Anda di halaman 1dari 31

PNEUMONIA DAN ABSES PARU

Disusun Oleh :

Niko Ardiansyah (099)

Wahdi Fannani (104)

Dina Ummi Hamidah (107)

Naufal Safarul Hawali (114)

Alifia Syafira Putri (121)

Indah Permatasari (137)

PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya.

Makalah yang berjudul “Pneumonia dan Abses Paru” disusun untuk


memenuhi tugas mata kuliah Patologi Kardiopulmonal program studi Fisioterapi
Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam penyusunan makalah ini kami berusaha memberi sebaik mungkin.


Namun demikian kami menyadari akan kemampuan dan keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman kami, oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah kami.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan.

Malang, 9 November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
1.1 Latar belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
2.1. Definisi Pneumonia dan Abses Paru ........................................................ 3
2.2. Epidemiologi Pneumonia dan Abses Paru ............................................... 4
2.3. Etiologi Pneumonia dan Abses Paru ........................................................ 5
2.3.1 Etiologi Pneumonia................................................................................. 5
2.3.2. Etiologi Abses Paru ............................................................................... 9
2.4. Patofisiologi Pneumonia dan Abses Paru ............................................... 11
2.4.1. Patofisiologi Pneumonia ...................................................................... 11
2.4.2. Patofisiologi Abses Paru ...................................................................... 13
2.5. Gejala dan Pemeriksaan Pneumonia dan Abses Paru............................. 15
2.5.1. Gejala Pneumonia ................................................................................ 15
2.5.2. Gejala Abses Paru ................................................................................ 16
2.5.3. Pemeriksaan Pneumonia ...................................................................... 17
2.5.4. Pemeriksaan Abses Paru ...................................................................... 17
2.6. Intervensi Medis dan Fisioterapi pada Pneumonia dan Abses Paru ........... 20
2.6.1. Intervensi Medis Pneumonia ............................................................... 20
2.6.2. Intervensi Medis Abses Paru ............................................................... 20
2.6.3. Intervensi Fisioterapi Pneumonia dan Abses Paru .............................. 21
2.7. Edukasi Masyarakat tentang Pneumonia dan Abses Paru .......................... 26
2.7.1. Edukasi Abses Paru dan Pneumonia .................................................... 26
BAB III ................................................................................................................. 28
3.1. Kesimpulan ................................................................................................. 28
3.2. Saran ........................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

1.1 Latar belakang


Pneumonia merupakan infeksi saluran nafas bawah yang masih menjadi
masalah kesehatan di negara berkembang maupun negara maju. Penyakit
saluran nafas merupakan penyebab kematian nomor dua di Indonesia.
Laporan dari WHO tahun 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian
akibat infeksi saluran nafas akut termasuk pneumonia.ada berbagai faktor
resiko yang meningkatkan kejadian beratnya penyakit dan kematian
karena pneumonia, yaitu status gizi (gizi buruk).pneumonia yang terjadi
disebabkan oleh polusi udara (asap rokok atau polusi industri), asap
bakaran dari dapur, tingginya prevalensi kolonisasi bakteri pathogen di
nasofaring. Selain itu, orang yang mudah terkena pneumonia yaitu,alcohol,
perokok, diabetes mellitus,penderita gagal jantung,penderita penyakit paru
obstruksi kronik (PPOK) dan gangguan sistem kekebalan karena obat
tertentu. Pneumonia dapat terjadi sepanjang tahun dan dapat melanda
semua usia.
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material
purulen berisikan sel radang akibat sel nekrotik parenkim paru oleh proses
terinfeksi. Abses timbul karena aspirasi benda terinfeksi, penurunan
mekanisme pertahanan tubuh atau virulensi kuman yang tinggi.pada
penderita abses paru nosokonial ditemukan kuman aerob.sedangkan ada
juga penelitian dengan teknik biopsy perkutan atau aspirasi ditemukan
bakteri terbanyak anaerob. Abses paru di klafikasi menjadi dua yaitu abses
paru primer dan abses paru sekunder, yang lanjutan dari pneumonia adalah
abses paru primer.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apakah yang dimaksud Pneumonia dan Abses Paru?
b. Apa saja epidemiologi Pneumonia dan Abses Paru?

1
2

c. Bagaimanakah fisiologis pernapasan pada organ paru?


d. Bagaimanakah patofisiologi Pneumonia dan Abses Paru?
e. Bagaimanakah pemeriksaan penunjang pada pasien dengan gejala
Pneumonia dan Abses Paru?
f. Intervensi apa saja yang dapat diberikan oleh medis dan fisioterapi?
g. Edukasi apa yang dapat diberikan kepada masyarakat terhadap
Pneumonia dan Abses Paru?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Mengetahui lebih rinci tentang Pneumonia dan Abses Paru mulai
dari etiologi, patofisiologi, pemeriksaan klinis serta intervensi yang
dapat diberikan pada pasien penderita Pneumonia dan Abses Paru.
b. Mengetahui fisiologis pulmo secara lebih rinci.
c. Mengetahui edukasi yang dapat diberikan kepada masyarakat guna
mencegah dan memberikan pertolongan pertama pada Pneumonia
dan Abses Paru.
d. Memberikan manfaat bagi pembaca dalam ilmu pengetahuan
bidang kesehatan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Definisi Pneumonia dan Abses Paru


Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius,
dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat. Hal yang menyebabkan terjadinya pneumonia
adalah bakteri, virus, dan jamur yang masuk ke dalam paru-paru.

Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses


infeksi akut yang merupakan penyebabnya yang tersering. Sedangkan
istilah pneumonitis sering dipakai untuk proses non-infeksi. Bila proses
infeksi teratasi, terjadi resolusi dan biasanya struktur paru normal
kembali. Namun pada pneumonia nekrotikans yang disebabkan antara
lain oleh staphylococcus atau kuman gram negatif terbentuk jaringan
parut atau fibrosis.

Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada


jaringan paru yang terlokalisir dengan proses supurasi sehingga
membentuk kavitas yang berisi PUS (nanah) dalam parenkim paru pada
satu lobus atau lebih. Kavitas ini berisi material purulen sel radang akibat
proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi. Bila diameter
kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses)
dinamakan necrotizing pneumonia.Abses paru juga bisa disebabkan oleh
pneumonia yang merupakan proses lanjut dari pneumonia inhalasi
bakteria. Artinya, Penderita pneumonia yang disebabkan oleh inhalasi
bakteri berpotensi terkena abses paru apabila tidak segera ditangani.

3
4

2.2.Epidemiologi Pneumonia dan Abses Paru


Pneumonia merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan morbiditas
dan mortalitas secara bermakna di seluruh dunia, di mana sekitar 5 juta anak
balita menghadapi kematian sebagai konsekuensi dari pneumonia. Berdasar
data UNICEF pada tahun 2012, sebanyak 21.000 balita di Indonesia
meninggal karena pneumonia atau 14% kematian anak dan balita disebabkan
oleh pneumonia (Francis, 2011). Sedangkan menurut Survei Kesehatan
Rumah Tangga pada tahun 2001 kematian balita akibat pneumonia sebesar 5
per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa penyakit pneumonia dapat
menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau hampir
300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit (Misnadiarly, 2008).
(Puspitasari & Syahrul, 2015)1

Kebanyakan pasien dengan abses paru primer dapat sembuh dengan


antibiotik, dengan tingkat kesembuhan rata-rata sebanyak 90-95%. Faktor
host yang menyebabkan prognosis memburuk antara lain usia lanjut,
kekurangan tenaga, malnutrisi, infeksi HIV atau bentuk lain imunosupresi,
keganasan, dan durasi gejala lebih dari 8 minggu. Tingkat kematian untuk
pasien dengan status imunokompromis mendasar atau obstruksi bronkial
yang kemudian membentuk abses paru dapat mencapai 75%.
Organisme aerobik, yang biasanya didapat di rumah sakit, juga dapat
menghasilkan prognosa yang buruk. Sebuah studi retrospektif melaporkan
tingkat kematian abses paru yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan
gram negatif digabungkan adalah sekitar 20%.
Laki-laki mempunyai prevalensi yang dominan dalam kejadian abses
paru yang dilaporkan dalam beberapa seri kasus yang sudah dipublikasikan.
Abses paru pada umumnya terjadi pada pasien usia lanjut dikarenakan
meningkatnya penyakit periodontal dan peningkatkan prevalensi disfagi dan
aspirasi pada usia ini. Namun, serangkaian kasus dari warga yang tinggal di
pusat perkotaan dengan prevalensi alkoholisme tinggi melaporkan usia rata-
rata yang mengalami abses paru adalah 41 tahun.2
5

Orang-orang tua, orang-orang dengan immunocompromise, malnutrisi,


debilitated dan khususnya orang-orang yang tidak pernah mendapatkan
antibiotik adalah orang-orang yang paling rentan dan memiliki prognosis
yang paling buruk.3

2.3.Etiologi Pneumonia dan Abses Paru

2.3.1 Etiologi Pneumonia


Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme,
yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Pneumonia komuniti yang
diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram
Positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri
Gram Negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh
bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia
menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak
penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram Negatif. (4)
Bakteri
Agen penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme Gram Positif atau
Gram Negatif seperti: Streptococcus pneumoniae (pnemokokus),
Streptococcus piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumonia,
Legionella, Haemophilus influenza. (11)
Virus
Influenza virus, Parainfluenza virus, Syncytial adenovirus, chicken-pox
(cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes simpleks, Hanta
virus. (11)
Fungi
Aspergilus, Fikomisetes, Blastomisetes dermatitidis, Histoplasma
kapsulatum. (11)

Aspirasi
Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing. (11)
6

Tabel 1. Penyebab Penemonia Dan Kenapa Bisa Terjadi. (12)


Bakteri Penumonia akibat bakteri ini biasanya terjadi setelah flu,
demam, atau ISPA yang menurunkan system
imunitas tubuh. Sistem imunitas yang lemah menjadi
keadaan yang baik untuk bakteri berkembang biak di
paru, dan menimbulkan penyakit. Bermacam-macam
bakteri dapat menyebabkan pneumonia, yang
tersering adalah Streptococcus pneumoniae
(pneumococcus) dapat disebarkan apabila orang
yang terinfeksi batuk, bersin, atau menyentuh objek
dengan tangan yang terkontaminasi. Pneumonia
akibat bakteri ini dapat menjadi lebih serius bila
dibandingkan dengan pneumonia akibat virus.
Virus Bermacam-macam virus dapat menyebabkan pneumonia.
Contohnya termasuk influenza, chickenpox, herpes
simplex, and respiratory syncytial virus (RSV). Virus
dapat ditularkan antar manusia ke manusia lain
melalui batuk, bersin atau menyentuh objek dengan
tangan yang terkontaminasi yang berkontak dengan
cairan dari orang yang terinfeksi.
Jamur Bermacam-macam jamur dapat menyebabkan
pneumonia. Yang paling sering adalah jamur yang
terhirup dari udara luar/ lingkungan.
Aspirasi Pneumonia aspirasi terjadi apabila materi/ bahan-bahan
dalam lambung atau benda asing terhirup masuk ke
saluran pernafasan, menyebabkan cedera, infeksi
atau penyumbatan.

Beberapa kelompok-kelompok mempunyai faktor risiko yang lebih tinggi


untuk terkena pneumonia, yaitu antara:
1. Usia lebih dari 65 tahun.
7

2. Merokok.
3. Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun dikarenakan
penyakit kronis lain.
4. Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma, PPOK,
dan emfisema.
5. Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk diabetes dan
penyakit jantung.
6. Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan HIV, transplantasi organ,
kemoterapi atau penggunaan steroid lama.
7. Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke, obat-
obatan sedatif atau alkohol, atau mobilitas yang terbatas.
8. Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorius atas oleh
virus (11)

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan


tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Hasil penelitian
44-85% CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40%
diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen penyebab
pneumonia bervariasi tergantung:
1. Usia.
2. Status lingkungan.
3. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara).
4. Status imunisasi.
5. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi). (11)

Ada beberapa faktor utama pathogen tertentu pada peneumonia selain diatas
(12)
adalah:
8

Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus.


Etiologi menurut umur, dibagi menjadi:
1. Bayi baru lahir (neonatus – 2 bulan).
Organisme saluran genital ibu: Streptokokus grup B, Escheria coli dan
kuman Gram negatif lain, Listeria monocytogenes, Chlamydia
trachomatis: tersering, Sifilis congenital  pneumonia alba. Sumber
infeksi lain: Pasase transplasental, aspirasi mekonium, dan CAP.
2. Usia > 2 – 12 bulan.
Streptococcus aureus dan Streptokokus grup A  tidak sering tetapi fatal.
Pneumonia dapat ditemukan pada 20% anak dengan pertusis.
3. Usia 1 – 5 tahun
Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus
tersering Chlamydia pneumonia: banyak pada usia 5-14 tahun (disebut
pneumonia atipikal).
4. Usia sekolah, remaja sampai dengan dewasa
S. pneumonia, Streptokokus grup A, dan Mycoplasma pneumonia
(pneumonia atipikal) terbanyak. (8). Ada beberapa factor lain yang dapat
meningkatkan resiko infeksi oleh pathogen tertentu pada pneumonia
komunitas (12) seperti dibawah ini:
9

2.3.2. Etiologi Abses Paru


Abses paru dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, yaitu :
a. Kelompok bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia
aspirasi
1. Bacteriodes melaninogenus
2. Bacteriodes fragilis
3. Peptostreptococcus species
4. Bacillus intermedius
5. Fusobacterium nucleatum
6. Microaerophilic streptococcus
Bakteri anaerobik meliputi 89% penyebab abses paru dan 85%-
100% dari spesimen yang didapat melalui aspirasi transtrakheal.
b. Kelompok bakteri aerob
Gram positif: sekunder oleh sebab selain aspirasi
1. Staphillococcus aureus
2. Streptococcus micraerophilic
3. Streptococcus pyogenes
10

4. Streptococcus pneumonia 2,3,6,7


Abses sekunder adalah abses yang terjadi sebagai akibat dari
kondisi lain. Seperti contoh: Obstruksi bronkial (karsinoma
bronkogenik); penyebaran hematogen (endokarditis bakterial,
IVDU); penyebaran infeksi dari daerah sekitar (mediastinum,
subphrenic).3
Gram negatif : biasanya merupakan sebab nosokomial
1. Klebsiella pneumoniae
2. Pseudomonas aeroginosa
3. Escherichia coli
4. Actinomyces species
5. Nocardia species
6. Gram negatif bacilli
c. Kelompok jamur (mucoraceae, aspergillus species), parasit,
amuba, mikobakterium2,3,6,7
Prevalensi tertinggi berasal dari infeksi saluran pernapasan dengan
mikroorganisme penyebab umumnya berupa campuran dari bermacam-
macam kuman yang berasal dari flora mulut, hidung, dan tenggorokan.
Faktor predisposisi terjadinya abses paru seorang pasien:
1. Ada sumber infeksi saluran pernafasan.
Infeksi mulut, tumor laring yang terinfeksi, bronkitis, bronkiektasis
dan kanker paru yang terinfeksi.
2. Daya tahan saluran pernafasan yang terganggu
Pada paralisa laring, aspirasi cairan lambung karena tidak sadar,
kanker esofagus, gangguan ekspektorasi, dan gangguan gerakan sillia.
3. Obstruksi mekanik saluran pernafasan karena aspirasi bekuan darah,
pus, bagian gigi yang menyumbat, makanan dan tumor bronkus.
Lokalisasi abses tergantung pada posisi tegak, bahan aspirasi akan
mengalir menuju lobus medius atau segmen posterior lobus inferior
paru kanan, tetapi dalam keadaan berbaring aspirat akan menuju ke
11

segmen apikal lobus superior atau segmen superior lobus interior paru
kanan, hanya kadang-kadang aspirasi dapat mengalir ke paru kiri.7

2.4. Patofisiologi Pneumonia dan Abses Paru

2.4.1. Patofisiologi Pneumonia


Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme
di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila
terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat
berkembang biak dan menimbulkan penyakit. (7)
Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme
untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa
cara mikroorganisme mencapai permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa. (7)
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi.

Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal,


mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m
melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya
terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas
(hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan
terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari
sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring
terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan
kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse) (7)
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-
10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001-1,1 ml) dapat
memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia (4)
12

Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau


aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian
atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa
penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama (7)
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui
jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding
alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli
membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/ kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-
mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin. (8)
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
13

alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak,
stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. (8)
3. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. (8)
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. (8)

2.4.2. Patofisiologi Abses Paru


Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara, yaitu aspirasi dan
hematogen. Yang paling sering dijumpai adalah kelompok abses paru
bronkogenik yang termasuk akibat aspirasi, stasis sekresi, benda asing,
tumor, dan struktur bronkial. Keadaan ini menyebabkan obstruksi bronkus
dan terbawanya organisme virulen yang akan menyebabkan infeksi pada
daerah distal obstruksi tersebut. Dalam keadaan tegak, bahan aspirasi akan
mengalir menuju ke lobus medius atau segmen posterior lobus inferior paru
kanan, tetapi dalam keadaan berbaring aspirat akan menuju ke segmen
apikal lobus superior atau segmen superior lobus inferior paru kanan, hanya
kadang-kadang saja aspirat dapat mengalir ke paru kiri.6,7
Kebanyakan abses paru muncul sebagai komplikasi dari
pneumonia aspirasi akibat bakteri anaerob di mulut. Penderita abses paru
biasanya memiliki masalah periodontal (jaringan di sekitar gigi). Sejumlah
bakteri yang berasal dari celah gigi yang sampai ke saluran pernapasan
bawah akan menimbulkan infeksi. Tubuh memiliki sistem pertahanan
terhadap infeksi semacam ini, sehingga infeksi hanya terjadi jika sistem
pertahanan tubuh sedang menurun, seperti yang ditemukan pada seseorang
14

yang tidak sadar atau sangat mengantuk karena pengaruh obat penenang,
obat bius, atau penyalahgunaan alkohol. Selain itu dapat pula terjadi pada
penderita gangguan sistem saraf. 3,6,7
Jika bateri tersebut tidak dapat dimusnahkan oleh mekanisme
pertahanan tubuh, maka akan terjadi pneumonia aspirasi dan dalam waktu 7-
14 hari kemudian akan berkembang menjadi nekrosis yang berakhir dengan
pembentukan abses. 2,6,7
Secara hematogen yang paling banyak terjadi adalah akibat
septikemi atau sebagai fenomena septik emboli, sekunder dari fokus infeksi
pada bagian lain tubuhnya seperti tricuspid valve endocarditis. Penyebaran
hematogen ini umumnya akan berbentuk abses multipel dan biasanya
disebabkan oleh stafilokokus.
Abses hepar bakterial atau amubik bisa mengalami ruptur dan
menembus diafragma yang akan menyebabkan abses paru pada lobus bawah
paru kanan dan rongga pleura.6
Disebut abses primer bila infeksi diakibatkan aspirasi atau
pneumonia yang terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder bila
infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi
seperti obstruksi, bronkiektasis dan gangguan imunitas.6
Diameter abses bervariasi dari beberapa milimeter sampai kavitas
besar dengan ukuran 5-6 cm. Lokalisasi dan jumlah abses bergantung pada
bentuk perkembangannya. Abses paru yang diakibatkan oleh aspirasi lebih
banyak terjadi pada paru kanan (lebih vertikal) daripada paru kiri, serta lebih
banyak berupa kavitas tunggal. Abses yang terjadi bersamaan dengan
adanya pneumonia atau bronkiektasis umumnya bersifat multipel, terletak di
basal dan tersebar luas. Septik emboli dan abses yang diakibatkan oleh
penyebaran hematogen umumnya bersifat mulitipel dan dapat menyerang
bagian paru manapun.8,9
Abses bisa mengalami ruptur ke dalam bronkus, dengan isinya
diekspektoransikan ke luar dengan meninggalkan kavitas yang berisi air dan
15

udara. Kadang-kadang abses ruptur ke rongga pleura sehingga terjadi


empiema yang diikuti dengan terbentuknya fistula bronkopleura.6,9

2.5. Gejala dan Pemeriksaan Pneumonia dan Abses Paru


Sebelum beralih pada pemeriksaan, sebagai tenaga medis wajib
mengetahui gejala Pneumonia dan Abses Paru terlebih dahulu untuk
mengetahui pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan kepada pasien.

2.5.1. Gejala Pneumonia


a. Nyeri Dada
Disebabkan oleh iritasi diafragma oleh paru paru yang terinfeksi.
b. Batuk Rejan
Biasanya baru muncul sekitar 10 hari setelah terinfeksi,
ditandai dengan gejala batuk terus menerus yang berlangsung
selama beberapa menit. Pada anak berusia 1-6 tahun , batuk akan
disertai menarik napas yang panjang dan batuk batuk yang keras.
Gejala pertusis selama fase ini juga bisa disertai dengan muntah
setelah batuk. Pada fase ini, Bakteri menyerang dinding saluran
napas dan melepaskan racun, yang membuat batuk berkepanjangan
dan terjadi pembengkakan, kinerja paru paru akan terganggu dan
terjadi pneumonia.
c. Dispenia
Dirasakan ketika bernafas tetapi rasanya tidak cukup (Nafas
Pendek). Paru – paru baik jantung berperan dalam menyampaikan
oksigen ke jaringan dan mengangkut karbondioksida keluar, dan
jika pasien atau seseorang mengalami nafas pendek dan oksigen
yang masuk kedalam tubuh semakin berkurang maka kinerja paru
paru akan terhambat dan tejadi inflamasi.
d. Demam
Demam sangat berisiko tinggi pada bayi ataupun anak – anak,
dengan demam yang mengigil, suhu tubuh dapat naik mencapai
40˚C tidak stabil bisa berakibat pneumonia.
16

e. Flu
Demam sangat berisiko tinggi pada bayi ataupun anak – anak,
dengan demam yang mengigil, suhu tubuh dapat naik mencapai
40˚C tidak stabil bisa berakibat pneumonia.
f. Malaise
Malaise merupakan gejala awal disertai tidak nafsu makan yang
lama kelamaan menyebabkan penurunan berat badan.

2.5.2. Gejala Abses Paru


a. Malaise
Malaise merupakan gejala awal disertai tidak nafsu makan yang
lama kelamaan menyebabkan penurunan berat badan.
b. Demam
Demam berupa demam intermitten bisa disertai menggigil bahkan
‘rigor’ dengan suhu tubuh mencapai 39.40C atau lebih. Tidak ada
demam tidak menyingkirkan adanya abses paru.
c. Batuk
Batuk pada pasiean abses paru merupakan batuk berdahak yang
setelah beberapa dapat berubah menjadi purulen dan bisa
mengandung darah. Sputum yang berbau amis dan berwarna
anchovy menunjukkan penyebabnya bakteri anaeraob dan disebut
dengan putrid abscesses, tetapi tidak didapatkannya sputum
dengan ciri di atas tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi
anaerob. Batuk dara bisa dijumpai, biasanya ringan tetapi ada yang
masif.
d. Nyeri Pleurintik
Nyeri pleuritik atau nyeri yang dirasakan dalam dada menunjukkan
adanya keterlibatan pleura.
e. Sesak
Sesak disebabkan oleh adanya pus yang menumpuk menutupi jalan
napas
f. Anemia
17

Anemia yang terjadi dapat berupa anemia defisiensi yang


disebabkan oleh kurangnya asupan akibat penurunan nafsu makan,
namun lebih sering disebabkan oleh perdarahan pada saluran nafas
khususnya pada hemoptisis masif.

2.5.3. Pemeriksaan Pneumonia


a. Gambaran Radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk menegakkan diagnosis. Foto toraks saja tidak dapat secara
khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan
petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia
lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral
atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia
sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan
meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai
30.000/ul.

2.5.4. Pemeriksaan Abses Paru


a. Gambaran Radiologis
Pada gambaran radiologik dapat ditemukan gambaran satu atau
lebih kavitas yang disertai dengan adanya air fluid level. Khas pada
abses paru anaerobik kavitasnya singel (soliter) yang biasanya
ditemukan pada infeksi paru primer, sedangkan abses paru
sekunder (aerobik, nososkomial atau hematogen) lesinya biasanya
multiple.2,6,10
18

Gambar 1.
Foto X-Ray ini ditemukan kavitas pada hilum kanan. Foto X-ray
posisi lateral memperlihatkan kavitas memiliki dinding yang tipis dan
terletak pada segmen apikal dari lobus paru kanan bawah.

Ukuran dari abses bervariasi namun secara umum memiliki bentuk


yang bulat. Dinding abses umumnya tebal dan permukaan dalamnya
irreguler. Pembuluh darah bronkus dan bronkus sendiri dapat menjadi
dinding dari abses.
Abses dapat berisi cairan saja maupun cairan yang bercampur dengan
udara sehingga memberikan gambaran air-fluid level. Bila abses
mengalami ruptur akan terjadi drainase abses yang tidak sempurna ke
dalam bronkus, yang akan memberikan gambaran kavitas dengan
batas udara dan cairan di dalamnya (air fluid level). Secara umum
terdapat perselubungan di sekitar kavitas, meskipun begitu pada terapi
kavitas akan menetap lebih lama dibanding perselubungan di
sekitarnya.
19

Gambar 2.
Abses Paru – posisi AP dan lateral. Kavitas dengan air fluid level pada
lapangan paru kiri atas.

b. CT-Scan
Gambaran khas CT scan abses paru adalah berupa lesi dens bundar
dengn kavitas berdinding tebal, tidak teratur, dan terletak di daerah
jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah
paru berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan
atau berpindah letak.

Gambar 3.
Gambaran abses paru dengan CT-scan. CT memperlihatkan
kavitasi pada lobus atas paru kiri dengan jelas (kiri). Gambaran
abses paru dengan pemeriksaan CT kontras (kanan).
20

2.6. Intervensi Medis dan Fisioterapi pada Pneumonia dan Abses Paru

2.6.1. Intervensi Medis Pneumonia


a. Pemberian antibiotik
Antiviral diberikan untuk pneumonia viral yang berat/ cenderung
menjadi berat (disertai kelainan jantung atau penyakit dasar yang
lain).14

Bila berdasarkan panduan WHO dengan memakai klasifikasi


terbaru, penanganan antibiotika yang dipakai pada pneumonia
adalah6:

 2 bulan hingga 12 bulan (4kg - <10kg) : Amoxicillin 250


mg 1 tablet dua kali sehari selama lima hari
 12 bulan hingga 3 tahun (10kg - <14kg) : Amoxicillin 250
mg 2 tablet dua kali sehari selama lima hari
 3 tahun hingga 5 tahun (14kg - 19kg) : Amoxicillin 250 mg
3 tablet dua kali sehari selama lima hari
Pemberian sefalosporin dapat pula diberikan sebagai lini kedua
dengan dosis 125 mg @ 12 jam sebagai pilihan kedua pada
pneumonia yang diduga disebabkan oleh Streptococcus
Pneumoniae13.

2.6.2. Intervensi Medis Abses Paru


a. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik pada Abses Paru adalah golongan Penicilin
karena pada saat ini dijumpai peningkatan Abses paru yang
disebabkan oleh kuman anaerobs (lebih dari 35% kuman gram
negatif anaerob). Maka bisa dipikrkan untuk memilih kombinasi
antibiotika antara golongan penicillin G dengan clindamycin atau
dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan Cefoxitin.
Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan
respon radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu
21

setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan


antibiotika minimal 2-3 minggu.
b. Bedah
Pembedahan dilakukan bila terapi antibiotik gagal, yaitu bila :
- Abses menjadi menahun
- Kavitas, produksi dahak, dan gejala klinik masih tetap ada
setelah terapi intensif selama 6 minggu, atau
- Abses yang sudah sembuh tapi meninggalkan sisa jaringan
parut yang cukup luas dan mengganggu faal paru.7
Lobektomi merupakan prosedur yang paling sering, sedangkan
reseksi segmental biasanya cukup untuk lesi-lesi yang kecil.
Pneumoektomi diperlukan terhadap abses multipel atau gangren
paruyang refrakter terhadap penanganan dengan obat-obatan.6

2.6.3. Intervensi Fisioterapi Pneumonia dan Abses Paru


1. Pursed lip breathing
Berguna untuk mempertahankann airway terbuka sehingga
membantu pasien yang mengalami nafas pendek. Purs lip breating
dapat mengurangi kecepatan respirasi, meningkatkan tidal volume,
dan mempertbaiki toleransi lateral.
Prosedur :
a. Posisi pasien comfortable dan relax
b. Jelaskan pada pasien bahwa eksirasi baru rilex (pasif) dan
hindari kontraksi abdomen
c. Tempatkan tangan di atas abdomen untuk mendeteksi adanya
kontraksi otot abdomen.
d. Instruksikan pasien inspirasi lambat dan dalam melalui
hidung
e. Kemudian pasien membuka mulut untuk ekspirasi.
2. Positioning
Berguna untuk mencegah dan mengurangi serangan sesak nafas
(dyspnea).
22

Prosedur :
f. Posisi pasien rileks (forward bent posture)
g. Gunakan broncodilator jika diperlukan
h. Pasien mengontrol pernapasan dan mengurangi kecepatan
respirasi dengan teknik purs lip breathing dimana pasien
tidak boleh melakukan force ekspirasi.

Gambar 4
Fisioterapi Positioning pada Pneumonia

3. Segmental Breathing Exercise pada bagian lingula expansion atau


right middle lobus. Digunakan untuk memperbaiki gangguan hypo
Ventilasi yang terjadi pada sebagian area paru. Indikasi pada
pneumonia dengan focus pada pemberian segmental breathing
Lingula Expansion/ Right Middle Lobe
a) Longgarkan seluruh pakaian terutama daerah leher dan pinggang
b) Pasien dalam keadaan relaks
c) Posisi pasien supine lying atau sitting
d) Tempatkan kedua tangan di kiri dan kanan chest di bawah axilla
e) Anjurkan pasien ekspirasi dan merasakan gerakan middle chest
bergerak kedalam dan berikan tekanan lembut dengan telapak
tangan
f) Pada gangguan inspirasi, penekanan lembut chest memberikan
rangsangan kontraksi otot intercostalis eksterna.
23

g) Anjurkan pasien mengembangkan middle chestnya dengan


mendorong tangan terapis selama inspirasi
h) Selama ekspirasi bisa diberi bantuan tekanan getaran lembut.
i) Dapat dilakukan secara bilateral dan unilateral.
1. Bilateral

Gambar 4

Fisioterapi teknik bilateral Segmental Breathing Exercise Unilateral

Gambar 5

Fisioterapi teknik unilateral Segmental Breathing Exercise

4. Postural Drainage
24

Berguna untuk mengeluarkan sekresi yang telah ada dalam paru


dengan Perkusi dan Vibrasi pada daerah yang sakit, efektifkan
Deep Coughing Exercise dan terkontrol. Waktu yang terbaik untuk
melakukan PD yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan pagi dan sekitar
1 jam sebelum tidur pada malam hari selama 3-10 menit. Pada
penderita dengan produksi sputum yang banyak PD lebih efektif
bila disertai dengan clapping dan vibrating.
Persiapan Pasien Untuk Postural Drainage:
a. Longgarkan seluruh pakaian terutama darah leher dan
pinggang.
b. Terangkan cara pengobatan kepada pasien secara ringkas
tetapi lengkap.
c. Apakah pasien mempunyai reflex batuk atau memerlukn
suction untuk mengeluarkan Postural Drinase.

Cara melakukan pengobatan :


a. Terapis harus didepan pasien untuk melihat perubahan
yang terjadi selama postural drainase.
b. Postural drainase dilakukan dua kali sehari, bila dilakukan
pada bebrapa posisi tidak lebih dari 40 menit, tiap satu posisi 3-10
menit.
c. Dilakukan sebelum makan pagi dan malam atau 1 s/d 2 jam
sesudah makan.
d. Lakukan postural drainage pada area yang sakit atau
bermasalah yaitu right middle lobus
e. Postural drainage dilakukan pada bagian:
1. Segmen medial lobus tengah kanan
Pasien tidur dengan posisi ¼ terlentang miring ke kiri dan
area bawah bed ditinggikan sekitar 35-40 cm.
Pasien tidur setengah tengkurap miring ke kiri dan bed
bagian kaki di tinggikan 40cm.
25

Gambar 5
Fisioterapi Postural Drainage di segmen medial lobus kanan pada
kasus Pneumonia
2. Segmen lateral lobus tengah kanan

Gambar 6 44
Fisioterapi Postural Drainage di segmen lateral lobus tengah kanan
5. Perkusi
Perkusi adalah tepukan dilakukan pada dinding dada atau
punggung dengan tangan dibentuk seperti mangkok. Tujuan
melepaskan secret yang tertahan atau melekat pada bronkus
dilakukan bersamaan dengan Postural drainage. Perkusi dada
merupakan energi mekanik pada dada yang diteruskan pada saluran
nafas paru. Perkusi dapat dilakukan dengan membentuk kedua
tangan seperti mangkok. Indikasi untuk perkusi. Perkusi secara
rutin dilakukan pada pasien yang mendapatkan postural drainase,
jadi semua indikasi postural drainase secara umum adalah indikasi
perkusi.

Prosedur :
1. Tutup area yang akan dilakukan clapping dengan handuk
untuk mengurangi ketidaknyamanan.
2. Anjurkan pasien untuk rileks, napas dalam dengan Purse
lips breathing.
26

3. Perkusi pada setiap segmen paru selama 1-2 menit dengan


kedua tangan membentuk mangkok.
6. Vibrasi
Vibrasi secara umum dilakukan bersamaan dengan clapping.
Selama postural drainase terapis biasanya secara umum memilih cara
perkusi atau vibrasi untuk mengeuarkan sekret. Vibrasi dengan
kompresi dada menggerakkan sekret kejalan napas yang besar
sedangkan perkusi melepaskan/melonggarkan sekret.
Vibrasi dilakukan hanya pada waktu pasien mengeluarkan nafas.
Pasien disuruh bernafas dalam dan kompresi dada dan vibrasi
dilaksanakan pada puncak inspirasi dan dilanjutkan sampai akhir
ekspirasi. Vibrasi dilakukan dengan cara meletakkan tangan
bertumpang tindih pada dada kemudian dengan dorongan bergetar.
Kontraindikasinya adalah patah tulang dan hemoptysis.
Prosedur :
a. Meletakkan kedua telapak tangan tumpang tindih diatas area paru
yang akan dilakukan vibrasi dengan posisi tangan terkuat berada
diluar.
b. Anjurkan pasien napas dalam dengan purse lips breathing.
c. Lakukan vibrasi atau menggetarkan tangan denagn tumpuan pada
pergelangan tangan saat pasien ekspirasi dan hentikan saat pasien
inspirasi.
d. Istirahatkan pasien.
e. Ulangi vibrasi hingga 3X, minta pasien untuk batuk.

2.7. Edukasi Masyarakat tentang Pneumonia dan Abses Paru

2.7.1. Edukasi Abses Paru dan Pneumonia


a. Hindari merokok dan lingkungan merokok
b. Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza) sampai saat ini
masih perlu dilakukan penelitian tentang efektivitinya. Pemberian
vaksin tersebut diutamakan untuk golongan risiko tinggi misalnya
27

usia lanjut, penyakit kronik , diabetes, penyakit jantung koroner,


PPOK, HIV, dll. Vaksinasi ulang direkomendasikan setelah > 2
tahun. Efek samping vaksinasi yang terjadi antara lain reaksi lokal
dan reaksi yang jarang terjadi yaitu hipersensitiviti tipe 3.4
c. Hindari alcohol
d. Hindari seks bebas, karena dapat memicu penyakit HIV dimana
virus lebih cepat berkembang biak pada penderita HIV
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pneumonia dan Abses Paru adalah kesinambungan, namun
bisa saja terjadi hanya Pneumonia saja. Pneumonia adalah
peradangan yang disebabkan oleh infeksi jamur, bakteri, virus
maupun aspirasi. Pada Abses Paru, peradangan telah disertai
dengan adanya pus (nanah). Pneumonia yang menyebabkan Abses
Paru adalah Pneumonia Aspirasi karena terdapat bakteri aerob dan
anaerob. Gejalanya pasti ditandai dengan sesak nafas serta batuk
rejan.

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan gambaran radiologis,


CT-Scan dan pemeriksaan laboratorium. Pada penanganannya,
dapat diberikan antibiotik serta terapi latihan untuk mengatur nafas
dan mengeluarkan sekret. Pada kasus Abses Paru, apabila dalam
masa penyembuhan tidak terdapat peningkatan, dapat dilakukan
dengan tindakan bedah.

3.2. Saran
Agar terhindar dari Pneumonia dan Abses Paru, maka kita
harus menerapkan pola hidup sehat mulai dari makan makanan
bergizi, menghindari rokok dan asap pabrik, menghindari alkohol
serta teratur dalam vaksinasi.

Pada pembuatan makalah ini, kami menyadari masih


banyak sekali kekurangan karena waktu yang sangat singkat. Kami
menerima segala kritik dan saran. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi para pembaca.

28

Anda mungkin juga menyukai