Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA

DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAPAS

OLEH:

NAMA: CICI INDRAYANI

NPM:17.11.029

KELAS: PSIK 3.1

DOSEN PENGAMPUH: Ns. NUR MALA SARI,SST,M.Kes

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM SARJANA FAKULTAS KEPERAWATAN
INSTITUTE KESEHATAN DELI HUSADA DELI TUA
T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, Karena atas segala Rahmat
dan Karunia Nya saya bisa menyelesaikan penyususnan makalah ini. Makalah
saya ini berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA DENGAN
KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAPAS”, yang merupakan salah
satu persyaratan bagi saya dalam menyelasaikan tugas-tugas sebagai seorang
mahasiswa SI keperawatan. Penyajian Materi dalam makalah ini, saya tampilkan
dalam bentuk yang mudah dipahami. Berdasarkan Penyusunan seperti ini, saya
berharap dapat memahami konsep Perawatan ini dengan mudah serta mengenal
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.Namun Demikian kami menyadari
keterbatasan saya dalam penyususnan makalah ini. Untuk itu, saya mengharapkan
kritik dan saran dari berbagai pihak, terutama dosen keperawatan demi
penyempurnaan makalah pada edisi-edisi beriukutnya. Akhir kata, kritik dan saran
yang bersifat membangun akan saya terima dengan senang hati.

i
DAFTAR ISI
Halaman Judul.......................................................................................... i
Kata Pengantar..........................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2 Tujuan......................................................................................................... 2
1.3 rumusan masalah........................................................................................2
1.4 manfaat ......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep dasar penyakit................................................................................ 3
2.1.1definisi ................................................................................................. 3
2.1.2 etiologi ............................................................................................... 3
2.1.3 klasifikasi ........................................................................................... 3
2.1.4 manifestasi klinik................................................................................4
2.1.5 patofisiologi........................................................................................5
2.1.6 pem.penunjang....................................................................................6
2.1.7 penatalaksanaan..................................................................................7
2.1.8 komplikasi...........................................................................................8
3.1 Konsep Asuhan Keperawatan ...................................................................8
3.1.1 Pengkajian................................................................................................8
3.1.2 diagnosa...................................................................................................11
3.1.3 intervensi..................................................................................................12
3.1.4 implementasi............................................................................................16
3.1.5 sop suction...............................................................................................18

BAB III PENUTUP


4.1 kesimpulan..................................................................................................20
4.2 Saran...........................................................................................................20

Daftar Pustaka................................................................................................... 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pneumonia adalah infeksi jaringan paru-paru (alveoli) yang bersifat akut.


Penyebabnya adalah bakteri, virus, jamur, pajanan bahan kimia atau kerusakan
fisik dari paru-paru, maupun pengaruh tidak langsung dari penyakit lain. Bakteri
yang biasa menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus dan Mycoplasma
pneumonia, sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia adalah Adenoviruses,
Rhinovirus, Influenza virus, Respiratory syncytial virus (RSV) dan Para influenza
virus (Athena & Ika 2014). Terjadinya pneumonia ditandai dengan gejala batuk
dan atau kesulitan bernapas seperti napas cepat, dan tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam. Pada umumnya, pneumonia dikategorikan dalam penyakit
menular yang ditularkan melalui udara, dengan sumber penularan adalah
penderita pneumonia yang menyebarkan kuman dalam bentuk droplet ke udara
pada saat batuk atau bersin. Untuk selanjutnya, kuman penyebab pneumonia
masuk ke saluran pernapasan melalui proses inhalasi (udara yang dihirup), atau
dengan cara penularan langsung, yaitu percikan droplet yang dikeluarkan oleh
penderita saat batuk, bersin, dan berbicara langsung terhirup oleh orang di sekitar
penderita, atau memegang dan menggunakan benda yang telah terkena sekresi
saluran pernapasan penderita (Athena & Ika 2014). Salah satu kondisi yang dapat
menyebabkan gagal nafas adalah obstruksi jalan nafas,

Obstruksi jalan nafas merupakan kondisi yang tidak normal akibat


ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental
atau berlebihan akibat penyakit infeksi. Sesuai dengan penelitian ini maka
diagnosa keperawatan yang muncul menurut pendapat (Herdman, 2015) adalah,
ketidakefektifan bersihan jalan nafas dengan batasan Maka dari itu, menurut
pendapat (Bulechek dkk 2015) untuk menyelesaikan masalah keperawatan
tersebut dapat diberikan tindakan keperawatan yaitu penghisapan lendir.
Penghisapan lendir merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk
membersihkan jalan nafas dengan cara memasukan kateter suction melalui mulut,
hidung atau jalan nafas.

1
1.2 Rumusan Masalah

1 Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pneumonia dengan Ketidakefektifan


bersihan jalan nafas

1.3 Tujuan

1 Mampu melakukan pengkajian pada pneumonia dengan ketidakefektifan


bersihan jalan napas
2 mampu merumuskan diagnose pada pneumonia dengan ketidakefektifan
bersihan jalan napas
3 mampu memberikan intervensi pada pneumonia dengan ketidaefektifan
bersihan jalan napas
4 mampu memberikan implementasi pada pneumonia dengan
ketidakefektifan bersihan jalan napas

1.4 Manfaat

Karya tulis ini dapat digunakan sebagai bahan untuk mengembangkan ilmu
keperawatan dan juga sebagai pedoman untuk penatalaksanaan kasus pneumonia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1.1 Definisi Penyakit

Pneumonia adalah infeksi jaringan paru-paru (alveoli) yang bersifat akut.


Penyebabnya adalah bakteri, virus, jamur, pajanan bahan kimia atau kerusakan
fisik dari paru-paru, maupun pengaruh tidak langsung dari penyakit lain. Bakteri
yang biasa menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus dan Mycoplasma
pneumonia, sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia adalah Adenoviruses,
Rhinovirus, influenza virus, Respiratory syncytial virus (RSV) dan Para influenza
virus (Athena & Ika 2014). Bakteri penyebab pneumonia paling sering adalah
Streptococcus pneumonia (pneumokokus), Hemophilus influenza tipe b (Hib) dan
Staphylococcus aureus.

2.1.2 Etiologi

Menurut pendapat (Ridha, 2014), penyebab tersering penyakit pneumonia


adalah bakteri Streptococcus pneumoniae, Stapilokokus aureus, Haemophilus
influenzae, jamur (seperti Candida albicans), virus (virus Adena, virus Influenza,
virus Para influenza), protozoa (Pneumokistis karinti), bahan kimia (aspirasi
makan, susu, isi lambung dan keracunan hidrokarbon: minyak tanah, bensin).

2.1.3 Klasifikasi

Menurut pendapat (Amin & Hardi 2015),

1) Berdasarkan anatomi:

a) Pneumonia lobaris

melibatkan seluruh atau satu sebagian besar dari satu atau lebih lobus paru. Bila
kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau ganda.

3
b) Pneumonia lobularis

terjadi pada ujung akhir bronkhiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen
untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya,
disebut juga pneumonia lobularis.

c) Pneumonia interstitial

proses inflamasi yang terjadi didalam dinding alveolar serta interlobular.

2) Berdasarkan inang dan lingkungan :

a) Pneumonia komunitas

Dijumpai pada pasien perokok, pathogen atipikal pada lansia, gram negatif pada
pasien dari rumah jompo, dengan adanya PPOK, penyakit penyerta
kardiopulmonal atau paska terapi antibiotika spectrum luas.

b) Penumonia aspirasi

Disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia akibat aspirasi bahan toksik,
akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makana atau lambung, edema paru,
dan obstruksi mekanik simple oleh bahan padat.

c) Pneumonia pada gangguan imun

Terjadi akibat proses penyakit dan akibat terapi. Penyebab infeksi dapat terjadi
disebabkan oleh kuman pathogen atau mikroorganisme yang biasanya nonvirulen,
berupa bakteri, protozoa, parasit, virus, jamur dan cacing.

2.1.4 Manifestasi Klinis

Menurut (Misnadiaraly, 2008), gejala penyakit pneumonia biasanya


didahului dengan infeksi saluran nafas atas akut selama beberapa hari. Selain
didapatkan demam, menggil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat
celsius, sesak nafas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat
berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain
seperti kurang nafsu makan.

4
Tanda gejala lainnya, antara lain:

1) Batuk nonproduktif

2) Suara nafas lemah

3) Penggunaan alat bantu nafas

4) Demam

5) Ronkhi

6) Sianosis

7) Thorax photo menunjukkan infiltrasi

8) Sesak nafas

9) Menggigil

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:

1) Kulit yang lembab

2) Mual dan muntah

Tanda pneumonia: Berupa retraksi(penarikan dinding dada bagian dalam saat


bernafas bersama dengan peningkatan nafas), perkusi pekak, fremitus melemah,
suara nafas melemah dan ronkhi.

2.1.5 Patofisiologi

Menurut pendapat (Sujono & Sukarmin 2009), Kuman masuk kedalam


jaringan paru-paru melalui saluran pernafasan dari atas untuk mencapai
brokhiolus dan kemudian alveolus sekitarnya. Kelainan yang timbul berupa
bercak konsolidasi yang tersebar pada kedua paru-paru, lebih banyak pada bagian
basal. Pneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba yang ada diudara,
aspirasi organisme dari nasofarinks atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi
yang jauh. Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran nafas masuk ke bronkhioli
dan alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan

5
edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan interstitial. Kuman
pneumokokus dapat meluas dari alveoli ke seluruh segmen atau lobus. Eritrosit
mengalami pembesaran dan beberapa leukosit dari kapiler paru-paru. Alveoli dan
septa menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta
relatif sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Paru menjadi
tidak berisi udara lagi, kenyal dan berwarna merah. Pada tingkat lebih lanjut,
aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan relatif sedikit eritrosit.
Kuman pneumokokus di fagositosis oleh leukosit dan sewaktu rseolusi
berlangsung, makrofag masuk kedalam alveoli dan menelan leukosit bersama
kuman pnumokokus didalamnya.

Paru masuk dalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna abu-abu
kekuningan. Secara perlahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin
dibuang dari alevoli. Terjadi resolusi sempurna, paru menjadi normal kembali
tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas. Akan tetapi apabila proses
konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan baik maka setelah edema dan
terdapatnya eksudat pada alveolus maka membran dari alveolus akan mengalami
kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan proses difusi osmosis oksigen
pada alveolus. Perubahan tersebut akan berdampak pada penurunan jumlah
oksigen yang dibawa oleh darah. Penurunan itu yang secara klinis penderita
mengalami pucat sampai sianosis. Terdapatnya cairan purulent pada alveolus .

2.1.6 Pemeriksaan penunjang

Menurut pendapat (Muttaqin, 2014):

1) Pemeriksaan laboratorium

Biasanya didapatkan jumlah leukosit 15.000-40.000/mm3. Dalam keadaan


leukopenia, laju endap darah biasanya meningkat hingga 100mm/jam. Saat
dilakukan biakan sputum, darah,atau jika dimungkinkan caira efusi pleura,untuk
biakan aerobik dan anaerobik, untuk selanjutnya dibuat pewarnaan gram sebagai
pegangan dalam pemberian antibiotik. Sebaiknya diusahakan agar biakan dibuat
dari sputum aluran nafas bagian bawah. Selain contoh sputum yang diperoleh dari

6
batuk, bahan dapat diperoleh swap tenggorok atau laring, pengisapan lewat
trakhea, brokhoskopi, atau penghisapan lewat dada tergantung indikasinya.
Pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan hipoksemia sebab terdapat
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi didaerah pneumonia.

2) Pemeriksaan radiologis

a) Bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia

b) Bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris

3) Pemeriksaan mikrobiologik

Pemeriksaan ini dapat dibiak dari spesimen usap tenggorok, sekresi nasofaring,
bilasan bronkus atau sputum, trakhea, fungsi pleura atau aspirasi paru.

2.1.7 Penatalaksanaan

Menurut pendapat (Sujono & Sukarmin 2009), penatalaksanaan yang dapat


diberikan pada anak dengan pneumonia:

1) Pemberian obat antibiotik penisilin 50.000 U/kg BB/hari, ditambah dengan


kloramfenikol 50-70 mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai
spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai demam 4-5
hari. Pemberian obat kombinasi bertujuan untuk menghilangkan penyebab infeksi.

2) Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan cairan intravena,
biasanya diperlukan campuran glukosa 5% danNacl 0,9% dalam perbandingan 3:1
ditambah larutan Kcl 10 mEq/500ml/botol infus.

3) Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosid metabolik akibat kurang
makan dan hipoksia,maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisis gas
darah arteri.

4) Pemberian makan enteral bertahap melalui selang nasogastrik pada penderita


yang sudah mengalami perbaikan sesak nafasnya.

7
5) Jika sekresi lendir berlebih dapat diberikan inhalasi dengan slin normal dan
beta agonis untuk memperbaiki transport mukosillier. Seperti pemberian terapi
nebulizer dengan flexotid dan ventolin. Selain bertujuan untuk mempermudah
mengeluarkan dahak juga dapat meningkatkan lebar lumen bronkus.

2.1.8 Komplikasi

Komplikasi pneumonia menurut Nurarif & Kusuma (2013) yaitu :

1) Hipotensi dan syok

2) Gagal pernafasan

3) Atelektasis

4) Efusi pleura

5) Delirium

3.1 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1.1 Pengkajian

Menurut Hidayat (2012), pengkajian adalah langkah awal dari tahapan


proses keperawatan, kemudian dalam mengkaji harus memperhatikan data
dasar dari pasien, untuk informasi yang diharapakan dari pasien. Pengkajian
keperawatan pada seluruh tingkat analisis (individu, keluarga, komunitas) terdiri
atas data subjektif dari seseorang atau kelompok, dan data objektif dari
pemeriksaan diagnostik dan sumber lain. Pengkajian individu terdiri atas riwayat
kesehatan (data subjektif) dan pemeriksaan fisik (data objektif) (Weber & Kelley
2009). Terdapat dua jenis pengkajian yang dilakukan untuk menhasilkan diagnosis
keperawatan yang akurat: komprehensif dan fokus. Pengkajian komprehensif
mencakup seluruh aspek kerangka .

8
pengkajian keperawatan seperti 11 pola kesehatan fungsional (Gordon, 2009).
Sedangkan menurut (Sujono & Sukarmin 2009) pengkajian dengan pneumonia
meliputi:

1) Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan pneumoni auntuk
meminta pertolongan kesehatan adalah sesak nafas, batuk, dan peningkatan
suhu tubuh/demam.

2) Riwayat penyakit saat ini Pengakajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan
utama. Apabila keluhan utama adalah batuk, maka perawat harus menanyakan
sudah berapa lama keluhan batuk muncul. Pada klien pneumonia, keluhan
batuk biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah minum obat
batuk yang biasa ada dipasaran. Pada awalnya keluhan batuk nonproduktif, tapi
akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mukus purulen kekuningan,
kehijauan, kecoklatan atau kemerahan dan sering kali berbau busuk. Klien
biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil serta sesak nafas,
peningkatan frekuensi pernafasan, dan lemas.

3) Riwayat penyakit dahulu Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya,apakah


klien pernah mengalami infeksi saluran pernafasan atas(ISPA) dengan gejala
seperti luka tenggorok, kongesti nasal, bersin, dan demam ringan.

4) Pemeriksaan fisik

a) Status penampilan kesehatan: lemah

b)Tingkat kesadaran: kesadaran normal, letargi, strupor, koma, apatis


tergantung tingkat penyebaran penyakit.

c) Tanda-tanda vital:

1.Frekuensi nadi dan tekanan darah: takikardi, hipertensi.

2.Frekuensi pernafasan: takipnea, dipsnea progresif, pernafasan dangkal,


penggunaan otot bantu pernafasan, pelebaran nasal.

d) Suhu tubuh: hipertermi akibat penyebaran toksik mikroorganisme yang


direspon oleh hipotalamus.

9
e) Berat badan dan tinggi badan Kecenderungan berat badan mengalami
penurunan.

f) Integumen kulit:

1.Warna: pucat sampai sianosis.

2. Suhu: pada hipertermi kulit terbakar panas akan tetapi setelah hipertermi
teratasi kulit anak teraba dingin.

3. Turgor: menurun pada dehidrasi

g) Kepala:

1. Perhatikan bentuk dan kesimetrisan.

2. Periksa higiene kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan rambut,


perubahan warna.

h) Data yang paling menonjol pada pemeriksaan fisik adalah pada thorak dan
paru-paru:

1.Inspeksi: Frekuensi irama, kedalaman, dan upaya bernafas antara lain:


takpinea, dipsnea progresif, pernafasan dangkal.

2.Palpasi: Adanya nyeri tekan, peningkatan fokal fremitus pada daerah yang
terkena.

3. Perkusi: Pekak terjadi bila terisi cairan pada paru, normalnya timpani (terisi
udara) resonansi.

4.Auskultasi:

a.Suara bronkoveskuler atau bronkhial pada daerah yang terkena.

b.Suara nafas tambahan ronkhi pada sepertiga akhir inspirasi.

10
3.1.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons manusia


terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentangan respons
dari seorang individu , keluarga, kelompok, atau komunitas. Diagnosis
keperawatan biasanya berisi dua bagian yaitu deskription atau pengubah, fokus
diagnosis, atau konsep kunci dari diagnosis ( Hermand dkk 2015 ).

Menurut (Muttaqin, 2014) diagnosa yang muncul pada kasus pneumonia adalah :

1) Ketidakefekifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang


tertahan.

2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-


kapiler.

3) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan.

3.1.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan suatu perawatan yang dilakukan perawat


berdasarkan peenilaian klinis dan pengetahuan perawat untuk meningkatkan
outcome pasien atau klien. Intervensi keperawatan mencakup baik perawatan
langsung dan tidak langsung yang ditujukan pada individu, keluarga dan
masyarakat, serta orang-orang dirujuk oleh perawat, dirujuk oleh dokter maupun
pemberi pelayanan kesehatan lainnya (Bullechek dkk 2015). Menurut pendapat
(Bullechek dkk 2015) intervensi yang muncul pada kasus pneumonia adalah.

11
No Diagnosa Noc Nic
1. Ketidakefekifan bersihan jalan kriteria hasil : Manajemen jalan nafas :
nafas berhubungan dengan  mendemostrasikan batuk  monitor status
sekresi yang tertahan efektif dan suara napas yang pernapasan
Definisi : ketidakmampuan bersih tidak ada sianosis dan  observasi
untuk membersihkan sekresi dyspnue (mampu sumbatan jalan
atau obstruksi dari saluran mengeluarkan sputum, napas
pernapasan untuk mampu bernapas dengan  posisikan pasien
mempertahankan kebersihan mudah) untuk
jalan napas.  menunjukkan jalan napas memaksimalkan
Batasan karakteristik: yang paten (tidak ada suara ventilasi
 tidak ada batuk napas abnormal)  lakukan
 suara napas tambahan  mampu mengidentifikasi dan fisioterapi dada
 perubahan frekuensi mencegah faktor yang dapat jika perlu
napas menghambat jalan napas  keluarkan secret
 sputum dalam jumlah dengan batuk
berlebihan atau suction

Airway Suction:
 pastikan
kebutuhan
oral/tracheal
suctioning
 auskultasi suara
nafas sebelum
dan sesudah
suction
 informasikan
pada klien dan
keluarga tentang
suctioning
 minta klien nafas

12
dalam sebelum
suction dilakukan
 berikan o 2
dengan
menggunakan
nasal untuk
memfasilitasi
suction
nasotrakheal
 gunakan alat
steril setiap
melakukan
tindakan
 anjurkan pasien
untuk istirahat
dan napasa dalam
setelah kateter
suction
dikeluarkan
 monitor status
oksigenisasi
 hentikan suction
dan berikan
oksigen apabila
pasien
menujukkan
bradikardi,penuru
nan saturasi o2.

2. Gangguan pertukaran gas kriteria hasil : Airway Management:

13
berhubungan dengan perubahan  mendemostrasikan  posisikan pasien
membran alveolar-kapiler. prningkatan ventilasi dan untuk
Definisi : oksigenisasi yang adekuat memaksimalkan
Kelebihan atau defisit pada  memelihara kebersihan paru ventilasi
oksigenisasi atau eliminasi bebas dari tanda distress  pasang mayo bila
karbon dioksida pada membrane pernafasan perlu
alveolar-kapiler.  mendemostrasikan batuk  lakukan
Batasan karakteristik: efektif dan suara nafas fisioterapi dada
 pernapasan abnormal bersih,tidak ada sianosis dan jika perlu
 hipoksemia dyspnue(mampu  keluarkan secret
 hipoksia mengeluarkan sputum) dengan batuk
 sianosis  ttv dalam rentang normal atau suction
 napas cuping hidung  auskultasi jalan
 gelisah napas catat ada
 takikardi suara napas
tambahan
 berikan
bronkodilator jika
perlu
 monitor saturasi
oksigen
Respiratory monitoring
 monitor rata-
rata ,kedalaman
irama dan usaha
respirasi
 monitor suara
napas
 monitor pola
napas

3. Ketidakefektifan pola nafas kriteria hasil: Airway Management:


 posisikan pasien
berhubungan dengan keletihan  mendemostrasikan batuk

14
otot pernafasan. efektif, suara napas yang memaksimalkan
Definisi : bersih,tidak ada sianosis dan ventilasi
Inspirasi dan ekspirasi yang dyspnue (mampu  lakukan
tidak efektif mengeluarkan sputum) fisioterapi dada
Batasan karakteristik:  menunjukkan jalan napas jika perlu
 perubahan kedalaman yang paten  keluarkan secret
napas  ttv dalam rentang normal dengan batuk
 perunahan ekskursi dada atau suction
 bradipnue  auskultasi suara
 penurunan tekanan nafas dan catat
ekspirasi adanya suara
 pernapasan cuping napas tambahan
hidung  pasang mayo bila
perlu
 monitor satuurasi
oksigen
 berikan
bronkodilator jika
perlu
Oxygen Therapy:
 bersihkan mulut
hidung dan secret
 pertahankan jalan
napas yang paten
 atur peralatan
oksigenasi
 observasi adanya
tanda
hipoventilasi

3.1.4 Implementasi

15
N Diagnosa Implementasi
o
1. 1) Ketidakefekifan bersihan jalan Manajemen jalan nafas :
nafas berhubungan dengan sekresi  memonitor status pernapasan
yang tertahan.  mengobservasi sumbatan jalan napas
 memposisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
 melakukan fisioterapi dada jika perlu
 mengeluarkan secret dengan batuk atau
suction

Airway Suction:
 memastikan kebutuhan oral/tracheal
suctioning
 mengauskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah suction
 menginformasikan pada klien dan keluarga
tentang suctioning
 meminta klien nafas dalam sebelum
suction dilakukan
 memberikan o 2 dengan menggunakan
nasal untuk memfasilitasi suction
nasotrakheal
 menggunakan alat steril setiap melakukan
tindakan
 menganjurkan pasien untuk istirahat dan
napasa dalam setelah kateter suction
dikeluarkan
 monitor status oksigenisasi
 menghentikan suction dan berikan oksigen
apabila pasien menujukkan
bradikardi,penurunan saturasi o2.
2. Gangguan pertukaran gas Airway Management:

16
berhubungan dengan perubahan  memposisikan pasien untuk
membran alveolar-kapiler. memaksimalkan ventilasi
 memasang mayo bila perlu
 melakukan fisioterapi dada jika perlu
 mengeluarkan secret dengan batuk atau
suction
 mengauskultasi jalan napas catat ada suara
napas tambahan
 memberikan bronkodilator jika perlu
 memonitor saturasi oksigen
Respiratory monitoring
 memonitor rata-rata ,kedalaman irama dan
usaha respirasi
 memonitor suara napas
 memonitor pola napas

3. Ketidakefektifan pola nafas Airway Management:


 memposisikan pasien memaksimalkan
berhubungan dengan keletihan otot
ventilasi
pernafasan.
 melakukan fisioterapi dada jika perlu
 mengeluarkan secret dengan batuk atau
suction
 mengauskultasi suara nafas dan catat
adanya suara napas tambahan
 memasang mayo bila perlu
 memonitor satuurasi oksigen
 memberikan bronkodilator jika perlu
Oxygen Therapy:
 membersihkan mulut hidung dan secret
 mempertahankan jalan napas yang paten
 mengatur peralatan oksigenasi
 mengobservasi adanya tanda hipoventilasi
3.1.5 Sop Suction

17
1.Definisi

Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan


napas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat
dengan cara mengeluarkan secret klien yang tidak mampu mengeluarkannya
secara mandiri.

2. indikasi

 terdengar adanya suara pada jalan naps


 kelelahan
 nadi dan laju pernapasan meningkat
 ditemukan mucus pada alat bantu napas
 meningkatnya peak airway pressure pada mesin ventilator
 permintaan dari klien sendiri untuk di suction

3. prosedur

Alat dan bahan :

 kateter suction steril yang atraumatik


 sarung tangan
 tempat steril untuk irigasi
 spuit berisi nacl steril untuk irigasi trache jika diindikasikan

langlah –langkah :

 kaji adanya kebutuhan untuk dilakukan tindakan


 lakukan cuci tangan gunakan alat pelindung diri dari kemungkinan
penularan penyakit dari secret
 jelaskan tindakan yang akan dilakukan pada pasien
 check mesin penghisap siapkan tekanan mesin suction pada level 80-120
mmhg untuk menghindari hipoksia dan trauma mukosa
 siapkan tenpat yang steril
 lakukan pre oksigenisasi dengan O2 selama 30 detik untuk mencegah
terjadinya hipoksemia

18
 secara cepat dan gentle masukkan kateter suction jangan lakukan suction
saat kateter dimasukkan
 tarik 1-2 cm dan mulai lakukan suction lakukan suction secara
internitten,tarik kateter sambil menghisap dengan cara memutar, jangan
pernah melakukan suction lebih dari 10 detik
 hiperoksigenisasi selama 1-5 menit atau bila nadi dan sao2 pasien normal
 ulangi prosedur sampai secret berkurang
 catat tindakan dan dokumentasikan

19
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Setelah melakukan pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan,


implementasi pada Asuhan Keperawatan pasien dengan diagnosa keperawatan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
pada pneumonia dengan mengaplikasikan pengaruh tindakan penghisapan lendir
(suction) terhadap kadar saturasi oksigen.

4.2 Saran

Setelah melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan Pneumonia akan


memberikan usulan dam masukan yang positif khususnya dibidang kesehatan
antara lain : Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih
berkualitas sehingga dapat mengasilkan perawat yang profesional, terampil,
inovatif dan bermutu dalam memberika asuhan keperawatan secara komprehensif
berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Athena & Ika Dharmayanti. 2014. Pneumonia pada Anak Balita di
Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 8. No. 8. H. 359-360.

Berty dkk. 2013. Pengaruh Tindakan Penghisapan Lendir ETT Terhadap Kadar
Saturasi Oksigen Pada Pasien Diruang PICU. Jurnal Keperawatan. H. 56.

Bulecheck, et al. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi 6. 2016 .


Singapore : Elsevier.

Dharma, Kelana Kusuma. 2013. Metode Penelitian Keperawatan. Jakarta: Trans


Info Media.

Dinkes Kesehatan Jawa Tengah. 2013. Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2013 di lihat 8 Maret 2017. http://www.Dinkes Jateng Prov.Go.Id.

Fauzi dkk. 2015. ISO Indonesia Volume 49. Jakarta: PT. ISFI.

21

Anda mungkin juga menyukai