Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN

KRITIS PADA SISTEM KASUS SISTEM PERNAFASAN OPEN


PNEUMOTHORAX

Dosen Pembimbing
Ns. AsihSetya Dewi, S.Kep,MNS

Disusun Oleh :
Kelompok 1
1. IRMA PUSPITA SARI
2. TIARA VITALOKA
3. NADIA PRITA SARI
4. AYUN SARI
5. RITA SUSILAWATI
6. IRHAM PRAWINATA
7. HENTI WILAYANTI
8. SOFYAN RINALDI
9. WAHYU RAMADHAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
TA. 2020

i
KATA PENGANTAR

Syukur yang tak terhingga kami panjatkan kehadirat Allah Rabbul


‘Alamin yang tiada henti-hentinya mengalirkan segala kearifan dalam setiap kalbu
hambanya yang haus dan cinta akan ilmu yang dengannya tiada akan pernah
kering samudera pikir dan terbukalah setiap mata hati. Begitu pula dengan segala
rahmat dan hidayah-Nya-lah sehingga makalah dapat terselesaikan.
Selain itu juga, ucapan terima kasih terbesar dipersembahkan pada seorang
yang telah memberi arah dan penuntun dalam gelap dan buntu tatapan mata kami
dalam mengetuk tiap-tiap pintu khazanah budaya.
Demikianlah makalah ini dibuat dan tidak menutup kemungkinan dalam
penyusunannya terdapat kekurangan dan kesalahan didalamnya.Oleh karena itu,
kami mengharapkan saran dan komentarnya yang dapat dijadikan masukan dalam
penyusunan laporan tugas selanjutnya.

Bengkulu, april 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................3
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................3
BAB IITINJAUAN TEORI
A. Definisi.........................................................................................................4
B. Gejala Klinis.................................................................................................6
C. Patofisiologi Pneumotoraks.........................................................................7
D. Gambaran Radiologis...................................................................................7
E. Komplikasi Pneumothoraks.......................................................................10
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Kasus..........................................................................................................13
B. Analisa Data...............................................................................................16
C. Diagnosa Keperawatan...............................................................................17
D. Rencana Intervensi.....................................................................................17
E. Implementasi Keperawatan........................................................................20
F. Evaluasi......................................................................................................21
BAB IVPENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejadian cedera dada merupakan salah satu trauma yang sering terjadi,
jika tidak ditangani dengan benar akan menyebabkan kematian1,2, kejadian
trauma dada terjadi sekitar seperempat dari jumlah kematian akibat trauma
yang terjadi, serta sekitar sepertiga dari kematian yang terjadi berbagai rumah
sakit3. Beberapa cedera dada yang dapat terjadi antara lain, tension
pneumothoraks, pneumotoraks terbuka, flail chest, hematotoraks, tamponade
jantung3,4,5. Kecelakaan kendaraan bermotor paling sering menyebabkan
terjadinya trauma pada toraks(Carpenito, 1997).
Tingkat morbiditas mortalitas akan meningkat dan menjadi penyebab
kematian kedua didunia pada tahun 2020 menurut WHO (Word Health
Organitation).3 Pneumotoraks merupakan suatu cedera dada yang umum di
temukan pada kejadian trauma diluar rumah sakit, serta merupakan kegawat
daruratan yang harus di berikan penanganan secepat mungkin untuk
menghindari dari kematian. Insiden pneumotoraks tidak diketahui secara pasti
dipopulasi, dikarenakan pada literatur literatur, angka insidennya di masukan
pada insiden cedera dada atau trauma dada. Sebuah penelitian mengatakan
5,4% dari seluruh pasien menderita trauma, merupakan pasien yang mengalami
pneumotoraks.
Kurangnya pengetahuan untuk mengetahui tanda dan gejala dari
pneumotoraks terdesak menyebabkan banyak penderita meninggal setelah atau
dalam perjalanan menuju kerumah sakit. Sebenarnya penanganan
pneumotoraks terdesak dapat dilakukan dengan bantuan hidup dasar tanpa
memerlukan tindakan pembedahan, sebelum mengirim pasien ke pusat
pelayanan medis terdekat, sehingga disini diperlukan pengatuhan untuk
identifikasi awal dari gejala pneuomotoraks terdesak, memberikan bantuan
hidup dasar, dan mengirimnya ke tempat pelayanan medis terdekat, untuk
mengurangi tingkat mobiditas dan mortalitas.

1
Pneumothoraks spontan adalah keadaan terdapatnya udara atau gas
dalam rongga pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps baik total maupun
sebagian tanpa didahului adanya trauma sebelumnya. Pneumothoraks spontan
dibagi menjadi primer dan sekunder berdasarkan adanya penyakit paru yang
mendasari, pneumothoraks spontan primer jika tidak terdapat latar belakang
penyakit paru yang mendasari dan disebut pneumothoraks spontan sekunder
bila terdapat latar belakang penyakit paru yang mendasari
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya pneumothoraks
spontan, diantaranya : usia, jenis kelamin, pneumonia, sarkoidosis, penyakit
membran hialin pada neonatus, abses paru, tumor paru, asma, kistik fibrosis,
benda asing, dan adanya bleb atau bulla paru .
Adapun tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui karakteristik, tanda
dan gejala, tindakan pengelolaan, keberhasilan pengelolaan, dan komplikasi
yang terjadi pada penderita pneumothoraks spontan yang dirawat inap di rumah
sakit di Semarang selama periode 1 Januari 2000 - 31 Desember 2006.
Makalah ini diharapkan dapat dijadikan bahan perbandingan serta landasan
untuk penelitianselanjutnya di masa mendatang.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah bagaimana asuhan
keperawatan kritis pada sistem kasus sistem pernafasan open pneumothorax?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini untuk mengetahui asuhan keperawatan kritis pada
sistem kasus sistem pernafasan open pneumothorax.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Pneumotoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura yang diagnosis
diyakinkan dengan pemeriksaan sinar tembus dada. Dimana diagnosis
pneumotoraks tergantung kepada garis yang dibentuk pleura pada tepi paru-
paru yang memisahkan dengan dinding dada, mediastinum atau diafragma oleh
udara, dan juga tidak adanya bayangan di luar garis ini.Pneumotoraks
berhubungan dengan berbagai macam kelainan paru meliputi emfisema,
trauma, tuberculosis(Carpenito, 1997).

3
Pneumotoraks adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam
rongga pleura. Dalam keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya
paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga thoraks. Menurut (masuknya
udara ke dalam rongga pleura dibedakan atas:
1. Pneumotoraks spontan: Timbul sobekan subpleura dari bulla sehingga
udara dalam rongga pleura melalui suatu lubang robekan atau katup.
Keadaan ini dapat terjadi berulang kali dan sering menjadi keadaan yang
kronis. Penyebab lain ialah suatu trauma tertutup terhadap dinding dan
fistula bronkopleural akibat neoplasma atau inflamasi.
2. Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk
atau pneumotoraks disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal
pengeluaran atau pengecilan kavitas proses spesifik yang sekarang tidak
dilakukan lagi. Tujuan pneumotoraks sengaja lainnya ialah diagnostik
untuk membedakan massa apakah berasal dari pleura atau jaringan paru.
Penyebab-penyebab lain ialah akibat tindakan biopsi paru dan pengeluaran
cairan rongga pleura.
3. Masuknya udara melalui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma
pada trakea atau esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat
(endoskopi) atau benda asing tajam yang tertelan. Keganasan dalam
mediastinum dapat pula mengakibatkan udara dalam rongga pleura
melalui fistula antara saluran nafas proksimal dengan rongga pleura.
4. Udara berasal dari subdiafragma dengan robekan lambung akibat suatu
trauma atau abses subdiafragma dengan kuman pembentuk gas.
Pneumotoraks dapat juga dibagi atas:
1. Pneumotoraks Terbuka: Gangguan pada dinding dada berupa hubungan
langsung antara ruang pleura dan lingkungan atau terbentuk saluran
terbuka yang dapat menyebabkan udara dapat keluar masuk dengan bebas
ke rongga pleura selama proses respirasi.
2. Pneumotoraks Tertutup: Misal terdapat robekan pada pleura viseralis dan
paru atau jalan nafas atau esofagus, sehingga masuk vakum pleura karena
tekanan vakum pleura negatif.

4
3. Pneumotoraks Valvular: Jika udara dapat masuk ke dalam paru pada
proses inspirasi tetapi tidak dapat keluar paru ketika proses ekspirasi.
Akibat hal ini dapat terjadi peningkatan tekanan intrapleural. Karena
tekanan intrapleural meningkat maka dapat terjadi tension pneumotoraks.
B. Gejala Klinis
Adanya keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis pneumotoraks amat
tergantung pada besarnya lesi pneumotoraks dan ada tidaknya komplikasi
penyakit paru. Beberapa pasien menunjukkan keadaan asimtomatik dan
kelainan hanya dapat ditemukan pada pemeriksaan foto dada rutin. Pada
beberapa kasus, pneumotoraks terluput dari pengamatan.
Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit yang tiba-tiba dan bersifat
unilateral serta diikuti sesak nafas. Kelainan ini ditemukan pada 80-90% kasus.
Gejala-gejala ini lebih mudah ditemukan bila penderita melakukan aktivitas
berat. Tetapi pada sebagian kasus, gejala-gejala masih gampang ditemukan
pada aktivitas biasa atau waktu istirahat.
Rasa sakit tidak selalu timbul. Rasa sakit ini bisa menghebat atau
menetap bila terjadi perlengketan antara pleura viseralis dan pleura parietalis.
Suatu waktu perlengketan ini bisa sobek pada tekanan kuat dari pneumotoraks,
sehingga terjadi perdarahan intrapleura (hemato- pneumotoraks).
Kadang-kadang gejala klinis dapat ditemukan walaupun kelainan
pneumotoraksnya sedikit, misalnya perkusi yang hipersonar, fremitus yang
melemah sampai menghilang, suara nafas yang melemah sampai menghilang
pada sisi yang sakit.
Pada lesi yang lebih besar atau pada tension pneumotoraks, trakea dan
mediastinum dapat terdorong ke sisi kontralateral. Diafragma tertekan ke
bawah, gerakan pernafasan tertinggal pada sisi yang sakit. Fungsi respirasi
menurun, terjadi hipoksemia arterial dan curah jantung menurun.
Kebanyakan pneumotoraks terjadi pada sisi kanan (53%), sedangkan sisi
kiri (45%) dan bilateral hanya 2%. Hampir 25% dari pneumotoraks spontan
berkembang menjadi hidropneumotoraks. Disamping keluhan-keluhan dan

5
gejala-gejala klinis tersebut di atas, diagnosis lebih meyakinkan lagi dengan
pemeriksaan sinar tembus dada.
C. Patofisiologi Pneumotoraks

D. Gambaran Radiologis
Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan radiolusen
yang tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan batas paru berupa
garis radioopak tipis yang berasal dari pleura visceral (gambar 1 dan 2)(2).

6
Pada foto terlihat bayangan udara dari pneumotoraks yang berbentuk
cembung, yang memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis. Bila
pneumotoraksnya tidak begitu besar, foto dengan pernafasan dalam (inspirasi
penuh) pun tidak akan menunjukkan kelainan yang jelas. Dalam hal ini
dianjurkan membuat foto dada dengan inspirasi dan ekspirasi penuh. Selama
ekspirasi maksimal udara dalam rongga pleura lebih didorong ke apeks,
sehingga rongga intrapleura di apeks jadi lebih besar. Selain itu terdapat
perbedaan densitas antara jaringan paru dan udara intrapleura sehingga
memudahkan dalam melihat pneumotoraks, yakni kenaikan densitas jaringan
paru selama ekspirasi tapi tidak menaikkan densitas pneumotoraks.
Suatu hasil rontgen diperoleh sehabis ekspirasi maksimum akan
membantu dalam menetapkan diagnosa, sebab paru-paru kemudian secara
relatif lebih tebal/padat dibanding pneumotoraks itu. Penurunan volume paru
terjadi sehabis ekspirasi tetapi ruang pneumotoraks tidak berubah. Oleh karena
itu secara relatif pneumotoraks lebih berhubungan dengan apru-paru sehabis
ekspirasi dibanding inspirasi dan kiranya pleura viseral lebih kecil
berhubungan dengan pneumotoraks. Sehingga lebih mudah untuk
menggambarkannya.
Foto lateral decubitus pada sisa yang sehat dapat membantu dalam
membedakan pneumotoraks dengan kista atau bulla. Pada pneumotoraks udara
bebas dalam rongga pleura lebih cenderung berkumpul pada bagian atas sisi
lateral.
Jika pneumotoraks luas, akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau
paru menjadi kuncup/kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke
arah kontralateral. Selain itu sela iga menjadi lebih lebar. Udara dalam ruang
pleura jadi lebih radiolusen dibandingkan paru-paru yang bersebelahan dengan
pneumotoraks tersebut, terutama sekali jika paru-paru berkurang volumenya,
dimampatkan atau terkena penyakit yang meningkatkan kepadatan paru-paru.
Ketika pneumotoraks terjadi pada pasien dengan atelektase lobus, udara
terkumpul dalam ruangan pleura yang dekat dengan paru-paru yang
mengempis. Oleh karena itu distribusi udara yang tidak normal pada pasien ini

7
menyebabkan pengempisan lobus. Pada tension pneumotoraks pergeseran dari
struktur mediastinal kesan pada paru dan kesan pada diafragma sudah terlihat.
Ketika kehadiran cairan sebagai tambahan dari udara atau gas pada film
dengan cahaya horisontal memperlihatkan tingkat atau batas udara dengan
cairan. Ketika udara intrapleura terperangkap pada posisi yang tidak biasa oleh
karena penggabungan kadang-kadang pneumotoraks bisa terlihat pada
subpulmonary, terutama pada pasien COPD (Chronic Pulmonary Obstruktif
Disease) dan penurunan dari fungsi paru dan juga diobservasi sepanjang
permukaan tenagh dari paru bayi yang baru lahir sering diperiksa dengan posisi
terlentang. Dalam situasi ini harus dibedakan dengan pneumomediastinum.
Ketika garis sambungan depan terlihat pada neonatus, yang mengindikasikan
pneumotoraks bilateral, karena garis ini biasanya tidak terlihat pada pasien.
Pada bayi neonatus pneumotoraks dapat dievaluasi dengan foto anteroposterior
atau lateral pada saat yang sama.
Pada orang dewasa yang sakit kritis diuji dengan posisi setengah duduk
atau terlentang, udara dalam ruang pleura mungkin nampak anteromedial
sepanjang medistinum, pada suatu posisi subpulmonary, pada posisi
apicolateral atau posteromedial dalam area paraspinal. Udara mungkin dapat
diamati dalam celah interlobus, terutama sekali di dalam celah kecil sisi kanan
pneumotoraks. Tanda cekungan yang dalam diuraikan oleh Gordon pada foto
posisi terlentang pada pasien pneumotoraks. Foto ini terdiri dari radiolusen
yang relatif pada kedalaman sulcus costophrenicus samping yang menandakan
udara dalam area ini.
Hasil diagnosa mungkin tidak dapat terlihat dalam foto polos. Oleh
karena itu, CT dapat digunakan jika informasi mengenai kehadiran atau
ketidakhadiran pneumothoraks adalah hal yang sangat penting, karena
pneumothoraks relatif lebih mudah dideteksi pada CT sesuai potongan aksis.
Secara ringkas, hasil dianogsa pneumothorax mungkin sulit untuk dibuat
dalam pemeriksaan hasil radiografi dada. Terutama sekali pada foto pasien
dalam posisi terlentang, proyeksi samping mungkin bisa untuk
,mengkonfirmasikan kehadiran pneumothoraks manakala proyeksi dari depan

8
samar-samar. Ketika pneumothoraks kecil foto pada saat inspirasi seringkali
berharga; dan ada kalanya, ketika lokasi pneumothoraks disekeliling hadir, foto
oblique dan foto lateral diperlukan untuk visualisasi yang nyata. Adakalanya
lingkaran radioopak ditemukan pada hilus atau dibawah pada pasien
pneumothoraks yang besar atau luas.
E. Komplikasi Pneumothoraks
1. Tension Pneumothoraks atau Pneumothoraks Ventiel : komplikasi ini
terjadi karena tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru
mengempis lebih hebat, mediastinum tergeser kesisi lain dan
mempengaruhi aliran darah vena ke atrium kanan. Pada foto sinar tembus
dada terlihat mediastinum terdorong kearah kontralateral dan diafragma
tertekan kebawah sehingga menimbulkan rasa sakit.(3). Keadaan ini dapat
mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang harus segera
ditangani kalau tidak akan berakibat fatal(2).
2. Pio-pneumothoraks : terdapatnya pneumothoraks disertai empiema secara
bersamaan pada satu sisi paru. Infeksinya berasal dari mikro-organisme
yang membentuk gas atau dari robekan septik jaringan paru atau esofagus
kearah rongga pleura.
3. Hidro-pneumothoraks/hemo-pneumothoraks: pada kurang lebih 25%
penderita pneumothoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam pleuranya.
Cairan ini biasanya bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan
(berdarah). Hidrothorak dapat timbul dengan cepat setelah terjadinya
pneumothoraks pada kasus-kasus trauma/perdarahan intrapleura atau
perfosari esofagus (cairan lambung masuk kedalam rongga pleura).
4. Pneumomediastinum dan emfisema subkutan : Pneumomediastinum dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan foto dada. Insidennya adalah 15 dari
seluruh pneumothoraks. Kelainan ini dimulai robeknya alveoli kedalam
jaringan interstitium paru dan kemungkinan diikuti oleh pergerakan udara
yang progresif ke arah mediastinum (menimbulkan pneumomediastinum)
dan kearah lapisan fasia otot-otot leher (menimbulkan emfisema
subkutan).

9
5. Pneumothoraks simultan bilateral: Pneumothoraks yang terjadi pada kedua
paru secara serentak ini terdapat pada 2% dari seluruh pneumothoraks.
Keadaan ini timbul sebagai lanjutan pneumomediastinum yang secara
sekunder berasal dari emfisem jaringan enterstitiel paru. Sebab lain bisa
juga dari emfisem mediastinum yang berasal dari perforasi esofagus.
6. Pneumothoraks kronik: Menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila
fistula bronko-pleura tetap membuka. Insidensi pneumothoraks kronik
dengan fistula bronkopleura ini adalah 5 % dari seluruh pneumothoraks.
Faktor penyebab antara lain adanya perlengketan pleura yang
menyebabkan robekan paru tetap terbuka, adanya fistula bronkopelura
yang melalui bulla atau kista, adanya fistula bronko-pleura yang melalui
lesi penyakit seperti nodul reumatoid atau tuberkuloma.
Pneumotoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura yang diagnosis
diyakinkan dengan pemeriksaan sinar tembus dada. Dimana diagnosis
pneumotoraks tergantung kepada garis yang dibentuk pleura pada tepi paru-
paru yang memisahkan dengan dinding dada, mediastinum atau diafragma oleh
udara, dan juga tidak adanya bayangan di luar garis ini.Pneumotoraks
berhubungan dengan berbagai macam kelainan paru meliputi emfisema,
trauma, tuberculosis.
F. Penatalaksanaan
Dari garis midklavikuler yang terkena tusuk benda tajam. Lalu dengan
jarum suntik steril dilakukan pungsi dan dibiarkan terbuka. Secepat mungkin
lakukan tube torakostomi karena sangat mungkin akan terjadi tension
pneumothotarks lagi sesudah paru mengembang. Namun pada prinsipnya,
dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara
umum (primary survey – secondary survey).
2. Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara
konsekutif (berturutan).

10
3. Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien
stabil), adalah : portable x-ray, portable blood examination, portable
bronchoscope. Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan
memindahkan pasien dari ruang emergency.
4. Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi
terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan
melakukan tindakan penyelamatan nyawa.
5. Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan
bersamaan atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma.
6. Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang
telah memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life
Support).
7. Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway,
breathing, circulation) merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu Bedah
Toraks Kardiovaskular, sebaiknya setiap RS yang memiliki trauma
unit/center memiliki konsultan bedah toraks kardiovaskular.
8. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks dan tension pneumothoraks, WSD dapat berarti :
Diagnostik : Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau
kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak,
sebelum penderita jatuh dalam shock.
Terapi : Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing"
dapat kembali seperti yang seharusnya.
Preventive : Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga
pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN PNEUMOTORAKS KANAN

A. Kasus
“Bapak M datang ke rumah sakit dengan keluhan berupa rasa sakit
yang tiba-tiba dan bersifat unilateral serta diikuti sesak nafas. Umur Bapak M
47 tahun. Keluarga menyatakan bahwa klien tiba-tiba merasakan sesak ketika
membantu istrinya mengepel rumah.”
1. Pengkajian
Nama : Tn. M
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin :L
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa
Bahasa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Status : Kawin
Alamat : Timur Indah, Bengkulu
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama
Sesak napas, bernapas terasa berat dan susah untuk melakukan
pernapasan.
b. Riwayat penyakit sekarang
Tiga jam yang lalu klien mendadak mengeluh sesak napas dan semakin
lama semakin berat, disertai nyeri dada seperti tertusuk pada sisi dada
sebelah kanan, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan
pernapasan. Td : 130/80 MmAg, N : 78 x/m, RR : 32 x/m, S : 37.5 c.

12
c. Riwayat penyakit dahulu
Setahun yang lalu klien pernah menderita penyakit TB Paru, sudah
menjalani pengobatan OAT selama enam bulan
d. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan klien baik pneumotoraks ataupun TB paru
e. Riwayat kebiasaan sehari-hari
Sehari-harinya klien bekerja sebagai tukang kayu/membuat rumah.
Klien juga seorang perokok, menghabiskan minimal satu bungkus
rokok kretek/hari
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Tampak sakit berat dan sesak napas, KU sangat lemah, kesadaran
Compos Mentis, GCS 456, TB 155 cm, BB 50 kg.
TTV : TD 130/80 mmHg, RR 32 x/mnt, N 78 x/mnt, T 37, 5 C.
b. Pengkajian Primer
AirWay
- Terdapat sumbatan atau paru – paru terisi cairan
- Tidak ada suara nafas tambahan
- Mengalami nyeri
B : Breathing
- Tampak menggunakan otot nafas tambahan
- Terdapat RR klien 32 X/menit napas klien terlihat cepat dan dalam
( khusmaul )
C : Circulation
- Nadi karotus teraba kuat
- Capiller refill <2 detik
- Akral teraba dingin
- Penurunan Kesadaran

13
D : Dissability
Terjadi penurunanan kesadaran. Adapun cara Untuk dapat melihat
dengan jelas dengan mengkaji
- Awake : A
- Respon Bicara : V
- Respon Nyeri :
- Ada respon : V
- Alert : klien merespon jika dipanggil namanya
- Verbal : tidak meengalami disorientasi waktu, tempat, orang
Kekuatan otot 44
44
E : Exposure
Tidak jejas,
c. Pengkajian skunder
a. Alergi : tidak ada riwayat alergi baik terhadap
makanan atau obat obatan
b. Medikasi : klein mengatakan pernah mengkonsumsi
obat sewaktu ia mengalami penyakit
c. Past Illness : klien pernah mempunyai riwayat penyakit
masa lalu
d. Last Meal : makanan terakhir sebelum korban
Pheumothorax hanya makan 1 bungkus nasi padang hangat sayur
bayam, segelas air putih dan 1 bungkus rokok.
e. Evironmant/ event : klien merasa lemah, tidak mampu
melakukan aktivitas yang berlebih. Aktivitas terakhir yang klien
lakukan bekerja sebagai tukang kayu. Pada saat klien duduk dada
nya terasa sesak tertusuk- tusuk seperti ada benda tajam yang
masuk, kemudian klien terbaring lemah selama 30 menit dan baru
dibawa oleh keluarganya ke rumah sakit.

14
d. Pengkajian dada
a. Inspeksi
- Klien tampak sesak napas, keringat dingin, wajah tampak pucat,
nyeri dada saat bernapas dan gelisah
- Bentuk dada kanan lebih cembung
- Gerakan pernapasan dada kanan tertinggal
- Penggunaan otot bantu napas tambahan
- Pola napas cepat dan dangkal
b. Palpasi
Taktil fremitus getaran menurun di dada kanan
c. Perkusi
Hipersonor di dada kanan
d. Auskultasi
Suara napas menghilang di dada kanan
4. Pola Pemenuhan Kebutuhan
a. Pola nutrisi/ metabolik:
- Status nutrisi
A: Antopometri (BB: 54, TB: 156)
IMT: BB/TB(m)²
54= 156cm = 1,56 m
IMT = 54 / 156 x 156
= 54/ (1,56 x 1,56)
IMT = 22.5 ( Normal weight)
B: Biokimia, pada tanggal 28 April 2020 (hasil lab: Hemoglobin 13,4
g/dl,)
C: Clinical sign ( klien tampak lemah, dan pucat)
D: klien tidak menjalani diit apapun.
BB sebelum di RS 58 kg, BB selama di RS 54kg, TB 156cm, LILA
32cm

15
- Intake Makan:
• Sebelum di RS: Sebelum masuk RS klien masih memiliki nafsu
makan dan selama beberapa hari dirumah sakit klien tidak nafsu
makan.
- Selama di RS: selama di rumah sakit klien makan tiap pagi, siang, dan
sore hari. Makanan yang mengandung tinggi protein.
- Intake Minum:
• Sebelum di RS: Klien minum 3-4 gelas sehari (900-1100 cc).
• Selama di RS: Klien minum 6-7 gelas sehari (1800-2100 cc). Tidak
ada keluhan saat minum.
5. Prosedur Diagnostik
a. Laboratorium 
b. Radiologi
- Foto thoraks AP-Lat tanggal 18-4-2011: gambaran pneumotoraks
kanan, paru kolaps
- Foto thoraks AP-Lat tanggal 19-4-2011: ujung selang di IC 4-5
- Foto thoraks AP-Lat tanggal 22-4-2011: ujung selang di IC 4-5.
tak tampak pneumotoraks, paru ekspansi
6. Riwayat Pengobatan
Data post pemasangan WSD
a. Terpasang selang WSD di IC 4-5 mid axila kanan
b. Adanya luka 1 cm dengan jahitan matras mengelilingi selang WSD
c. Selang WSD disambung dengan selang penghubung ke botol WSD
d. Undulasi Positif
e. Tampak gelembung udara keluar dari ujung selang dalam botol WSD
saat ekspirasi dan batuk
f. Tak ada tanda krepitasi pada kulit disekitar selang WSD

16
B. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS: Penurunan Pola napas tidak
- Klien mengeluh sesak napas, ekspansi paru efektif
bernapas terasa berat, susah sekunder terhadap
untuk melakukan pernapasan peningkatan
dan nyeri dada kanan saat tekanan di dalam
bernapas rongga pleura;
DO: pneumothorax
- Klien tampak sesak napas,
keringat dingin, nyeri dada
kanan saat bernapas dan
gelisah
- Bentuk dada kanan lebih
cembung
- Gerakan pernapasan dada
kanan tertinggal
- Penggunaan otot bantu napas
tambahan
- Pola napas cepat dan dangkal
- TTV : TD 110/70 mmHg, RR
32 x/mnt, N 92 x/mnt, T 36 C
- Palpasi:getaran menurun di
dada kanan
- Perkusi: hipersonor di dada
kanan
- Auskultasi: suara napas
menghilang di dada kanan
- Radiologi:foto thorax kolaps
pada paru kanan
2 DS: Tindakan invasif Risiko infeksi

17
-Px mengatakan terpasang selang sekunder
di dada kanan pemasangan
DO: selang WSD
- Adanya luka 1 cm dengan
jahitan mengelilingi selang
WSD
- Terpasang selang WSD di IC
4-5 dihubungkan dengan
selang penyambung ke botol
WSD
3 Ds : Kerusakan Nyeri akut
- Px mengatakan nyerin jatingan aktual
dibagian dada. dengan onset yang
Do : lambat
- Tampak meringis, Skala
nyeri : 8

C. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya bernafas d.d trauma torax.
2. Risiko infeksi b.d efek prosedur invasif d.d tindakan invasif.
3. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d tampak meringis
D. Rencana Intervensi
Hari / Diagnosa
No Tujuan Intervensi
tgl Keperawatan
1 Senin 1. Pola napas tidakTtingkat nyeri 1 manajemen jalan napas
21/04/20 efektif b.d hambatan dengan buatan.
09.30 upaya bernafas d.d ekspetasi o :monitor posisi
trauma torax. menurun selang endotrakeal
dengan kriteria setelah mengubah
hasil keluhan posisi, monitor kulit
nyeri menurun area stoma

18
(5) trakeostomi.
T T : cegah ETT terlipat,
berikan pre-oksigenasi
100% 30 detik setiap
3-6 kali ventilasi
sesudah dan sebelum.
bE : jelaskan
pasien/keluarga tujuan
prosedur pemasangan
jalan nafas buatan,
K :kolaborasi intubasi
ulang jika terbentuk
mucos plug yang tidak
dapat dilakukan
penghisapan.

2 Senin 1. Risiko infeksi b.d Kontrol risiko Edukasi pencegahan


21/04/20 efek prosedur invasif dengan luka tekan.
11.00 d.d tindakan invasif. ekspetasi O : identifikasi
meningkat gangguan fisik yang
dengan kriteria memungkin kan
hasil terjadinya luka tekan.
kemampuan T : persiapa materi
mengkindari dan media faktor
faktor resiko penyebab serta cara
meningkat (5). pencegahan risiko
luka tekan di RS
maupun di rumah.
E : demonstrasikan
cara meningkatkan
sirkulasi pada titik

19
lokasi tertekan, seperti
memiringkan badan.
3 1. Nyeri akut b.d agen Kontrol nyeri
pencedera fisik d.d dengan Pengaturan posisi
tampak meringis ekspetasi O : monitor status
meningkat oksigenasi sebelum
dengan kriteria dan sesudah
hasil mengubah posisi
melaporkan T : tempatkan pada
nyeri terkontrol posisi terapeutik,
meningkat (5) motivasi terlibat
dalam perubahan
posisi, ubah posisi
setiap 2 jam.
E : informasikan saat
akan dilakukan
perubahan posisi.
K : kolaborasi
pemberian
premedikasi sebelum
mengubah posisi, bila
perlu.

E. Evaluasi
No Hari / tgl Dx Evaluasi
1 Selasa I S:
22/04/20 - Klien mengatakan keluhan sesak napas dan nyeri

20
08.30 dada kanan saat bernapas sudah berkurang, bernapas
agak ringan
O:
- Tampak sesak napas dan nyeri saat bernapas sudah
berkurang, bernapas agak ringan.
- Sudah mulai terlihat pergerakan dada kanan saat
bernapas
- Tidak menggunakan oksigen tambahan
- TTV : TD 110/70 mmHg, RR 28 x/mnt, N 88 x/mnt,
T 36 C
A: Masalahpola napas tidak efektif teratasi sebagian
P: Cek foto thoraks AP-Lat posisi tegak

2 Selasa II S: Px mengatakan terpasang selang didada kanan


22/04/20 O:
08.30 - Luka bersih ditutup kasa steril
- TTV : TD 110/70 mmHg, RR 28 x/mnt, N 88 x/mnt,
T 36 C
- Tidak ada krepitasi disekitar selang
- Undulasi positif
- Ujung selang dalam botol WSD berada 2 cm
dibawah batas air
A: Masalah risiko infeksi telah teratasi
P:
- Observasi tanda-tanda infeksi pada luka
- Intervensi dihentikan.
3 Rabu I S:
23/04/20 - Klien mengatakan keluhan sesak napas dan nyeri
08.30 dada kanan saat bernapas sudah berkurang, bernapas
agak ringan
O:

21
- Klien tampak lebih tenang/rileks
- Tampak sesak napas dan nyeri saat bernapas sudah
berkurang, bernapas agak ringan
- Sudah mulai terlihat pergerakan dada kanan saat
bernapas
- Pola napas mulai teratur
- TTV : TD 120/70 mmHg, RR 24 x/mnt, N 84 x/mnt,
T 36 C
A: Masalah pola napas tidak efektif teratasi sebagian
P: Ajarkan latihan napas dalam

22
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pneumotoraks adalah keluarnya udara dari paru yang cidera, ke dalam
ruang pleura sering diakibatkan karena robeknya pleura ( Suzanne C.
Smeltzer, 2001). Pneumotoraks dapat diklasifikasikan sesuai dengan
penyebabnya :
1. Pneumotoraks Spontan (primer dan sekunder)
Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa disertai penyakit paru yang
mendasarinya, sedangkan pneumotoraks spontan sekunder merupakan
komplikasi dari penyakit paru yang mendahuluinya.
2. Tension Pneumotoraks
Disebabkan trauma tajam, infeksi paru, resusitasi kardiopulmoner.

23
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1997. Nursing Diagnosis: Application To Clinical


Practice. Philadelphia: J.B. Lippincott Company.

Perry, A. G. & Potter P. A. (2014). Nursing Skills& Procerures. St Louis :


Mosby Elsevler
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi Dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : Dpp PPNI.

PPNI(2018). Standar Luarankeperawatan Indonesia: Definisi Dankriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI(2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan


Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

[WHO] WHO Global Report on Trends in Prevalence of Tobacco Smoking


2015. WHO, 2015.

24

Anda mungkin juga menyukai