Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN

PNEUMONIA

DISUSUN OLEH

ANGGI ARDIKA PRADANA

14.401.18.003

PRODI DIII KEPERAWATAN

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

GLENMORE-BANYUWANGI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelasaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Anak dengan Pneumonia”
tepat pada waktunya untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak.
Dengan adanya makalah ini di harapkan mahasiswa dapat lebih memahami tentang
Asuhan Keperawatan Anak dengan Pneumonia. Makalah ini kami buat dengan semaksimal
mungkin, walaupun kami menyadari masih banyak kekurangan yang harus kami perbaiki.
Oleh karena itu kami mengharapkan saran ataupun kritik dan yang sifatnya membangun demi
tercapainya suatu kesempurnaan makalah ini.Kami berharap makalah ini dapat berguna bagi
pembaca maupun bagipenulisnya sendiri.

Krikilan, 5 Oktober 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang..............................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah........................................................................................................................5
C. Tujuan..........................................................................................................................................5
1. Tujuan Umum 5
2. Tujuan Khusus 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
A. Konsep Penyakit............................................................................................................................6
1. Definisi pneumonia 6
2. Etiologi6
3. Manifestasi Klinis 7
4. Klasifikasi 7
5. Patofisiologi 7
6. Komplikasi 9
7. Pemeriksaan Penunjang 9
8. Penatalaksanaan 9
B. Konsep Asuhan Keperawatan....................................................................................................10
1. Pengakajian 10
2. Diagnosa Keperawatan 13
3. Intervensi 16
4. Implementasi 23
5. Evaluasi 23
BAB III PENUTUP 24
A.    Kesimpulan....................................................................................................................................24
B.     Saran.............................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA 25

3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit salauran nafas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatn yang tinggi
diseluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan
infeksi saluran nafas yang terjadi di masyarakat atau didalam rumah sakit/pusat perawatan.
Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah akut diparenkim paru
yang serius dijumpai sekitar 15% - 20%.
Pneumonia adalah merupakan infeksi akut yang secara anatomi mengenai lobus paru.
Pneumonia adalah radang parenkim paru yang dapat disebabkan oleh mikroorganisme dan
kadang non infeksi. Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim
paru yang
umumnya disebabkan oleh agent infeksi.
Pneumonia adalah suatu peradangan alveoli atau pada parenchyma paru yang terjadi
pada anak. (Suriani, 2006). Pneumonia pada anak seringkali bersamaan terjadinya proses
infeksi akut pada bronchus dan disebut bronchopneumonia. Terjadinya pneumonia pada
anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronchus
(bronchopneumonia).
Dalam pelaksanaan program P2 ISPA semua bentuk pneumonia (baik pneumonia
maupun bronchopneumonia) disebut Pneumonia. Dalam keperawatan pneumonia atau
bronkhopneumonia pada anak (bayi) termasuk masalah yang serius dan mengancam
keselamatan jiwa. Karena sistem pernafasan pada bayi belum matur. Oleh karena itu,
perawat maupun tim kesehatan lain harus mampu mengidentifikasi dan mengatasi masalah
yang ada pada anak (bayi) yang menderita pnuemonia.

4
B. Rumusan Masalah
a. Mahasiswa mampu mempelajari tentang konsep penyakit Pneumonia
b. Mahasiswa mampu mempelajari tentang konsep Asuhan Keperawatan Pneumonia

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa memahami tentang konsep dasar asuahan keperawatan pada
anak dengan pneumonia

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami konsep medis tentang pneumonia.
b. Mahasiswa mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada anak dengan
pneumonia.
c. Mahasiswa mampu merencanakan intervensi keperawatan pada anak dengan
pneumonia.

5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit
1. Definisi pneumonia
Pneumonia adalah suatu peradangan paru-paru biasanya disebabkan oleh virus
bacterial (staphulococcus, pneumococcus, atau streptococcus) atau infeksi viral
(respiratory syncitial virus) (Taqiyyah & Mohammad, 2013, p. 241).
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang
disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat
berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi, begitupun dengan aliran
darah disekitar alveoli, menjadi terlambat dan tidak berfungsi maksimal.
Hipoksemia dapat terjadi, bergantung pada banyaknya jaringan paru-paru yang
sakit (Irman, 2012, p. 74).
2. Etiologi
Penyebaran infeksi dapat terjadi melalui droplet dan sering disebabkan oleh
streptococcus pneumonia, melalui selang infuse oleh staphylococcus aureus
sedangkan pada pemakaian ventilator oleh P. aeruginosa dan enterobacter. Dan
masa kini terjadi perubahan keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan penyakit
kronis, polusi lingkungan, penggunaan antibiotic yang tidak tepat.
Setelah masuk keparu-paru organism bermultiplikasi dan, jika telah berhasil
mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia. Selain diatas
penyebab terjadinya pneumonia sesuai penggolongan yaitu :
a. Bakteri : Diplococcus pneumonia, pneumococcus, streptococcus hemolyticus,
streptococcus aureus, hemophilus influenza, mycobacterium tuberkolosis,
bacillus Friedlander.
b. Virus : Respiratory syncytial virus, adeno virus, V.sitomegalitik, V. influenza.
c. Mycoplasma pneumonia.
d. Jamur : Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neuroformans, blastomyces
dermatitides, coccidodies immits, aspergilus species, candida albicans.u
e. Aspirasi : Makanan, kerosene(bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda
asing.
f. Pneumonia hispotatik.

6
g. Sindrom loeffler (Amin & Hardhi, 2015, p. 65).
3. Manifestasi Klinis
a. Demam sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama
b. Batuk terus-terusan disertai dengan dahak merupakangambaran umum dari
penyakit pernafasan. Dapat menjadi bukti hanya selama fase akut
c. Sesah bernafas
d. Nafsu makan menurun (Amin & Hardhi, 2015, p. 67).
4. Klasifikasi
a. Pneumonia lobaris, sering pada pneumonia bacterial, jarang pada bayi dan
orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda
asing atau proses keganasan.
b. Bronkopneumonia, ditandai dengan bercak-bercak infiltrate pada lapangan
paru. Dapat disebabkan oleh bacteria maupun virus. Sering terjadi pada bayi
dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obsruksi bronkus (Irman, 2012, p.
75)
5. Patofisiologi
Pneumonia kimiawi adalah pneumonia yang terjadi setelah menghirup kerosin
atau inhalasi gas yang mengiritasi. Pneumonia bakteri terjadi akibat inhalasi
mikroba yang ada di udara, aspirasi organism dari nasofaring (penyebab
pneumonia bacterialis yang paling sering) atau penyebaran hematogen dari focus
infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk keparu melalui saluran pernapasan, masuk
ke bronchiolus dan alveoli lalu menimbulkan reaksi peradangan hebat yang
menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan
intersititial. Bakteri pneumokokus dapat meluas melalui porus kohn dari alveoli ke
alveoli diseluruh segmen/lobus. Timbulnya hepatisasi merah adalah akibat
pembesaran eritrosit dan beberapa leukosit dan kapiler paru. Alveoli dan septa
menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relative
sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Bakteri pneumokokus
difagositosis oleh leukosit dan sewaktu resolusi berlangsung, makrofag masuk
kedalam alveoli dan menelan leukosit bersama bakteri pneumokokus didalamnya.
Paru masuk dalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna abu-abu
kekuningan. Secara perlahan-lahan sel daraah merah yang mati dan eksudat fibrin
dibuang dari alveoli, terjadi resolusi sempurna, paru menjadi normal kembali tanpa

7
kehilangan kemampuannya dalam melakukan pertukaran gas (Taqiyyah &
Mohammad, 2013, p. 242).

8
PATHWAY

Faktor resiko : Mikroorganisme


- Kondisiimmunocompremizel
- Gizi kurang (Bakteri, virus, jamur, parasit)
- BBLR
- ASI tidak memadai
- Polusi Udara
- Kepadatan tempat tinggal Inflamasi parenkim paru
- Imunisasi tidak memadai
- Aspirasi benda asing
- Benda di ruang perawatan
intensif PNEUMONIA
- Bayi berbaring lama setelah
post of
Komplikasi
menginitis
Mengeluarkan mediator
inflmasi
Kejang Penurunan
Kesadaran
Suhu Pus & cairan Edema Nyeri dada Gejala non-spesifik
tubuh atau eksudat pleuretik infeksi
mening mengisi alveoli
kat
MK: Nyeri - Iritabel
akut - Malaise
- Grunting
- Nafsu makan
MK : Resiko Pertukaran Tubuh menurun/pad
hiperte Dehidra gas berusaha a bayi tidak
rmia si terganggu mengeluark bias menyusu
an eksudat

MK : Resiko Hipoksemia MK: MK : Resiko nutrisi


Ketidak pertukaran kurang dari
seimbangan cairan gas tidak kebutuhan tubuh
efektif
Respon tubuh
untuk Sianosi CO2
memenuhi O2 Batuk
banyak
terkumpul
di tubuh MK:
Takipnea Nafas cuping Berishan
hidung pH tubuh jalan nafas
asam tidak
Retraksi otot efektif
pernafasan Asidosis respiratorik
9
Komplikasi
Komplikasi pada klien pneumonia adalah sianosis disertai hipoksia mungkin
terjadi, ventilasi mungkin menurun akibat akumulasi mucus, yang dapat
berkembaang menjadi atelektasis absorpsi. Gagal napas dan kematian dapat terjadi
pada kasus ekstrem berhubungan dengan kelelahan atau sepsis (penyebaran infeksi
kedarah) (Taqiyyah & Mohammad, 2013, p. 243)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
Sebaiknya dibuat foto thoraks posterior-anterior dan lateral untuk melihat
keberadaan konsolidasi retrokardial sehingga lebih mudah untuk menentukan
lobus mana yang terkena karena setiap lobus memiliki kemungkinan untuk
terkena. Meskipun lobus inferior lebih sering terkena, lobus atas dan lobus
tengah juga dapat terkena. Yang khas adalah tampah gambaran konsolidasi
homogeny sesuai dengan letak anatomi lobus yang terkena (Arif, 2012, p.
104).
b. Pemeriksaan MRI dapan menunjukkan kerusakan didaerah kolumna anterior.
c. Pemeriksaan likuor memberikan gambaran sel daan bahan kimia (kadar gula
dan protein).
d. Pemeriksaan histologik corda spinalis dan batang otak untuk menentukan
kerusakan yang terjadi pada sel neuron.
(Amin & Hardhi, 2015, p. 77)
7. Penatalaksanaan
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, biasanya diberikan
antibiotic per oral dan tetap tinggal di rumah. Penderita yang lebih tua dan
penderita dengan sedak nafas atau dengan penyakit jantung atau penyakit paru
lainnya, harus dirawat dan antibiotic diberikan melalui infuse. Mungkin perlu
de=iberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekani.
Kebanyak penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan keadaanya
membaik dalam waktu 2 minggu. Penatalaksanaan umum yang dpat diberikan
antara lain:
a. Oksigen 1-2 LPM
b. IVFD dekstros 10% : NaCl 0,9 % = 3 banding 1, + KCl mEq/500 ml cairan.
Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, status hidrasi.
c. Jika sesak tidak terlalu berat, dapa dimulai makanan enteral bertahap melalui
NGT dengan feeling dring.
10
d. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk memperbaiki transport mukosiiliar. Koreksi ganguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit.

Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, antibiotic diberikan


sesuai hasil kultur.

Untuk kasusu poneuminia komuniti based :

a. Aminopilin 100 mg/kgbb/ hari dalam 4 kali pemberian


b. Kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari dalam 4 kali pemberian

Untuk kasus pneumonia hospital based

a. Cofotaxime 100 mg/kgbb/hari dalam 2 kali pemberian


b. Amikasin 10-15 mg/kgbb/hari dalam 2 kali pemberian

(Amin & Hardhi, 2015, p. 68)

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengakajian
a. Biodata
Pneumonia lobaris sering terjadi secara primer pada orang dewasa, sedangkan
pneumonia lobularis ( Broncopneumonia ) Primer lebih sering terjadi pada
anak anak. Ketika seseorang dewasa mempunyai penyakit Broncopneumonia,
kemungkinan besar ada penyakit yang mendahuluinya. Pneumonia pada orang
dewasa paing sering disebabkan oleh bakteri ( yang tersering yaitu bakteri
streptococcus pneumonia pneumococus), sedangkan pada anak-anak
penyebabnya adalah virus pernafasan. Penting diketahui bahwa usia 2-3 tahun,
merupak usia puncak pada anak anak untuk terserang pneumonia. Pada usia
sekolah pneumonia paling sering disebabkan oleh bakteri mycoplasma
pneumonia. Bayi dan anak anak lebih rentan terhadap penyakit ini karena
respon imunitas mereka masih belom berkembang dengan baik. Pneumonia
seringkali menjadi infeksi terakhir ( Sekunder ) pada ofrang tua dan orang
yang lemah akibat oenyakiut tertenstu
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama dan riwayat kesehatan sekarang

11
Keluhan utama yang sering timbul pada klien pneumonia adalah adanya
awitan yang dktandai dengan keluhan menggigil, demam > 40 °C, nyeri
pluritic, batuk, sputum berwarna seperti karat, takipneu terutama setelah
adanya konsolidasi paru
2) Riwayat kesehatan dahulu
Pneumonia sering akali timbul setelah infeksi saluran nafas atas
( Infeksipada hidung dan tenggorokan ) . Resiko tinggi timbul pada klien
dengan riwayat alcoholic, post oprasi, infeksi pernafasan, dank lien dengan
imuno supresi ( kelemahan dalam sistem imun ). Hampir 60 % dari klien
kritis di ICU dapat menderita pneumonia dan 50 % (separuhnya) akan
meninggal.
(Irman, 2012, pp. 78-79)
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran
Kesadaran klien terdiri atas compos metis, apatis, somnolen, spoor,
soporokoma, atau koma. Seorang perawat perlu mempunyai
pengalaman dan pengetahuan tentang konsep anatomi fisiologis umum
sehingga dengan cepat dapat menilai keadaan umum, kesadaran dan
pengukuran GCS (Arif, 2012, p. 102).
b) Tanda-tanda vital
Suhu : Kondisi klien pneumonia biasanya demam dengan suhu >40°C
(Irman, 2012, p. 79).
RR : cepat (takipnea), normal, atau lambat untuk anak-anak (Taqiyyah
& Mohammad, 2013, p. 243)

2) Head to toe
a) Kepala dan leher
1. Hidung : napas cuping hidung pada sesak berat dialami terutama
pada anak-anak
b) Dada
1. Paru-paru :
I : bentuk dada dam gerakan pernafasan. Gerakan pernafasan
simetris. Pada klien dengan pneumonia sering ditemukan
12
peningkatan frekuensi napas cepat dan dangkal, serta adanya
retraksi sternum dan intercostals space (ICS). Batuk dan sputum.
Saat dilakukan pengkajian batuk pada klien dengan pneumonia,
biasanya didapatkan batuk produktif disertai dengan adanya
peningkatan produksi secret dan sekresi sputum yang purulen.
P : gerakan dinding thoraks ateior/ ekskrusi pernapasan. Pada
palpasi klien dengan pneumonia, gerakan dada saat bernapas
biasanya normal dan seimbang antara kanan dan kiri. Gerakan suara
(fremitus vocal). Takstil fremitus pada klien dengan pneumonia
biasanya normal.
P : klien dengan pneumonia tanpa disertai dengan komplikasi,
biasanya didapatkan bunyi respon atau sonor pada seluruh lapang
paru. Bunyi redup perkusi pada klien dengan pneumonia
didapatkan apabila bronkopneumonia menjadi suatu sarang
(kunfluens).
A : pada klen dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas melemah
dan bunyi napas tambahan ronchi basah pada sisi yang sakit.
Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil
auskultasi didaerah mana didapatkan adanya ronchi.
2. Jantung
I : didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum
P : denyut nadi perifer melemah
P : batas jantung tidak mengalami pergeseran
A : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan.
(Arif, 2012, p. 103)
c) Abdomen
I : Klien biasanya mengalami mual muntah, penurunan nafsu makan
dan penurunan berat badan.
A : Bising usus cenderung normal jika tidak ada komplikasi lain.
P : Jika terjadi peningkatan produksi asam lambujng biasanya klien
mengeluh nyeri tekan pada area abdomen kuadran atas
P : Biasanya suara perut cenderung timpani jika tidak ada komplikasi
lain.
d) Genetalia
13
I: Berhubung pneumonia tidak berdampak pada organ reproduksi
maupun perkemihan biasanya genetalia pada penderita pneumonia
tidak ada kelainan pada genetalia.
e) Ekstremitas
Kelemahan ekstremitas saat akan melakukan aktifitas jika klien
mengalami sianosis dan hipoksia.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidak efektifan pola nafas
1) Definisi : inspirasi dan/ ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat
Penyebab :
a.Depresi pusat pernapasan
b.Hambatan upaya napas (mis, nyeri saat bernapas, kelemahan otot
pernapasan)
c.Diformitas dinding dada
d.Deformitas tulag dada
e.Gangguan neuromuscular
f. Gangguan neurologis (mis. elektroensefalogram [EEG] positif,
cedera kepala, gangguan kejang)
g.Imaturitas neurologis
h.Penurunan energy
i.Obesitas
j.Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
k.Sindrom hipoventilasi
l.Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 keatas)
2.Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
Dispnea
Objektif :
a.Penggunaan otot bantu pernapasan
b.Fase ekspirasi memanjang
c.Pola napas abnormal (mis. takipnea, bradipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes)
3. Gejala dan tanda minor
Subjektif :
14
Ortopnea
Objektif :
a.Pernapasan pursed-lip
b.Pernapasan cuping hidung
c.Diameter toraks arterior-posterior meningkat
d.Ventilasi semenit menurun
e.Kapasitas vital menurun
f.Tekanan ekspirasi menurun
g.Tekanan inspirasi menurun

b. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif


1) Definisi
Ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi saluran napas
untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
2) Penyebab
Fisiologis
a) Spasme jalan napas
b) Hipersekresi jalan napas
c) Disfungsi neuromuskuler
d) Benda asing dalam jalan napas
e) Adanya jalan naps buatan
f) Sekresi yang tertahan
g) Hiperplasia dinding jalan napas
h) Proses infeksi
i) Respon alergi
j) Efek agen farmakologis (mis. Anastesi)
Situasional
a) Merokok aktif
b) Merokok pasif
c) Terpajan polutan
3) Gejala dan tanda mayor
Subjektif
(tidak ada)
Objektif :
a) Batuk tidak efektif
15
b) Tidak mampu batuk
c) Sputum berlebih
d) Mengi, wheezing dan/ronkhi kering
e) Mekonuim dijalan napas (pada neonatus)
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif
a) Dispnea
b) Sulit bicara
c) Ortopnea
Objektif
a) Gelisah
b) Sianosis
c) Bunyi napas menurun
d) Frekuensi napas berubah
e) Pola napas berubah
c. Resiko Ketidak seimbangan cairan
1) Definisi: Beresiko mengalami perubahan kadar serum elektrolit
2) Batasan karakteristik:
a) Subyektif : tidak tersedia
b) Obyektif : kekurangan volume cairan, diare, disfungsi endokrin,
kelebihan volume cairan, gangguan mekanisme regulasi, disfungsi
ginjal, efek samping terkait terapi.
3) Faktor yang berhubungan: gagal ginjal, anoreksia nervosa, diabetus miletus,
penyakit chorcn, gastroenteritis, pankreatitis, cedera kepala, kanker, trauma
multipel, luka bakar, anemia sel sabit.
d. Resiko Ketidak Seimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
1) Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
2) Penyebab
a. Ketidakmampuan menelan makanan
b. Ketidakmampuan mencerna makanan
c. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
d. Peningkatan kebutuhan metabolism
e. Faktor ekomonomi (mis. Finansial tidak mencukupi)
f. Faktor psikologis (mis. Stress, keengganan untuk makan)
16
3) Gejala dan Tanda Mayor
a. Subjektif
Tidak tersedia
b. Objektif
berat badan menurun minimal 10% dibawah rentan ideal
4) Gejala dan Tanda Minor
a. Subjektif
1) cepat kenyang setelah makan
2) kram atau nyeri abdomen
3) nafsu makan menurun
b. Objektif
1. Bisisng usus hiperaktif
2. Otot pengunyah lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membrane mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontook berlebihan
8. diare
5) Kondisi Klinis Terkait
a. Stroke
b. Parkinson
c. Mobius syndrome
d. Cerebral palsi
e. Cleft lip
f. Cleft palate
g. Amyotropik lateral sclerosis
h. Kerusakan neumuskuler
i. Luka bakar
j. Kanker
k. Infeksi
l. AIDS
m. Penyakit crohn
n. Entropolitis
o. Fibrosis kistik
17
e. Hipertermi
1) Definisi : Suhu tubuh meningkat diatas rentang tubuh normal
2) Penyebab
a) Dehidrasi
b) Terpapar lingkungan panas
c) Proses penyakit (mis. infeksi, kanker)
d) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
e) Peningkatan laju metabolism
f) Respon trauma
g) Aktifitas berlebihan
h) Penggunaan incubator
3) Gejala tanda mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
Suhu tubuh diatas nilai normal
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1) Kulit merah
2) Kejang
3) Takikardi
4) Takipnea
5) Kulit terasa hangat (SDKI, 2017, p. 284)
f. Nyeri akut
1) Definisi: Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat
adanya kerusakan jaringan yang aktual dan atau potensial, atau
digambarkan dengan istilah seperti kerusakan yang tiba-tiba atau perlahan
dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi
atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari 6 bulan.
2) Batasan karakteristik
a) Subyektif : Melaporkan (nyeri) dengan isyarat, melaporkan nyeri.

18
b) Obyektif : Respon otonom (misperubahan tekanan darah,
pernapasan) perilaku distraksi(mis gelisah, merintih, menangis)
wajah topeng, sikap melindungi, fokus menyempit ( mis gangguan
proses pikir, interaksi dengan orang lain dan lingkungan menurun),
bukti nyeri yang dapat diamati, posisi untuk menghindari nyeri,
perilaku untuk menjaga atau sikap melindungi, gangguan tidur.
3) Faktor yang berhubungan
Agen agen penyebab cedera(misbiologis, kimia, fisik, dan fisiologis)

3. Intervensi
a. Ketidakefektifan pola napas
1) Tujuan
a) Menunjukkan pola penapasan efektif, yang dibuktikan oleh status
pernapasan yang tidak terganggu: ventilasi dan status pernapasan:
kapatenan jalan napas; dan tidak ada penyimpangan tanda-tanda vital
dari rentang normal
b) Menunjukakan status pernapasan: ventilasi tidak terganggu, yang
dibuktikan oleh indikator sebagai beikut (sebutkan 1-5: gangguan
ekstrem, berat, sedang, ringan, tidak ada gangguan): Kedalaman
inspirasi dan kemudahan bernapas ekspansi dada simetris
c) Menunjukkan tidak adanya gangguan sistem pernapasan:ventilasi, yang
dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem,
berat, sedang, ringan, tidak ada gangguan).
1. Penggunaan otot aksesoris
2. Suara napas tambahan
3. Ortopnea
2)Kriteria hasil
a)..Menunjukkan pernapasan optimal pada saat terpasang ventilator
mekanis
b)..Mempunyai kecepatan dan irama pernapasan dalam batas normal
c)..Mempunyai fungsi paru dalam batas normal untuk pasien
d)..Meminta bantuan pernapasan saat dibutuhkan
e)..Mampu menjelaskan rencana untuk perawatan dirumah
f). .Mengidentifikasikan faktor (mis., alergen) yang memicu ketidaefektifan
pola napas, dan tindakan yang dapat dilakukan untuk menghidarinya
19
2) Intervensi NIC
a)..Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Informasikan pada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi
untuk memperbaiki pola pernapasan uraian teknik
2. Diskusikan perencanaan untuk perawatan di rumah, meliputi
pengobatan, peralatan pendukung, tanda dan gejala komplikasi
yang dapat dilaporkan, sumber-sumber komunitas
3. Ajarkan teknik batuk efektif
4. Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa tidak boleh
merokok di dalam ruangan
5. Instruksikan kepada pasien dan keluarga bahwa mereka harus
memberi tahu perawat pada saat terjadi ketidakefektifan pola
pernapasan
b). Aktivitas kolaboratif
1. Konsultasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan
keadekuatan fungsi ventilator mekanis
2. Laporan perubahan sensori, bunyi napas, pola pernapasan, nilai
GDA, sputum, dan sebagainya, jika perlu atau sesuai protokol
3. Berikan obat (mis., bronkodilator) sesuai dengan program atau
protokol
4. Berikan terapi nebulizer ultrasonik dan udara atau oksigen yang
dilebabkan sesui program atau protokol institusi
5. Berikan obat nyeri untuk mengoptimalkan pola pernapasan,
uraian jadwal
c)..Aktivitas lain
1. Hubungkan dan dokumentasikan semua data hasil pengkajian (mis,.
sensorik, suara napas, pola pernapasan, nilai GDA, sputum, dan
efek obat pada pasien)
2. Bantu pasien untuk menggunakan spirometer insentif, jika perlu
3. Untuk membantu memperlambat frekuensi pernapasan, bimbing
pasien menggunakan teknik pernapasan bibir mencucu dan
pernapasan terkontrol
4. Lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan untuk membersikan
sekret
5. Minta pasien untuk mengubah posisi, batuk dan napas dalam setiap
20
6. Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur, untuk
menurunkan ansietas dan meningkatkan perasaan kendali

b. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif


1) Tujuan
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama x 24 jam diharapkan
bersihan jalan nafas yang efektif.
2) Kriteria hasil
Menunjukkan bersihan jalan napas yang efektif, yang dibuktikan oleh
pencegahan aspirasi ; Status ; Pernapasan ; Kepatenan Jalan Napas ; dan
Status Pernapasan ; Ventilasi tidak terganggu.(Wilkinson, 2016)
Menunjukkan status pernapasan ; kepatenan jalan napas, yang dibukyikan
oleh indikator gangguan sebagai berikut :
a) Frekuensi dan irama pernapasan
b) Kedalaman inspirasi
c) Kemampuan untuk mebersihkan sekresi
d) Batuk efektif
e) Mengeluarkan sekeret secara efektif
f) Mempunyai jalan napas yang paten
g) Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara napas yang jernih
h) Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal
i) Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
j) Mampu mendiskripsikan rencana untuk perawatan dirumah
3) Intervensi (NIC)
Aktivitas Keperawatan
Kaji dan dokumentasi hal- hal berikut ini :
a) Ketidakefektifan pemberian oksigen dan terapi lain
b) Ketidakefektifan obat yang diprogramkan
c) Hasil oksimetri nadi
d) Kecenderungan pada gas darah arteri, jika tersedia
e) Frekuensi kedalaman, dan upaya pernapasan
f) Faktor yang berhubungan, seperti nyeri, batuk tidak efektif, mukus
kental, dan keletihan.
Penyuluhan untuk pasien dan keluarga

21
a) Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung (mis, oksigen,
mesin pengisapan, spirometer, inhalare, dan intermittent positive
prssure breathing (IPPB)
b) Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang larangan merokok di
dalam reuang perawatan, beri penyuluhan tentang pentingnya berhenti
merokok.
c) Intruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam untuk
memudahkan pengeluaran sekret.
d) Ajarkan pasiwn untuk membebat/mengganjal luka insisi pada saat
batuk.
e) Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan pada sputum,
seperti warna, karakter, jumlah, dan bau.
f) Pengisapan Jalan Napas (NIC) instruksikan kepada pasien dan/atau
keluarga tentang cara pengisaan jalan napas, jika perlu.
Aktivitas Lain
a) Anjurkan aktivitas fisik untuk memfasilitasi pengeluaran sekret
b) Anjurkan penggunaan spirometer insentif
c) Jika pasien tidak mampu ambulasi, pindahkan pasien dari satu sisi
tempat tidur ke sisi tempat tidur yang lain sekurangnya setiap dua jam
sekali
d) Informasikan kepada pasien sebelum sebelum memulai prosedur, untuk
menurunkan kecemasan dan menungkatkan kontrol diri.
e) Berikan pasien dukungan emosi (misalnya meyakinkan pasien bahwa
batuk tidak akan menyebabkan robekan atau “kerusaka” jahitan)
f) Atur posisi pasien yang memungkinkan untuk pengembangan maksimal
rongga dada (misalnya bagian kepala tempat tidur di tinggikan 45 0C
kecuali ada kontraindikasi
g) Pengisapan nasofaring atau orofaring untuk mengeluarkan sekret
setiap,.
h) Lakukan pengisapan endotrakea atau nasotrakea, jika perlu
(hiperoksigenasi dengan ambu bag sbelum dan stelah pengisapan selang
endotrakea atau trakeostomi)
i) Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk mengencerkan sekret
j) Singkirkan atau tangani faktor penyebab, seperti nyeri, keletihan, dan
sekret yang kental
22
Aktivitas Kolaboratif
a) Rundingkan dengan ahli terapi pernapasan, jika perlu
b) Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi atau
peralatan pendukung.
c) Berikan udara/oksigen yang telah dihumidifikasi (dilembapkan) sesuai
dengan kebijakan institusi
d) Lakukan atau bantu dalam terapi aerosol, nebulizer ultrasonik, dan
perawatn paru lainnya sesuai dengan kebijakan dan protokol institusi
e) Beri tahu dokter tentang hasil gas darah yang abnormal(Wilkinson,
2016, hal. 25)
c. Resiko Ketidakseimbangan cairan
(walkinson, 2016)
1) Kriteria hasil
a) tidak mengalami oedema
b) tidak mengalami kehilangan turgor kulit
c) tidak mengalami disritmia, kegelisahan atau parestesia
d) asupan dan haluaran cairan akan seimbang
2) aktivitas keperawatan
pantau tanda dan gejala ketidakseimbangan elektrolit yang relevan
(hipo/hiperkalemia) misalnya kelemhan. Mual, iritabilitasi otot. Perubahan
elektrokardiogram.
3) Penyuluhan untuk pasien dan keluarga
Ajarkan ketidakseimbangan elektrolit yang relavan.
4) Aktivitas lain
a) berikan cairan jika perlu
b) dorong asupan oral: letakan cairan ditempat yang mudah di jangkau,
berikan air segar.
c) Lakukan irigasi slang nasogastrik dengan salin normal. Bukan air.
d) Kontrol kehilangan elektrolit berlebih ( misalnya dengan
mengistirahatkan usus)
e) Persiapkan pasien untuk dialisi

5) Aktivitas kolaboratif
a) Pantau efek samping dan respon terapeutik terhadap elektrolit
tambahan.
23
b) Lakukan konsultasi dengan dokter jika ketidak seimbangan elektrolit
memburuk.
d. Resiko Ketidak Seimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
4) Tujuan/krateria evaluasi
Memperlihatkan status nutrisi yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut:
asupan gizi, Asupan makanan , Asupan cairan Energi Contoh: menjelaskan
komponen diet bergizi adekuat (M.Wilkinson, 2016, hal. 284)
Contoh lain
Kriteria Hasil:
a) Mempertahankan berat badan
b) Menjelaskan komponen diet bergizi adekuat
c) Mungkapkan tekad untuk mematuhi diet
d) Menoleransi diet yang dianjurkan
e) Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dala batas normal
f) Memiliki nilai laboratorium misal transferin, albumin, dan elektrolit
dalam batas normal dan Melaporkan tingkat energi yang adekuat
2) Aktivitas keperawatan
Pengkajian
a) Tentukan motivasi paasien untuk mengebuah kebiasaan makan
b) Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhn nutrisi
c) Pantau nilai laboratorium, khusunya transferin, albumin, dan elektrolik
d) Manajeman nutrisi (NIC):
Mengetahui makanan kesukaan pasien Pantau kandungan nutrisi dan
kalori pada catatan asupan Timbang pasien pada interval yang tepat
(M.Wilkinson, 2016, hal. 284)
3) Penyuluhan untuk pasien/ keluarga
a) Ajarkan metode untuk perencanaan makanan
b) Ajarkan pasien atau keluarga tentang makanan yng bergizi dan tidak
mahal
c) Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya (M.Wilkinson, 2016, hal. 284)
4) Aktivitas kalaboratif
a) diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuan protein pasien
yang mengalami ketidak adekuatan asupan protein atau kehilangan
protein
24
b) diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makan
lengkap, pemberian makanan malalui siang, dan nutrisi paraenta total
asupan kalori yang adekuat dapat dipertahankan
c) rujukan kepada dokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi
(M.Wilkinson, 2016, hal. 285)
5) Aktivitas lain
a) Buatlah perencanaan makanan dengan pasien yang masuk dalam jadwal
makan, lingkungan makan, kesukaan dan ketidaksukaan pasien, serta
suhu tubu
b) Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien
dari rumah
c) Bantua pasien untuk menulias tujuan mingguan yang realistis untuk
latihan fisik dan asupan makanan
d) Anjurkan pasien untuk menampilkan tujuan makanan dan latihan fisik
dilokasi yang terlihat jelas dan kaji ulang setiap hari tawarkan makanan
porsi besar disinag hari ketika nafsu makan tinggi (M.Wilkinson, 2016,
hal. 285)
e. Hipertermi
1. Tujuan / criteria evaluasi
a. Pasien akan menunjukkan Termoregulasi, yang di buktikan oleh
imdikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5 : gangguan
ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan) :
1) Peningkatan suhu kulit
2) Hipertermi
3) Dehidrasi
4) Mengantuk
b. Pasien akan menunjukkan Termoregulasi, yang dibuktikan oleh
indicator sebagai berikut (sebutkan 1-5 gangguan ekstrem, berat,
sedang, ringan, atau tidak ada gangguan) :
1) Berkeringat saat panas
2) Denyut nadi radialis
3) Frekuensi pernapasan(Wilkinson, 2016, p. 217)
Contoh lain :
Pasien keluarga akan :
a) Menunjukkan metode yang tepat untuk mengukur suhu
25
b) Menjelaskan tindakan untuk mencegah atau meminimalkan
peningkatan suhu tubuh
c) Melaporkann tanda dan gejala dini Hipertermia
Bayi akan :
1) Tidak mengalami gawat napas, gelisah, atau letargi
2) Menggunkan sikap tubuh yang dapat mengurangi panas(Wilkinson,
2016, p. 217)
2. Intervensi NIC
1) Terapi demam : menangani pasien yang mengalami hiperpireksia
akibat factor selain lingkungan
2) Kewaspadaan Hipertermia Maligna : mencegah atau menurunkan
respons hipermetabolik terhadap obat-obat farmakologis yang
digunakan selama pembedahan
3) Perawatan Bayi Baru Lahir : melakukan penatalaksanaan neonatus
selama transisi dari kehidupan diluar rahim dan periode stabilisasi
selanjutnya
4) Pemantauan Bayi baru lahir : mengukur dan menginterpretasi status
fisiologi bayi baru lahir dalam 24 jam pertma setelah pelahiran
5) Regulasi suhu : mencaoai atau mempertahankan suhu tubuh dalam
rentang normal
6) Pemantauan tanda-tanda vital : mengumpulkan dan menganalisis data
kardiovaskuler, pernapasan, dan suhu tubuh untuk menentukan
mencegah komplikasi.(Wilkinson, 2016, p. 217)
3. Aktivitas keperawatan
Pengkajian :
1) Pantau aktivitas kejang
2) Oantau hidrasi (misalnya turgor kulit, kelembapan membrane
mukosa)
3) Pantau tekanan darah, denyut nadi, dan frekuensi pernapasan
4) Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu
lingkungan (Wilkinson, 2016, p. 217)
5) Regulasi suhu (NIC)
a. Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan
b. Pasang alat pantau suhu inti tubuh kontinu, jika perlu
c. Pantau warna kulit dan suhu
26
4. Penyuluhan untuk pasien/keluarga
Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan
mengenali secara dini hipertermia (misalnya stroke bahang dan keletihan
akibat panas).
Regulasi suhu (NIC) : ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan
tindakan kedaruratan yang diperlukan, jika perlu
Aktivitas kolaboratif
Regulasi suhu (NIC) : berikan obat antipiretik, jika perlu gunakan matras
dingin dan mandi air hangat untuk mangatasi gangguan suhu tubuh, jika
perlu.(Wilkinson, 2016, p. 217)
f. Nyeri Akut
(walkinson, 2016)
1) Kriteria hasil
a) Memperlihatkan teknik relaksasi secara indivudual yang efektif
untuk mencapai kenyamanan
b) Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang (dengan skala0-10)
c) Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
d) Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk
memodifikasi faktor tersebut.
e) Melaporkan nyeri kepada penyedia layanan kesehatan
f) Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesik dan non
analgesik secara tepat.
g) Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernafasan, denyut
jantung, atau tekanan darah
h) Mempertahankan selera makan yang baik
i) Melaporkan pola tidur yang baik
j) Melaporkan kemampuan untuk mempertahankan peforma peran dan
hubungan personal.

2) Aktivitas keperawatan
a) Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan informasi pengkajian.

27
b) Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala
0-10 (0= tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan 10= nyeri hebat)
c) Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaran nyeri oleh
analgesik dan kemungkinan efek sampingnya.
d) Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap
nyeri dan respon pasien.
e) Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang sesuai dan
tingkat perkembangan pasien.

3) Penyuluhan untuk keluarga


a) Anjurkan dalam instruks pemulangan pasien obat khusus yang harus
diminum frekuensi pemberian dan kemungkinan interaksi dengan
obat, kemungkinan efek sampig obat, kewaspadaan khusus saat
mengkonsumsi obat tersebut (mis pembatasan aktivitas fisik,
pembatasan diet) dan nama orang yang harus dihibungi bila
mengalami nyeri yang parah.
b) Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika
peredaan nyeri tidak dapat dicapai.
c) Informasikan pada pasien tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri.
d) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau oploid
(mis resiko ketergantungan atau overdosis)

4) Aktivitas lain
a) Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui pengkajian nyeri
dan efek samping.
b) Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang efektif
dimasa lalu, seperti distraksi, relaksasi, atau kompres hangat/ dingin.
c) Hadir didekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman dan
aktifitas lain untuk membantu relaksasi.
d) Bantu pasien untuk berfokus pada aktivitas lain bukan pada nyeri
dan rasa yang tidak nyaman dengan tidak melakukan tindakan
pengalihan melalui radio, televisi dan interaksi dengan pengunjung
e) Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan respon
pasien terhadap analgesik
28
f) Eksplorasi perasaan takut ketagihan. Untuk meyakinkan pasien
tanyakan “ jika tidak mengalami nyeri, apakah anda akan tetap
membutuhkan obat ini?”
5. Aktivitas kolaboratif
Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian obat yang terjadwal
misalnya setiap 4jam selama 36jam atau PCA.

4. Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien.

5. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.

29
BAB III PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pneumonia adalah peradangan pada paru-.paru dan bronkiolus yang
disebabkan oleh bakteri, jamur ,virus, atau aspirasi karena makanan atau benda asing.
Insiden pneumonia berbeda untuk daerah yang satu dengan daerah yang lain. Dan
dipengaruhi oleh musim, insiden meningkat pada usia lebih 4 tahun. Dan menurun
dengan meningkatnya umur. Faktor resiko yang meningkatkan insiden yaitu umur
2bulan, gisi kurang, BBLR, tidak mendapat hasil yang memadai, polusi udara,
kepadatan tempat tinggal, imunisasi kurang lengkap, membentuk anak dan defisiensi
vitamin A, dosis pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortabilitas dapat
diturunkan kurang dari 1% bila pasien disertai dengan mall nutrisi, energi, protein,
(MEP) dan terlambat berobat, kasus yang tidak diobati maka angka mortalitasnya masih
tinggi. Maka kita sebagai perawat yang profesional dalam melakukan proses
keperawatan harus memperhatikan hal-hal tersebut. Agar implementasi yang kita
berikan sesuai dengan diagnosa keperawatan dan tepat pada sasaran.

B.     Saran
Diharapkan sebagai mahasiswa keperawatan mampu untuk menerapkan asuhan
keperawatan yang terbaik untuk pasiennya demi kelekasan untuk sembuh.

30
DAFTAR PUSTAKA

Amin, N. H., & Hardhi, K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Arif, M. (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba
medika.

Irman, S. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:
Salemba Medika.

PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

Taqiyyah, B., & Mohammad, J. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawatan
Profesional Jilid 1. Jakarta: Prestasi Pustaka Jakarta.

Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

31

Anda mungkin juga menyukai