Anda di halaman 1dari 27

Referat

Pneumothorax, Efusi Pleura, Bronkiektasis, Emfisema,


Perbedaan Acute Long Oedema Cardiogenic Dan Non
Cardiogenik

Oleh :
Indri Ranggelika 1410070100004

Preseptor:
dr. Sari Nikmawati, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU PENYAKIT PARU


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
RUMAH SAKIT UMUM MOHAMMAD NATSIR
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam karena atas izin-Nyalah penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Pneumothorax, Efusi Pleura,
Bronkiektasis, Emfisema, Perbedaan Acute Long Oedema Cardiogenic Dan
Non Cardiogenik” ini dengan sebagaimana mestinya.
Referat ini merupakan salah satu tugas kepaniteraan klinik di Bagian

Pulmonologi RSUD M.Natsir. Referat ini disusun berdasarkan tinjauan pustaka

dari berbagai sumber dan referensi yang terpercaya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing dr.Sari

Nikmawati, Sp.P yang telah memberikan pengarahan dalam menyelesaikan

referat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat

kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun dari para pembaca. Atas perhatiannya penulis mengucapkan terima

kasih.

Solok, Agustus 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................i

Daftar Isi.................................................................................................................ii

Daftar Gambar......................................................................................................iii

Daftar Tabel...........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang....................................................................................................1

1.2Tujuan.................................................................................................................2

1.3 Manfaat..............................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Efusi Pleura........................................................................................................7

2.1.1 Definisi............................................................................................................7

2.1.2 Etiologi............................................................................................................8

.....................................................................................................................

2.1.3 Klasifikasi.......................................................................................................8

2.1.4 Patofisiologi....................................................................................................9

2.1.5 Diagnosis.......................................................................................................10

2.1.6 Penatalaksanaan............................................................................................12

2.1.7 Komplikasi....................................................................................................13

2.2. Pneumothorak.................................................................................................13

2.2.1 Etiologi..........................................................................................................13

2.2.2 Klasifikasi.....................................................................................................13

4
2.2.3 Patofisiologi..................................................................................................15

2.2.4 Diagnosis.......................................................................................................17

2.2.5 Penatalaksanaan............................................................................................18

2.2.7 Komplikasi....................................................................................................20

2.3 Acute lung oedema kardiogenik dan non kardiogenik.....................................21

DAFTAR PUSTAKA

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Penyakit Efusi Pleura merupakankondisi yang ditandai oleh penumpukan

cairan diantara dua lapisan pleura. WHO memperkirakan bahwa 20% penduduk

kota didunia pernah menghirup udara kotor akibat emisi kendaraan

bermotor,sehingga banyak penduduk yang berisiko tinggi penyakit paru dan

saluran pernafasan seperti “ Efusi Pleura”beberapa studi menuliskan bahwa

estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 dari 100.000 kasus di negara industri

di mana persebaran etiologi tergantung dari prevalensi penyakit yang

mendasarinya. Frekuensi penyebab efusi pleura juga beragam di bagian tertentu di

dunia.Di negara-negara yang sedang berkembang, efusi pleura akibat tuberculosis

dan parapneumonic sering ditemukan.Sedangkan, di negara-negara maju efusi

pleura banyak diakibatkan oleh gagal jantung, malignansi, dan pneumonia.Di

Amerika Serikat sendiri, insiden efusi pleura diestimasi mencapai 1,5 juta per

tahun.

Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara bebas didalam rongga

pleura. Dengan adanya udara didalam rongga pleura tersebut, maka akan

menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat

mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika bernafas.

Pneumohoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun

traumatik.Pneumothoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder.

Acute lung udema adalah suatu keadaan dimana terjadi perpindahan cairan

dari vaskular paru ke intertisial dan alveoli paru, pada edema paru terdapat

6
penimbunan cairan serosa secara berlebihan didalam ruangan intertisial dan

alveoli paru.

1.1. Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk melengkapi syarat

Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) bagian Paru di Rumah Sakit Umum Daerah

Solok.

1.2.2 Tujuan Khusus

Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan Efusi Pleura mulai dari

definisi hingga penatalaksanaan.

1.2. Manfaat

1.3.1 Bagi Penulis

Sebagai bahan acuan dalam mempelajari, memahami dan mengembangkan

teori Efusi Pleura.

1.3.2 Bagi Instusi Pendidikan

Dapat dijadikan sumber referensi atau bahan perbandingan bagi kegiatan

yang ada kaitannya dengan pelayanan kesehatan, khususnya yang berkaitan

dengan Efusi Pleura.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pneumothorax

2.1.1. Definisi
Pneumothorax adalah suatu keadaan dimana terdapatnya udara atau gas

didalam cavum pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena.1

Gambar 2.1 Pneumothorax

2.1.2. Etiologi
Pneumothorax bisa dialami secara tiba-tiba oleh orang yang sehat, maupun

sebagai bentuk komplikasi dari kondisi paru-paru tertentu. Beberapa jenis

penyebab serta faktor risiko di balik kondisi ini meliputi:

- Kerusakan paru-paru akibat pernyakit tertentu, seperti Penyakit Paru

Obstruktif Kronis (PPOK), pneumonia, serta tuberkulosis.

- cedera yang melukai paru-paru misalnya luka tembak, atau tulang rusuk

yang patah.

- Sobeknya kantong udara kecil yang terletak di permukaan paru-

paru. Kondisi ini umumnya dialami oleh pengidap pneumothorax primer.

Kantong udara (bleb) ini terbentuk tanpa menimbulkan gejala dan ini di luar

8
kantong-kantong udara normal (alveoli) di paru-paru. Penyebab bleb pecah

juga tidak dapat dipastikan. Udara yang dilepas akan terperangkap di rongga

pleura.

- Merokok, asap rokok diduga bisa menipiskan dinding bleb sehingga risiko

pneumothorax meningkat.

- Pernah mengalami pneumothorax, sebagian besar orang yang pernah

terserang kondisi ini berpotensi untuk kembali mengalaminya.1

2.1.3. Klasifikasi
Menurut penyebabnya pneumothoraks dapat dikelompokkan menjadi2,3 :
a. Pneumothoraks spontan
Pneumothoraks seperti ini dapat diklasifikasikan lagi menjadi dua jenis:
 Pneumothoraks spontan primer
Pneumothoraks yang terjadi tanpa riwayat penyakit paru sebelumnya
ataupun trauma, kecelakaan, dan dapat terjadi pada individu yang
sehat.
 Pneumothoraks spontan sekunder
Pneumothoraks yang terjadi pada penderita yang mempunyai riwayat
penyakit paru sebelumnya misalnya PPOK, TB Paru dan lain-lain

b. Pneumothoraks traumatik
Adalah pneumothoraks yang terjadi oleh karena trauma didada, kadang
disertai dengan hematopneumothoraks.Perdarahan yang timbul dapat
berasal dari dinding dada maupun paru itu sendiri.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis,
yaitu :
 Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks
yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada
dinding dada, barotrauma.

9
 Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis.
c. Pneumothoraks introgenik
Adalah pneumothoraks yang terjadi pada saat kita melakukan tindakan
diagnostik seperti transtorakal biopsi, punksi pleura.

berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam


tiga jenis, yaitu:

1. Pneumotoraks Tertutup
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas
terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia
luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun
lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru
disekitarnya.
Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga
masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali
negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga
pleura tetap negatif.

2. Pneumotoraks Terbuka
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga
pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat
luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama
dengan tekanan udara luar.
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu
ekspirasi tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi
mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi
mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka.

3. Pneumotoraks Ventil
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan
makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang

10
bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus
serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang
terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar.
Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan
melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini
dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.2,3

2.1.4 Diagnosis

Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul


adalah2,3 :
 Sesak napas, seringkali sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin
berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
 Nyeri dada, dirasakan tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan
terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.
 Batuk-batuk
 Denyut jantung meningkat.
 Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.

Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan3 :
Inspeksi
a. Statis: hemithorak lebih cembung pada sisi yang sakit (hiper
ekspansi dinding dada)
b. Dinamis: Pada waktu respirasi, pada sisi yang sakit gerakannya
tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
Palpasi
Vocal fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang
sakit
Perkusi
-hipersonor pada sisi yang sakit.

11
-Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi
Auskultasi
-Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang

2.1.5 Pemeriksaan penunjang

 Foto thoraks
Untuk mediagnosisi pneumothoraks pada foto thoraks dapat

ditegakkan dengan melihat adanya gambaran hiperlusen avaskuler

pada hemithoraks yang mengalami pneumothoraks.Hiperlusen

avaskuler menunjukkan paru yang mengalami pneumothoraks dengan

paru yang kolaps memberikan gambaran radiopak. Bagian paru yang

kolaps dan yang mengalami pneumothoraks dipisahkan oleh batas

paru kolaps berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura

visceralis, yang dikenal sebagai pleural white line.2

 CT Scan thoraks
CT Scan thoraks lebih spesifik untuk pneumothoraks. Batas antara

udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan

antara pneumothoraks spontan primer dan sekunder.2

2.1.6 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan pneumothoraks adalah untuk

mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan

untuk kambuh lagi.1,3

o Observasi dan pemberian oksigen

12
Apabila fistula menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup maka udara yang berada didalam rongga pleura akan di
resorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberika
tambahan oksigen. Observasi dilakukan dalam beberapa hari
dengan foto thorak tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari. Terutama
untuk pneumothorak tertutup dan terbuka.
o Aspirasi.
Dapat digunakan dengan abocath nomor 14 yang
dihubungkan dengan three way, dengan menggunakan semprit 50
cc dilakukan aspirasi.
o Pemasangan WSD.
Penderita harus dirawat, semakin besar selang WSD yang
dipasang semakin baik. Umumnya untuk WSD digunakan selang
nomor 20, bila alat-alat untuk memasang WSD tidak ada dapat kita
gunakan perlengkapan untuk infus biasa. Jarum infus ditusukkan
kerongga pleura dan ujung lainnya dimasukkan kedalam airhingga
menjadi sebuah WSD mini. Sebagai pengganti jarum infus dapat
digunakan abocath. Bila pneumothoraks luas sebaiknya dipasang
WSD untuk mempercepat pengembangan paru. Bila setelah
pemasangan WSD paru tidak juga mengembang dengan baik,
dapat dibantu dengan pengisapan yang terus menerus (continuous
suction). WSD dapat dicabut setelah paru mengembang yang
ditandai dengan terdengarnya kembali suara nafas dan di pastikan
dengan foto thoraks paru.maka selang WSD di klem.Biasanya bila
paru sudah mengembang sempurna, tidak terdapat lagi undulasi
pada WSD.Setelah 1-3 hari diklem, dibuat foto ulangan.Bila paru
tetap mengembang maka WSD dapat dicabut. Pencabutan
dilakukan dalam keadaan ekspirasi maksimal.
o Torakoskopi

13
Penggunaan torakoskopi untuk diagnosis dan terapi

pneumothoraks, untuk melihat langsung ke dalam rongga torak

dengan alat bantu torakoskop.

 Tindakan Bedah
o Torakotomi
Indikasi operasi pada serangan pertama pneumothoraks
spontan bila terjadi kebocoran lebih dari 3 hari, hemothoraks,
kegagalan paru untuk mengembang, pneumothoraks bilateral,
pneumothoraks ventil atau jika pekerjaan penderita mempunyai
resiko tinggi untuk terjadinya pneumothoraks. Pneumothoraks
berulang merupakan indikasi operasi utama pada penderita
pneumothoraks spontan primer.1,3

2.2 Efusi Pleura


2.2.1 Definisi
Efusi pleura adalah suatu kondisi yang ditandai oleh adanya penumpukan

cairan di antara dua lapisan pleura.6

Gambar 2.2 Efusi Pleura

14
2.2.2Etiologi
1. Adanya perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya : inflamasi,

keganasan, emboli paru)

2. Berkurangnya tekanan onkotik intravaskular (misalnya : hipoalbuminemia,

sirosis)

3. Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah atau kerusakan pembuluh darah

(misalnya : trauma, keganasan, inflamasi, infeksi, infark pulmoner,

hipersensitivitas obat, uremia, pankreatitis)

4. Meningkatnya tekanan hidrostatik pembuluh darah pada sirkulasi sistemik dan

atau sirkulasi sirkulasi paru (misalnya : gagal jantung kongestif, sindrom vena

kava superior)

5. Berkurangnya tekanan pada rongga pleura sehingga menyebabkan

terhambatnya ekspansi paru (misalnya : atelektasis)6

2.2.3Klasifikasi
Efusi Pleura secara secara umum diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:

transudat dan eksudat.

1. Transudat

Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit

adalah transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara

tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu,

sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi

reabsorpsi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada4,5 :

• Meningkatnya kapiler sistemik

• Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner

15
• Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura

• Menurunnya tekanan intra pleura

Penyakit yang menyertai transudat adalah

• Gagal jantung kiri

• Sindroma nefrotik

• Obstruksi vena cava superior

• Asites pada sirosis hati

2. Eksudat

Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran

kapiler yang permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi

tinggi dibandingkan dengan protein transudat. Terjadinya perubahan

permeabilitas membran adalah karena adanya peradangan pada pleura

infeksi, infark paru atau neoplasma.4,5

Penyakit yang menyertai eksudat adalah

• Infeksi (tuberkulosis dan pneumoni)

• Tumor pada pleura

• Infark paru

• Karsinoma bronkogenik

2.2.4 Diagnosis4

a. Anamnesis

 Nyeri dada
 Sesak nafas
 Batuk non produktif

16
 Adanya gejala penyakit yang mendasari seperti demam, menggigil,
tuberculosis, batuk berdahak dan berkeringat malam.

b. Pemeriksaan Fisik

• Inspeksi : Hemithoraks lebih cembung yang sakit, pergerakan

tertinggal pada sisi yang sakit

• Palpasi : Focal fremitus melemah pada sisi yang sakit

• Perkusi : Redup sampai pekak

• Auskultasi : Suara nafas melemah bahkan sampai menghilang pada sisi

yang sakit

2.2.5 Pemeriksaan penunjang


a. Rontgen Thoraks

Pada foto thoraks permukaan cairan yang terdapat dalam rongga

pleura akan terbentuk bayangan seperti kurva dengan permukaan daerah

lateral lebih tinggi dari pada bagian medial. Bila permukaannya horizontal

dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang

dapat berasal dari luar atau dalam paru. Pada pemeriksaan foto dada pada

posisi lateral dekubitus, cairan bebas akan mengikuti gravitasi.4

17
Gambar 2.2.1 Rontgen Efusi Pleura

b. Torakosentesis

Aspirasi cairan pleura sebagai sarana diagnostik maupun

terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi

dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan

jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya

tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi.menegakkan

diagnosis cairan pleura dilakukan pemeriksaan warna cairan dan

Bikokimia.5

c. Biopsi pleura

Pemeriksaaan histopatologi satu atau beberapa contoh jaringan

pleura dapat menunjukan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis

dan tumor pleura. Bila hasil biopsi tidak memuaskan dapat dilakukan

biopsi ulangan.5

18
2.2.6 Penatalaksanaan

 Terapi penyakit dasar

 Torakosentesis

Aspirasi bertujuan untuk memastikan diagnostik dan dapat

dikerjaan dengan tujuan terapeutik. Torakosentesis dapat dilakukan

dengan cara sebagai berikut :

a. Pasien dengan posisi duduk, jika tidak memungkinkan untuk

duduk dapat dilakukan dengan posisi terlentang

b. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto

thoraks atau daerah sedikit medial dari ujung scapula atau pada

linea aksilaris media dibawah batas sonor dan redup

c. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan

penususkkan dengan jarum berukuran besar misalnya nomor

18. Kegagalan aspirasi biasanya disebabkan karena penusukan

jarum terlampau rendah sehingga mengenai diafragma atau

jarum tidak mencapai rongga pleura oleh karena jaringan

subkutis atau pleura parietalis tebal

d. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500

cc pada setiap aspirasi. Untuk mencegah terjadinya edema paru

akibat pengembangan paru secara mendadak. Selain itu

pengambilan cairan dalam jumlah besar secara mendadak

menimbulkan refleks vagal berupa batuk, brakikardi, aritmia

yang berat dan hipotensi.5

19
2.3 Bronkiektasis

2.3.1 Definisi

Bronkiektasis adalah kelainan kronik yang ditandai dengan adanya dilatasi

dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berlangsung kronik,

persisten atau irrevesibel.7

2.3.2 Etiologi

Penyebab bronkiektasis sampai saat ini belum diketahui dengan

jelas. Namun diduga bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun

didapat.

 Kelainan Kongenital

biasanya mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua

bronkus. Selain itu, bronkiektasis kongenital biasanya menyertai penyakit-

penyakit kongenital seperti fibrosis kistik, Kertagener Syndrome, dan

William Campbell Syndrome.

 Kelainan Didapat

Dapat disebabkan oleh infeksi, obstruksi bronkus akibat corpus alienum,

dan karsinoma bronkus.7

2.3.3 Klasifikasi

Berdasarkan kelainan anatomis bronkiektasis, dibagi 3 variasi:

1. Bronkiektasis tabung (tubular, silindris, fusiformis), merupakan

bronkiektasis yang paling ringan dan sering ditemukan pada

bronkiektasis yang menyertai bronchitis kronik.

20
2. Bronkiektasis Kantong (saccular) merupakan bentuk bronkiektasis

yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus

yang bersifat irregular. Bentuk ini kadang – kadang berbentuk kisata

(cystic bronkiektasis).

3. Bronkiektasis varicose merupakan bentuk diantara bentuk tabung dan

kantung. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus

menyerupai varises pembuluh vena.

2.3.4 Diagnosis

Anamnesa

•      Batuk kronik produktif

•      Batuk darah

•      Demam

•      Nyeri dada

•      Sesak napas7

Gejala bronkiektasis dengan eksaserbasi akut jika terdapat empat atau

lebih gejala berikut:

 Perubahan produksi sputum

 Sesak nafas bertambah

 Batuk bertambah

 Demam dengan suhu >38,0 C

 Peningkatan wheezing

 Malaise, lethargie, atau penurunan toleransi aktivitas fisik

 Penurunan faal paru

 Perubahan radiologi baru yang sesuai dengan proses infiltrasi paru

21
 Perubahan pada suara nafas7

Pemeriksaan Fisik

• Inspeksi : Simetris hemithoraks kiri dan kanan dalam keadaan statis

dan dinamis

• Palpasi : Focal fremitus melemah pada sisi yang sakit

• Perkusi : Didapatkan sonor sampai hipersonor

• Auskultasi : Ronkhi (+/+) lobus bawah paru yang sakit, Wheezing

(+/+)

2.3.5 Pemeriksaan Penunjang

 Spirometri

Pada spirometri sering menunjukkan keterbatasan aliran udara

dengan rasio penurunan volume ekspirasi paksa dalam satu detik

(FEV1) untuk memaksa volume kapasitas paksa (FVC). FVC

normal atau sedikit berkurang dan FEV1 menurun. Penurunan

FVC menunjukkan bahwa saluran udara tertutup oleh lendir, di

mana saluran napas kolaps saat ekspirasi paksa atau adanya

pneumonitis pada paru.

 Rontgen foto thorak PA

Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat

mencapai diameter 1 cm) dengan jumlah satu atau lebih bayangan

cincin sehingga membentuk honeycomb appearance atau bounches

22
of grapes. Bayangan tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi

pada bronkus.

Gambaran 2.3 Ring Shadow

 CT-Scan thorax

CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang

terbaik untuk mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan

dari foto thorax dan melihat letak kelainan jalan napas yang tidak

dapat terlihat pada foto polos thorax.

2.3.6 Penatalaksanaan

2.4 Emfisema

2.4.1 Definisi

2.4.2 Etiologi

2.4.3 Klasifikasi

2.4.4 Diagnosis

Anamnesa

Pemeriksaan Fisik

23
• Inspeksi : Simetris hemithoraks kiri dan kanan dalam keadaan statis

dan dinamis

• Palpasi : Focal fremitus melemah pada sisi yang sakit

• Perkusi : Didapatkan sonor sampai hipersonor

• Auskultasi : Ronkhi (+/+) lobus bawah paru yang sakit, Wheezing

(+/+)

2.4.5 Pemeriksaan penunjang

2.4.6 Penatalaksanaan

2.3.Perbedaan lung oedema kardiogenik dan non kardiogenik

1. Acute lung udem kardiogenik

Terjadi akibat adanya gangguan sirkulasi pada jantung yang

menyebabkan peningkatan tekanan vena pulmonalis,sehingga

tekanan hidrostatik meningkat melebihi tekan onkotik dan terjadi

perembesan cairan dijaringan intertial.

 Penyebab Acute lung udem kardiogenic

a) ada riwayat penyakit jantung :

 kardiomegali

 infark miokard

 penyakit jantung bawaan

 gangguan katub jantung

b) Tanda awal / gejala klinis :

24
 Dispneu

 ortopneu

 Pemeriksaan Fisik :

 Akral : Hangat

 S3 Gallop : (+)

 Tekanan vena jugular : meningkat

 Rhonki : basah

 Pemeriksaan penunjang :

 EKG : iskemik/ infark

 Ro thorax : distribusi perihiler

 Ezime cardiac : Dapat meningkat

 tekanan kapiler paru : ≥ 18 mmhg

 Rasio Pao2/F1o2 : Normal atau sedikit

 Hipoksemia : (+)

 Rasio protein odema dan plasma : < 0,5

2. Acute lung oedem non cardiogenik

adanya peningkatan cairan paru yang terjadi karena kerusakan

lapisan kapiler dengan kebocoran protein dan makro molekul

kedalam jaringan

 Penyebab :

 Sepsis

 trauma thorax

25
 emboli paru

 Pemeriksaan Fisik :

 Akral : hangat

 S3 gallop : (-)

 tekanan vena jugular : tidak meningkat

 Rhonki : Kering

 Pemeriksaan penunjang

 EKG : normal

 Foto thorax : distribusi perifer

 Enzim cardiac : biasanya normal

 tekanan kapiler paru : < 18 mmhg

 Rasio PaO2 / F1o2 : ≤ 300

 Hipoksemia : Berat

 Rasio protein edema dan plasma :> 0,7

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan
RI ;2009; 5-11.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma . Editor Tim Kelompok Kerja
Asma. Jakarta,2011.
3. National Asthma Education and Prevention Program Expert Panel Report :
Guidelines for the Diagnosis and Management of Asthma. Rockville, MD.
National Heart, Lung, and Blood Institute, US Dept of Health and Human
Services; 2007. NIH publication 08-4051. Available at
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/asthma/asthgdln.htm. Accessed
february 25, 2017.
4.  Lazarus SC. Airway Remodeling in Asthma. American Academi of
Allergy, Asthma and Immunology 56th Annual Meeting, 2000. Available
from  http//www.medscape.com.
5. Djojodibroto, Darmanto., 2009. Respirologi (Respiratory Medicine).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

6. Price, sylvia a. Dan lorraine m. Wilson. 2005. Patofisiologi konsep klinis


proses-proses penyakit.vol 2. Ed 6. Jakarta: EGC.
7. Sudoyo,AW.2005.Kelainan paru.Dalam ///; halim H.Dasar – Dasar
Ilmupenyakit dalam.Vol 2.balai penerbit FK UI ; jakarta
8. Wardhani DP,Eka AP,Anna U.2014.Efusi pleura : Dalam Chris T,Frans
L,Sonia H,Eka AP. Kapita Selekta kedokteran Essential of medicine.
Media Aesculapius,vol 2,edisi 4,pp : 811-813

27

Anda mungkin juga menyukai