“OPEN PNEUMOTHORAX”
Disusun oleh
Danang Chandra H.B
2019086016404
Pembimbing
dr. Chris Andra, Sp.B
A. PENDAHULUAN…………………………………………….1
D. ETIOLOGI……………………………………………………6
E. PATOGENESIS………………………………………………8
F. DIAGNOSIS………………………………………………….11
G. DIAGNOSIS BANDING…………………………………….17
H. PENATALAKSANAAN…………………………………….22
I. PROGNOSIS…………………………………………………23
J. KESIMPULAN……………………………………………….24
K. DAFTAR PUSTAKA…………………………………………26
A. PENDAHULUAN
Cavum toraks yang juga disebut sebagai rongga dada, merupakan ruangan
kedua terbesar di tubuh manusia setelah abdomen. Ditutupi oleh tulang costa,
columna vertebra, dan sternum, dan dipisahkan dari cavum abdomen (ruangan
terbesar ditubuh manusia) oleh partisi otot dan membran yaitu diafragma. Rongga
dada berisi paru-paru, saluran napas tengah dan bawah (tracheobronchial tree),
jantung, dan pembuluh-pembuluh darah yang mengangkut darah dari jantung ke
paru-paru atau sebaliknya. Jantung dibungkus oleh saccus membran fibrosa yang
disebut perikardium yang menyatu dengan pembuluh darah yang keluar dan
menuju jantung. Cavum toraks juga berisi esofagus, saluran yang dilewati
makanan dari kerongkorang menuju ke lambung.1
Pleura merupakan lanjutan dari sel-sel endotelial yang disokong oleh dasar
tipis jaringan ikat longgar. Membran ini menerima pembuluh darah, saraf, dan
saluran limfa. Pembuluh-pembuluh pleura visceral berhubungan dengan
pembuluh-pembuluh pada paru-paru dan bronkus (arterinya merupakan
percabangan arteri bronchial dan venanya bercampur dengan kapiler-kapiler
pulmonal. Di bawah lapisan dalamnya terdapat jaringan saluran limfa kecil yang
menembus parenkim jantung dan mengalir ke nodus limfatikus pada hilus masing-
masing sisi paru-paru. Cavum pleura bisa saja terkontaminasi oleh karena terjadi
ruptur atau robekan.1
1
Akumulasi cairan pada cavum pleura disebut hidrotoraks. Jika cairannya
adalah darah, kondisi ini disebut sebagai hemotorask, jika nanah, disebut
pyotoraks. Akumulasi cairan bisa juga disertai dnegan adanya udara. Jika hal ini
terjadi maka disebut sebagai hidropneumotoraks.1
2
Gambar 1. Anatomi Cavum Pleura
Rongga toraks atau cavitas thoracis terbagi menjadi tiga ruanganyaitu dua
rongga pleura dan sebuah rongga mediastinum. Paru-paru dan pleura mengisi
sebagian besar rongga toraks dengan jantung di antaranya, sedangkan aorta
desscendens serta esofagus terletak di belakang jantung. Mediastinum terletak di
tengah, di antara dua rongga pleura di sebelah lateralnya. Di dalamnya terdapat
jantung, pembuluh-pembuluh darah besar serta struktur lain seperti trakea,
esofagus, dan kelenjar getah bening.2,5
3
Cavum pleura merupakan ruang potensial antara pleura parietalis dan
pleura visceralis yang dilapisi oleh selaput tipis cairan yang memudahkan
pergeseran antara dua permukaan paru dan pleura parietalis. Lapisan ini juga
menghasilkan tegangan permukaan yang akan mempertahankan paru tetap
berkembang sampai batas rongga pleura. Adanya cairan dalam rongga pleura
kareana proses patologik seperti infeksi disebut hidrotoraks, protoraks atau
empyema. Pada trauma toraks dapat terjadi perdarahan ke dalam rongga pleura
yang disebut haemotoraks. Masuknya chlye ke dalam rongga pleura disebut
chylothorax. Cairan ini akan berkumpul di dalam rongga pleura atau recessus
costodiaphragmaticus pada posisi berdiri.2,5,
Jumlah cairan sebanyak 500 cc akan terlihat pada foto xray sebagai sudut
costodiaphragmaticus menjadi tumpul sedangkan pada perkusi dinding toraks
akan terjadi perubahan suara dari timpani menjadi pekak pada daerah okasi
cairan.Bila udara masuk ke dalam rongga pleura, maka akan terjadi pneumothorax
dengan akibat paru-paru akan menyusut atau isi mediastinum akan terdesak oleh
udara yang masuk.2,5
C. DEFINISI
D. KLASIFIKASI
1. Pneumotorak Spontan
4
Adalah setiap pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu
penyebab (trauma maupun iatrogenik), dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Pneumotoraks spontan primer: suatu pneumotoraks yang terjadi tanpa
ada riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya, umumnya
pada individu sehat, dewasa muda, tidak berhungan dengan aktivitas
fisik yang berat tetapi justru terjadi saat istirahat dan sampai sekarang
belum diketahui penyebabnya.4,6,7
b. Pneumotoraks spontan sekunder: suatu pneumotoraks yang terjadi
akibat adanya penyakit paru yang mendasarinya. Kelainan paru yang
sering menyebabkan terjadinya pneumotoraks spontan sekunder
adalah: PPOK, asma, kelainan bullosa (bullae), kelainan interstisial
(fibrosis paru idiopatik, sarcoidosis, dsb.) atau infeksi. Adanya
keganasan dapat pula menyebabkan kerusakan yang mengakibatkan
hubungan langsung antara alvolus/bronkhus ke pleura.4,6,7
2. Pneumotoraks Traumatik
Pneumotoraks traumatik adalah pneumotoraks yang terjadi akibat suatu
trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya
pleura, dinding dada maupun paru. Pneumotoraks traumatik diperkirakan
40% dari semua kasus pneumotoraks. Pneumotoraks traumati tidak harus
disertai dengan fraktur iga maupun luka penetrasi yang terbuka. Trauma
tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat menimbulkan
pneumotoraks. Beberapa penyebab trauma penetrasi pada dinding dada
adalah luka tusuk, luka tembak, akibat tusukan jarum maupun pada saat
dilakukan kanulasi vena sentral.
Pneumotoraks traumatik berdasarkan kejadiannya dibagi 2,yaitu:4,6,7
a. Pneumotoraks traumatik bukan iatrogenik: adalah pneumotoraks
yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding
dada baik terbuka maupun tertutup.:4,6,7
b. Pneumotoraks traumati iatrogenik: adalah pneumotoraks yang
terjadi akibat komplikasi tindakan medis.
Pneumotoraks jenis ini pun dibedakan menjadi 2,yaitu:
5
a) pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental, adalah
pneumotoraks yamg terjadi akibat tindakan medis karena
kesalahan/komplikasi misalnya pada tindakan parasentesis
dada, biopsi pleura, biopsi transbronkial, biopsi/aspirasi paru
perkutaneus, kanulasi vena sentral, barotrauma(ventilasi
mekanik).4,6,7
b) pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial(deliberate),
adalah pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisi adara kedalam rongga pleura melalui jarum dengan
suatu alat Maxwell box. Biasanya untuk terapi
tuberculosis(pada era sebelum antibiotik) atau untuk menilai
permukaan paru.4,6,7,12
Berdasarkan jenis fistulanya pneumotoraks dapat dibagi menjadi 3,yaitu:
a. Pneumotoraks tertutup (simple pneumothorax): suatu pneumotoraks
dengan tekanan udara dalam rongga pleura ynag sedikit lebih tinggi
dibandingkan tekanan pleura pada sisi hemitoraks kontralateral tetapi
tekananya masih lebih rendah dari tekanan atmosfir. Pada jenis ini tidak
didapatkan defek atau luka terbuka dari dinding dada.3,4,6
b. Pneumotoraks terbuka (open pneumothorax): terjadi karena luka terbuka
pada dinding dada sehingga pada saat inspirasi udara dapat keluar melalui
luka tersebut. Pada saat inspirasi, mediastinum dalam keadaan normal
tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser kearah sisi dinding dada
yang terluka(sucking wound).3,4,6,7
c. Tension pneumotoraks: terjadi karena mekanisme check valve yaitu pada
saat inpirasi udara masuk ke dalam rongga pleura, tetapi pada saat
ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar. Semakin lama
tekanan udara di dalam rongga pleura akan meningkat dan melebihi
tekanan atmosfir. Udara yang terkumul dalam rongga pleura ini dapat
menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal nafas. Pneumotoraks
ini juga sering disebut pneumotoraks ventil.3,4,5
6
E. ETIOLOGI
Penyebab pneumotoraks dapat dibagi berdasarkan jenis pneumotoraks
yang terjadi, meliputi:
1. Iatrogenik (salah satu penyebab paling sering):
sentral.9,10
2. Spontan:
3. Trauma:
5. Pneumotoraks terbuka:3,13
- Trauma tembus dada (luka tembak atau luka tusuk)
- Pemasangan kateter vena sentral
- Pembedahan dada
- Biopsi transbronkial
- Torakosentesis atau biopsi pleura tertutup
6. Pneumotoraks tertutup:3,13
- Trauma tumpul pada dada
- Kebocoran udara akibat blebs yang ruptur
- Ruptur akibat barotrauma yang disebabkan oleh tekanan intratorakal
yang tinggi pada saat dilakukan ventilasi mekanis
- Lesi tuberkulosis atau kanker yang mengerosi ke dalam rongga pleura
- Penyakit paru interstitial seperti granuloma eosinofilik
7
7. Tension pneumothorax3,13
- Luka tembus pada dada yang dirawat dengan pembalutan kedap-udara
- Fraktur iga
- Ventilasi mekanis
- Positive end-respiratory pressure (tekanan positif akhir-ekspirasi) yang
tinggi sehingga terjadi ruptur blebs alveoli
- Oklusi atau malfungsi kateter dada (chest tube)
F. PATOGENESIS
Ruptur pada pleura viseralis atau parietalis dan dinding dada menyebabkan
penumpukan udara yang akan memisahkan kedua pleura tersebut. Tekanan
negative dirusak dan gaya recollingparu yang lentur akan terpengaruh. Paru
mengadakan recolling dengan cara mengalami kolaps kearah hilus.3,5,9
Pneumotoraks terbuka yang juga dinamakan luka dan yang mengisap
{sucking chest wound} atau pneumotoraks terjadi kalau udara atmosfer (tekanan
positif) mengalir langsung ke dalam rongga pleura (tekanan negative). Ketika
tekanan udara dalam rongga pleura menjadi positif, paru akan kolaps pada sis
yang terkena sehingga menjadi penurunan kapasitas total paru, kapasitas vital dan
kelunturan paru. Ketidakseimbangan ventilasi perfusi akan menimbulkan
hipoksia.3,5
Pnemotoraks tertutup terjadi ketika udara memasuki rongga pleura dari
dalam paru sehingga terjadi peningkatan tekanan pleura yang mencegah
pengembangan paru pada inspirasi normal. Pneumotoraks spontan merupakan tipe
lain pneumotoraks tertutup.3,5,8
Kedua tipe pneumotoraks tertutup dapat mengakibatkan kolaps paru yang
disertai hipoksia dan penurunan total kapasitas paru,kapasitas vital, serta
kelunturan paru. Intensitas kolaps paru berkisar antara 5% dari 95%.3,5
Tension pneumotoraks terjadi ketika udara dalam rongga pleura memiliki
tekanan yang lebih tinggi dari pada udara dalam paru disebelahnya. Udara
memasuki rongga pleura dari tempat rupture pleura yang bekerja seperti katup
satu arah. Udara dapat memasuki rongga pleyura pada saat inspirasi tetapi tidak
8
bisa keluar lagi karna tempat rupture tersebut akan menutup pada saat inspirasi.
Pada saat inspirasi akan terdapat lebih banyak udara lagi yang masuk dan tekanan
udara mulai melampaui tekanan paru metric. Peningkatan tekanan udara akan
mendorong paru yang dalam keadaan recolling sehingga terjadi atelektasis
kompresi. Udara juga menekan mediastinum sehingga terjadi kompresi serta
pergeseran jantung dan pembuluh darah besar. Udara tidak bisa keluar dan
tekanan yang semakin meningkat akibat penumpukan udara ini menyebabkan
kolaps paru ketika udara terus menumpuk dan tekanan intra pleura terus menigkat,
mediastinum akan tergeser dari sisi yang terkena dan aliran balik vena menurun.
Keadaan ini mendorong jantung, trakea, esophagus, dan pembuluh darah besar
berpindah ke sisi yang sehat sehingga terjadi penekanan pada jantung serta paru
sisi kontra lateral. Tanpa penanganan yang segera keadaan kedaruratan ini akan
segera berakibat fatal.3,5,6
Patogenesis:
1. Pneumotoraks tertutup (Simple Pneumothorax)
↑ tekanan pada
rongga pleura
Mencegah pengembangan
paru pada inspirasi normal
9
2. PneumotoraksTerbuka (Open Pneumothorax)
Terjadi hubungan langsung antara
Ada jejas terbuka di dinding dada
tongg pleura dan atmosfer
10
Skema 3. Tension Pneumothorax4,8
G. DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan Klinis
a. Anamnesis
Berdasarkan anamnesis, gejala-gejala yang sering muncul adalah:4,7
b. Pemeriksaan Fisik3,10
- Nyeri pleuritik menusuk yang timbul mendadak dan terasa kembali
ketika pasien menggerakkan dada bernafas dan batuk. Kerasnya gejala
umumnya berkorelasi keparahan dari pneumotoraks.
- Jika pneumotoraks kecil (<15% dari hemithorax), pasien mungkin
memiliki temuan normal pada pemeriksaan.
- Gerakan dinding dada yang asimetris akibat kolaps paru
- Sesak nafas akibat hipoksia
- Sianosis akibat hipoksia
- Gawat pernafasan
- Penurunan fremitus vocal yang berkaitan dengan kolaps paru
- Bunyi nafas yang tidak terdengar pada sisi yang terkena akibat kolaps
paru
- Rigiditas(kekakuan) dada pada sisi yang terkena akibat penurunan
ekspansi atau pengembangan paru
- Takikardi akibat hipoksia
- Bunyi krepitasi pada kulit saat dilakukan palpasi (emfisema subkutan)
yang disebabkan kebocoran udara yang merembes kedalam jaringan
11
Tension pneumotoraks menimbulkan keluhan dan gejala respiratorius
yang paling berat dan meliputi:3
- Penurunan curah jantung
- Hipotensi akibat penurunan curah jantung
- Takikardi kompensasi
- Takipnea akibat hipoksia
- Kolaps paru akibat terdapat udara atau darah didalam rongga intra
pleura
- Pergeseran mediastinum akibat peningkatan tekanan
- Penyimpangan trakea akibat posisi yang berlawanan
- Distensi vena-vena leher akibat tekanan intra pleura, pergeseran
mediastinum, dan peningkatan tekanan kardiovaskular
- Pucat yang berkaitan dengan penurunan curah jantung
- Kecemasan yang berkaitan dengan keadaan yang hipoksia
- Denyut nadi yang lemah dan cepat akibat penurunan curah jantung
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto Thorax8,11,12
- Ruang pleura hiperlusen dengan tak tampaknya gambaran pembuluh
darah paru.
bawah.
12
- Paru-paru sendiri mungkin berwarna radiolusen bila sebagian masih
13
14
Gambar 3. Foto thorax menunjukkan pleural white line13
b. Ultrasonography (USG)
Ultrasound memiliki sensitivitas yang lebih tinggi untuk
mendeteksi adanya pneumotoraks daripada foto toraks posisi
anteroposterior (AP). Pneumotoraks yang sangat kecil mungkin saja
tidak terdeteksi pada foto toraks dan foto toraks tidak selalu dapat
dilakukan pada pasien kritis13
Computed Tomography (CT-Scan), gold standard pada
pneumotoraks, mengharuskan pasien dipindahkan, sedangkan stabilitas
hemodinamik pasien dan penundaan penegakan diagnosis perlu
dipertimbangkan. Alat ultrasound telah menjadi lebih praktis dan
mudah untuk digunakan, sehingga kini sonografi paru memungkinkan
evaluasi cepat pada pasien tidak stabil di samping tempat tidurnya.12
Pada pemeriksaan ultrasonografi toraks, identifikasi tanda dari dua
costa dengan adanya bayangan hiperechoic di posteriornya. Hal inilah
yang biasanya dikenal sebagai bat sign dimana periosteum dari
sternum mewakili sayap-sayapnya dan bayangan hiperechoic garis
pleura di antara costa mewakili badan kelelawar. Jika costa tidak
tervisualisasikan oleh probe, maka secara perlahan probe diarahkan ke
caudal hingga kedua costa tampak di layar.12
15
Gambar 6.Ultrasonografi menunjukkan anatomi normal spatium intercostal bagian
atas12
Ultrasound M-mode dapat digunakan untuk menentukan
pergerakan paru pada ruang diantara iga. Adanya ‘pleural sliding’
merupakan tanda terpenting yang ditemukan pada aerasi paru-paru
yang normal. ‘Pleural sliding’ inilah yang akan tervisualisasi sebagai
seashore sign pada ultrasound M-mode.10
16
Gambar 7.Perbadingan visualisasi pergerakan paru-paru normal dan paru-paru
yang mengalami pneumotoraks10
c. CT-Scan Thorax
CT-Scan diperlukan untuk mendiagnosa pneumotoraks pada pasien
kritis yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan foto x-ray posisi PA
atau lateral dekubitus.CT-Scan toraks lebih spesifik untuk
membedakan antara pneumotoraks primer dan sekunder, dan batas
antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner.
Gambar 4.
CT Scan
Toraks
17
potongan axial menunjukkan adanya gambaran hipodens (panah
hitam)
H. DIAGNOSIS BANDING
1. Emfisema Obstruktif
Empisema merupakan kelainan di mana terjadi pelebaran asinus
yang abnormal, permanen, dan disertai destruksi dinding alveoli paru.
Obstruksi pada emfisema terjadi karena lumen bronkiolus cenderung
untuk kolaps pada saat ekspirasi, hal ini menyebabkan udara terperangkap
di dalam paru. Hal ini terjadi akibat akibat hilangnya elastisitas dinding
alveolus, yang normalnya menahan lumen bronkiolus agar tetap terbuka
saat terjadi ekspirasi. Penyebab terjadinya empisema yaitu oleh defisiensi
antitripsi-alfa1 dan kebiasaan merokok.3
18
Gambar 8. Emfisema. Pada foto konvensional, ditemukan pada Penyakit Paru
Obstruksi Kronik yaitu hiperinflasi, termasuk diafragma mendatar, terutama pada
foto lateral (panah putih gambar B), peningkatan celah retrosternal (panah putus
gambar B), hiperlusens dengan marker vskuler paru ramai, dan arteri pulmonalis
yang terlihat jelas, yang merupakan tanda hipertensi arterial pulmonal (panah
putih gambar A).13
2. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum didefinisikan sebagai perpindahan udara
menuju mediastinum yang terkadang sulit dibedakan dengan
pneumotoraks. Penyebabnya antara lain trauma, peningkatan tekanan
intrapulmonal, terjadi pada saat terjadi oklusi trakea atau bronkus (baik
parsial ataupun komplit), dan ruptur alveoli spontan. Kelainan ini dimulai
dengan robeknya alveoli ke dalam jaringan interstisium paru dan
kemungkinan diikuti dengan pergerakan udara yang progresif ke arah
mediastinum (menimbulkan pneumomediastinum) dan ke arah lapisan
fascia otot-otot leher (menimbulkan emfisema subkutan). Gambaran
radiologik berupa tampak gambaran radiolusen tipis di daerah medial
paru.10
19
(panah putih)9
20
Gambar 10. Infeksi Bulla. Gambar A, terdapat beberapa bulla dinding tipis, tapi
berisi udara pada lapangan atas paru (panah putih). Gambar B, beberapa minggu
kemudian, salah satu dari bulla (panah putus putih) berisi cairan dan udara (panah
hitam). Secara nirmal, bulla berisi udara tetapi dapat terisi penuh atau parsial oleh
cairan akibat infeksi atau perdarahan. Pasien dengan infeksi bulla cenderung tidak
terlalu menimbulkan gejala dibandingkan dengan mereka dengan abses paru, di
mana gambarannya hampir sama.10
21
b. Tipe II : Bentuk kista multipel berdinding tipis dengan ukuran 0,5-2
cm, kista tipe ini dibatasi oleh sel epitel kuboid hingga kolumnar dan
memiliki dinding fibromuskular tipis.
c. Tipe III : Tipe paling jarang, berbentuk massa solid dengan kista
kecil-kecil multipel.
Gambaran radiologik berupa kista multipel dengan ukuran
Scan11
Gambar 11.Foto toraks bayi berusia 2 hari dengan malformasi kistik adenomatoid
kongenital (MKAK) pada lapangan atas paru kanan (panah hitam)10
22
Gambar 12.CT Scan pada basis paru menunjukkan malformasi kista adenomatoid
kongenital (MKAK) bilateral10
I. PENATALAKSANAAN
23
berubah menjadi negatif karena udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena udara keluar melalui jarum tersebut.4,10
2. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :4,13
b. Jarum abbocath
rongga toraks dengan alat bantu torakoskop. Sedangkan tindakan bedah meliputi
pembukaan dinding toraks melalui operasi dan kemudian dicari lubang yang
pleura bisa dilakukan dekortikasi, bila terdapat bagian paru yang mengalami
robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak dapat dilakukan reseksi, dan
pleurodesis.4,
J. PROGNOSIS
dalam 10 hari. Pneumotoraks spontan primer umumnya tidak berbahaya dan bisa
sembuh tanpa intervensi medis. Rekurensi biasanya terjadi dalam 6 bulan sampai
penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), dan pada pasien dengan status
pulmonal, umur muda, dan peningkatan ratio tinggi badan terhadap berat badan.
24
Pada tension pneumothorax tejadi karena beberapa kasus dan secara cepat
K. KESIMPULAN
25
positif diaplikasikan. Pasien dengan pneumotoraks harus mendapat dekomprresi
toraks sebelum dirujuk via ambulans.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Noppen, M, 2010, Spontaneous Pneumothorax: Epidemiology, Pathophysiology
and Cause, Europian Respiratory Review.
2. Sharma, A ., Jinda, P., 2008, Principles of Diagnosis and Management of
Traumatic Pneumothorax, J Emerg Trauma Shock. 2008 Jan-Jun; 1(1): 34–41.
3. Pratomo, IP., 2013. Anatomi dan Fisiologi Pleura. Departemen Pulmonologi dan
Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUP
Persahabatan, Jakarta, Indonesia
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
5. ATLS, 2004. Advance Trauma Life Support For Doctors. American College of
Surgeons Committee on Trauma. Student Course Manual 7th Edition
6. Mason, R J, et al. 2005. Mason: Murray & Nadel's Textbook of Respiratory
Medicine, 4th ed. Saunders.
7. Wibisono, E., Budianto, IR, 2014. Pneumotoraks. Dalam Tanto, C., 2014. Kapita
Selekta Kedokteran. Media Auesculapius: Jakarta
8. ATLS. Student Course Manual. Eight Edition. American of Surgeon Committee
on Trauma.
9. Punarbawa, IWA., Suarjaya, PP., Identifikasi Awal dan Bantuan Hidup Dasar
Pada Pneumotoraks. FK Udayana: Bali.
10. Fishman, A.P., et al., 2008. Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders. Edisi
4, Philadelphia: McGraw-Hill.
11. Tanto, C. et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
12. Alsagaff, H dan Isnu Pradjoko, 2010. Pneumotoraks Dalam: Alsagaff, H dan
Abdul Mukty, 2010. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga
University Press.
13. Malueka, Rusdy, dan Ghazali, 2007. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka
Cendekia Press
27