiene rendah
KEP

Penurunan jumlah Energi menurun


protein tubuh

marasmus
Terjadi perubahan
biokimia dalam tubuh
Cadangan protein otot
terus menerus untuk
kwashiorkor
memperoleh asam amino

Asam amino rendah


konsentrasinya

Gangguan absorsi dan Produksi albumin oleh


tranportasi dan zat gizi hepar Asam amino tidak
rendah(hipoalbuminea) berguna bagi sel

Pengambilan energi Tekanan osmotik plasma Tubuh mengalami


selain dari protein (otot) menurun kehilangan energi
secara terus menerus
Penyusutan otot Cairan dari intravasluler
Otot otot melemah
inkeintersisial
dan menciut

Penurunan bb
odema
Resiko gangguan
tumbuh kembang

Nutrisi kurang dari


Gangguan
kebutuhan tubuh
keseimbangan Gangguan
cairan intergritas kulit
2.6. Pemeriksaan Penunjang
a. Kwashiorkor
1) Pemeriksaan darah : abumin, globulin, protein total, elektrolit serum,biakan
darah.
2) Pemeriksaan urine : urine lengkap dan kultur urine
3) Uji faal hati
4) ECG
5) X foto paru
6) Konsul THT : adanya otitis media
b. Maramus
1) Pemeriksaan fisik
2) Mengukur TB dan BB
3) Menghitung indeks massa tubuh yaitu BB (dalam kg ) dibagi TB (dalam cm )
4) Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang ( lipatan
trisep ) dtarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawa kulitnya dapat
diukur, biasanya dengan menggunakan data lengkung (caliper) lemak dibawah
kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh . lipatan lemak normal sekitar
1,25cm pada laki-laki dan sekitar 2,5cm pada wanita.

2.7. Penatalaksanaan
1. Pelaksanaan gizi buruk yaitu sebagai berikut
2. Pengobatan atau pencegahaan hipoklemia
3. Pengobatan dan pencegahaan hipotermia
4. Lakukan pemuluhan gangguan keseimbangan elektrolit
5. Lakukan pengobatan dan pencegahan infeksi pada KEP berat
6. Pemberiaan makanan, balita KEP berat
7. Perhatikan masa tumbuh kembang balita
8. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro
9. Berikan stimulasi dan dukungan emosional
10. Persiapan untuk tidak lanjut dirumah (Sodikin, 2011)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
I. Identitas Klien
Berisikan identitas dari klien yang berisikan nama, tempat tanggal lahir, diagnosa medis
dll
II. Identitas Orang Tua
Berisikan identitas dari ayah dan ibu dari klien
III. Identitas Saudara Kandung
Berisikan nama, usia, hubungan, status kesehatan adakah saudara kandung memiliki
riwayat kekurangan energi protein dan gangguan tumbuh kembang, karena besar
penyebab KEP disebabkan karena sosial ekonomi yang rendah
IV. Riwayat Kesehatan
A. Riwayat Kesehatan Sekarang
Penyebab anak masuk rumah sakit karena berat badan yang rendah, anak cengeng, dan
rambut sering rontok (Sodikin, 2011)
B. Riwayat Kesehatan Lalu
Kemungkinan ibu ketika mengandung anak asupan nutrisinya tidak sesuai dengan
kebutuhan tubuh
(Sodikin, 2011)
V. Riwayat Imunisasi
Faktor imunisasi bukan merupakan faktor resiko penyebab kekurangan gzi, faktor yang
lebih utama penyebab kekurangan gizi yaitu faktor asupan makanan dan juga faktor
infeksi. (Pudjiadi, 2008)
VI. Riwayat Tumbuh Kembang
Anak yang mengalami KEP pertumbuhan dan perkembangannya terganggu, berat badan
anak sangat rendah dan perkembangannya tidak sesuai dengan usianya dikarenakan
kurangnya energi agar anak tumbuh (Pudjiadi, 2008)
VII. Riwayat Nutrisi
Pemberian nutrisi yang cukup dapat menghindari anak mengalami KEP,namun pada anak
dengan kasus KEP pemberian nutrisinya tidak tercukupi dikarenakan berbagai macam
faktor. (Supariasa, 2006)

VIII. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum
Pada klien KEP keadaan umumnya lemah, kompos mentis, bersifat cengeng atau
rewel dan apatis (Sodikin, 2011)
2. TTV
Suhu = Sub normal, nadi lambat, metabolisme basal menurun sehingga ujung
tangan dan kaki dingin, sianosis dan TD lebih rendah, BB dan TB lebih rendah
dari normal. (Sodikin, 2011)
3. Wajah:
Terdapat penurunan pigmentasi, wajah seperti bulan (moon face), wajah menonjol
keluar
4. Mata:
Pengeringan selaput mata, pengeringan kornea, mata pucat, angular palpebritis
5. Mulut:
Pada bibir terjadi angular stomatitis, pada lidah terjadi edema, skarlet, atrofi
papilla, gusi bunga karang keunguan atau merah yang membengkak pada tepi
gusi, gigi terdapat karies dan pengikisan
6. Kulit:
Serosis yaitukeadaan kulit yang mengalami kekeringan tanpa mengandung air,
folicular hiperkeratosis petechiae
7. Kuku:
Terdapat koilonycia, yaitu kedaan kuku bagian bilateral cacat berbentuk sendok
atau karena sugestif anemia

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

1. Kurang nutrisi (Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh) b.d nafsu makan yang menurun,
gangguan pada saluran cerna, kurangnya enzim yang diperlukan dalam pencernaan
makanan, adanya atrofi villi usus berakibat pada gangguan proses penyerapan
Sasaran Intervensi

Masalah kurang nutrisi kurang  Lakukan pengaturan makanan dengan berbagai tahap,
dari kebutuhan dapat teratasi, salah satunya adalah tahap penyesuaian diawali dengan
proses metabolism dalam pemberian kalori sebanyak 50 kal/kg BB/hari dalam
tubuh kembali normal cairan 200 ml/kgBB/hari (kwashiorkor) dan 250
ml/kgBB/hari (marasmus).
 Berikan makanan tinggi kalori (3-4 g/kgBB/hari) dan
tinggi protein (160 – 175 g/kgBB/hari) pada kasus
kekurangan energy dan protein berat, dan berikan
mineral serta vitamin
 Bayi dengan berat badan kurang dari 7 kg, berikan susu
rendah laktosa (LLM – Low Lactose Milk) dengan cara
1/3 LLM di tambahkan glukosa 10% tiap 100 ml susu
ditambah 5 g glukosa untuk mencegah hipoglikemia
selama 1 – 3 hari kemudian, pada hari berikutnya 2/3.
 Apabila berat badan lebih dari 7 kg maka pemberian
makanan dimulai dengan makanan bentuk lunak (tim)
dan seterusnya, dan lakukan pemberian kalori mulai dari
50 kal/kg BB/hari.
 Evaluasi terhadap pola makan, berat badan, tanda
perubahan kebutuhan nutrisi (turgor kulit, nafsu makan,
kemampuan absorpsi, bising usus, serta tanda – tanda
vital).
2. Kurang volume cairan berhubungan dengan penurunan kemampuan proses penyerapan,
berkembangbiaknya flora usus yang menimbulkan diare.
Sasaran Intervensi

Kekurangan volume cairan  Berikan cairan tubuh yang adekuat melalui hidrasi, bila
dapat diatasi (hidrasi baik) terjadi dehidrasi.
 Monitor keseimbangan cairan tubuh dengan mengukur
asupan dan keluaran dengan mengukur berat jenis urine.
 Pantau adanya kelebihan cairan, dan perubahan status
hidrasi.
 Berikan penyuluhan kesehatan, dalam hal makanan yang
dianjurkan untuk membantu proses penyerapan (tinggi
kalori, tinggi protein, kandung vitamin, dan mineral
baik).
 Apabila disertai diare (rujuk pada pengelolaan anak
dengan diare ).
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tubuh kekurangan zat gizi (kalori dan
protein berakibat kulit mudah mengalami kerusakan)
Sasaran Intervensi

Gangguan integritas kulit  Pertahankan kulit tetap bersih dan kering, mandikan dua
dapat diatasi kali sehari dengan air hangat, dan ganti pakaian yang
kotor atau basah
 Ubah posisi tidur tiap 2-3 jam, bersihkan daerah
tertekan dengan air hangat, bila perlu gunakan matras
lembut.
 Beri suplemen vitamin
 Beri penyuluhan agar tidak menggunakan sabun mandi
yang mengiritasi kulit.
 Pantau integritas kulit tiap 6 – 8 jam sekali.
4. Risiko infeksi b.d penurunan daya tahan tubuh (khususnya kekebalan seluler)
Sasaran Intervensi

Risiko infeksi dapat diatasi  Terapkan universal precaution atau standar kehati-hatian
dalam tiap tindakan dengan mencuci tangan, menjaga
kebersihan, cara kontak dengan penderita dari penderita,
penyakit infeksi
 Berikan imunisasi lengkap, pada anak yang belum
diberikan imunisasi sesuai jadwal imunisasi.
 Monitor tanda lanjutan dari infeksi seperti suhu, nadi,
jumlah leukosit, dan tanda-tanda infeksi lain.
5. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang penyediaan, cara pemberian
makanan pada anak dengan gizi seimbang
Sasaran Intervensi

Pengetahuan anak dan  Berikan informasi pada keluarga dalam hal cara
keluarga meningkat pemenuhan kebutuhan nutrisi dengan gizi seimbang
 Demonstrasikan atau beri contoh bahan makanan, cara
memilih dan memasak makanan, berikan alternative
makanan pengganti dari protein hewani bila dirasa
mahal dengan protein nabati seperti tempe, dan/atau
makanan yang terbuat dari kacang-kacangan.
 Sarankan agar berperan aktif di kegiatan Posyandu agar
status gizi selalu terpantau, dan memperoleh pemberian
makanan tambahan di Posyandu.
DAFTAR PUSTAKA

Febry, A. B. (2008). Buku Pintar Menu Balita. Jakarta: Wahyu Media.

Naziruddin. (2009). Perawatan Kesehatan Masyarakat. Jawa Barat: FKPP-SPK.

Pudjiadi. (2008). Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta: Sagung seto.

Sodikin. (2011). Keperawatan Anak Gangguan Pencernaan . Jakarta: EGC.

Supariasa. (2006). Penilaian Status Gizi . Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai