Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

Xanthogranulomatous Pielonefritis

Disusun Oleh :
AULINA PUTRI DAMAYANTI
22360178

Preceptor :
dr. Solihin Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG
RSUD JENDRAL AHMAD YANI KOTA METRO
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh


Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Referat yang berjudul “Xanthogranulomatous Pielonefritis” Penulisan dan
penyusunan laporan ini bertujuan untuk memenuhi. Selain itu, tujuan lainnya adalah sebagai
salah satu sumber pengetahuan bagi pembaca, terutama pengetahuan mengenai Ilmu Penyakit
Dalam, semoga dapat memberikan manfaat.
Penulisan laporan ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan berbagai pihak. Maka dari
itu, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar besarnya
selaku konsulen dalam Ilmu Penyakit Dalam yang telah memberikan bimbingan serta
arahannya sehingga penyusunan journal reading ini dapat terselesaikan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di
masa mendatang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, baik sekarang
maupun di hari yang akan datang. Aamiin. Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi
wabarakatuh.

, Januari 2023

Penulis
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................4
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................4
1.2 Tujuan .............................................................................................................4
1.3 Manfaat ...........................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................6
1 Definisi .............................................................................................................6
2 Epidemiologi ....................................................................................................6
3 Anatomi ............................................................................................................8
4 Etiologi dan Faktor Resiko .............................................................................11
5 Diagnosis.........................................................................................................13
6 Gejala Klinis ...................................................................................................15
7 Pemeriksaan Fisik ...........................................................................................17
8 Pemeriksaan Radiologi ...................................................................................17
9 Prognosis ........................................................................................................20
10 Komplikasi......................................................................................................20
11 Tatalaksana .....................................................................................................20

KESIMPULAN ............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pneumomediastinum atau disebut juga emfisema mediastinum,


didefinisikan sebagai adanya udara atau gas bebas yang diketemukan pada
struktur mediastinum. Istilah pneumomediastinum pertama kali dikemukakan oleh
Laennec pada tahun 1819, yang menurutnya akibat beberapa faktor predisposisi
dari jejas traumatik. Kasus pneumomediastinum spontan pertamakali dilaporkan
pada tahun 1939 oleh Louis Hamman, dengan tanda patognomonik yang
kemudian diberi nama Hamman’s sign. Pneumomediastinum dapat terjadi secara
spontan, oleh beberapa penyakit atau proses lainnya yang mendasari (disebut
pneumomediastinum spontan atau emfisema mediastinum medis), atau terjadi
sekunder karena trauma, tindakan operasi, atau karena prosedur diagnostik atau
terapeutik. Namun pneumomediastinum jarang menimbulkan komplikasi klinis
yang signifikan. Yang lebih sering malah kondisi-kondisi terkait yang mendasari
atau pencetus pneumomediastinum itulah yang dapat menjadi penyakit penyebab
yang signifikan.
Pneumomediastinum cukup jarang ditemukan, sehingga literatur yang
berkaitan dengan pneumomediastinum lebih merupakan laporan kasus individu
atau seri kasus kecil dan retrospektif yang ditemukan di lapangan. Angka kejadian
yang kelihatan meningkat dalam laporan-laporan terbaru sebenarnya mungkin
lebih mencerminkan pengetahuan medis dan akses pemeriksaan yang lebih baik
terhadap kondisi ini. 2
Kasus-kasus pneumomediastinum dapat menyulitkan karena memiliki
beragam penyebab intrathoracal dan extrathoracal, sekaligus menunjukkan
temuan radiologik yang sulit untuk dibedakan dari entitas penyakit lain.
Idenstifikasi pneumomediastinum biasanya cukup dengan radiografi
konvensional. Namun dengan meningkatnya penggunaan CT-scan thorax dalam
evaluasi awal kasus trauma maka temuan yang tidak terlihat pada foto thorax
semakin diidentifikasi .

1.2. Tujuan
Referat dibuat bertujuan untuk lebih mengetahui bagaimana diagnosis dan
tatalaksana Pneumomediastinum sehingga diagnosis dapat segera diketahui dan dapat
diberikan tatalaksana yang tepat.
5

1.3. Manfaat
1.3.1. Bagi ilmu pengetahuan Memberikan informasi mengenai diagnosis dan
tatalaksana Pneumomediastinum.
1.3.2. Bagi lulusan dokter Sebagai bahan pertimbangan bagi dokter dalam
menentukan diagnosis dan memberikan tatalaksana Pneumomediastinum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Pneumomediastinum adalah adanya penumpukan gas di dalam
mediastinum. Pneumomediastinum terjadi pada 4-25 per 10.000 kelahiran hidup.
Sebagian besar kasus pneumomediastinum terjadi akibat penyakit paru, atau
karena resusitasi aktif saat bayi dilahirkan. Beberapa penyebab lainnya adalah
pneumonia, penggunaan ventilator mekanik, dan trauma atau perforasi trakea saat
intubasi endotrakeal.1
Pneumomediastinum merupakan kondisi dimana terdapat udara di tengah
dada (mediastinum). Mediastinum berada di antara paru-paru, dan berisi jantung,
kelenjar timus, dan bagian dari kerongkongan dan trakea. Udara bisa terperangkap
di area ini. Udara dapat masuk ke mediastinum karena cedera, atau dari kebocoran
di paru-paru, trakea, atau kerongkongan. Spontaneous pneumomediastinum (SPM)
adalah suatu bentuk kondisi yang tidak memiliki penyebab yang jelas. 2

2. Epidemiologi
Pneumomediastinum adalah kondisi langka, yang seringkali hanya didapati
pada lini pertama penanganan pasien di rumah sakit. Dalam studi Newcomb & Clarke
(2005) dilaporkan insidensi pneumomediastinum pada 1 diantara 29670 presentasi
gawat darurat, yang dihitung berdasarkan data kegiatan tahunan pada unit gawat
darurat di Austin Hospital.2,8
Dalam review oleh Chalumeau et al yang dikutip Carolan (2019), disebutkan
kejadian pneumomediastinum spontan pada 1 per 800 hingga 1 per 42.000 pasien
anak yang datang ke unit rawat darurat rumah sakit. Esayag et al melaporkan studi di
Israel yang menunjukkan kejadian pneumomediastinum spontan pada 1 dari 41.600
rujukan ke unit gawat darurat dan pada 1 dari 15.500 kasus rawat inap. 5,6,8
Sedangkan Chen et al (2019), menemukan 23 kasus pneumomediastinum
spontan pada penelitiannya di Kaohsiung Medical University Hospital sepanjang
Januari 2014 hingga Desember 2017 yang mencakup 14.000 kunjungan di unit gawat
darurat dan 68.000 kunjungan di fasilitas rawat jalan pediatrik. Demikian pula Lee et
al (2019) yang dikutip Carolan (2019), melaporkan hasil studi pada Children’s
Medical Center di China Medical University Taiwan, yang memaparkan kejadian
pneumomediastinum spontan pada anak-anak sekitar 1 per 8.302 kunjungan ke unit
gawat darurat pediatrik. 8
7

Pneumomediastinum dilaporkan terjadi hingga 10% dari kasus trauma tumpul


thorax. Sebagian kecilnya (sekitar 2%) disebabkan oleh rupture tracheobronchial dan
cedera esophagus (esophageal-tear). Lebih dari 95% kasus pneumomediastinum
timbul dari ruptur alveolar akibat trauma thorax (primary lung trauma), peningkatan
tekanan ventilasi positif (positive pressure ventilation), atau keduanya. Namun
Damore dan Dayan (2017) yang dikutip Carolan (2019) melaporkan ada 29 kasus
pneumomediastinum yang ditemukan dalam studinya selama periode 10 tahun yang
tidak ada hubungannya dengan trauma, intubasi atau prosedur bedah Penelitian kohort
oleh Stack et al (2016) yang dikutip Carolan (2019) melaporkan kejadian 0,3% dari
pneumomediastinum dalam hubungan dengan asma yang datang ke institusi mereka
selama periode 10 tahun.5,8
Dalam penelitian lainnya didapatkan pneumomediastinum lebih banyak terjadi
pada laki-laki dibandingkan wanita. Damore dan Dayan (2019) yang dikutip Carolan
(2019) melaporkan 69% dari pasiennya adalah laki-laki, dan Esayag et al (2008)
mencatat angka 77% dari kelompok ini, meskipun Stack et al (2016) yang dikutip
Carolan (2019) melaporkan tidak ada perbedaan jenis kelamin yang diamati dalam
penelitian kohortnya.
Pneumomediastinum traumatik lebih banyak terjadi pada laki-laki, ini
mencerminkan kecenderungan aktivitas yang akan meningkatkan resiko terjadinya
trauma dan kecelakaan, misalnya sering menyelam atau sering melakukan pekerjaan
yang menahan nafas (misalnya aktivitas atletik, angkat berat). 3,8,9
Pneumomediastinum lebih sering didapatkan pada kelompok usia muda.
Esayag et al (2018) melaporkan usia rata-rata pasien adalah 19 tahun (kisaran 2-72
tahun), sedangkan Stack et al (2016) yang dikutip Carolan (2019) menyebutkan usia
rata-rata pasien yang terkena adalah 11 tahun. Lee et al (2019) yang dikutip Carolan
(2019) melaporkan distribusi bimodal, dengan kasus terjadi pada anak-anak berusia
lebih muda dari 4 tahun dan pada remaja berusia 15-18 tahun. Sementara penelitian
lain menyebutkan prevalensi puncak pneumomediastinum spontan terlihat dalam
decade keempat usia. 1,2,8,9
Hal tersebut mungkin mencerminkan keterlibatan dalam kegiatan yang
meningkatkan risiko untuk terjadinya pneumomediastinum, seperti menyelam atau
aktivitas fisik berat. Penyebab ruptur bleb pada pneumomediastinum, yang seperti
halnya pada kejadian pneumothorax banyak didapati pada kelompok usia muda,
dianggap sebagai salah satu sebabnya. Demikian pula aktivitas seperti olahraga atau
pertunjukan alat musik yang yang menjadi gaya hidup generasi muda. 3,8
Distribusi usia untuk pneumomediastinum yang terjadi sekunder dalam
hubungannya dengan proses penyakit tertentu mencerminkan profil usia penyakit
tertentu. Kekuatan batuk individu, muntah, dan Valsava manuver (yang dapat
menyebabkan pneumomediastinum) melemah sejalan usia, yang menjadi alasan
terjadinya penurunan prevalensi pneumomediastinum yang berkaitan dengan usia.
Namun pneumomediastinum spontan juga diketemukan pada sekelompok kecil pasien
lebih muda yang tidak memiliki riwayat suatu peristiwa pemicu yang jelas. 2,8
Mortalitas dan morbiditas terkait dengan pneumomediastinum umumnya
disebabkan keadaan penyakit yang mendasarinya. Pneumomediastinum biasanya
merupakan kondisi terbatas yang jarang menyebabkan kematian. Namun angka
mortalitas yang ada hubungannya dengan pneumomediastinum ini bisa meningkat,
bahkan sangat tinggi sampai 50-70% didapati pada sindroma Boerhaave (ruptur
esophageal pasca muntah).8
Faktor predisposisi lain yang ada hubungannya dengan rerata mortalitas yang
tinggi meliputi trauma (baik trauma akibat benda tumpul atau tusukan, terutama
dengan jejas kecepatan tinggi), asma dan perforasi trakheobronkhial. Dilaporkan
sekitar 10% dari pasien yang mengalami trauma thorax mengalami
pneumomediastinum. 8
Morbiditas yang paling sering disebabkan oleh pneumomediastinum adalah
gejala gejala seperti nyeri dada, perubahan suara dan batuk. Pseudotamponade kadang
menyebabkan penurunan cardiac output. Kompressi laringeal biasanya menyebabkan
terjadinya stridor. Emboli udara (gas) jarang dilaporkan. 8

3. Anatomi
Mediastinum merupakan daerah diantara paru kanan dan paru kiri termasuk
pleura mediastinalis. Di depan dibatasi oleh sternum, di belakang oleh vertebra
thoracalis, dan memanjang dari apertura thoracicus superior (thoracic-inlet) sampai
apertura thoracicus inferior (diafragma). Pada kedua sisinya mediastinum dibatasi
oleh pleura mediastinalis (pleura parietalis). 9,14
9

Gambar 1. Gambar anatomik mediastinum tampak depan


Namun garis batas ini tidak membatasi berbagai lapisan jaringan ikat,
pembuluh darah, dan struktur anatomi lain yang berasal dari daerah cervical
maupun diafragma masuk melintasi mediastinum. Rongga viseral di leher yang
terletak di tengah dan di antara fascia cervical melanjut melalui aperture thoracic
superior, dan menghubungkan mediastinum dengan submandibularspace,
retropharyngeal-space, dan vascular-sheath di leher. Demikian pula terdapat
lapisan jaringan yang memanjang dari anterior mediastinum ke ruang
retroperitoneal melalui perlekatan sternocostal diafragma. Mediastinum juga
terhubung dengan ruang retroperitoneum lewat lapisan fascia periaortik dan
periesofageal.9
Mediastinum secara tradisional dibagi menjadi bagian superior dan inferior,
dengan bagian inferior yang kemudian dibagi lagi menjadi segmen anterior,
medius, dan posterior. Mediastinum superior meliputi ruang dari apertura thoracic
superior sampai ke dataran horisontal yang berada di atas jantung. Mediastinum
superior berisi serabut-serabut saraf yang menuju dan meninggalkan mediastinum
posterior. Mediastinum superior juga mengandung suatu organ yang mempunyai
gambaran khas yakni kelenjar thymus Namun garis batas ini tidak membatasi
berbagai lapisan jaringan ikat, pembuluh darah, dan struktur anatomi lain yang
berasal dari daerah cervical maupun diafragma masuk melintasi mediastinum.
Rongga viseral di leher yang terletak di tengah dan di antara fascia cervical
melanjut melalui aperture thoracic superior, dan menghubungkan mediastinum
dengan submandibularspace, retropharyngeal-space, dan vascular-sheath di leher.
Demikian pula terdapat lapisan jaringan yang memanjang dari anterior
mediastinum ke ruang retroperitoneal melalui perlekatan sternocostal diafragma.
Mediastinum juga terhubung dengan ruang retroperitoneum lewat lapisan fascia
periaortik dan periesofageal.9
Mediastinum posterior terletak antara vertebra thoracal dan perikardium
posterior. Struktur ini berisi serabut-serabut saraf besar dan organ-organ tubular,
yang umumnya melewati mediastinum posterior secara lurus. Mediastinum
posterior dilintasi oleh nervus vagus yang terletak di depan dan di belakangnya,
aorta thoracic, vena azygos, dan vena hemiazygos. Juga berisi trunkus simpatikus
yang terletak lateral vertebra dan di depan caput costa. Namun garis batas ini tidak
membatasi berbagai lapisan jaringan ikat, pembuluh darah, dan struktur anatomi
lain yang berasal dari daerah cervical maupun diafragma masuk melintasi
mediastinum.
Rongga viseral di leher yang terletak di tengah dan di antara fascia cervical
melanjut melalui apertura thoracic superior, dan menghubungkan mediastinum
dengan submandibular-space, retropharyngeal-space, dan vascular-sheath di leher.
Demikian pula terdapat lapisan jaringan yang memanjang dari anterior
mediastinum ke ruang retroperitoneal melalui perlekatan sternocostal diafragma.
Mediastinum juga terhubung dengan ruang retroperitoneum lewat lapisan fascia
periaortik dan periesofageal.10
Batas antara mediastinum posterior dan medius terletak pada bidang
frontal-anterior percabangan trachea, kira-kira setinggi hilus paru. Mediastinum
medius berisi jantung yang terletak di dalam cavum perikardium. Terdapat pleura
mediastinalis yang membungkus perikardium pada kedua sisi diantaranya dapat
ditemukan nervus phrenicus dan arteri perikardiophrenika beserta venanya.
Sedangkan mediastinum anterior adalah celah yang terletak di depan jantung,
antara perikardium dan dinding thorax, dan berisi jaringan ikat.11

Tabel 1. Komponen-komponen anatomic yang terdapat di mediastinum


11

Zylak mengembangkan metode lain dalam pembagian mediastinum,


dengan membagi mediastinum menjadi tiga kompartemen memanjang
membentang tidak terputus dari level thoracic inlet sampai ke level diafragma.
Kompartemen mediastinum anterior (ruang prevascular) mencakup isi thorax
anterior hingga perikardium. Kompartemen mediastinum tengah (ruang vaskuler)
meliputi pericardium dan isinya bersama dengan pembuluhpembuluh darah besar.
Kompartemen mediastinum posterior (ruang postvascular) berisi trakea, esofagus,
aorta descendens, dan vena azygos.

Gambar 2. Gambar skematik pembagian mediastinum dalam metode Zylak:


anterior (A), tengah (M), dan posterior (P)

4. Etiologi dan Faktor Resiko

Etiologi pneumomediastinum multifaktorial, para ahli umumnya


menyebutkan bahwa pneumomediastinum dapat disebabkan oleh
pneumomediastinum spontan (terjadi sebagai akibat penyakit sekunder atau proses
lainnya) dan dapat juga disebabkan oleh akibat sekunder dari trauma thorax,
endobronkhial atau esophageal, ventilasi mekanis atau bedah thorax atau berbagai
macam prosedur invasif lainnya.1,4

Udara memasuki ruang mediastinum dapat berasal dari intrathoracic dan


extrathoracic. Penyebabnya bisa akibat ruptur alveoli dengan diseksi udara ke
dalam mediastinum, dari laserasi tracheobronchial-tree, dari saluran pencernaan
(utamanya esofagus), atau dari perluasan udara ekstraluminal ke thoracal dari
daerah leher, retroperitoneum, atau dinding thorax. Secara umum terdapat 3
penyebab terjadinya pneumomediastinum, yakni:
Tabel 2. Penyebab pneumomediastinum berdasarkan sumbernya

Ruptur alveolar, yang merupakan penyebab pneumomediastinum yang


paling sering, dapat terjadi oleh adanya tekanan intraalveolar yang tinggi atau
kerusakan pada dinding alveolar. Diawali oleh kelainan yang mengarah ke
emphysema paru interstitial, udara kemudian meluas ke sentral di sepanjang
bronchovascular-interstitial-sheath masuk ke mediastinum.18

Mekanisme migrasi udara dari alveoli yang ruptur ke mediastinum ini


pertamakali dikemukakan oleh Macklin dan Macklin (1939) berdasarkan
percobaan pada binatang, dan telah dikonfirmasi peneliti lain bahkan dengan
menggunakan teknik imaging (CT-Scan). Macklin menyatakan bahwa dengan
perbedaan tekanan antara alveolus dan interstitium atau penurunan tekanan
interstitial perivaskular yang berlangsung cepat, atau karena overdistensi, terjadi
ruptur alveolus dan menyebabkan udara masuk ke selubung fascia perivaskular
dan peribronchial hingga ke hilus, kemudian bergerak menuju mediastinum dan
terakumulasi di dalamnya. Insuflasi lanjut dapat menyebabkan meluasnya udara ke
ruang retroperitoneum serta ke jaringan subkutan leher dan axillar.1,2,3,4,9,12

Penyebab tekanan alveolar yang tinggi termasuk obstruksi jalan napas


(misalnya pada penderita asma atau kemasukan benda asing ), pada ventilasi
mekanis (terutama dengan volume ventilasi besar atau dengan tekanan akhir-
13

ekspirasi yang tinggi), trauma tumpul, emesis (Boerhaave’ syndrome), buang air
besar, atau manuver Valsava (misalnya selama partus), bahkan dikaitkan dengan
kasus batuk dalam penggunaan narkoba. Aktivitas atletik berat, menyelam,
terbang, dan persalinan juga menjadi faktor risiko potensial. Sadarangani et al
melaporkan kasus pneumomediastinum dipicu oleh aktivitas olahraga angkat berat.
Juga terdapat laporan kejadian barotrauma saat melakukan tes fungsi paru
(spirometri).2,8

Sedangkan penyebab kerusakan dinding alveolar termasuk pneumonitis ,


emfisema, fibrosis paru , dan sindrom gangguan pernapasan (ARDS). Penyakit
paru obstruktif (misalnya asma, bronkiolitis, aspirasi benda asing, dan displasia
bronkopulmonal) merupakan faktor risiko, terutama pada pasien diintubasi dan
diberikan ventilasi mekanik Riwayat asma bahkan dilaporkan sebagai faktor
pencetus pneumomediastinum yang mencapai hingga 50 % kasus pada suatu
penelitian. Fearon et al dan Vazquez et al memberikan laporan kasus
pneumomediastinum yang dikaitkan dengan infeksi Mycoplasma. Hasegawa et al
(2009) yang dikutip Carolan (2012) melaporkan kasus pneumomediastinum
spontan pada anak-anak yang terinfeksi pneumonia saat pandemi virus influenza-A
(H1N1) .8,18

Tabel 3. Faktor-faktor risiko pneumomediastinum

5. Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis pneumomediastinum ditegakkan berdasarkan gejala klinis,


pemeriksaan fisik dan serangkaian pemeriksaan terutama dengan radiografi thorax.
Kesulitan diagnosis pneumomediastinum termasuk bagaimana membedakannya
dengan pneumotorax medial dan pneumoperikardium. Umumnya sulit untuk
membuat perbedaan antara pneumomediastinum dengan koleksi udara dalam
ruang pleura di sisi medial. Dalam situasi ini, kita mencari menyertai tanda-tanda
pneumomediastinum (misalnya garis-garis radiolusen udara di bagian lain
mediastinum atau di leher), atau tanda-tanda pneumotorax (misalnya garis
abnormal pleura atau garis yang jauh dari mediastinum).

Gambar . Pneumomediastinum pada pasien dengan batuk paroxysmal,


terlihat adanya udara yang meluas jaringan extrapleural dinding
anterior dada, ditandai dengan pemisahan pleura (parietal dan
visceral) yang mengindikasikan pneumothorax.
Pertimbangan pertama dalam membedakan pneumomediastinum dari
pneumoperikardium adalah bahwa pneumomediastinum jauh lebih umum terjadi.
Pneumomediastinum biasanya terlihat dengan banyak garis-garis tipis, udara
jarang mengelilingi jantung sepenuhnya dan tidak terbatas pada daerah sekitar
jantung. Pneumoperikardium dapat dicurigai bila kantong pericardium
tervisualisasi. Pneumoperikardium biasanya terlihat sebagai garis tunggal
radiolusen yang terbatas hanya di sepanjang kantung pericardium, yang dapat
memisahkan kantong perikardium beserta isinya, khususnya pangkal pembuluh
darah besar.11

Gambar. Pneumopericardium pada pasien dengan ARDS,


15

memperlihatkan bayangan radiolusen yang lebar melingkari jantung


namun terbatas pada kantong pericardium yang terutama pada
aorta ascendens, main pulmonary artery dan vena cava superior.
Jika cukup banyak maka gambaran pneumoperikardium dapat terlihat
mengelilingi jantung, berbatas tegas oleh kantung pericardium serta tidak meluas
ke mediastinum superior atau ke leher dan menghasilkan Halo sign (Gambar). Jika
koleksi udara sedikit dan terkumpulnya di dekat jantung, maka sulit untuk
membedakan pneumomediastinum dari pneumoperikardium.
Pneumomediastinum dan pneumopenicardium dapat ditemukan bersamaan,
sehingga tidak bisa dikesampingkan bahwa gambaran radiografi yang dilihat
menunjukkan keduanya sekaligus.9,10,12

6. Gejala Klinis

Gejala klinis yang menyertai pneumomediastinum dapat bervariasi, mulai


dari tidak ada gejala sampai gejala yang berat. Beberapa gejala diantaranya
adalah : 2,7,8,9

1. Nyeri dada
Dinyatakan bahwa 50- 90% pasien dengan kasusu pneumomediastinum
mengeluhkan adanya nyeri dada. Khasnya terdapat nyeri dada substernum yang
berat dengan atau tanpa penyebaran ke leher dan lengan, yang diperberat dengan
inspirasi, menyerupai gejala awal dari infark miokard. Okada et al (2014) yang
dikutip Carolan (2012) melaporkan studi pada 20 pasien dengan
pneumomediastinum berdasarkan CT-Scan thorax, keluhan nyeri dada terjadi pada
75% pasien.

2. Dyspnea atau sesak nafas.


Dyspnea bisa mencerminkan penyakit terkait seperti asma, pneumothorax, atau
tension pneumomediastinum.

3. Demam
Demam ringan dapat timbul oleh pelepasan sitokin karena adanya kebocoran
udara. Namun mediastinitis atau gangguan infeksi mesti dimasukkan dalam
diferensial diagnosis bila terdapat gejala demam.

4. Nyeri tenggorokan
Dalam beberapa kasus pneumomediastinum timbul setelah trauma orofaringeal
yang relatif tidak berbahaya, dan muncul sebagai mulut atau tenggorokan yang
nyeri. Dalam satu studi yang mengevaluasi manifestasi kepala dan leher pada
pneumomediastinum spontan, gejala awal utama adalah leher bengkak, nyeri leher,
dan odynophagia.
5. Disfonia
Walsh-Kelly dan Kelly melaporkan seorang gadis 14-tahun dengan
pneumomediastinum yang hanya mennunjukkan gejala disfonia.

6. Gejala-gejala lain
Nyeri rahang, disfagia, dan leher bengkak telah dilaporkan dalam hubungannya
dengan pneumomediastinum spontan.

7. Pemeriksaan Fisik

1. Udara subkutan
Dalam suatu studi oleh Damore dan Dayan (2001), tanda paling sering dilihat pada
pneumomediastinum adalah emfisema subkutan (76% pasien). Meskipun bukan
tanda patognomik pneumomediastinum, adanya krepitasi subkutan bisa
menunjukkan keberadaan udara bebas dalam rongga thorax. Stack et al (1996)
yang dikutip Carolan (2012) melaporkan emfisema subkutan pada 73% pasien
dengan asma yang diketemukan memiliki pneumomediastinum, dengan nilai
prediktif positif 100%.

2. Hamman’s Sign
Tanda Hamman merupakan tanda patognomik dari pneumomediastinum spontan,
terdiri dari Precardial Systolic Krepitasi dan melemahnya bunyi jantung.
Hamman’s sign ini menimbulkan bunyi “klik” (oleh karena adanya krepitasi) yang
sinkron dengan denyut jantung, dan akan lebih jelas didengarkan pada posisi
lateral dekubitus lateral kiri. Sahni et al (2013) dalam studi metaanalisisnya
memperkirakan bahwa tanda ini terdeteksi hanya 20% dari pasien dengan
pneumomediastinum spontan, sedangkan Damore dan Dayan (2001) melaporkan
prevalensi dari 10% dalam studinya.

3. Pneumothorax penyerta
Adanya pneumothorax harus dicurigai pada individu dengan gangguan pernapasan,
asimetri suara nafas, dan hipoksemia. Banki et al (2013) melaporkan bahwa
pneumothorax diidentifikasi pada 14% dari pasien dengan pneumomediastinum

4. Saturasi oksigen
Pemeriksaan pulse oximetry semestinya dilakukan pada semua anak yang diduga
17

pneumomediastinum. Dalam sebuah studi pada serangkaian anak-anak dengan


asma akut yang datang ke unit gawat darurat, didapatkan bahwa anak dengan
pneumomediastinum memiliki perbedaan yang signifikan dalam saturasi
oksihemoglobin (90% vs 94% dari mereka yang tidak pneumomediastinum.

8. Pemeriksaan Radiologi

Dengan pemeriksaan radiografi thorax biasanya sudah mampu (meskipun


tidak selalu) mengungkapkan pneumomediastinum. Pada foto thorax adanya udara
dalam ruang mediastinal dapat terlihat. Seringkali terlihat bersama penyakit seperti
pneumothorax, pneumoperitoneum, pneumoretroperitoneum dan
pneumoperikardium.8

Gambar 3. Foto thorax diambil dari pasien dengan status asmatikus (A).
Bayangan radiolusen pneumomediastinum yang dapat diamati di sepanjang batas
jantung dan udara subkutan yang terlihat pada soft tissue (B)

Bayangan radiolusen yang menunjukkan udara bebas dapat diamati dengan


menelusuri sepanjang tepi hepar, dalam ruang retrosternal, atau di sekitar trachea.

Tabel 4. Gambaran radiografik berdasarkan lokasi udara di mediastinum


Gambaran khas pneumomediastinum yang terlihat pada foto thorax
disebabkan oleh bayangan radiolusen udara yang memisahkan struktur anatomi
normal dari mediastinum, dan menghasilkan gambaran thymic sail’s sign, ring
around the artery sign, tubular artery sign, double bronchial wall sign, continous
diaphragma sign, dan extrapleural sign.8,18

Udara dalam mediastinum yang cukup banyak dapat membuat timus dapat
terangkat dan menghasilkan thymic sail’s sign.9

Gambar 4. Thymic sail’s sign pada foto thorax bayi dengan respiratory distress
syndrome, memperlihatkan lobus thymus yang terangkat.

Gambar 5. Gambaran pneumopericardium pada foto thorax pasien post


tonsilektomi, yang memperlihatkan pita radiolusen yang memisahkan
bagian anterior pericardium dari sternum.

Udara yang mengelilingi arteri pulmonalis atau salah satu dari cabang
utama dapat menghasilkan ring around the artery sign terutama saat udara
mengelilingi segmen intramediastinal arteri pulmonalis kanan.9

Gambar 6. Foto thorax lateral pasien dengan penyalahgunaan kokain,


tampak bayangan radiolusen yang mengelilingi a.pulmonal,
19

aorta ascendens, trachea dan proximal bronchus.

Bila terdapat udara yang di dekat cabang utama aorta maka


pembuluh darah menjadi besar terpisah, udara di mediastinum menjadi
batas sisi medial dan bayangan paru-paru yang teraerasi member batas
lateral, yang disebut sebagai tubular artery sign.9

Gambar 7. Foto thorax pasien yang memperlihatkan


bayangan radiolusen tipis disekitar arkus aorta

Terkadang, udara bisa terlihat di samping bronkus utama yang


memungkinkan dinding bronkus terlihat jelas dan menghasilkan gambaran double
bronchial wall sign. Sedangkan Continous diaphragm sign dihasilkan oleh udara
yang terjebak di posterior perikardium, memberikan gambaran udara yang tidak
terputus pada foto thorax AP.9
Gambar 8. Foto thorax pasien dengan batuk paroxysmal, pada aspek
posteroanterior dan laterlal memperlihatkan bayangan
radiolusen tipis diantara jantung dan diafragma

Udara mediastinum dapat mengalami perluasan ke lateral antara pleura


parietal dan diafragma yang menghasilkan extrapleural sign.9

Gambar 9. Foto thorax yang memperlihatkan extrapleural sign.

9. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat pneumomediastinum
diantaranya:
1. Tension pneumomediastinum
- Meskipun jarang, tension pneumomediastinum dapat timbul, menyebabkan
kompresi pada vena- vena besar, menyebabkan venous return, yang dapat
mengakibatkan terjadinya hipotensi.
2. Mediastinitis
- Pneumomediastinum disertai oleh muntah- muntah yang masif dan frekuen
dapat berhubungan dengan terjadinya sindrom Boerhaave yang dapat
beresiko berkembang menjadi mediastinitis.

10. Prognosis
Meskipun pneumomediastinum berulang kadang terjadi, namun
pneumomediastinum hampir selalu tidak mengancam jiwa. Morbiditas atau
mortalitas pada pneumomediastinum terutama disebabkan oleh penyakit penyerta
atau pencetus. 2,8
21

11. Tatalaksana

Terapi diberikan tergantung pada status klinis pasien. Secara umum, pada
sebagian besar anak-anak dengan pneumomediastinum yang tidak menunjukkan
gejala, secara alami akan terjadi perbaikan spontan. Pasien harus menghindari
aktivitas fisik yang berat sampai penyembuhan pneumomediastinum telah terjadi.
Tidak ada terapi medis khusus untuk keadaan pneumomediastinumnya. Penyakit
penyerta yang berhubungan dengan pneumomediastinum (misalnya, asma,
penyakit gastroesophageal reflux (GERD) harus diobati.
Intervensi bedah jarang dibicarakan pada pneumomediastinum.
Penggunaannya dilakukan untuk pneumomediastinum yang yang ditandai
penurunan fungsi kardiorespirasi atau pada perforasi esophagus atau trachea.
Penggunaan mediastinoscopy dalam mengurangi pneumomediastinum mengancam
jiwa telah dilaporkan dalam sejumlah kecil kasus. Penatalaksaan drainase
3
perkutaneus mediastinum telah dilaporkan. Pneumomediastinum Chau et al
menggambarkan dekompresi perkutan pneumomediastinum dengan fluoroscopic
guiding.
KESIMPULAN

Dalam proporsi yang lebih kecil, pneumomediastinum bisa disebabkan oleh


cedera tracheobronchial dan perforasi esophagus. Terjadinya bisa akibat trauma,
iatrogenik, atau berlangsung spontan. Udara yang masuk ke mediastinum bisa berasal
dari kepala atau leher (misalnya dari maxillofacial injury, cedera laring, atau perlakuan
trakeostomi), dari retroperitoneum
23

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaneki T., et al.; Spontaneous Pneumomediastinum, Origin Identified by Chest


Computed Tomography; Internal Medicine Journal Vol.37 No. 10 (October); 1998;
hal.877-879
2. Newcomb A.E., Clarke C.P.; Spontaneous Pneumomediastinum, A Benign
Curiosity or a Significant Problem?; CHEST Journal Vol.128; 2005; hal.3298–
3302
3. Miura H., et al.; Clinical Features of Medical Pneumomediastinum, Case Report;
Annual of Thoracic Cardiovascular Surgery Vol.9 No.3; 2003
4. Baumann M.H., Saint S.A.; Hamman’s Sign Revisited, Pneumothorax or
Pneumomediastinum?; CHEST Journal Vol.102 No.4 (October); 1992; hal.1281
5. Wintermark M., Schnyder P.; The Macklin Effect, A Frequent Etiology for
Pneumomediastinum in Severe Blunt Chest Trauma; CHEST Journal Vol.120;
2001; hal.543–547
6. Cooley J.C., Gillespiem J.B.; Mediastinal Emphysema: Pathogenesis and
Management, Report of a Case; Diseases of the Chest Journal Vol.49 No.1
(January); 1966
7. Gray J.M., Hanson G.C.; Mediastinal emphysema: aetiology, diagnosis, and
treatment; Thorax Journal Vol.21; 1966; hal.325
8. Carolan P.L.; Pneumomediastinum; edited by Bye M.R. et al.; Medscape
Reference: Drugs, Diseases and Procedures
(http://www.emedicine.medscape.com); Updated March 28, 2012
9. Zylak C.M., et al.; Pneumomediastinum Revisited; RadioGraphics Journal Vol.20;
2000; hal.1043–1057
10. Beyers J.A., Melonas C.F.; The visible wall of a main bronchus: a new radiological
sign of pneumomediastinum; The British Journal of Radiology Vo.60; 1987;
hal.877-879
11. Molena D., et al.; The Incidence and Clinical Significance of Pneumomediastinum
Found on Computed Tomography Scan in Blunt Trauma Patients; The American
Surgeon Journal Vol.75 (November); 2009
12. Al-Mufarrej F., et al.; Spontaneous pneumomediastinum: diagnostic and
therapeutic interventions; Journal of Cardiothoracic Surgery Vol.3 No.59; 2008
13. Esayag Y., Furer V., Izbicki G.; Spontaneous Pneumomediastinum: Is a Chest X-
Ray Enough? A Single-Center Case Series; Israeli Medical Association Journal
Vol.10 (August-September); 2008; hal.575–578 33 Pneumomediastinum
14. Mc Adams H.P., et al.; Mediastinum; in Computed tomography and magnetic
resonance imaging of the whole body, 4th edition; Haaga J.R, Lanzieri C.F.
(editor); Mosby Inc.; St.Louis-Missouri; 2003; hal.937-996
15. Wintermark M., et al.; Blunt Traumatic Pneumomediastinum: Using CT to Reveal
the Macklin Effect, American Journal of Roentgenology Vol.172; 1999; hal. 129-
130

Anda mungkin juga menyukai