Xanthogranulomatous Pielonefritis
Disusun Oleh :
AULINA PUTRI DAMAYANTI
22360178
Preceptor :
dr. Solihin Sp. Rad
, Januari 2023
Penulis
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................4
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................4
1.2 Tujuan .............................................................................................................4
1.3 Manfaat ...........................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................6
1 Definisi .............................................................................................................6
2 Epidemiologi ....................................................................................................6
3 Anatomi ............................................................................................................8
4 Etiologi dan Faktor Resiko .............................................................................11
5 Diagnosis.........................................................................................................13
6 Gejala Klinis ...................................................................................................15
7 Pemeriksaan Fisik ...........................................................................................17
8 Pemeriksaan Radiologi ...................................................................................17
9 Prognosis ........................................................................................................20
10 Komplikasi......................................................................................................20
11 Tatalaksana .....................................................................................................20
KESIMPULAN ............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Referat dibuat bertujuan untuk lebih mengetahui bagaimana diagnosis dan
tatalaksana Pneumomediastinum sehingga diagnosis dapat segera diketahui dan dapat
diberikan tatalaksana yang tepat.
5
1.3. Manfaat
1.3.1. Bagi ilmu pengetahuan Memberikan informasi mengenai diagnosis dan
tatalaksana Pneumomediastinum.
1.3.2. Bagi lulusan dokter Sebagai bahan pertimbangan bagi dokter dalam
menentukan diagnosis dan memberikan tatalaksana Pneumomediastinum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Pneumomediastinum adalah adanya penumpukan gas di dalam
mediastinum. Pneumomediastinum terjadi pada 4-25 per 10.000 kelahiran hidup.
Sebagian besar kasus pneumomediastinum terjadi akibat penyakit paru, atau
karena resusitasi aktif saat bayi dilahirkan. Beberapa penyebab lainnya adalah
pneumonia, penggunaan ventilator mekanik, dan trauma atau perforasi trakea saat
intubasi endotrakeal.1
Pneumomediastinum merupakan kondisi dimana terdapat udara di tengah
dada (mediastinum). Mediastinum berada di antara paru-paru, dan berisi jantung,
kelenjar timus, dan bagian dari kerongkongan dan trakea. Udara bisa terperangkap
di area ini. Udara dapat masuk ke mediastinum karena cedera, atau dari kebocoran
di paru-paru, trakea, atau kerongkongan. Spontaneous pneumomediastinum (SPM)
adalah suatu bentuk kondisi yang tidak memiliki penyebab yang jelas. 2
2. Epidemiologi
Pneumomediastinum adalah kondisi langka, yang seringkali hanya didapati
pada lini pertama penanganan pasien di rumah sakit. Dalam studi Newcomb & Clarke
(2005) dilaporkan insidensi pneumomediastinum pada 1 diantara 29670 presentasi
gawat darurat, yang dihitung berdasarkan data kegiatan tahunan pada unit gawat
darurat di Austin Hospital.2,8
Dalam review oleh Chalumeau et al yang dikutip Carolan (2019), disebutkan
kejadian pneumomediastinum spontan pada 1 per 800 hingga 1 per 42.000 pasien
anak yang datang ke unit rawat darurat rumah sakit. Esayag et al melaporkan studi di
Israel yang menunjukkan kejadian pneumomediastinum spontan pada 1 dari 41.600
rujukan ke unit gawat darurat dan pada 1 dari 15.500 kasus rawat inap. 5,6,8
Sedangkan Chen et al (2019), menemukan 23 kasus pneumomediastinum
spontan pada penelitiannya di Kaohsiung Medical University Hospital sepanjang
Januari 2014 hingga Desember 2017 yang mencakup 14.000 kunjungan di unit gawat
darurat dan 68.000 kunjungan di fasilitas rawat jalan pediatrik. Demikian pula Lee et
al (2019) yang dikutip Carolan (2019), melaporkan hasil studi pada Children’s
Medical Center di China Medical University Taiwan, yang memaparkan kejadian
pneumomediastinum spontan pada anak-anak sekitar 1 per 8.302 kunjungan ke unit
gawat darurat pediatrik. 8
7
3. Anatomi
Mediastinum merupakan daerah diantara paru kanan dan paru kiri termasuk
pleura mediastinalis. Di depan dibatasi oleh sternum, di belakang oleh vertebra
thoracalis, dan memanjang dari apertura thoracicus superior (thoracic-inlet) sampai
apertura thoracicus inferior (diafragma). Pada kedua sisinya mediastinum dibatasi
oleh pleura mediastinalis (pleura parietalis). 9,14
9
ekspirasi yang tinggi), trauma tumpul, emesis (Boerhaave’ syndrome), buang air
besar, atau manuver Valsava (misalnya selama partus), bahkan dikaitkan dengan
kasus batuk dalam penggunaan narkoba. Aktivitas atletik berat, menyelam,
terbang, dan persalinan juga menjadi faktor risiko potensial. Sadarangani et al
melaporkan kasus pneumomediastinum dipicu oleh aktivitas olahraga angkat berat.
Juga terdapat laporan kejadian barotrauma saat melakukan tes fungsi paru
(spirometri).2,8
6. Gejala Klinis
1. Nyeri dada
Dinyatakan bahwa 50- 90% pasien dengan kasusu pneumomediastinum
mengeluhkan adanya nyeri dada. Khasnya terdapat nyeri dada substernum yang
berat dengan atau tanpa penyebaran ke leher dan lengan, yang diperberat dengan
inspirasi, menyerupai gejala awal dari infark miokard. Okada et al (2014) yang
dikutip Carolan (2012) melaporkan studi pada 20 pasien dengan
pneumomediastinum berdasarkan CT-Scan thorax, keluhan nyeri dada terjadi pada
75% pasien.
3. Demam
Demam ringan dapat timbul oleh pelepasan sitokin karena adanya kebocoran
udara. Namun mediastinitis atau gangguan infeksi mesti dimasukkan dalam
diferensial diagnosis bila terdapat gejala demam.
4. Nyeri tenggorokan
Dalam beberapa kasus pneumomediastinum timbul setelah trauma orofaringeal
yang relatif tidak berbahaya, dan muncul sebagai mulut atau tenggorokan yang
nyeri. Dalam satu studi yang mengevaluasi manifestasi kepala dan leher pada
pneumomediastinum spontan, gejala awal utama adalah leher bengkak, nyeri leher,
dan odynophagia.
5. Disfonia
Walsh-Kelly dan Kelly melaporkan seorang gadis 14-tahun dengan
pneumomediastinum yang hanya mennunjukkan gejala disfonia.
6. Gejala-gejala lain
Nyeri rahang, disfagia, dan leher bengkak telah dilaporkan dalam hubungannya
dengan pneumomediastinum spontan.
7. Pemeriksaan Fisik
1. Udara subkutan
Dalam suatu studi oleh Damore dan Dayan (2001), tanda paling sering dilihat pada
pneumomediastinum adalah emfisema subkutan (76% pasien). Meskipun bukan
tanda patognomik pneumomediastinum, adanya krepitasi subkutan bisa
menunjukkan keberadaan udara bebas dalam rongga thorax. Stack et al (1996)
yang dikutip Carolan (2012) melaporkan emfisema subkutan pada 73% pasien
dengan asma yang diketemukan memiliki pneumomediastinum, dengan nilai
prediktif positif 100%.
2. Hamman’s Sign
Tanda Hamman merupakan tanda patognomik dari pneumomediastinum spontan,
terdiri dari Precardial Systolic Krepitasi dan melemahnya bunyi jantung.
Hamman’s sign ini menimbulkan bunyi “klik” (oleh karena adanya krepitasi) yang
sinkron dengan denyut jantung, dan akan lebih jelas didengarkan pada posisi
lateral dekubitus lateral kiri. Sahni et al (2013) dalam studi metaanalisisnya
memperkirakan bahwa tanda ini terdeteksi hanya 20% dari pasien dengan
pneumomediastinum spontan, sedangkan Damore dan Dayan (2001) melaporkan
prevalensi dari 10% dalam studinya.
3. Pneumothorax penyerta
Adanya pneumothorax harus dicurigai pada individu dengan gangguan pernapasan,
asimetri suara nafas, dan hipoksemia. Banki et al (2013) melaporkan bahwa
pneumothorax diidentifikasi pada 14% dari pasien dengan pneumomediastinum
4. Saturasi oksigen
Pemeriksaan pulse oximetry semestinya dilakukan pada semua anak yang diduga
17
8. Pemeriksaan Radiologi
Gambar 3. Foto thorax diambil dari pasien dengan status asmatikus (A).
Bayangan radiolusen pneumomediastinum yang dapat diamati di sepanjang batas
jantung dan udara subkutan yang terlihat pada soft tissue (B)
Udara dalam mediastinum yang cukup banyak dapat membuat timus dapat
terangkat dan menghasilkan thymic sail’s sign.9
Gambar 4. Thymic sail’s sign pada foto thorax bayi dengan respiratory distress
syndrome, memperlihatkan lobus thymus yang terangkat.
Udara yang mengelilingi arteri pulmonalis atau salah satu dari cabang
utama dapat menghasilkan ring around the artery sign terutama saat udara
mengelilingi segmen intramediastinal arteri pulmonalis kanan.9
9. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat pneumomediastinum
diantaranya:
1. Tension pneumomediastinum
- Meskipun jarang, tension pneumomediastinum dapat timbul, menyebabkan
kompresi pada vena- vena besar, menyebabkan venous return, yang dapat
mengakibatkan terjadinya hipotensi.
2. Mediastinitis
- Pneumomediastinum disertai oleh muntah- muntah yang masif dan frekuen
dapat berhubungan dengan terjadinya sindrom Boerhaave yang dapat
beresiko berkembang menjadi mediastinitis.
10. Prognosis
Meskipun pneumomediastinum berulang kadang terjadi, namun
pneumomediastinum hampir selalu tidak mengancam jiwa. Morbiditas atau
mortalitas pada pneumomediastinum terutama disebabkan oleh penyakit penyerta
atau pencetus. 2,8
21
11. Tatalaksana
Terapi diberikan tergantung pada status klinis pasien. Secara umum, pada
sebagian besar anak-anak dengan pneumomediastinum yang tidak menunjukkan
gejala, secara alami akan terjadi perbaikan spontan. Pasien harus menghindari
aktivitas fisik yang berat sampai penyembuhan pneumomediastinum telah terjadi.
Tidak ada terapi medis khusus untuk keadaan pneumomediastinumnya. Penyakit
penyerta yang berhubungan dengan pneumomediastinum (misalnya, asma,
penyakit gastroesophageal reflux (GERD) harus diobati.
Intervensi bedah jarang dibicarakan pada pneumomediastinum.
Penggunaannya dilakukan untuk pneumomediastinum yang yang ditandai
penurunan fungsi kardiorespirasi atau pada perforasi esophagus atau trachea.
Penggunaan mediastinoscopy dalam mengurangi pneumomediastinum mengancam
jiwa telah dilaporkan dalam sejumlah kecil kasus. Penatalaksaan drainase
3
perkutaneus mediastinum telah dilaporkan. Pneumomediastinum Chau et al
menggambarkan dekompresi perkutan pneumomediastinum dengan fluoroscopic
guiding.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA