Anda di halaman 1dari 36

Callosum Neurology, Volume 1, Nomor 2:39-44, 2018

ARTIKEL ASLI
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284

HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI


DENGAN PENURUNAN FUNGSI
KOGNITIF DI PUSKESMAS
SAMALANTAN, KALIMANTAN BARAT
Lasta Arshinta1, Ivo Ariandi1, Sholehuddin Munajjid2
1
Dokter Internsip Puskesmas Samalantan, Kalimantan Barat
2
Dokter Umum Puskesmas Samalantan, Kalimantan Barat

Diterima 11 Agustus 2017 DOI: 10.29342/cnj.v1i2.24


Disetujui 5 Mei 2018
Publikasi 21 Mei 2018 Korespondensi: arshintalasta@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Hipertensi kronis dapat (11,76%) memiliki fungsi kognitif yang terganggu.
mengakibatkan gangguan fungsi kognitif yang akan Sebanyak 13 pasien mengalami hipertensi grade II
memengaruhi kualitas hidup penderita. Penelitian dengan 1 orang diantaranya (7,7%) mengalami
berkaitan dengan masalah ini masih belum banyak gangguan fungsi kognitif. Terdapat 6 pasien yang
dilakukan di Indonesia. mengalami krisis hipertensi dengan 3 orang
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan hipertensi diantaranya (50%) mengalami gangguan fungsi
terhadap penurunan fungsi kognitif pasien di wilayah kognitif. Uji Pearson menunjukkan hipertensi memiliki
kerja Puskesmas Samalantan, Kalimantan Barat. pengaruh terhadap penurunan fungsi kognitif dan
Metode Penelitian: Penelitian observasional-analitik bermakna secara signifikan (p<0.05).
dengan desain penelitian potong lintang. Jumlah Simpulan: Terdapat hubungan antara hipertensi dengan
sampel sebanyak 36 responden, dengan metode terjadinya penurunan fungsi kognitif. Terdapat
consecutive sampling. Kuesioner dan pemeriksaan variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi hasil
Mini-Mental Status Examination (MMSE) pasien penelitian, antara lain kelompok usia, jenis kelamin,
hipertensi selama bulan November-Desember 2016 di pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok, serta
Puskesmas Samalantan, Kalimantan Barat. aktivitas olahraga.
Hasil: Sebanyak 36 responden, 17 pasien memiliki
riwayat hipertensi grade I dengan 2 orang diantaranya

Kata Kunci: Fungsi kognitif, hipertensi, Mini-Mental Status Examination.

ABSTRACT

Background: Chronic high blood pressure will cause Result: Of 36 patients studied, 17 patients had grade I
cognitive function impairment, and will certainly hypertension and 2 of them (11,76%) had cognitive
interfere patient’s quality of life. Nevertheless, in function decline. One out of 13 patients (7,7%) with
Indonesia, studies related to this issue are not much grade II hypertension had cognitive function decline,
done yet. and 3 out of 6 patients (50%) with hypertensive crisis
Purpose: To determine hypertension toward patient’s had cognitive function decline as well. Hypertension
cognitive function decline in Samalantan Public Health had significant effect on cognitive function decline
Center, West Kalimantan. (p<0.05).
Method: This was an observational-analytical study Conclusion: Hypertension is significantly associated
with cross-sectional approach. There were 36 patients with cognitive function decline. However, there are
selected by consecutive sampling. A structured other variables those can affect the outcome of this
questionnaire and MMSE scoring given to study, such as age, gender, education, occupation,
hypertensive patients from November-December 2016 smoking habit, and physical activity.
in Samalantan Public Health Center, West Kalimantan.

Keywords: Cognitive function, hypertension, Mini-Mental Status Examination

39 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Arshinta dkk 2018 ARTIKEL ASLI

Latar Belakang menunjukkan kejadian hipertensi di Indonesia


Hipertensi memerlukan penanggulangan yang secara nasional mencapai 31,7%.5
baik karena dapat menyebabkan kerusakan organ Terdapat hubungan antara peningkatan tekanan
target seperti otak, jantung, ginjal, dan mata. darah dengan penurunan fungsi kognitif dengan
Hipertensi meningkatkan risiko dua kali lipat mekanisme yang belum jelas diketahui. Diduga
terjadinya penyakit jantung koroner dan tiga kali hipertensi dan kronis akan mengakibatkan
lipat terjadinya gagal jantung dan stroke.1 Data gangguan fungsi kognitif yang dapat berlanjut
dari World Health Organization (WHO) dan The menjadi demensia vaskular dibandingkan dengan
International Society of Hypertension (ISH) individu yang normotensi.6 Hipertensi
menunjukkan saat ini terdapat 600 juta penderita menyebabkan perubahan adaptif pada pembuluh
hipertensi di seluruh dunia, dengan 3 juta darah serebral dan mencetuskan terjadinya
diantaranya meninggal dunia setiap tahunnya. hipoperfusi, kerusakan substansia alba, hingga
Tujuh dari setiap 10 penderita tidak mendapatkan gangguan mikrovaskular. Hipertensi
pengobatan secara adekuat.2 menyebabkan terjadinya arteriosklerosis pada
Hipertensi merupakan kondisi yang kompleks. jaringan serebral yang berhubungan dengan
Kondisi ini berupa peningkatan menetap tekanan terjadinya gangguan kognitif. Kapiler dan arteriol
darah yang penyebabnya tidak diketahui jaringan serebral akan mengalami penebalan
(hipertensi primer) maupun yang penyebabnya dinding akibat deposisi hyalin dan proliferasi
berhubungan dengan penyakit lain (hipertensi tunika intima yang menyebabkan penyempitan
sekunder). Eighth Joint National Committee diameter lumen dan peningkatan resistensi
(JNC-8) membagi klasifikasi tekanan darah orang pembuluh darah. Hal tersebut akan menyebabkan
dewasa sebagai klasifikasi normal (tekanan darah penurunan perfusi jaringan serebral yang dapat
sistolik di bawah 120 mmHg dan tekanan darah menyebabkan iskemia dan infark lakunar jaringan
diastolik di bawah 80 mmHg), pre-hipertensi serebral, khususnya substansia alba serebri.7
(tekanan darah sistolik berkisar dari 120-139 Hipertensi meningkatkan risiko kerusakan sistem
mmHg atau tekanan darah diastolik berkisar dari regulasi neurovaskuler yang merupakan
80-89 mmHg), hipertensi derajat I (tekanan darah komponen penting dalam mengatur fungsi
sistolik berkisar dari 140-159 mmHg atau tekanan motorik dan fungsi kognitif.8
darah diastolik berkisar dari 90-99 mmHg), dan Beberapa penelitian sebelumnya telah
hipertensi derajat II (tekanan darah sistolik lebih mengungkapkan bahwa hipertensi jangka panjang
dari atau sama dengan 160 mmHg atau tekanan dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif
darah diastolik lebih dari atau sama dengan 100 yang mengganggu kualitas hidup penderita.
mmHg).3 Klasifikasi tambahan berupa krisis Namun penelitian serupa di Indonesia masih
hipertensi, yaitu peningkatan tekanan darah yang belum banyak dilakukan, terutama di wilayah
berat, yaitu tekanan darah sistolik di atas 180 kerja Puskesmas Samalantan, Kabupaten
mmHg atau tekanan darah diastolik di atas 120 Bengkayang, Kalimantan Barat.
mmHg, dengan atau tanpa gangguan fungsi target
organ seperti sindrom koroner akut, gagal jantung Metode Penelitian
akut dekompensasi, ensefalopati, perdarahan Penelitian ini dimulai sejak bulan November-
intraserebral, dan gagal ginjal akut. Krisis Desember 2016. Metode penelitian yang
hipertensi terbagi menjadi hipertensi urgensi, di digunakan adalah penelitian deskriptif analitik
mana terjadi peningkatan tekanan darah >180/120 dengan jenis korelasi dan desain penelitian potong
mmHg namun tidak terdapat gangguan target lintang. Pengukuran tekanan darah sesuai kriteria
organ, dan hipertensi emergensi, yaitu JNC–8 terhadap seluruh pasien yang berusia ≥45
peningkatan tekanan darah >180/120 mmHg dan tahun yang berobat ke Puskesmas Samalantan.
disertai gangguan target organ.4 Diperkirakan Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pria
pada tahun 2025, kejadian hipertensi akan dan/atau wanita dengan usia ≥45 tahun, menderita
meningkat menjadi 60% dari seluruh populasi, hipertensi atau memiliki riwayat hipertensi,
yaitu sekitar 1,56 miliar jiwa. Data Riset pendidikan minimal sekolah dasar (SD) atau
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Badan Penelitian sederajat. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini
dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) adalah apabila pasien menolak untuk
diikutsertakan dalam penelitian, pasien tidak

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 40


ARTIKEL ASLI Arshinta dkk 2018

dapat menyelesaikan tes MMSE, pasien dengan mengalami krisis hipertensi dengan 3 orang
gangguan psikiatri, retardasi mental, riwayat diantaranya (50%) mengalami gangguan fungsi
stroke, tumor otak, trauma kepala, menderita kognitif.
infeksi sistem saraf pusat, epilepsi, penyakit
Tabel 1. Karakteristik responden
Parkinson, riwayat mendapat terapi obat
Variabel n(%)
penenang, dan pasien dengan depresi. Sebanyak
Usia
36 subjek penelitian telah dipilih dengan
45-50 tahun 15(41,7)
menggunakan teknik consecutive sampling. Alur
51-55 tahun 11(30,6)
penelitian dibuat dalam kerangka yang terdapat
56-60 tahun 7(19,4)
dalam gambar 1. Seluruh subjek penelitian
61-65 tahun 2(5,6)
diminta persetujuannya untuk diikutsertakan
>65 tahun 1(2,8)
dalam penelitian dengan informed consent
Jenis kelamin
tertulis.
Perempuan 21(58,3)
Laki-laki 15(41,7)
Persiapan alat dan
Riwayat pendidikan
bahan
Tidak tamat SD 4(11,1)
Tamat SD 16(44,4)
Pasien berusia ≥45 Tamat SMP 12(33,3)
tahun Tamat SMA 1(2,8)
Perguruan tinggi 3(8,3)
Kriteria inklusi Pekerjaan
Kriteria eksklusi Tidak bekerja 11(30,6)
Pengukuran tekanan Bekerja 25(69,4)
darah dan pengisian Perilaku merokok
kuesioner Tidak merokok 23(63,9)
Merokok 13(36,1)
Pengukuran fungsi
Aktivitas olahraga
kognitif Tidak rutin olahraga 35(97,2)
Rutin olahraga 1(2,8)
Tingkat fungsi kognitif
Pencatatan hasil dan Normal 30(83,3)
analisis Gangguan fungsi kognitif ringan 6(16,7)
Gambar 1. Alur penelitian Gangguan fungsi kognitif berat 0(0)

Hasil Penelitian Pembahasan


Sebanyak 36 responden dengan karakteristik Beberapa faktor berhubungan dengan penurunan
sosiodemografis responden ditunjukkan pada fungsi kognitif. Secara statistik, hipertensi
tabel 1. memiliki pengaruh terhadap penurunan fungsi
Selanjutnya fungsi kognitif pasien ditabulasikan kognitif dan bermakna secara signifikan (p<0.05).
dengan karakteristik responden. Didapatkan Hasil penelitian ini menunjukkan frekuensi
fungsi kognitif normal pada 30 orang pasien gangguan fungsi kognitif pada pasien dengan
(83,3%) dengan skor MMSE > 24, sedangkan hipertensi yang serupa dengan beberapa
sebanyak 6 pasien (16,7%) memiliki gangguan penelitian sebelumnya. Terdapat hubungan antara
fungsi kognitif ringan (skor MMSE 18-23). Tidak kondisi hipertensi terhadap kejadian gangguan
terdapat pasien yang memiliki gangguan fungsi fungsi kognitif yang dialami.9
kognitif berat (hasil MMSE ≤ 17). Faktor usia berhubungan dengan kejadian
Sebanyak 17 pasien memiliki riwayat hipertensi penurunan fungsi kognitif seseorang. Semakin
grade I dengan 2 orang di antaranya (11,76%) meningkat usia maka penurunan fungsi kognitif
memiliki fungsi kognitif yang terganggu. akan semakin nyata. Penelitian yang
Sebanyak 13 pasien mengalami hipertensi grade dipublikasikan sebelumnya menunjukkan
II dengan 1 orang di antaranya (7,7%) mengalami hubungan positif antara meningkatnya usia
gangguan fungsi kognitif. Terdapat 6 pasien yang dengan menurunnya fungsi kognitif.10,11

41 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Arshinta dkk 2018 ARTIKEL ASLI

Tabel 2. Distribusi frekuensi fungsi kognitif dengan karakteristik responden


Hipertensi Fungsi kognitif normal Fungsi kognitif terganggu Total
Frekuensi (%) Frekuensi (%)
Hipertensi
Pre-hipertensi 0 (0) 0 (0) 0
Hipertensi grade I 15 (88,2) 2 (11,7) 17
Hipertensi grade II 12 (92,3) 1 (7,7) 13
Krisis hipertensi 3 (50) 3 (50) 6
Total 30 6 36
Jenis kelamin
Laki-laki 13 (86,7) 2 (13,3) 15
Perempuan 17 (80,9) 4 (19,1) 21
Total 30 6 36
Usia
45-50 tahun 14 (93,3) 1 (6,7) 15
51-55 tahun 11 (100) 0 (0) 11
56-60 tahun 4 (57,1) 3 (42,9) 7
61-65 tahun 1 (50) 1 (50) 2
>65 tahun 0 (0) 1 (100) 1
Total 30 6 36
Tingkat Pendidikan
Tidak tamat SD 0 (0) 4 (100) 4
Tamat SD 15 (93,7) 1 (6,3) 16
Tamat SMP 11 (91,6) 1 (8,4) 12
Tamat SMA 1 (100) 0 (0) 1
Perguruan tinggi 3 (100) 0 (0) 3
Total 30 6 36
Pekerjaan
Tidak bekerja 7 (63,6) 4 (36,4) 11
Bekerja 23 (92) 2 (8) 25
Total 30 6 36
Perilaku Merokok
Tidak merokok 20 (86,9) 3 (13,1) 23
Merokok 10 (76,9) 3 (23,1) 13
Total 30 6 36
Aktivitas Olahraga
Tidak rutin 29 (82,8) 6 (17,2) 35
Rutin olahraga 1 (100) 0 (0) 1
Total 30 6 36

Hubungan jenis kelamin dengan penurunan fungsi mengalami gangguan fungsi kognitif ringan.
kognitif menunjukkan individu wanita lebih Semakin tinggi tingkat pendidikan berhubungan
berisiko mengalami penurunan fungsi kognitif dengan makin rendahnya kejadian gangguan
yang disebabkan adanya perubahan level hormon fungsi kognitif. Kelompok pasien yang tidak
seks endogen. Rendahnya level estradiol dalam bekerja memiliki proporsi mengidap gangguan
tubuh telah dikaitkan dengan penurunan fungsi kognitif yang lebih besar dibandingkan pasien
kognitif umum dan memori verbal.12,13 yang masih aktif bekerja. Individu dengan
Pengaruh penurunan fungsi kognitif juga pendidikan dan sosioekonomi yang lebih tinggi
ditunjukkan oleh tingkat pendidikan serta status memiliki fungsi kognitif yang lebih baik. Edukasi
pekerjaan responden. Peneltian ini menunjukkan menimbulkan efek langsung pada struktur otak di
seluruh responden yang tidak tamat SD awal kehidupan dengan meningkatkan jumlah

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 42


ARTIKEL ASLI Arshinta dkk 2018

sinaps atau vaskularisasi dan membuat cadangan bermanfaat dalam mempertahankan fungsi
fungsi kognitif, yang dikenal dengan teori kognitif pada orang tua antara lain senam aerobik,
“kapasitas cadangan”. Selain itu, pendidikan di tenis meja, dan badminton. Sebuah penelitian di
awal kehidupan memiliki pengaruh pada Minnesota mengungkapkan bahwa gerakan yang
kehidupan ke depannya, yaitu timbulnya stimulasi cenderung konstan dan berlangsung cepat seperti
mental untuk berpendidikan lebih tinggi lagi, aerobik yang dilakukan selama 30 menit/ hari
yang memberikan dampak positif terhadap sebanyak 5 kali dalam seminggu terbukti
neurokimia dan menjaga integritas struktural di berhubungan dengan pemeliharaan fungsi
otak.14 kognitif yang lebih baik.16
Kebiasaan merokok dan berolahraga memiliki
hubungan yang signifikan. Hubungan rutinnya Simpulan
mengonsumsi rokok dengan penurunan fungsi Kondisi hipertensi memiliki hubungan terhadap
kognitif ditunjukkan pada kelompok yang penurunan fungsi kognitif seseorang, semakin
memiliki kebiasaan merokok. Merokok pada usia tinggi derajat hipertensi, semakin besar persentase
pertengahan berhubungan dengan kejadian penurunan fungsi kognitif yang dapat terjadi.
gangguan fungsi kognitif pada usia lanjut, Terdapat variabel-variabel lain, yaitu kelompok
sedangkan status masih merokok dihubungkan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
dengan peningkatan insiden demensia.15 Pasien kebiasaan merokok, dan aktivitas olahraga yang
yang tidak rutin berolahraga memiliki proporsi memiliki pengaruh bermakna pada subjek
gangguan fungsi kognitif yang lebih banyak penelitian dengan riwayat hipertensi terhadap
dibandingkan kelompok pasien yang rutin gangguan fungsi kognitif.
berolahraga. Hubungan antara aktivitas olahraga
dengan kemampuan kognitif, terutama untuk Laporan penelitian ini diajukan dalam sesi ilmiah
diamati pada kelompok lanjut usia. Individu yang presentasi poster di The Bali Neurology Update 5th
yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter
memiliki rutinitas berolahraga memiliki
Spesialis Saraf Indonesia cabang Denpasar bekerja
kemampuan penalaran, fungsi eksekutif, ingatan, sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas
dan waktu reaksi yang lebih baik dibandingkan Udayana dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
dengan individu yang jarang atau tidak pernah Denpasar tanggal 22-24 September 2017 di Denpasar,
berolahraga. Jenis olahraga yang dianggap Bali.

Daftar Rujukan cognitive function: a scientific statement from the


1. Rubattu S, Pagliaro B, Pierelli G, Santolamazza C, American Heart Association. Hypertension.
Castro SD, Mennuni S, dkk. Pathogenesis of target 2016;68(6):67-94.
organ damage in hypertension: role of 8. Gąsecki D, Kwarciany M, Nyka W, Narkiewicz K.
mitochondrial oxidative stress. Int J Mol Sci. Hypertension, brain damage and cognitive decline.
2014;16(1):823-839. Curr Hypertens Rep. 2013;15(6):547-558.
2. Whitworth JA. World Health Organization 9. Goldstein FC, Levey AI, Steenland NK. High blood
(WHO)/International Society of Hypertension pressure and cognitive decline in mild cognitive
(ISH) Statement on Management of Hypertension. impairment. J Am Geriatr Soc. 2013;61(1):67-73.
J Hypertension. 2003;21(11):1983-1992. 10. Borson S, Scanlan J, Hummel J, Gibbs K, Lessig
3. Bell K, Twiggs J, Olin BR. Hypertension: The M, Zuhr E. Implementing routine cognitive
silent killer: updated JNC-8 guideline screening of older adults in primary care: process
recommendations. Alabama Pharmacy and impact on physician behavior. J Gen Intern
Association. 2015;1-8. Med. 2007;22(6):811-817.
4. Mallidi J, Penumetsa S, Lotfi A. Management of 11. Myers JS. Factors associated with changing
Hypertensive Emergencies. J Hypertens. cognitive function in older adults: Implications for
2013;2(117). nursing rehabilitation. Rehabil Nurs.
5. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Badan 2008;33(3):117-123.
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 12. Janicki SC, Schupf N. Hormonal influences on
Kementerian RI tahun 2013. cognition and risk for Alzheimer’s disease. Curr
6. Obisesan TO. Hypertension and cognitive function. Neurol Neruosci Rep. 2010;10(5):359-366.
Clin Geriatr Med. 2009;25(2):259-288. 13. Luine VN. Estradiol and cognitive function: past,
7. Iadecola C, Yaffe K, Biller J, Bratzke LC, Faraci present and future. Horm Behav. 2014;66(4):602-
FM, Gorelick PB, dkk. Impact of hypertension on 618.

43 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Arshinta dkk 2018 ARTIKEL ASLI

14. Lee S, Kawachi I, Berkman LF, Grodstein F. cohort study. Arch Gen Psychiatry.
Education, other socioeconomic indicators, and 2012;69(6):627-635.
cognitive function. Am J Epidemiol. 16. Gajewski PD, Falkenstein M. Physical activity and
2003;157(8):712-720. neurocognitive functioning in aging-a condensed
15. Sabia S, Elbaz A, Dugravot A, Head J, Shipley M, updated review. Eur Rev Aging Phys Act,
Hagger-Johnson G, dkk. Impact of smoking on 2016;13(1).
cognitive decline in early old age: the Whitehall II

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 44


Callosum Neurology, Volume 1, Nomor 2:45-48, 2018
ARTIKEL ASLI
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284

HUBUNGAN THRIVE SCORE


TERHADAP BARTHEL INDEX PASIEN
STROKE ISKEMIK AKUT DI UNIT
STROKE RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) DR. SARDJITO
John Kenedi1, Paryono Paryono2, Ismail Setyopranoto2
1
Residen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
2
Neurolog Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Diterima 11 Agustus 2017 DOI: 10.29342/cnj.v1i2.25


Disetujui 5 Mei 2018
Publikasi 21 Mei 2018 Korespondensi: kanny222003@yahoo.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Prediktor awal yang akurat terhadap yang meliputi data The National Institutes of Health
luaran fungsional sangat diperlukan dalam tatalaksana Stroke Scale (NIHSS), usia, riwayat menderita diabetes
pasien stroke iskemik akut. THRIVE (The Total Health mellitus (DM), hipertensi, dan atrial fibrilasi (AF)
Risk In Vascular Events) score telah divalidasi dan diambil melalui formulir laporan kasus. Nilai skor
digunakan sebagai prediktor luaran pasien stroke Barthel Index diambil saat pasien keluar rumah sakit.
iskemik akut yang akan menjalani prosedur Hasil: Subjek penelitian berjumlah 90 dengan proporsi
endovaskular maupun recombinant-tissue 60 subjek laki-laki (66,6%) dan 30 subjek perempuan
Plasminogen Activator (r-tPA) intravena. (33,3%). Uji Chi-Square menunjukkan adanya korelasi
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan THRIVE score signifikan antara tingginya THRIVE score dengan
terhadap skor Barthel Index pada pasien dengan stroke rendahnya skor Barthel Index dengan nilai p = 0,001 (p
iskemik akut di Unit Stroke RSUP Dr. Sardjito. <0,05).
Metode Penelitian: Penelitian deskriptif analitik Simpulan: Nilai THRIVE score saat masuk yang tinggi
dengan metode potong lintang. Diagnosis stroke berhubungan dengan skor Barthel Index pasien yang
iskemik ditegakkan dengan pemeriksaan Computed rendah saat keluar rumah sakit.
Tomography (CT)-sken kepala. Data THRIVE score

Kata Kunci: Stroke iskemik akut, luaran klinis, THRIVE score, Barthel Index.

ABSTRACT

Background: Early accurate predictor of functional (CT)-scan. THRIVE score data including The National
outcome is necessary in acute ischemic stroke. Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) score, age,
THRIVE (The Total Health Risk In Vascular Events) history of DM, hypertension, and atrial fibrillation are
score have been validated and used as predictor of taken from case report form. The Barthel Index was
outcome in patients with acute ischemic stroke who taken during discharged.
receive intravenous recombinant-tissue Plasminogen Result: Ninety subjects included in this study, 60 are
Activator (r-tPA) and endovascular intervention. males (66.6%) and 30 are females (33.3%). The Chi-
Purpose: To determine the relation of THRIVE score Square showed a significant correlation between high
to Barthel Index in acute ischemic stroke patients at THRIVE score with low score of Barthel Index with p
Stroke Unit Dr. Sardjito Central General Hospital. value = 0.001 (p < 0.05).
Method: This study used analytic descriptive design Conclusion: Patients’ high admission THRIVE score
and cross-sectional method. Ischemic stroke is correlated with low score of Barthel Index during
diagnosed based on Head Computed Tomography discharge.

Keywords: Acute ischemic stroke, clinical outcome, THRIVE score, Barthel index.

45 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Kenedi dkk 2018 ARTIKEL ASLI

Latar Belakang (CT-sken kepala) dan yang memenuhi kriteria


Stroke merupakan ancaman terbesar timbulnya penelitian. Kriteria inklusi meliputi:
kecacatan jangka panjang dan angka kematian. 1. diagnosis ditegakkan melalui CT-sken kepala,
Setiap tahun terdapat 795.000 pasien mengalami 2. usia lebih dari 18 tahun,
stroke, baik serangan baru maupun berulang. 3. pasien stroke iskemik akut baik laki-laki
Sekitar 610.000 merupakan stroke serangan baru maupun perempuan yang pertama kali
dan 185.000 adalah stroke berulang. Sekitar 85% serangan dengan awitan serangan kurang dari
dari data tersebut adalah stroke iskemik. Stroke 72 jam,
menyebabkan disabilitas jangka panjang.1 Data di 4. bersedia ikut dalam penelitian.
Indonesia menunjukkan dari seluruh pasien stroke Kriteria eksklusi adalah:
yang dirawat di bangsal kurang lebih 5% 1. pasien dengan gangguan kesadaran baik
meninggal.2 kuantitatif maupun kualitatif,
Beberapa skor prediktor telah dipublikasikan 2. infeksi sistemik dan atau sepsis,
beberapa tahun terakhir guna memprediksi luaran 3. riwayat stroke sebelumnya,
stroke iskemik (luaran fungsional, mortalitas, dan 4. riwayat penyakit autoimun dan keganasan.
risiko perdarahan setelah pemberian r-tPA). Setiap pasien dihitung THRIVE score yang terdiri
Instrumen THRIVE score pada awalnya dari usia, tingkat keparahan awal stroke yang
dikembangkan dan divalidasi dalam konteks diukur dengan NIHSS, dan ada atau tidaknya
Endovascular Stroke Treatment (EST), namun hipertensi, DM, dan AF. Penilaian THRIVE score
dalam perkembangannya juga memiliki manfaat dihitung 1 poin untuk usia 60-79 tahun, 2 poin
yang sama dalam memprediksi luaran pasien- pada usia ≥80 tahun, 2 poin pada skor NIHSS 11-
pasien yang diberikan r-tPA ataupun yang tidak 20, 4 poin untuk skor NIHSS ≥21, dan masing-
diberikan.1 Pasien dengan THRIVE score sedang masing 1 poin setiap adanya hipertensi, DM, dan
dan tinggi memiliki skor luaran yang buruk pada AF yang dapat dilihat pada tabel 1. Luaran pasien
saat pulang yang diukur dengan modified Rankin diukur dengan skor fungsional pada Barthel Index
Scale (mRS) dan Barthel Index (BI), meskipun (luaran baik ≥60 dan luaran buruk <60).
THRIVE score tidak signifikan berhubungan
Tabel 1. THRIVE score
dengan luasnya volume infark.1 Analisis THRIVE
Parameter Poin
score menunjukkan kemampuan prediksi yang
NIHSS
baik dalam menilai luaran jangka panjang (6 dan
≤10 0
12 bulan) dan mortalitas pasien dengan stroke
11-20 2
iskemik di Cina.3
≥21 4
Barthel Index adalah skala untuk mengukur
Usia
kemampuan dan ketergantungan aktivitas sehari-
≤59 0
hari pada pasien stroke.4 Beberapa penelitian
60-79 1
menggunakan cut of score ≥60 (mandiri), 40-60
≥80 3
(dengan bantuan), ≤40 (tergantung).3 Sedangkan
(1 poin setiap adanya Hipertensi, DM,
penelitian lain menggunakan cut of score <85
dan AF)
(ketergantungan) dan ≥85 (mandiri). 5 Tujuan
Hipertensi 1
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
DM 1
THRIVE score terhadap luaran fungsional yang
AF 1
dinilai dengan Barthel Index pada pasien stroke
Total 0-9
iskemik akut di Unit Stroke RSUP Dr. Sardjito.
Keterangan: The Total Health Risk In Vascular Events
(THRIVE), The National Institutes of Health Stroke
Metode Penelitian Scale (NIHSS), Diabetes Mellitus (DM), Atrial
Rancangan penelitian ini adalah deskriptif analitik Fibrilasi (AF)
dengan metode potong lintang. Populasi
terjangkau adalah kelompok pasien stroke Hasil Penelitian
iskemik akut yang dirawat inap di Unit Stroke Data pasien stroke iskemik akut yang dirawat inap
RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, yang didiagnosis di unit stroke RSUP Dr. Sardjito pada bulan
sebagai stroke iskemik akut berdasarkan Januari 2013-Desember 2014 diambil melalui
anamnesis, pemeriksaan klinis, dan penunjang

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 46


ARTIKEL ASLI Kenedi dkk 2018

formulir laporan kasus yang diisi pada pasien stroke fase akut dikaitkan dengan luaran yang
yang dirawat di unit stroke, didapatkan 115 buruk.6
formulir laporan kasus dengan data diagnosis
Tabel 3. Analisis Chi-Square THRIVE score
stroke iskemik akut. Sebanyak 25 formulir pasien
terhadap Barthel Index
tidak dimasukkan dalam penelitian karena
Barthel Index
termasuk kriteria eksklusi. Data demografis, usia,
Baik Buruk nilai
faktor risiko hipertensi, DM, AF, dan NIHSS
(≥60) (<60) p
dicatat pada saat masuk. Karakteristik subjek
n(%) n(%)
penelitian dapat dilihat pada tabel 2.
Ringan
Tabel 2. Karakteristik subjek 40(71) 16(28,6)
THR (0-2)
Variabel Jumlah % IVE Sedang- 0,001
Usia (rerata) 57,9 score
berat 9(26,5) 25(73,5)
Jenis kelamin (≥3)
Laki-laki 60 66,6 Total 49(54) 41(45)
Perempuan 30 333 Keterangan: The Total Health Risk In Vascular Events
Faktor risiko (THRIVE)
Hipertensi 77 85
Probabilitas penyembuhan stroke berguna untuk
Diabetes Mellitus 30 33
pasien, keluarga, dan dokter pada praktik klinis.
Fibrilasi atrial 4 4,4
Dokter spesialis saraf sebaiknya mampu
NIHSS saat masuk
menentukan luaran pada pasien dengan skor
Ringan (0-4) 46 51
prediksi yang adekuat. Beberapa skor prognosis
Sedang (5-15) 35 38,8
guna memprediksi luaran stroke iskemik, seperti
Sedang-berat (16-20) 9 10
BOAS (Bologna Outcome Algorithm for Stroke)
Barthel Index
scale, iScore, skor PLAN (preadmission
Luaran baik (≥60) 49 54,4
comorbidities, level of consciousness, age,
Luaran buruk (<60) 41 45,5
neurologic deficit), skor ASTRAL (age, severity
THRIVE score
of stroke measured by admission NIH Stroke
Ringan (0-2) 56 62
Scale score, stroke onset to admission time, range
Sedang-berat (≥3) 34 37
of visual fields, acute glucose, and level of
Keterangan: The Total Health Risk In Vascular Events
(THRIVE), The National Institutes of Health Stroke
consciousness), dan skor DRAGON
Scale (NIHSS) ([hyper]dense middle cerebral artery sign or early
infarct signs on admission CT head scan, pre-
Analisis variabel bebas (THRIVE score) terhadap stroke modified Rankin Scale score 1, age,
variabel tergantung (Barthel Index) menunjukkan glucose level on admission, onset-to-treatment
terdapat hubungan yang bermakna secara statistik time, and NIHSS score). Akan tetapi skor tersebut
antara THRIVE score dengan Barthel Index memiliki banyak variabel dan sebagian besar dari
subjek (p=0,001). Luaran buruk terjadi secara sistem skor tersebut memerlukan pencitraan
signifikan pada pasien dengan THRIVE score ≥3, kepala. Instrumen THRIVE score memiliki
sesuai dengan tabel 3. beberapa keuntungan dibandingkan sistem skor
yang lain berupa kemudahan untuk dihitung
Pembahasan berdasarkan faktor risiko pasien yang diketahui
Penelitian ini menunjukan dari 90 kasus stroke tanpa memerlukan pemeriksaan laboratorium dan
iskemik akut rerata usia pasien adalah 59 tahun neuroimaging.7
dan lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki. Hasil penelitian ini menunjukkan kemampuan
Hal ini sesuai dengan studi sebelumnya yang yang kuat THRIVE score guna memprediksi
menunjukkan prevalensi stroke lebih banyak pada luaran fungsional pasien dengan stroke iskemik
laki-laki. Faktor risiko hipertensi sebanyak 85% akut. Keterbatasan pada penelitian ini adalah tidak
(n=77), DM 33% (n=30), dan AF sebanyak 4,4% memiliki data luaran fungsional tiga bulan setelah
(n=4). Hipertensi saat terjadinya stroke iskemik stroke dikarenakan rancangan studi retrospektif.
akut berhubungan dengan respons inflamasi yang
dapat memperburuk luaran neurologis. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa hipertensi pada

47 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Kenedi dkk 2018 ARTIKEL ASLI

Simpulan Laporan penelitian ini diajukan dalam sesi ilmiah


Penilaian THRIVE score yang tinggi saat masuk presentasi poster di The Bali Neurology Update 5th
rumah sakit pada pasien dengan stroke iskemik yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter
akut berhubungan dengan skor Barthel index yang Spesialis Saraf Indonesia cabang Denpasar bekerja
sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas
rendah saat keluar dari rumah sakit.
Udayana dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar tanggal 22-24 September 2017 di Denpasar,
Bali.

Daftar Rujukan
1. Flint AC, Faigeles BS, Cullen SP, Kamel H, Rao Cerebrovasc Dis. 2016;25(10):2331–2337.
VA, Gupta R, dkk. THRIVE Score Predicts 5. Nakao S, Takata S, Uemura H, Kashihara M, Osawa
Ischemic Stroke Outcomes and Thrombolytic T, Komatsu K, dkk. Relationship between Barthel
Hemorrhage Risk in VISTA. Stroke. Index scores during the acute phase of rehabilitation
2013;44(12):3365-3369. and subsequent ADL in stroke patients. J Med
2. Lamsudin R. Profil Stroke di Yogyakarta, mortalitas Invest. 2010;57(1-2):81–88.
dan faktor risiko Stroke. BKM. 1998;14(1):71–87. 6. Go AS, Mozaffarian D, Roger VL. Heart Disease
3. Sulter G, Steen C, Keyser J De. Use of the Barthel and Stroke Statistics-2013 Update. Circulation.
Index and Modified Rankin Scale in Acute Stroke 2013;127(1):e6–e245.
Trials. Stroke. 1999;30:1538–1541. 7. Kamel H, Patel N, Rao VA, Cullen SP, Faigeles BS,
4. Chen W, Liu G, Fang J, Wang Y, Song Y, Pan Y, Smith WS, dkk. The totaled health risks in vascular
dkk. External Validation of the Totaled Health Risks events (THRIVE) score predicts ischemic stroke
in Vascular Events Score to Predict Functional outcomes independent of thrombolytic therapy in
Outcome and Mortality in Patients Entered into the the NINDS tPA trial. J Stroke Cerebrovasc Dis.
China National Stroke Registry. J Stroke 2013;22(7):1111-1116.

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 48


Callosum Neurology, Volume 1, Nomor 2: 49-57, 2018
LAPORAN SERI KASUS
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284

LAPORAN SERI KASUS: STROKE


PERDARAHAN PADA PASIEN
DENGAN KEHAMILAN
Ditha Praritama Sebayang1, Ismail Setyopranoto2, Indarwati Setyaningsih2
1
Residen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
2
Neurolog Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Diterima 11 Agustus 2017 DOI: 10.29342/cnj.v1i2.31


Disetujui 5 Mei 2018
Publikasi 21 Mei 2018 Korespondensi: drdithasebayang@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Kehamilan dan pascapersalinan kelemahan anggota gerak kanan, pelo, dan perot yang
dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke melalui mendadak. Pasien menyangkal memiliki riwayat
mekanisme. Tidak banyak laporan kasus mengenai hipertensi, kencing manis, stroke sebelumnya,
variasi manifestasi klinis stroke perdarahan pada dislipidemia, dan penyakit jantung. Kesadaran pasien
kehamilan dan pasca persalinan menjadi alasan sopor (E3V2M5) dengan PIS di temporoparietalis
pemilihan kasus ini. sinistra sebanyak 42,5mL.
Kasus: : Kasus 1: Ny. A berusia 36 tahun, G2P1A0, Diskusi: : Kedua pasien dirawat di Unit Stroke Rumah
usia kehamilan 33 minggu dengan sindrom Sakit Umum Pusat Dr Sardjito mengalami PIS dengan
peningkatan tekanan intrakranial (PTIK), gangguan kecurigaan lesi vaskular sekunder (AVM atau
komunikasi, dan kelemahan anggota gerak kanan aneurisma) sebagai etiologinya. Penatalaksanaan pada
mendadak. Pasien rutin menggunakan kontrasepsi kedua pasien menggunakan panduan terapi PIS serta
suntik, memiliki riwayat hipertensi sebelum menyesuaikan kondisi ibu dan janin.
kehamilan anak kedua, menyangkal mengidap Simpulan: Kondisi PIS dalam kehamilan dan
penyakit kencing manis dan dislipidemia. Kesadaran pascapersalinan menyebabkan morbiditas dan
pasien compos mentis dengan perdarahan mortalitas. Penatalaksanaan stroke selama kehamilan
intraserebral (PIS) di temporalis sinistra sebanyak memerlukan perawatan interdisipliner dari bedah
21mL. Kasus 2: Ny. S berusia 38 tahun, G3P2A0, saraf, neurologi, dan obstetri.
usia kehamilan 35 minggu dengan sindrom PTIK,

Kata Kunci: stroke, perdarahan intraserebral, kehamilan.

ABSTRACT

Background: Pregnancy and the postpartum period are weeks pregnancy with IICP, right hemiparesis, and
associated with an increased risk of stroke through slurred speech. There is no history of hypertension,
various mechanisms. Lacking of hemorrhage stroke diabetes mellitus, prior stroke, dyslipidemia, and heart
case report related pregnancy and postpartum, disease.
underlied the choice of these cases. Discussion: Both patients had ICH with suspected
Case Illustration: Case 1: Mrs. A, 36 years old, etiology was secondary vascular lesion (AVM or
G2P1A0, 33 weeks pregnancy with increased aneurysm). Management for both patients with ICH
intracranial pressure syndrome (IICP), communication guideline and adjusted with the maternal and fetal
disturbance, and right hemiparesis. Patient with condition.
injected contraception and hypertension history. Conclusion: Intracerebral hemorrhage during
Denied the history of diabetes mellitus and pregnancy and postpartum is a significant cause of
dyslipidemia. The patient is compos mentis with morbidity and mortality. Management of ICH during
intracerebral hemorrhage (ICH) 21mL volume in left pregnancy may require interdisciplinary care from
temporal. Case 2: Mrs. S, 38 years old, G3P2A0, 35 neurosurgery, neurology, and obstetrics.

Keywords: stroke, intracerebral hemorrhage, pregnancy

49 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Sebayang dkk 2018 LAPORAN SERI KASUS
Latar Belakang kehamilan 33 minggu. Pasien rutin
Kehamilan dan periode pascapersalinan memeriksakan diri selama kehamilan. Anak
berhubungan dengan meningkatnya risiko stroke pertama pasien telah berusia 12 tahun.
iskemia maupun perdarahan. Stroke jarang Pada hari masuk rumah sakit, pasien mendadak
terjadi pada usia muda namun apabila terjadi mengalami nyeri kepala berat disertai dengan
pada perempuan yang sedang hamil maka muntah menyemprot beberapa kali diikuti,
kondisi tersebut akan sangat membahayakan ibu dengan kelemahan anggota gerak kanan, pelo,
dan janin. Insiden stroke berkisar 9-26 kasus perot serta kesulitan komunikasi.
dalam 100.000 kehamilan dan persalinan. Pemeriksaan fisik menunjukkan status kesadaran
Penyebab stroke pada kehamilan dan kompos mentis dengan afasia global dan
pascapersalinan yaitu preeklampsia, eklampsia, hemiparesis dekstra. Tekanan darah saat masuk
emboli cairan amnion, angiopati pascapersalinan, 150/90mmHg. Hasil pemeriksaan urin
dan kardiomiopati pascapersalinan.1 menunjukkan proteinuria +1. Pemeriksaan
Stroke perdarahan mencakup 38% dari semua obstetrik menunjukkan tinggi fundus uteri (TFU)
kasus stroke terkait kehamilan. Perdarahan sesuai dengan usia kehamilan, denyut jantung
subarakhnoid oleh karena aneurisma dan ruptur janin (DJJ) terdengar dan regular, tanpa disertai
malformasi arteriovenosa merupakan penyebab kontraksi uterus maupun perdarahan.
yang paling dominan. Penyebab lain perdarahan Penilaian klinis tidak menunjukkan terjadinya
intraserebral (PIS) pada kehamilan yaitu kondisi eklampsia. Selanjutnya dilakukan
preeklampsia dan eklampsia, koagulopati, pemeriksaan penunjang dengan Computed
trauma, dan cerebral venous thrombosis. Kondisi Tomography (CT)-scan kepala yang
disseminated intravascular coagulation (DIC) menunjukkan adanya PIS di lobus temporalis kiri
yang muncul segera setelah pascapersalinan bervolume 21 mL tanpa adanya perdarahan
pernah dilaporkan sebagai penyebab PIS. ventrikel maupun herniasi (Gambar 1).
Perdarahan intraserebral menyebabkan 7,1% dari Kasus 2:
keseluruhan angka kematian maternal. Risiko Ny. S berusia 38 tahun tanpa memiliki riwayat
PIS meningkat saat mendekati persalinan dan penyakit yang signifikan sebelumnya. Pasien
masa nifas. Risiko relatif PIS terjadi pada 2,5% menggunakan metode KB hormonal sebelum
selama kehamilan dan 28,3% pada masa nifas.2 kehamilan. Saat ini merupakan kehamilan ketiga
Stroke dapat membahayakan bagi ibu dan janin. dengan umur kehamilan 35 minggu. Pasien rutin
Potensi membahayakan dapat berasal dari memeriksakan diri selama kehamilan. Anak
perjalanan alamiah kasus maupun terkait pertama pasien telah berusia 7 tahun, sedangkan
penatalaksanaan pasien. Penegakan diagnosis anak kedua berusia 2 tahun.
stroke pada kehamilan serupa dengan kondisi Pasien mengalami penurunan kesadaran diawali
tanpa kehamilan. Kehamilan bukan merupakan dengan keluhan kelemahan anggota gerak kanan
kontraindikasi pemeriksaan X-ray jika memang sejak 2 hari sebelumnya disertai dengan keluhan
dianggap perlu. Prinsip penatalaksanaan kasus nyeri kepala berat, pelo, dan perot.
PIS juga serupa pada kondisi kehamilan maupun Pemeriksaan fisik menunjukkan status kesadaran
tanpa kehamilan, namun memerlukan sopor (E3V2M5) dengan lateralisasi pada sisi
pengambilan keputusan yang lebih hati-hati tubuh kanan. Tekanan darah saat masuk
mempertimbangkan kondisi obstetrik maternal 128/70mmHg. Hasil pemeriksaan urin
dan fetal.3 Laporan kasus ini membahas menunjukkan proteinuria +1. Pemeriksaan
mengenai identifikasi faktor risiko, potensi obstetrik menunjukkan TFU sesuai dengan usia
etiologi, penanganan, serta strategi pencegahan kehamilan, DJJ terdengar dan regular, tanpa
kondisi stroke pada kehamilan. disertai kontraksi uterus maupun perdarahan.
Penilaian klinis tidak menunjukkan terjadinya
Ilustrasi Kasus
kondisi eklampsia. Selanjutnya dilakukan
Kasus 1:
pemeriksaan penunjang dengan CT-scan kepala
Ny. A berusia 36 tahun tanpa memiliki riwayat
yang menunjukkan adanya PIS di lobus
penyakit yang signifikan sebelumnya. Pasien
temporoparietal kiri dengan herniasi subfalcine
menggunakan metode keluarga berencana (KB)
ke laterodekstra sejauh 0,5cm dan edema serebri
hormonal sebelum kehamilan. Saat ini
tanpa disertai perdarahan ventrikel (Gambar 2).
merupakan kehamilan kedua dengan umur

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 50


LAPORAN SERI KASUS Sebayang dkk 2018
Pasien dirawat di Unit Stroke Rumah Sakit 2. Perubahan koagulabilitas. Perubahan
Umum Pusat Dr Sardjito. fisiologis selama kehamilan menimbulkan
pergeseran ke arah hypercoagulable.
Terjadi peningkatan banyak faktor
pembekuan darah, termasuk faktor
prokoagulan I, VII, VIII, IX, X, XII, dan
XIII. Hal ini akibat perpindahan plasenta
dan pelepasan faktor protrombotik yang
selanjutnya berperan untuk mencegah
perdarahan. Perubahan faktor
protrombotik ini terutama terjadi di
trimester ketiga yang akan kembali turun
pada tiga minggu pascapersalinan.
3. Perubahan jaringan ikat. Studi pada
Gambar 1. CT-scan kepala Ny. A hewan menunjukkan terjadinya perubahan
arsitektur arteri serebral selama
kehamilan. Terjadinya penurunan
kolagen, elastisitas, dan distensibilitas
arteri serebral. Belum jelas diketahui
apakah hal yang sama terjadi pada
manusia. Hipotesis ketidakmampuan
mengimbanginya arteri sererbal terhadap
kondisi hipervolemia dan peningkatan
kebutuhan jantung dapat menyebabkan
peningkatan risiko stroke perdarahan.
4. Vaskulopati yang terjadi pada kehamilan.
Gambar 2. CT-scan kepala Ny. S Manifestasi vaskulopati bermacam-
macam. Preeklampsia dan eklampsia
Diskusi berhubungan dengan kondisi hipertensi
Perubahan saat kehamilan dapat menjadi faktor dan proteinuria saat kehamilan.
risiko stroke. Ada empat faktor utama Preeklamsia dan eklampsia terbukti
patofisiologi stroke pada kehamilan.4 sebagai faktor risiko independen dan
1. Faktor hemodinamik. Selama kehamilan, berhubungan dengan peningkatan stroke
total volume cairan tubuh meningkat empat kali lipat selama kehamilan.
sebanyak 50%, dimulai dari 10 minggu Hipertensi gestasional digambarkan
pascagestasi dan akan turun setelah 2 sebagai tekanan darah sistolik
minggu pascapersalinan. Peningkatan ≥140mmHg atau tekanan darah diastolik
terjadi pada cardiac output, stroke volume, ≥90mmHg tanpa proteinuria. Sekitar 8-
dan denyut jantung yang disebabkan oleh 12% wanita hamil mengalami hipertensi
meningkatnya kebutuhan janin dan plasenta dan berisiko tinggi mengalami hipertensi
serta status hipervolemik kronis. Tekanan kronis dan stroke di kemudian hari.
darah dapat menurun disebabkan penurunan Angiopati pascapersalinan merupakan
resistensi pembuluh darah sistemik. kondisi unik yang berhubungan dengan
Peningkatan venous compliance selama kehamilan melalui mekanisme reversible
kehamilan menyebabkan penurunan aliran cerebral vasocontriction syndromes
darah tubuh dan meningkatkan stasis vena. (RCVS). Angiopati pascapersalinan tidak
Beberapa faktor tersebut dapat mencetuskan hanya terbatas pada pasien dengan
status hipervolemia, peningkatan kebutuhan riwayat preeklamsia atau eklampsia,
sirkulasi, penurunan tekanan darah, dan namun dapat terjadi pada kehamilan tanpa
peningkatan stasis vena yang kemudian komplikasi serta persalinan tanpa riwayat
dapat mengubah pola hemodinamik normal. hipertensi. Gejalanya meliputi nyeri
kepala, muntah, perubahan status mental,

51 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Sebayang dkk 2018 LAPORAN SERI KASUS
dan/ atau defisit neurologis fokal. Awitan terjadinya perdarahan pada 59 kasus (53,1%).
gejala klasik terjadi dalam lima hari Kejadian ruptur aneurisma meningkat dengan
setelah melahirkan. Diagnosis ditegakan kehamilan dan memiliki kecenderungan yang
dengan angiografi yang menunjukkan lebih besar terjadi selama periode trimester
penyempitan segmen multifokal pada ketiga dan pascapersalinan (≥24 jam), sedangkan
arteri serebral berukuran besar dan kejadian ruptur AVM memuncak pada trimester
menengah, temuan ini sering kedua dan menurun setelah melahirkan. Di antara
membingungkan dengan vaskulitis. delapan kasus kehamilan dengan angioma
Posterior reversible encephalopathy kavernosus, tiga kasus terjadi pada trimester
syndrome (PRES), yang juga disebut pertama, empat kasus terjadi pada trimester
sebagai leukoencephalopathy posterior ketiga, dan satu kasus terjadi pada periode
reversible syndrome (RPLS), dikaitkan pascapersalinan (≥24 jam). Berbeda dengan
dengan edema subkortikal vasogenik tingginya angka stroke hemoragik karena faktor
reversibel, pada lobus parietal dan risiko yang sudah ada sebelumnya, kejadian
oksipital. Gejala klinis PRES antara lain stroke hemoragik karena komplikasi obstetrik
nyeri kepala, bangkitan, gejala visual, dan sangat terfokus pada masa persalinan dan
ensefalopati global. Vaskulopati ini dapat pascapersalinan awal (<24 jam). Pada kejadian
dipicu oleh keadaan darurat hipertensi, stroke iskemia, 28 (75,7%) adalah infark arteri
paparan imunosupresif, preeklampsia, dan 9 (24,3%) adalah infark vena. Penyebab
atau eklampsia. Diagnosis berdasarkan infark arteri yang paling sering adalah RCVS.
gejala klinis dan temuan edema Stroke hemoragik menunjukkan prognosis yang
subkortikal vasogenik pada magnetic jauh lebih buruk daripada stroke iskemia. Pasien
resonance imaging (MRI). Pemulihan dengan aneurisma, AVM, dan sindrom HELLP
klinis terjadi dalam beberapa hari dengan menempati kurang lebih 60% dari stroke
resolusi kelainan MRI dalam rentang hari perdarahan yang terjadi saat kehamilan.5
sampai minggu. Kedua kasus di atas menunjukkan temuan klinis
Stroke selama kehamilan jarang terjadi, namun berupa riwayat nyeri kepala intensitas sedang-
dapat meningkat akibat kejadian hipertensi pada berat, riwayat muntah proyektil, afasia global,
perempuan muda sebelum dan selama usia masa hemiparesis kanan, paresis nervus kranialis VII
subur. Identifikasi faktor risiko stroke selama kanan tipe upper motor neuron (UMN),
kehamilan sangat penting untuk mencegah hipertensi stadium I, dan hasil CT-scan kepala
kondisi yang cukup jarang namun dapat sangat menunjukkan adanya perdarahan. Perdarahan
membahayakan bagi ibu dan janin. Perkiraan intraserebral pada kedua kasus tersebut
kejadian stroke terkait kehamilan adalah 10,2 per menyebabkan defisit neurologis berupa
100.000 kelahiran. Insiden stroke perdarahan saat hemiparesis kanan, afasia global, dan sindrom
kehamilan dan masa nifas pada penelitian PTIK. CT-scan kepala menunjukkan adanya PIS,
sebelumnya ditemukan sebanyak 111 kasus sehingga diperlukan analisis lanjutan meliputi
(73,5%), stroke iskemia sebanyak 37 kasus lokasi perdarahan, perkiraan etiologi,
(24,5%), dan tipe campuran pada 3 kasus (2,0%). manifestasi klinis berdasarkan lokasi yang
Kejadian stroke perdarahan secara keseluruhan terlibat, drainase cairan serebrospinal (ventrikel
pada kehamilan adalah 56 kasus (50,5%), 16 dan spasme subarakhnoid), serta efek massa
kasus (14,4%) saat melahirkan, dan 39 kasus akibat perdarahan tersebut. Usia kedua pasien
(35,1%) selama masa puerperium. Penyebab masih relatif muda, hal ini sering berhubungan
utama perdarahan adalah aneurisma (19,8%), dengan anomali vaskular kongenital seperti
AVM (17,1%), hipertensi yang diinduksi AVM atau aneurisma serebral. Diperlukan
kehamilan (11,7%), dan sindrom HELLP pelacakan lebih lanjut guna mengetahui etiologi
(hemolisis, peningkatan enzim hati, dan jumlah PIS pasien tersebut.
trombosit yang rendah) (8,1%), angioma Perdarahan intraserebral terjadi pada 10-15%
kavernosus (7,2%), RCVS (4,5%), penyakit kasus dengan 50% diantaranya mengakibatkan
Moyamoya (1,8%), dan kejadian serebrovaskular hal yang fatal. Sekitar 80% merupakan kasus PIS
lainnya (7,2%). Penyakit serebrovaskular yang primer dan 20% merupakan kasus PIS sekunder.
sudah ada sebelumnya bertanggung jawab atas Hipertensi merupakan faktor risiko pada 50%

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 52


LAPORAN SERI KASUS Sebayang dkk 2018
kasus PIS primer dan sekitar 30% disebabkan Aneurisma serebral
oleh amiloid angiopati serebral. Perdarahan Aneurisma serebral adalah dilatasi fokus
intraserebral sekunder disebabkan oleh patologis serebrovaskular yang rentan pecah.
transformasi perdarahan pada stroke infark, Aneurisma serebral terjadi pada 1-5% populasi
malformasi pembuluh darah (aneurisma, AVM, dewasa. Kelainan vaskular diklasifikasikan
angioma venosus, dural arteriovenosa fistule, dan berdasarkan patogenesis. Sakular, berry, atau
cavernoma), neoplasma, trauma, vaskulitis, aneurisma kongenital merupakan 90% dari
Moyamoya, dan trombosis sinus vena.6 semua aneurisma otak dan terletak pada titik-titik
Komplikasi lanjutan yang kompleks dapat terjadi cabang utama dari arteri besar. Dolichoectatic,
pada PIS. Proses desak ruang dapat fusiform, atau aneurisma arteriosklerotik yang
menyebabkan penekanan parenkim otak hingga memanjang dari arteri proksimal terdapat 7%
herniasi serebri. Kombinasi efek massa yang dari seluruh aneurisma otak. Aneurisma infeksi
berlanjut iskemia parenkim sekitar serta atau mikotik terletak perifer dan terdiri 0,5% dari
toksisitas produk darah menyebabkan terjadinya semua aneurisma otak. Lesi perifer lainnya
kematian neuron. Kerusakan sawar darah otak termasuk aneurisma neoplastik, fragmen tumor
menyebabkan kebocoran cairan dan protein yang embolized, dan aneurisma traumatis. Luka
berkembang menjadi edema serebri. Terdapat trauma juga dapat mengakibatkan aneurisma
tiga fase edema pada perdarahan intraserebral, pada pembuluh proksimal. Mikroaneurisma
yaitu fase awal pada jam pertama terjadi pembuluh darah berdiameter kecil umumnya
peningkatan tekanan hidrostatik oleh efek diakibatkan oleh kondisi hipertensi.11 Aneurisma
hematom, fase kedua pada hari berikutnya terjadi sakular terletak di sirkulasi anterior pada 85-95%
kasakade koagulasi dan produksi thrombin, dan kasus, sedangkan aneurisma dolichoectatic lebih
fase ketiga terjadi lisisnya eritrosit dan toksisitas banyak terletak pada sistem vertebrobasilar.
hemoglobin yang menyebabkan neurotoksik dan Lokasi aneurisma sakular bervariasi di segmen
mekanisme apoptosis.7 Perdarahan dapat meluas arteri, hal ini karena perbedaan populasi
ke dalam ruang ventrikel melalui vena penelitian yang dilaporkan.12
periependimal sehingga menyebabkan Tabel 1. Kalkulasi skor Secondary Intracerebral
hidrosefalus dan meningkatkan angka mortalitas. Hemorrhage (SICH)10
Perdarahan intraventrikular primer jarang terjadi.
Parameter Poin
Hipertensi dan vaskulitis merupakan penyebab
Kategori Computed Tomography
utama perdarahan intraventrikular primer.
(CT) non-kontras
Setengah kasus perdarahan intraventrikular
Probabilitas tinggi 2
primer dapat diidentifikasi dengan angiografi.8
Tidak dapat ditentukan 1
Identifikasi pasien dengan PIS sekunder penting
Probabilitas rendah 0
untuk penatalaksanaan risiko perdarahan
Kelompok usia
berulang yang berbeda dengan PIS primer. Pada
18-45 tahun 2
beberapa kasus, PIS disebabkan oleh lesi
46-70 tahun 1
vaskular seperti AVM maupun aneurisma
≥71 tahun 0
intrakranial yang mengalami ruptur
Jenis kelamin
intraparenkim, serta dural venous sinus
Perempuan 1
thrombosis (DVST). Telah dikembangkan
Laki-laki 0
penilaian untuk memprediksi etiologi PIS yang
Tidak terdapat hipertensi dan
berasal dari lesi vaskular berdasarkan identifikasi
gangguan koagulasi
klinis dan CT-scan tanpa kontras.9 Berdasarkan
Ya 1
Tabel 1, total nilai 0-2 menunjukkan rendahnya
Tidak 0
PIS yang disebabkan oleh lesi vaskular,
sedangkan total nilai ≥3 menunjukkan tingginya
Malformasi arteriovenousa
kemungkinan PIS yang disebabkan oleh lesi
vaskular.10 Malformasi arteriovenosa serebri merupakan
koneksi abnormal arteri dan vena yang melebar
dalam parenkim otak serta tidak adanya
organisasi pembuluh darah normal di
subarteriolar. Arteri kecil yang terlibat dalam

53 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Sebayang dkk 2018 LAPORAN SERI KASUS
malformasi arteri kekurangan lapisan otot halus. Ruptur AVM sering terjadi pada akhir usia
Koneksi arteri abnormal dan vena pada kehamilan. Penelitian sebelumnya menunjukan
malformasi (disebut sebagai nidus arterivena) bahwa risiko ruptur AVM tidak meningkat
dihubungkan oleh satu atau beberapa fistula. selama kehamilan dan masa nifas. Namun
Hubungan langsung arteri-vena menghasilkan demikian didapatkan insiden ruptur AVM lebih
tekanan vaskular yang tinggi, terutama pada sering pada masa usia akhir gestasi. Oleh karena
pembuluh darah dengan penebalan fibromuskular itu harus menjadi perhatian agar menjaga
dan lamina elastis yang inkompeten sehingga hemodinamik selalu stabil selama trimester
pembuluh darah ini berisiko pecah. Perdarahan kedua dan ketiga.14 Angiografi serebral (digital
intraserebral pada AVM terjadi pada 42-72% substraction angiography/ DSA) adalah baku
kasus. Perdarahan pertama paling sering terjadi emas penegakan diagnosis AVM yang dapat
pada pasien usia 20-40 tahun. Kejadian PIS menunjukkan arteri penyuplai, lokasi nidus,
akibat AVM sekitar 2% dari semua kasus drainase vena, morfologi, aneurisma dan
stroke.13 Terjadinya perubahan fisiologis lokasinya, varises vena, dan stenosis arteri atau
kardiovaskular pada ibu hamil dapat vena. Hal tersebut sangat penting karena
mempengaruhi struktural AVM dan berisiko berhubungan dengan rencana terapi selanjutnya.
menyebabkan perdarahan. Bila tidak dilakukan Modalitas pemeriksaan penunjang lainnya yang
tata laksana yang adekuat dapat mengakibatkan dapat membantu antara lain CT angiografi, MRI,
ancaman yang serius pada ibu dan janinnya.14 dan magnetic resonance angiography (MRA).
Malformasi arteriovenosa sering tidak Masing-masing pemeriksaan penunjang tersebut
menunjukkan gejala sampai terjadi bangkitan mempunyai kemampuan spesifik, CT angiografi
atau perdarahan. Malformasi arteriovenosa dapat menampilkan detail vaskular dari AVM
mempunyai berbagai gejala dan tanda klinis, yang lebih baik, MRI dan MRA menampilkan
yaitu: visualisasi yang lebih baik dari struktur yang
1. Perdarahan intraserebral. Angka kejadian mengelilingi nidus, MRI juga dapat mendeteksi
perdarahan karena ruptur AVM yang tidak trombosis vena karena terdapat gambaran
ditangani sebesar 2-4% pada 38-71% hiperintens.15 Meskipun risiko paparan radiasi
pasien AVM dengan PIS. Kejadian pada janin merupakan suatu perhatian penting
perdarahan paling sering terjadi pada usia saat memilih suatu pemeriksaan. Beberapa
20-40 tahun. Tidak didapatkan data yang penelitian sebelumnya menunjukan bahwa dosis
menunjukkan bahwa perdarahan saat ini paparan radiasi DSA pada janin sangat kecil.
menjadi prediktor perdarahan berikutnya. Pelindung timbal pada perut dan panggul efektif
Risiko perdarahan pada AVM meliputi melindungi pasien dengan kehamilan yang
drainase vena dalam, berhubungan dengan memerlukan pemeriksaan CT scan kepala.16
aneurisma, AVM letak dalam, dan pada Manajemen terapi dan pembedahan guna
daerah infratentorial. Risiko perdarahan menangani kondisi ruptur AVM selama
pada AVM letak dalam adalah 34,4%. kehamilan dan masa nifas cukup sulit dan
2. Bangkitan. Insiden bangkitan pada AVM kontroversial.13 Reseksi segera pada AVM tidak
berkisar 18-40% dan berespons baik menunjukan hasil yang baik selama kehamilan
dengan terapi obat anti epilepsi. Tipe dibandingkan dengan perawatan konservatif.17
bangkitan yang sering terjadi adalah Terapi konservatif pada pasien dengan AVM
bangkitan umum. Pasien yang mengalami Spetzler Martin tingkat V dan VI menunjukkan
bangkitan tidak meningkatkan risiko ruptur angka morbiditas dan mortalitas yang lebih
AVM. rendah dibandingkan terapi pembedahan,
3. Nyeri kepala. Keluhan ini muncul pada 5- sebaliknya operasi evakuasi hematoma dan
14% pasien dengan AVM. Nyeri kepala reseksi segera AVM sebaiknya dilakukan pada
yang dialami dapat unilateral atau bilateral, pasien AVM Spetzler Martin tingkat I-IV dengan
menyerupai migrain dengan atau tanpa tanda herniasi serebri. Prosedur pembedahan
aura. pada pasien dengan usia kehamilan akhir
4. Defisit neurologis fokal. Muncul pada 1- sebaiknya dilakukan setelah operasi sectio
40% pasien dan 5-15% di antaranya tidak cesarean. Diperlukan kolaborasi yang lebih jauh
berhubungan dengan perdarahan.13 dari tim multidisiplin antara lain neurologi,

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 54


LAPORAN SERI KASUS Sebayang dkk 2018
bedah saraf, obstetri ginekologi, anestesi, dimonitor, karena otot yang terlalu keras
pediatri, dan perawatan intensif dalam berlatih justru akan membuat kelemahan
managemen pasien.14 semakin progresif.
Konfirmasi diagnosis stroke pada kedua kasus di Rekomendasi dikeluarkan oleh American Heart
atas menggunakan pemeriksaan CT-scan kepala. Association/ American Stroke Association
Gambaran hiperdens di lobus temporal sinistra (2015) terkait prosedur operasi pada kasus PIS.
yang menunjukan gambaran PIS. Kedua pasien Perdarahan serebelum dengan pemberatan defisit
belum menjalani prosedur DSA. Nyeri kepala neurologis, kompresi batang otak, dan/ atau
pada stroke perdarahan berhubungan dengan hidrosefalus akibat obstruksi ventrikel. Sesegera
PTIK akibat traksi struktur peka nyeri mungkin harus menjalani prosedur evakuasi
intrakranial. Muntah terjadi akibat adanya perdarahan. Tidak direkomendasikan drainase
distorsi pada ventrikel empat dimana ventrikel sebagai terapi awal sebelum evakuasi
disekitarnya terdapat nukleus vastibular serta perdarahan. Manfaat tindakan operasi belum
pusat muntah. dapat dipastikan pada kasus perdarahan
Prinsip tata laksana stroke pada fase akut supratentorial, namun evakuasi perdarahan
meliputi:18 supratentorial pada pasien yang mengalami
1. Membantu proses restorasi dan plastisitas deteriorisasi merupakan tindakan life saving.
otak. Target terapi adalah mempertahankan Evakuasi perdarahan saat terjadi penurunan
wilayah oligemia iskemia penumbra kondisi pasien lebih bermanfaat dibandingkan
dengan cara membatasi durasi iskemia dan dilakukan saat awal stroke. Prosedur kraniektomi
derajat keparahan cedera iskemia (proteksi dekompresi dengan atau tanpa evakuasi
neuronal). Pencegah juga pada kondisi perdarahan menurunkan mortalitas pasien
hipertermi, hipotermi, hipertensi, kesadaran koma dengan perdarahan
hiperglikemia, hipoglikemia, PTIK, supratentorial, perdarahan yang luas dengan
infeksi, gangguan elektrolit, dan bangkitan. pergeseran midline, dan PTIK yang refrakter
2. Mengidentifikasi dan mengendalikan terhadap pengobatan. Efektivitas prosedur
faktor risiko. Modifikasi terhadap faktor evakuasi clot secara invasif minimal dengan
risiko yang dapat dimodifikasi dan stereotaktik atau aspirasi endoskopik dengan atau
mengembalikannya ke level normal. tanpa penggunaan trombolitik tidak dapat
Sebagai contoh, pasien dengan hipertensi, ditentukan.
target pengendalian tekanan darah setelah
Manajemen peningkatan tekanan intrakranial
lewat fase akut stroke hingga di bawah
Secara umum, manajemen PTIK berupa
140/90mmHg, sedangkan bila pasien
monitoring hemodinamik yang invasif serta
sebelumnya menderita hipertensi dan
resusitasi serebrovaskular yang cepat dapat
diabetes melitus maka dipertahankan di
menyelamatkan jiwa. Target terapi adalah
bawah 135/85mmHg.
tekanan intrakranial kurang dari 20mmHg
3. Mencegah komplikasi. Beragam
dengan cerebral perfusion pressure (CPP)
komplikasi yang kerap terjadi pada pasien
>70mmHg. Penatalaksanaan penderita dengan
tirah baring adalah pneumonia, dekubitus,
PTIK meliputi:
dan infeksi saluran kemih. Pasien mutlak
1. Meninggikan posisi kepala 20-30°.
harus menjalani fisioterapi. Pada fase akut
2. Menghindari penekanan vena jugular.
pasien belum dapat berpartisipasi penuh
3. Menghindari pemberian cairan glukosa
pada program terapi aktif, untuk itu
atau cairan hipotonik.
dilakukan latihan range of motion (ROM)
4. Menghindari hipertermia.
setiap hari dan positioning yang tepat
5. Menjaga normovolemia.
untuk mencegah pemendekan dan
6. Pemberian osmoterapi dengan:
kontraktur sendi. Terapi aktif dapat
- Manitolisasi dengan dosis 0,25-0,50
dilakukan perlahan-lahan (isometrik,
gr/KgBB pemberian selama 20 menit,
isotonik, isokinetik). Pasien tetap
diulangi setiap 4-6 jam dengan target
dimonitor untuk kemungkinan tidak
osmolaritas di bawah 310 mOsm/L.
stabilnya hemodinamik dan aritmia
- Bila perlu berikan furosemid dengan
jantung, intensitas latihan juga harus
dosis 1 mg/KgBB intravena.

55 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Sebayang dkk 2018 LAPORAN SERI KASUS
7. Intubasi untuk menjaga normoventilasi Stroke merupakan penyebab kecacatan kronis.
(pCO2: 35-40 mmHg). Hiperventilasi Gejala klinis kelemahan anggota gerak sesisi
mungkin diperlukan bila akan dilakukan serta bicara pelo akan mengganggu aktivitas
tindakan operatif. sehari-hari. Tingkat kepuasan terhadap luaran
Prognosis stroke sangat tergantung pada jenis pekerjaan
Faktor yang paling berpengaruh terhadap pasien yang dilakukan sehari-hari.19 Kedua pasien
prognosis stroke perdarahan jangka pendek akan mengalami keterbatasan untuk melakukan
adalah perluasan perdarahan ke ventrikel, tingkat pekerjaan dengan tangan kanannya sehingga
kesadaran saat awal serangan, dan volume menyulitkan pekerjaannya sebagai ibu rumah
perdarahan.17 Stratifikasi risiko sebagai tangga dan melakukan kegiatan sehari-hari.
penentuan prognosis PIS sesuai dengan tabel 2.
Kedua pasien pada laporan kasus ini memiliki Simpulan
skor PIS bernilai 0. Hasil ini berkorelasi dengan Kondisi PIS yang terjadi saat kehamilan dan
mortalitas dalam 30 hari sebesar 0%.19 pascapersalinan menyebabkan morbiditas,
Tabel 2. Prognosis19 mortalitas, serta menyulitkan proses diagnosis
Parameter Skor dan manajemen pasien. Penatalaksanaan stroke
Skala Koma Glasgow selama kehamilan memerlukan perawatan
3-4 2 interdisipliner dari bedah saraf, neurologi, dan
5-12 1 obstetri. Prinsip tata laksana pasien PIS serupa
13-15 0 saat kondisi di luar kehamilan, namun
Volume perdarahan intraserebral membutuhkan perhatian khusus dalam pemilihan
(cm3) 1 terapi.
≥30 0
<30 Laporan penelitian ini diajukan dalam sesi ilmiah
Perdarahan intraventrikular 1 presentasi poster di The Bali Neurology Update 5th
Ya 0 yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia cabang Denpasar bekerja
Tidak
sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas
Perdarahan infratentorial 1 Udayana dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Ya 0 Denpasar tanggal 22-24 September 2017 di Denpasar,
Tidak Bali
Usia 1
≥80 tahun 0
<80 tahun

Daftar Rujukan
1. Tate J dan Bushnell C. Pregnancy and stroke 6. Macellari F, Paciaroni M, Agnelli G, dkk.
risk in women. Womens Health (Lond) 2011; Neuroimaging in intracerebral hemorrhage.
7(3): 363-374. Stroke 2014; 45(3): 903-908.
2. Kittner S, Stern BJ, Feeser BR, dkk.Pregnancy 7. Domingues R, Rossi C, Cordonnier C.
and the risk of stroke. N Eng J Med 1996; 335 Diagnostic evaluation for nontraumatic
(11): 768-774. intracerebral hemorrhage. Neurol Clin 2015;
3. Laadioui M, Bouzoubaa W, Jayi S, dkk. 33(2): 315-328.
Spontaneous hemorrhagic strokes during 8. Smith EE, Shobha N Dai D dkk. A risk score
pregnancy: case report and review of the for in-hospital death in patients admitted with
literature. Pan Afr Med J 2014; 19: 372. ischemic or hemorrhagic stroke. J Am Heart
4. Grear K dan Bushnell C. Stroke and pregnancy: Assoc 2013; 2(1): 1-11.
clinical presentation, evaluation, treatment, and 9. Provenzale J dan Kranz P. Dural sinus
epidemiology. Clin Obstet Gynecol 2013; thrombosis: sources of error in image
56(2): 350-359. interpretation. AJR Am J Roentgenol 2011;
5. Yoshida K, Takahashi JC, Takenobu Y, dkk. 196(1): 23-31.
Strokes Associated With Pregnancy and 10. Delgado-Almandoz J, Schaefer PW, Goldstein
Puerperium: A Nationwide Study by the Japan JN, dkk. Practical Scoring System for the
Stroke Society. Stroke 2017; 48(2): 276-282. Identification of Patients with Intracerebral

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 56


LAPORAN SERI KASUS Sebayang dkk 2018
Hemorrhage at Highest Risk of Harboring an and Management. ScientificWorldJournal
Underlying Vascular Etiology: The Secondary 2015.
Intracerebral Hemorrhage Score. AJNR Am J 16. McCollough CH, Schueler BA, Atwell TD,
Neuroradiol 2010; 31(9): 1653-1660. dkk. Radiation exposure and pregnancy: when
11. Birenbaum D. Emergency neurological care of should we be concerned?. Radiographics 2007;
strokes and bleeds. J Emerg Trauma Shock 27(4): 909-917.
2010; 3(1): 52-61. 17. Dias M dan Sekhar L. Intracranial hemorrhage
12. Chalouhi N Hoh B, Hasan D. Review of from aneurysms and arteriovenous
cerebral aneurysm formation, growth, and malformations during pregnancy and the
rupture. Stroke 2013; 44(12): 3613-3622. puerperium. Neurosurgery 1990; 27(6): 855-
13. Xianli L, Peng L, Youxiang L. The clinical 865.
characteristics and treatment of cerebral AVM 18. Kelompok Studi Stroke. 2011. Guideline
in pregnancy. Neuroradiol J 2015; 28(3): 234- Stroke. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis
237. Saraf Indonesia (PERDOSSI).
14. Liu XJ, Wang S, Zhao YL, dkk. Risk of 19. Hemphill J, Bonovich DC, Besmertis L,
cerebral arteriovenous malformation rupture dkk.The ICH score: a simple, reliable grading
during pregnancy and puerperium. Neurology scale for intracerebral hemorrhage. Stroke
2014; 82(20): 1798-1803. 2001; 32(4): 891-897.
15. Ajiboye N, Chalouhi N, Starke RM, dkk.
Unruptured Cerebral Aneurysms: Evaluation

57 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Callosum Neurology, Volume 1, Nomor 2: 58-60, 2018
LAPORAN KASUS
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284

LAPORAN KASUS: PERUBAHAN


HASIL PEMERIKSAAN
ELEKTROMIOGRAFI PADA
PARALISIS NERVUS FASIALIS PERIFER
Putri Rossyana Dewi1, Dian Kusumastuti AP2, AANB Widya Putra2
1
Dokter Umum RSUD Mangusada Badung
2
Neurolog RSUD Mangusada Badung

Diterima 11 Agustus 2017 DOI: 10.29342/cnj.v1i2.32


Disetujui 5 Mei 2018
Publikasi 21 Mei 2018 Korespondensi: putrirossyana@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Paralisis nervus fasialis perifer dapat menunjukkan tidak adanya respons nervus fasialis
menyebabkan gangguan motorik otot wajah. kanan, sedangkan pada sisi kiri hasilnya normal.
Pemeriksan elektromiografi berguna untuk Diskusi: Perubahan hasil pemeriksaan elektromiografi
mendiagnosis sekaligus menentukan prognosis pasien. pada kasus ini akibat penurunan eksitasi akson pada
Laporan ini mengidentifikasi perubahan amplitudo degenerasi serabut saraf. Hasil ini dapat menentukan
serta potensi bangkitan otot pada paralisis nervus prognosis dari pasien, adanya perbedaan nilai
fasialis perifer. amplitudo dan latensi distal > 90% dibandingkan sisi
Kasus: Seorang pria berusia 58 tahun datang ke yang sehat memiliki prognosis buruk.
poliklinik dengan keluhan mata kanan tidak bisa Simpulan: Perubahan hasil pemeriksaan
ditutup dan bibir tertarik ke sisi kiri sejak seminggu elektromiografi pada kasus paralisis nervus fasialis
lalu. Pemeriksaan neurologi menunjukkan lesi nervus perifer ditandai dengan menurunnya amplitudo dan
VII infranuklear kanan. Evaluasi terapi kortikosteroid pemanjangan latensi distal serabut saraf yang
dan fisioterapi belum menghasilkan perbaikan gejala mempersarafi wajah. Hasil tersebut berpengaruh
klinis sehingga disarankan untuk melakukan terhadap prognosis pasien.
pemeriksaan elektromiografi. Hasil pemeriksaan

Kata Kunci: Paralisis nervus fasialis perifer, elektromiografi, prognosis.

ABSTRACT

Background: Lesion of seventh cranial nerve referred decrease of the number of exciting axons as a result of
to the interruption of the motoric function of facial degeneration of nerve fibers lesion. The degree of
muscles. This case report aims to define the degeneration determined an interchange of the
interchange of the amplitude of muscle evoked amplitude of muscle-evoked potential in
potential in peripheral facial nerve paralysis. electromyography test results. The test probably could
Case Illustration: A 58-years old man came to determine the prognosis of the patient, whereas the
neurology clinic with a chief complaint of difficult to decreased amplitude of muscle-evoked potential was
close his right eye and deviated lips since a week ago. more than 90%, compared to a healthy side, as a bad
On neurologic physical examination, there was prognostic sign.
seventh cranial nerve infranuclear lesion on the right Conclusion: The results of electromyography test in
side. The patient had treated with corticosteroids and peripheral facial nerve paralysis are decreasing of the
physiotherapy, the result still unsatisfactory. Hence, amplitude of muscle evoked potential and distal
the patient was advised undergoing electromyography latency of facial nerve as a factor to determine the
tests. There was no response on the right facial nerve. prognosis.
Discussion: The interchange of electromyography test
in peripheral facial nerve paralysis is caused by a

Keywords: Peripheral facial nerve paralysis, electromyography, prognosis.

58 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


LAPORAN KASUS Dewi dkk 2018

Latar Belakang maupun amplitudo nervus fasialis pada otot


Paralisis nervus fasialis perifer (Bell’s Palsy) orbicularis oculi dan orbicularis oris kanan.
adalah lesi idiopatik nervus kranialis VII yang Pengamatan dan komparasi pada sisi wajah
menyebabkan gangguan pada otot-otot wajah.1-3 bagian kiri menunjukkan latensi distal dan
Istilah Bell’s Palsy pertama kali digunakan oleh amplitudo dalam batas normal.
Sir Charles Bell, seorang ahli bedah asal
Skotlandia pada tahun 1830 guna
menggambarkan kondisi menyerupai stroke yang
terjadi mendadak dengan gejala klinis paralisis
wajah unilateral (ataupun bilateral), kesulitan
menutup mata, serta bibir yang tertarik ke satu
sisi. Gejala dapat memburuk dalam 48 jam
pertama sesuai variasi lesi.2,3 Penyebab pasti
paralisis nervus fasialis perifer belum diketahui,
namun berhubungan dengan patogen infeksi saat
onset gejala. Etiologi yang diduga adalah Gambar 1. Hasil kecepatan hantar saraf otot
patogen penyebab sifilis, herpes zoster, Lyme orbicularis oculi
disease, human immunodeficiency virus (HIV),
influenza, herpes simpleks, dan otitis media akut.
Penyebab lain dapat berupa kelainan metabolik,
trauma, tumor, ataupun kelainan kongenital.1-3
Insiden paralisis nervus fasialis perifer cukup
sering, diperkirakan 40.000 orang di Amerika
Serikat terkena setiap tahunnya. Insiden paralisis
nervus fasialis perifer bervariasi antara 10-40
kasus setiap 100.000 populasi. Perbandingan
prevalensi pasien laki-laki maupun perempuan
serupa, namun beberapa studi menyebutkan lebih
sering terjadi pada pasien perempuan.1,2 Paralisis Gambar 2. Hasil kecepatan hantar saraf otot
dapat dialami oleh semua usia, namun yang orbicularis oris
paling sering pada kisaran 20-40 tahun, wanita
hamil, dan penderita diabetes mellitus.1 Diskusi
Pasien mengeluhkan gejala berupa sulit menutup
Ilustrasi Kasus mata serta sudut bibir yang tertarik ke satu sisi.
Seorang laki-laki berusia 58 tahun datang ke Keduanya sesuai dengan gejala paralisis nervus
poliklinik neurologi Rumah Sakit Umum Daerah fasialis perifer. Keluhan kelumpuhan sebagian
Mangusada dengan keluhan mata kanan tidak wajah telah dirasakan sejak seminggu
bisa dipejamkan serta sudut bibir tertarik ke sisi sebelumnya, namun tidak segera diperiksakan ke
kiri. Keluhan dialami sejak 1 minggu. Pasien dokter. Hal ini mengindikasikan adanya
tidak langsung datang memeriksakan ke dokter keterlambatan mendiagnosis serta memulai terapi
setelah gejala muncul seminggu sebelumnya. kasus paralisis nervus fasialis perifer ini.
Pemeriksaan neurologi menunjukkan gejala Keterlambatan tersebut dapat menyebabkan
klinis akibat lesi nervus VII infranuklear kanan. kerusakan saraf yang ireversibel dan
Dokter mendiagnosis pasien mengalami Bell’s mempengaruhi prognosis pasien.
Palsy sisi kanan wajah. Pasien diterapi dengan Pasien mendapatkan terapi awal kortikosteroid
pemberian kortikosteroid dan fisioterapi. dan fisioterapi guna mengatasi kondisi paralisis
Pasien kontrol pada minggu berikutnya. Evaluasi nervus fasialis perifernya. Terapi awal baru
klinis pada pemeriksaan kedua menunjukkan diberikan lebih dari 72 jam pascaawitan.
belum adanya perbaikan gejala klinis. Pasien Evaluasi klinis mingguan menunjukkan kondisi
disarankan untuk melakukan pemeriksaan paralisis yang menetap, dicurigai sebagai lesi
elektromiografi. Hasil pemeriksaan menunjukkan menetap yang berhubungan dengan
tidak adanya respons baik berupa latensi distal keterlambatan dalam penanganan awal.

59 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Dewi dkk 2018 LAPORAN KASUS

Diagnosis paralisis nervus fasialis perifer dapat Hasil pemeriksaan elektromiografi pasien ini
ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan menunjukkan tidak adanya respons nervus
penyebab paralisis fasialis. Guna menghindari fasialis otot orbicularis oculi dan orbicularis oris
efek kerusakan saraf yang ireversibel, semakin kanan, sebaliknya respons sisi kiri dalam batas
dini penegakkan diagnosis dan memulai terapi normal. Penurunan amplitudo lebih dari 90% bila
akan semakin baik prognosisnya. Kerusakan dibandingkan dengan sisi yang sehat akan
dapat bersifat dinamis, proses patologis pada memberikan prognosis yang buruk. Hal tersebut
paralisis nervus fasialis perifer membuat sesuai dengan penampakan klinis pasien yang
kelumpuhan otot terjadi saat dua hari awal onset tidak merespons terapi kortikosteroid yang
gejala. Pemberian kortikosteroid selambat- diberikan. Paralisis tetap terjadi walaupun telah
lambatnya 72 jam setelah onset akan diberikan manajemen yang tepat oleh karena
mempengaruhi prognosisnya. Kombinasi terapi keterlambatan pemberian terapi sejak gejala
dengan antiviral seperti Acyclovir diberikan dimulai.1-3
apabila paralisis dikaitkan dengan adanya infeksi
virus yang menyebabkan degenerasi saraf. Simpulan
Pemberian tetes mata artifisial atau kapas basah Penting halnya untuk memperhatikan onset
untuk menutupi mata yang sulit dipejamkan juga dalam melakukan penatalaksanaan kasus
disarankan guna mengurangi kemungkinan mata paralisis nervus fasialis perifer karena akan
kering serta iritasi. Belum ada bukti ilmiah mempengaruhi efektivitas terapi. Progresivitas
memadai yang membuktikan efektivitas degenerasi serabut saraf dapat menyebabkan
fisioterapi serta stimulasi elektrik untuk terapi kelumpuhan atau lesi yang menetap. Penentuan
paralisis nervus fasialis perifer. prognosis pasien dengan paralisis nervus fasialis
Pemeriksaan elektromiografi dapat memberikan perifer sebaiknya menggunakan pemeriksaan
informasi penting dalam menentukan beratnya elektromiografi guna memeriksa perbandingan
gejala serta prognosis kasus paralisis. aktivitas otot, amplitudo, serta latensi distal
Pemeriksaan elektromiografi adalah prosedur nervus fasialis kedua sisi. Adanya perbedaan
non invasif yang dapat mengamati aktivitas otot amplitudo lebih dari 90% antara sisi yang sakit
baik volunter maupun involunter. dan yang sehat, mengindikasikan prognosis yang
Elektromiografi dapat menginvestigasi potensial buruk. Semakin dini menegakkan diagnosis dan
aksi otot fungsional. Pemeriksaan memberikan terapi pada kasus paralisis nervus
elektromiografi ini bertujuan untuk mengetahui fasialis perifer, maka semakin baik pula
prognosis pasien dengan cara memeriksa prognosisnya.
perubahan dari amplitudo otot yang bergantung
dari jumlah akson yang aktif dan juga degenerasi Laporan penelitian ini diajukan dalam sesi ilmiah
serabut saraf yang terjadi. Bila dijumpai presentasi poster di The Bali Neurology Update 5th
yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter
perbedaan amplitudo dan latensi distal lebih dari
Spesialis Saraf Indonesia cabang Denpasar bekerja
90% dibandingkan sisi yang sehat, maka sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas
prognosisnya buruk. Hilangnya potensial aksi Udayana dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
otot selama pemeriksaan elektromiografi Denpasar tanggal 22-24 September 2017 di Denpasar,
memberikan prognosis yang buruk.1,2 Bali.

Daftar Rujukan
1. Djordjevic G dan Djuric S. Early prognostic value 3. Wenceslau LGC, Sassi FC, Magnani DM, Andrade
of electrophysiological tests in Bell’s Palsy- CRFD. Peripheral facial palsy: muscle activity in
Estimating the duration of clinical recovery. different onset times. CoDAS. 2016;28(1):3-9.
Medicine and Biology. 2005;12(1):47-54.
2. Moala H, Ahmed S, Yousif Y. Etiology and
clinical presentations of lower motor neuron facial
nerve palsy in Khartoum, Sudan. J Ear Nose Throat
Disord. 2017;2(1):1017.

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 60


Callosum Neurology, Volume 1, Nomor 2: 61-64, 2018
ARTIKEL ASLI
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284

HUBUNGAN RED BLOOD CELL


DISTRIBUTION (RDW) DENGAN
NATIONAL INSTITUTES OF HEALTH
STROKE SCALE (NIHSS) PADA PASIEN STROKE ISKEMIK
AKUT YANG DIRAWAT DI UNIT STROKE RSUP DR. SARDJITO
Ade Mayashita1, Ahmad Asmedi2, Tommy Rachmat2, Siti Farida2
1
Residen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
2
Neurolog Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Diterima 11 Agustus 2017 DOI: 10.29342/cnj.v1i2.33


Disetujui 5 Mei 2018
Publikasi 21 Mei 2018 Korespondensi: mayashita@gmail.com
ABSTRAK

Latar Belakang: Stroke iskemik menyebabkan Diagnosis stroke iskemik akut ditegakkan berdasarkan
terjadinya inflamasi sel. Sitokin inflamasi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
menyebabkan peningkatan Red-Blood-Cell Computed Tomography (CT)-scan kepala. Data
Distribution Width (RDW) dan mencegah maturasi NIHSS dan RDW diambil saat admisi dan diuji
sel darah merah. Pemeriksaan RDW rutin dan murah korelasi dengan tes Pearson. Nilai p<0,05 dianggap
dikerjakan, sehingga diharapkan dapat digunakan signifikan secara statistik.
sebagai prediksi keparahan klinis pada pasien stroke. Hasil: Sebanyak 51 orang subjek dimasukkan dalam
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan RDW terhadap penelitian. Hasil analisis menunjukkan bahwa RDW
skor National Institutes of Health Stroke Scale serum berkorelasi terhadap NIHSS (r= 0,296;
(NIHSS) pasien stroke iskemik akut di Unit Stroke p=0,035).
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito Simpulan: Terdapat korelasi positif antara kadar
Yogyakarta. RDW dengan nilai NIHSS pada penderita stroke
Metode Penelitian: Studi dengan rancangan potong iskemik akut dengan kekuatan korelasi rendah,
lintang. Subjek penelitian adalah pasien stroke sehingga semakin tinggi kadar RDW, maka semakin
iskemik yang dirawat di Unit Stroke RSUP Dr. tinggi nilai NIHSS.
Sardjito periode Januari 2014 hingga Desember 2015.

Kata Kunci: RDW, stroke iskemik akut, keparahan, NIHSS.

ABSTRACT

Background: Ischemic stroke causes cellular head CT-scan. NIHSS score and RDW are taken on
inflammation. Cytokine will increase RDW and the day of hospital admission. The relationship
inhibit maturation of red blood cells. This study was between serum RDW level with NIHSS score
taken up to find out if RDW can be used as an correlation with Pearson’s test. The result are
inexpensive predictor of outcome in stroke. considered statistically significant if p<0,05.
Purpose: The purpose of this study is to determine Result: Total of 51 subjects were participated in the
relation between RDW and NIHSS score of acute study. Analysis indicated that RDW level is
ischemic stroke patient in Stroke Unit Dr. Sardjito significantly correlated with NIHSS (r= 0,296;
Hospital. p=0,035).
Method: The method in this study uses cross-sectional Conclusion: There was a positive correlation between
design. Subjects were taken of patient treated in stroke RDW level with NIHSS score in acute ischemic
unit dr. Sardjito Hospital Yogyakarta from Januari stroke patient with low correlation strength. Hence,
2014-December 2015, diagnosed as acute ischemic the higher RDW, the higher NIHSS score.
stroke based on history, clinical examination, and

Keywords: RDW, acute ischemic stroke, severity, NIHSS.

61 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Mayashita dkk 2018 ARTIKEL ASLI

Latar Belakang melibatkan 224 pasien stroke dan pasien kontrol


Inflamasi sel merupakan bagian dari perubahan menunjukkan bahwa RDW merupakan salah satu
sel neuronal yang terjadi pada stroke iskemik prediktor stroke.6 Namun, penelitian serupa
akut. Tahap awal inflamasi dimulai beberapa jam masih jarang dilakukan di Indonesia. Atas dasar
sesudah onset iskemik dengan munculnya tersebut maka dilakukan penelitian mengenai
ekspresi adhesi molekul di endotel pembuluh korelasi nilai RDW dengan skor NIHSS pasien
darah dan leukosit di sirkulasi.1 Leukosit stroke iskemik akut.
bergerak melewati endotel, keluar dari sirkulasi,
dan melakukan penetrasi ke jaringan parenkim Metode Penelitian
otak yang mengakibatkan reaksi terjadinya reaksi Penelitian ini menggunakan desain potong
inflamasi. Stres oksidatif dapat menyebabkan lintang. Variabel bebas berupa RDW darah
perubahan sitoskeleton dan hilangnya lipid di sedangkan variabel tergantung berupa nilai
membran sel darah merah. Hal tersebut NIHSS. Subjek penelitian adalah pasien yang
menyebabkan sel darah merah menjadi lebih dirawat di Unit Stroke RSUP Dr. Sardjito
kaku dan berbentuk asimetris (anisositosis). Yogyakarta periode Januari 2014 sampai
Kondisi ini membuat sel darah merah menjadi Desember 2015, didiagnosis sebagai stroke
lebih rentan terhadap hemolisis serta iskemik akut berdasarkan anamnesis,
menurunnya kemampuan membawa oksigen pemeriksaan klinis, pemeriksaan CT-scan kepala,
yang menyebabkan berkurangnya perfusi dan dan memenuhi kriteria penelitian. Kriteria inklusi
pasokan oksigen otot jantung. Red cell adalah (1) pasien stroke iskemik yang ditegakkan
distribution width (RDW) adalah pengukuran dengan CT-scan kepala, (2) data pasien terekam
anisositosis (variabilitas dalam ukuran eritrosit dalam CFR. Kriteria eksklusi adalah (1) tidak
yang beredar) secara kuantitatif. Fokus studi ditemukannya parameter laboratorium kimia
pada pemeriksaan RDW karena telah terbukti darah saat admisi, (2) kelainan hemolisis, anemia
sebagai biomarker prognostik berbagai penyakit defisiensi besi (ADB), dan defisiensi vitamin
serius termasuk penyakit kardiovaskular, B12. Besar sampel yang dibutuhkan dalam
penyakit paru, dan diabetes. Pemeriksaan RDW penelitian ini dihitung berdasarkan rumus besar
berbiaya murah dan rutin dikerjakan.2 sampel minimal yaitu diperlukan 51 subjek.
Tingkat keparahan serta manifestasi gejala klinis Teknik pengambilan sampel dengan
stroke bervariasi, manifestasinya dapat berupa menggunakan cara berurutan (consecutive
gangguan neurologis fokal maupun global. sampling).
Defisit neurologis yang terkait kondisi stroke
dinilai dengan skala NIHSS dan hasilnya Hasil Penelitian
diprediksi dengan menggunakan indeks Barthel, Subjek penelitian sebanyak 51 orang dengan
Skala Rankin atau Skala Koma Glasgow.3 stroke iskemik akut. Karakteristik dasar subjek
Publikasi studi guna menilai korelasi RDW penelitian menurut jenis kelamin didapatkan 34
dengan NIHSS telah banyak dilakukan, namun (67%) subjek berjenis kelamin laki-laki,
studi tentang hubungan RDW dengan kejadian sedangkan perempuan berjumlah 17 (33%)
stroke masih sangat jarang. Hal ini menyebabkan subjek. Rerata usia subyek adalah 63,2 tahun.
adanya insufisiensi mengenai nilai acuan RDW Nilai rerata RDW adalah 13,7%, dan rerata nilai
sebagai prediktor stroke.4 Ani dan Ovbiagele NIHSS adalah 6,7%.
(2009) dalam sebuah analisis data yang Hasil uji korelasi Pearson pada tabel 1
dikumpulkan dari 480 individu selama periode menunjukkan korelasi RDW terhadap nilai
enam tahun dari tahun 1988 sampai 1994 NIHSS. Koefisien korelasi r=0,296 dan nilai
menyimpulkan bahwa peningkatan RDW p=0,035. Hasil ini dipertegas dengan grafik
dikaitkan dengan kejadian stroke. Mereka juga scatter plot yang ditunjukkan oleh gambar 1.
menilai bahwa subjek yang memiliki nilai RDW Hasil ini berarti terdapat hubungan bermakna
lebih tinggi dari 13,9% memiliki dua kali dengan arah korelasi positif antara RDW serum
peningkatan risiko kematian dibandingkan dan NIHSS. Semakin tinggi hasil RDW serum,
dengan kelompok kontrol.5 Ramírez-Moreno dkk. maka semakin tinggi nilai NIHSS subjek.
(2013) dalam sebuah studi kasus kontrol yang

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 62


ARTIKEL ASLI Mayashita dkk 2018

Pembahasan korelasi bermakna antara RDW serum dengan


Pada penelitian ini, didapatkan 51 penderita nilai NIHSS dengan kekuatan korelasi yang
stroke iskemik akut dan didapatkan lebih banyak rendah. Hubungan positif menunjukkan bahwa
laki-laki dibandingkan perempuan. Hasil ini semakin tinggi kadar RDW serum akan
sesuai dengan penelitian yang dilakukan berkorelasi dengan semakin tingginya nilai
Farahmand dkk. (2013) dimana pada penelitian NIHSS pasien. Data penelitian ini juga konsisten
tersebut didapatkan jumlah pasien stroke iskemik dengan penelitian sebelumnya yang
dengan subjek laki-laki adalah 55,1% dan subjek menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan
perempuan 44,9% kasus.7 Usia rata-rata penderita antara NIHSS dan RDW. Penelitian oleh Kara
yang menjadi subjek penelitian adalah 63,2 dkk. (2015) menunjukkan peningkatan rerata
tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang RDW serum dengan semakin meningkatnya nilai
dilaporkan oleh Misbach dkk. (2007) bahwa NIHSS pasien.3
penderita terbanyak didapatkan pada kelompok Inflamasi merupakan proses terpenting dalam
usia 45-65 tahun yaitu 50,5%.8 kejadian stroke iskemik, aterosklerosis, dan
iskemik. Sebagai marker inflamasi, RDW juga
Tabel 1. Analisis bivariat korelasi kadar natrium
berkorelasi dengan marker inflamasi lain seperti
serum terhadap nilai GCS
C-reactive protein (CRP). Inflamasi akan
NIHSS
RDW %
masuk
mempengaruhi fungsi sumsum tulang dan
metabolisme besi. Sitokin inflamasi dapat
RDW Pearson
1 0,296(*) menyebabkan peningkatan RDW dengan
% Correlation
Sig. (2-tailed) 0,035 mencegah maturasi darah merah dan
N 51 51 menyebabkan pelepasan retikulosit baru yang
NIHSS Pearson besar dalam sirkulasi darah. Inflamasi dapat
0,296(*) 1 menyebabkan perubahan morfologi membran sel
masuk Correlation
Sig. (2-tailed) 0,035 darah merah dengan mengubah membran
N 51 51 glikoprotein dan kanal ion.3
Keterangan: (*) correlation is significant at the 0,05 level
(1-tailed). Glasgow Coma Scale (GCS), Red-Blood-Cell
Distribution Width (RDW), National Institutes of Health
Stroke Scale (NIHSS)

Hasil penelitian ini menunjukkan rerata kadar


RDW serum pada kisaran 13,7% dengan SD
1,3%. Nilai normal RDW pada pasien dewasa
baik laki-laki maupun perempuan adalah 12,3 ±
0,8%. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian
Kara dkk. (2015) yang menyatakan bahwa nilai
RDW pada pasien stroke lebih tinggi
dibandingkan nilai rerata normal, yaitu berada Keterangan: Red-Blood-Cell Distribution Width (RDW),
National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS)
pada kisaran rerata 14%.3
Gambar 1. Scatter plot Red-Blood-Cell
Berbagai indikator digunakan untuk menilai
Distribution Width terhadap nilai National
kondisi fungsional pasien dengan stroke iskemik.
Institutes of Health Stroke Scale
Penilaian NIHSS digunakan untuk mengevaluasi
derajat keparahan stroke serta mampu Keterbatasan penelitian ini adalah menggunakan
menentukan prognosis pasien.4 Hasil penelitian rancangan potong lintang karena pertimbangan
ini menunjukkan rerata NIHSS 6,7. Nilai NIHSS kemampuan pelaksanaan serta kebutuhan biaya
dikategorikan menjadi tiga klasifikasi, yaitu dan waktu yang relatif minimal. Metode
ringan (NIHSS ≤8), sedang (NIHSS 9–15), atau sampling yang paling baik untuk rancangan
berat (NIHSS ≥16).6 potong lintang adalah simple random.
Korelasi yang bermakna kadar RDW serum Keterbatasan lain adalah adanya potensi bias
dengan NIHSS yang dinilai tes korelasi Pearson seleksi karena karakteristik pasien yang homogen
menunjukkan hasil r=0,296 dengan nilai akibat pola rujukan pasien hospital based.
p=0,035. Secara statistik maknanya terdapat

63 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Mayashita dkk 2018 ARTIKEL ASLI
Simpulan Laporan penelitian ini diajukan dalam sesi ilmiah
Terdapat korelasi positif antara kadar RDW presentasi poster di The Bali Neurology Update 5th
serum dengan nilai NIHSS pasien stroke iskemik yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter
akut dengan kekuatan korelasi rendah, sehingga Spesialis Saraf Indonesia cabang Denpasar bekerja
sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas
semakin tinggi kadar RDW semakin tinggi nilai
Udayana dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
NIHSS. Denpasar tanggal 22-24 September 2017 di Denpasar,
Bali.

Daftar Rujukan
1. Brust JCM. Current Diagnosis and Treatment 5. Ani C, Ovbiagele B. Elevated red blood cell
Neurology. New York: Mc Graw Hill Medical. distribution width predicts mortality in persons
2012. with known stroke. J Neurol Sci. 2009;277:103–
2. Zalawadiya SK. Red cell distribution width and 108.
risk of coronary heart disease events, Elsevier Inc. 6. Ramírez-Moreno JM, Gonzalez-Gomez M, Ollero-
2010.
Ortiz A, Roa-Montero AM, Gómez-Baquero MJ,
3. Kara H, Degirmenci S, Bayir A, Ak A, Akinci M,
Dogru A, dkk. Red cell distribution width and Constantino-Silva AB. Relation between red blood
neurological scoring systems in acute stroke cell distribution width and ischemic stroke: a case-
patients. Neuropsychiatric Disease and Treatment. control study. Int J Stroke. 2013;8(6):E36.
2015;18(11):733-739. 7. Farahmand S, Anzali BC, Heshmat R, Ghafouri
4. Jensen MB, Chacon MR, Sattin JA, Levine RL, HB, Hamedanchi S. Serum sodium and potassium
Vemuganti R. Potential biomarkers for the level in cerebro-vascular accident patient. Malays J
diagnosis of stroke. Expert Rev Cardiovasc Ther. Med. 2013;20(3):39-43.
2009;7(4):389–393. 8. Misbach J. Pandangan umum mengenai stroke,
dalam unit stroke manajemen stroke secara
komprehensif. Jakarta: FKUI. 2007.

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 64


Callosum Neurology, Volume 1, Nomor 2:65-70, 2018
LAPORAN KASUS
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284

LAPORAN KASUS: PERDARAHAN


INTRASEREBRAL PADA ACQUIRED
PROTHROMBIN COMPLEX
DEFICIENCY ONSET LAMBAT
Clarissa Tertia1, Kennytha Yoesdyanto1, Imam Irfani2, Herliana Sembiring3
1
Dokter Internsip RS Arsani, Kepulauan Bangka Belitung
2
Neurolog RS Arsani, Kepulauan Bangka Belitung
3
Spesialis Pediatri RS Arsani, Kepulauan Bangka Belitung

Diterima DOI: 10.29342/cnj.v1i2.36


Disetujui
Publikasi Korespondensi: clarissa_tertia@yahoo.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Acquired Prothrombin Complex time (PT) dan activated partial thromboplastin time
Deficiency (APCD) adalah pendarahan akibat (APTT). CT sken menunjukkan perdarahan
kekurangan vitamin K. Manifestasi klinis berupa intraserebral multipel, subarakhnoid, dan subdural,
defisit neurologis fokal maupun global yang iskemia luas, dan fluid-fluid level. Pasien diterapi
berhubungan dengan perdarahan intraserebral dengan asam traneksamat, vitamin K, antikonvulsan,
spontan. dan dirujuk ke RS dengan fasilitas layanan bedah
Kasus: Bayi laki-laki 1 bulan mengalami penurunan saraf.
kesadaran, bangkitan, serta muntah sejak 1 hari Diskusi: Diagnosis APCD ditegakkan berdasarkan
sebelumnya. Riwayat injeksi vitamin K dan trauma pemanjangan protrombin dan perdarahan spontan
kepala disangkal. Bayi somnolen, pucat, ubun-ubun yang ditunjang oleh CT sken kepala.
menonjol, pupil anisokoria, dan ekstremitas spastik. Simpulan: Kasus APCD memiliki tingkat morbiditas
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan dan mortalitas yang tinggi sehingga profilaksis
trombositosis, pemanjangan partial thromboplastin vitamin K pada neonatus sangat penting.

Kata Kunci: APCD, defisiensi vitamin K, perdarahan intraserebral, koagulopati, neonates.

ABSTRACT

Background: Acquired Prothrombin Complex intracerebral hemorrhages, subarachnoid, and


Deficiency (APCD) is a bleeding disorder due to subdural, broad ischemia, and fluid-fluid levels.
vitamin K deficiency. Clinical manifestations of focal Patients were treated with tranexamic acid, vitamin K,
and global neurological deficits were associated with anti-convulsant, and referred to another hospital with
spontaneous intracerebral hemorrhage. neurosurgical care facility.
Case Illustration: A 1-month-old male infant was Discussion: The diagnosis of APCD is confirmed by
losing consciousness, seizures, and vomiting from the prolonged PT and evidence of spontaneous bleeding
previous day. History of vitamin K injections and from head imaging.
head trauma were denied. Baby appeared somnolent, Conclusion: APCD cases have high rates of morbidity
pale, crown prominent, anisocoria, and spastic limb. and mortality, necessitating vitamin K prophylaxis in
Laboratory tests displayed thrombocytosis, prolonged the neonate.
PT and APTT. Head CT scan demonstrated multiple

Keywords: APCD, vitamin-K deficiency, intracerebral hemorrhage, coagulopathy, neonates

65 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Tertia dkk 2018 LAPORAN KASUS
Latar Belakang dalam sehari. Pasien tidak mau menyusu sejak
Acquired Prothrombin Complex Deficiency sehari sebelum masuk rumah sakit. Disangkal
(APCD) merupakan kelainan pendarahan pada adanya riwayat demam, gangguan buang air
pediatri yang disebabkan oleh kekurangan besar dan buang air kecil dalam batas normal.
vitamin K.1,2 Defisiensi vitamin K menyebabkan Riwayat terkait kehamilan dan persalinan
gangguan proses koagulasi yang dapat menunjukkan ibu menjalani persalinan normal
bermanifestasi sebagai perdarahan. Gangguan ini dengan kehamilan cukup bulan dan dibantu oleh
disebut juga dengan istilah perdarahan akibat bidan. Tidak terdapat riwayat minum obat-obatan
defisiensi vitamin K (PDVK).3 Pemberian selama kehamilan seperti antibiotik berlebihan,
vitamin K penting untuk profilaksis APCD. The antikonvulsan, obat anti tuberkulosis, maupun
Canadian Pediatric Society dan American antikoagulan. Perkembangan pascakelahiran
Academy of Pediatrics merekomendasikan pasien cukup baik, tidak ada riwayat ikterus,
pemberian vitamin K secara intramuskular. trauma kepala, ataupun diayun-ayun berlebihan
Profilaksis intramuskular (IM) hanya sebelumnya. Pasien diberikan ASI yang sesekali
menggunakan 0,5 sampai 1 mg vitamin K1.4 diselilingi susu formula. Riwayat injeksi vitamin
Rekomendasi Health Technology Assessment K pascakelahiran disangkal.
dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia Pemeriksaan fisik menunjukkan bayi tampak
terhadap semua bayi yang baru lahir harus pucat dan somnolen dengan Children Coma
mendapatkan profilaksis 1 mg vitamin K1 dosis Scale (CSS) 9 (E2M4V3). Pemeriksaan tanda
tunggal intramuskular.3,5 vital menunjukkan laju nadi 130 kali/menit (isi
Angka kejadian APCD pada neonatus yang tidak cukup, kuat, dan regular), frekuensi napas 66
mendapatkan profilaksis vitamin K berkisar 1 kali/menit, dan suhu 36,8°C. Berat badan bayi
tiap 200-400 orang.6 Insidensi APCD onset 4,6 kilogram dengan berat badan lahir 3,5
lambat pada bayi yang mendapatkan profilaksis kilogram. Ubun-ubun tampak menonjol,
vitamin K1 secara oral adalah 1,4-6,4 per- anisokoria dengan ukuran pupil sinistra 6 mm
100.000 sedangkan secara intramuskular 0,25-3,2 dan ukuran pupil dekstra 4 mm, serta telapak
per-100.000.7,8 tangan dan kaki yang pucat. Pemeriksaan
Profilaksis diperlukan untuk semua neonatus, neurologis menunjukkan spastisitas di
bahkan bagi yang sehat dan tanpa faktor risiko ekstremitas. Pemeriksaan fisik thoraks dan
perdarahan.9 Pedoman Dutch Paediatric abdomen dalam batas normal. Terlihat adanya
Association guna pemberian profilaksis vitamin perdarahan gastrointestinal dari orogastric-tube.
K1 pada saat terjadi perdarahan diberikan pada Tidak tampak adanya perdarahan pada kulit.
bayi langsung setelah kelahiran (1 mg vitamin Profil laboratorium hematologi menunjukkan
K1) secara oral, intravena, ataupun kondisi anemia normokromik-normositik (kadar
intramuskular, diikuti oleh dosis harian (25 μg) hemoglobin 6,8 g/dL, hematokrit 22%, MCV 92
vitamin K1 dari usia 1 hingga 5 minggu untuk fl, MCH 28 pg, MCHC 31g/dL), leukositosis
semua bayi dengan pemberian air susu ibu (ASI) (leukosit 23.500/mm3), trombositosis (782.000
yang eksklusif.10 sel/mm3), glukosa darah (101 mg/dL) dan
elektrolit (Natrium 135 mmol/L, Kalium 4
Ilustrasi Kasus mmol/L, dan Klorida 100 mmol/L) dalam batas
Seorang bayi laki-laki berusia 1 bulan tampak normal, peningkatan C-Reactive Protein (CRP 11
hipoaktif dibawa orang tuanya ke rumah sakit mg/L), partial thromboplastin time (PTT)
karena mengalami penurunan kesadaran, memanjang (tidak terhingga), activated partial
bangkitan, serta muntah sejak 1 hari sebelumnya. thromboplastin time (aPTT) 104,2 detik.
Aloanamnesis dari orang tua pasien didapatkan Pemeriksaan pencitraan kepala menunjukkan
terjadinya kaku mendadak pada kedua tangan perdarahan intraserebral multipel (regio frontalis,
dan kaki pasien , mata tampak melirik ke atas, parietalis dan temporalis kiri), perdarahan
berlangsung lebih dari 15 menit, dan tidak subarakhnoid, perdarahan subdural
sadarkan diri pascabangkitan. Bangkitan terjadi (temporoparietalis kiri), daerah iskemia luas
berulang kali dalam sehari, pasien tampak tidak (oksipitalis kiri), dan adanya fluid-fluid level
sadarkan diri di sela dua bangkitan. Pasien (temporoparietalis kanan) [Gambar 1].
muntah menyemprot dengan frekuensi 3 kali

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 66


LAPORAN KASUS Tertia dkk 2018

disangkalnya riwayat mengayun-ayun berlebih


maupun riwayat trauma pada pasien.
Pemeriksaan fisik menunjukkan sindrom
peningkatan tekanan intrakranial dengan adanya
kecurigaan ke arah proses herniasi. Gejala lemas,
pucat, muntah menyemprot, ubun-ubun
menonjol, yang disertai ukuran pupil yang
anisokor. Perdarahan intrakranial mengakibatkan
penekanan pada saraf kranial yang menyebabkan
perubahan ukuran dan reaksi pupil terhadap
cahaya. Bangkitan tonik yang terjadi dapat akibat
dari lesi maupun iritasi pascaperdarahan di
korteks dan intraserebral. Tanda klinis
ekstremitas yang spastik menunjukkan adanya
lesi pada upper motor neuron (UMN).
Kesimpulan yang dapat
diambil dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang mengarah pada diagnosis
APCD/ PDVK onset lambat.
Gambar 1. Pemeriksaan Computed Tomography Berbagai faktor dapat menyebabkan timbulnya
(CT)-Sken kepala pasien kondisi APCD. Neonatus memiliki risiko yang
lebih besar karena konsentrasi faktor pembekuan
Pasien didiagnosis mengalami kondisi APCD vitamin K dalam darah yang rendah menjelang
onset lambat dan diberikan terapi sesuai proses kelahiran kelahiran. Nilainya mengalami
protokol. Pemberian oksigen dalam headbox 8 penurunan hingga 50% dan akan kembali normal
Liter/menit. Pasien diinfus dengan menggunakan di usia 7 - 10 hari. Pada usia 6 bulan kadarnya
cairan Dextrose-10/ Normal Saline (1/5) dengan serupa dengan nilai normal pada individu
kecepatan 14 mL/jam. Diberikan injeksi vitamin dewasa. Konsumsi obat-obatan selama
K 1x1mg, injeksi omeprazole 2x4 mg, injeksi kehamilan dapat mengganggu metabolisme
asam traneksamat 3x50 mg, dan loading bolus vitamin K. Golongan obat seperti antikonvulsan,
pelan fenobarbital 90 mg via intravena saat antituberkulosis, antikoagulan, serta peresepan
bangkitan yang dilanjutkan dengan fenobarbital antibiotik yang tidak rasional akan mengurangi
3x10 mg sebagai terapi rumatan. Pasien juga jumlah bakteri usus yang berperan dalam proses
mendapatkan injeksi antibiotik golongan sintesis vitamin K. Sindrom malabsorpsi usus
penisilin 3x250 mg dan golongan ceftazidime ataupun diare juga menyebabkan gangguan
3x250 mg. Fresh frozen plasma merupakan absorpsi vitamin K.11 Bayi dengan gangguan
pilihan utama namun tidak tersedia, sehingga fungsi hati pada kasus obstruksi biliaris
pasien diberikan transfusi packed red cell (PRC) (intrahepatik dan ekstrahepatik) menyebabkan
60 mL. Pasien dirujuk ke rumah sakit lain tidak terbentuknya garam empedu yang
dengan fasilitas layanan bedah saraf untuk diperlukan untuk absorpsi vitamin K. Lebih
tatalaksana selanjutnya. lanjut, obstruksi komplit dapat menyebabkan
gangguan homeostatis. Rendahnya asupan
Diskusi
vitamin K dijumpai pada bayi yang mendapatkan
Diagnosis APCD ditegakkan melalui anamnesis
ASI eksklusif. Hal ini disebabkan oleh kadar
pasien terhadap faktor risiko berupa saat baru
vitamin K pada ASI (<5mg/mL) jauh lebih
lahir tidak mendapatkan injeksi vitamin K 1 mg
rendah jika dibandingkan dengan kadar di susu
serta bayi yang cenderung menyusu ASI
formula (50-60mg/mL). Susu formula
dibandingkan susu formula. dimana kadar
mengandung bakteri Bacteriodes fragilis yang
vitamin K dalam ASI jauh lebih rendah daripada
mampu menyintesis vitamin K, sebaliknya pada
susu formula. Manifestasi perdarahan spontan
ASI terdapat bakteri Lactobacillus yang tidak
yang terjadi adalah perdarahan intrakranial dan
mampu menyintesis vitamin K. Penurunan
saluran cerna bagian atas. Kemungkinan
konsentrasi plasma vitamin K pada bayi baru
perdarahan akibat trauma dapat disingkirkan dari

67 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Tertia dkk 2018 LAPORAN KASUS
lahir dengan ASI eksklusif terjadi terutama pada Menurunnya peran faktor koagulasi II
3-4 minggu pascakelahiran.2-4,11,12 (protrombin), VII, IX, X, protein C, dan protein
Perdarahan spontan atau perdarahan akibat S, sebaliknya kadar dan fungsi yang normal
trauma yang terjadi pada pasien APCD dijumpai pada faktor koagulasi lain, kadar
disebabkan oleh penurunan aktivitas faktor fibrinogen, maupun trombosit.6
koagulasi. Hal ini lebih lanjut akan mengganggu Diagnosis APCD dapat diklasifikasikan
proses hemostasis. Proses hemostasis terdiri dari berdasarkan usia onset klinis, yaitu tipe onset
empat fase kompleks yaitu fase vaskular, fase dini, klasik, dan onset lambat. Diagnosis APCD
trombosit, fase plasma dan fase fibrinolisis. onset dini sangat jarang terjadi, terjadi dalam 24
Apabila terdapat gangguan pada minimal salah jam pertama kehidupan dan dikaitkan dengan
satu fase, maka akan terjadi gangguan hemostatis penggunaan obat-obatan selama kehamilan. Jenis
yang bermanifestasi sebagai perdarahan. yang paling sering dijumpai adalah APCD klasik.
Gangguan terjadi pada faktor koagulasi yang Karakteristik ketiga tipe APCD dapat diamati
bergantung dengan adanya vitamin K. pada Tabel 1.11,13,14

Tabel 1. Tipe Acquired Prothrombin Complex Deficiency 1


Tipe Usia Insiden Lokasi Perdarahan Penyebab
Subperiosteal
<5% pada
sefalhematoma), Penggunaan obat selama
Onset dini 0-24 jam kelompok resiko
intrakranial, intratorakal, kehamilan
tinggi
intraabdomen, umbilikus
Idiopatik, penggunaan obat
Gastrointestinal, kulit, selama kehamilan, asupan
0,01-1%
kelenjar adrenal, hidung, vitamin K inadekuat, kadar
Klasik 2-7 hari (tergantung pola
luka post sirkumsisi, vitamin K rendah pada
makan bayi)
intrakranial, umbilikus ASI, tidak mendapat
profilaksis vitamin K
Gangguan absorpsi
vitamin K (kistik fibrosa,
2-24
atresia biliaris, gangguan
minggu 4-10 per-100.000
Onset Intrakranial, kulit, hati dengan kolestatis,
(terutama kelahiran (terutama
lambat gastrointestinal asupan vitamin K
2-12 di Asia Tenggara)
inadekuat, kadar vitamin K
minggu)
rendah pada ASI, tidak
dapat profilaksis vitamin K
Keterangan: Acquired Prothrombin Complex Deficiency (APCD), Air Susu Ibu (ASI)

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kondisi 90%) merupakan penyebab mortalitas (10-25%)


anemia dapat diakibatkan oleh adanya dan kecacatan (40-65%) yang signifikan.15
perdarahan. Temuan adanya pemanjangan PTT Sekitar 80-100% perdarahan intrakranial berupa
dan aPTT merupakan tanda gangguan terjadi perdarahan subdural dan subaraknoid.
pada faktor pembekuan darah. Gambaran khas Perdarahan intrakranial selanjutnya
perdarahan intraserebral dengan fluid-fluid level menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
menunjukkan etiologi perdarahan berupa proses intrakranial (PTIK) yang bervariasi dari
koagulopati. asimptomatis hingga simptomatis (60%). Gejala
Manifestasi perdarahan karena defisiensi vitamin klinis PTIK berupa muntah menyemprot, nyeri
K tidak spesifik dan sangat bervariasi dari kepala, ubun-ubun besar menonjol, bangkitan,
perdarahan ringan (hematoma ringan) hingga edema papil, pupil anisokor, defisit neurologis,
ekimosis generalisata, pucat, perdarahan kulit hingga penurunan kesadaran.6
(purpura atau ekimosis), dan gastrointestinal. Ikatan Dokter Anak Indonesia15 merumuskan
Perdarahan yang terjadi dapat spontan ataupun kriteria diagnosis APCD berdasarkan data yang
akibat trauma seperti trauma pada jalan lahir didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
yang mengakibatkan terjadinya sefalhematoma.6,9 pemeriksaan penunjang. Melalui anamnesis
Manifestasi klinis perdarahan intrakranial (80%- yaitu:

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 68


LAPORAN KASUS Tertia dkk 2018

• Bayi kecil (usia 1-6 bulan) yang sebelumnya simptomatis berupa transfusi PRC sesuai kadar
sehat, tiba-tiba tampak pucat, malas minum, hemoglobin awal, tatalaksana bangkitan, dan
lemah dan banyak tidur. terapi guna mengatasi peningkatan tekanan
• Minum ASI ekslusif. intrakranial.15,16 Terkadang tatalaksana konservatif
• Tidak mendapatkan vitamin K1 saat lahir. pada perdarahan intrakranial pada kasus APCD
• Bangkitan fokal. dibatasi oleh ukuran dan lokasi perdarahan
Pada pemeriksaan fisik didapatkan: intrakranial, sehingga tindakan operatif
• Pucat tanpa perdarahan yang nyata. diperlukan guna memberikan dekompresi dan
• Peningkatan tekanan intrakranial yang evakuasi perdarahan.2
ditandai dengan ubun-ubun besar yang
menonjol, penurunan kesadaran, dan papil Simpulan
edema. Diagnosis APCD ditegakkan melalui anamnesis,
• Defisit neurologis fokal berupa bangkitan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
fokal, hemiparesis, paresis nervus kranial. Anamnesis bertujuan untuk menggali faktor
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan: risiko seperti tidak diberikannya vitamin K
• Darah perifer lengkap menunjukkan kondisi pascakelahiran, konsumsi obat-obatan selama
anemia berat dengan jumlah trombosit kehamilan, pemberian ASI ekslusif, dan onset
normal. perdarahan yang terjadi. Pemeriksaan fisik
• Pemeriksaan PTT memanjang dan APTT bertujuan menilai keadaan umum, tingkat
dapat normal atau memanjang. kesadaran, dan memperkirakan lokasi perdarahan
• Pemeriksaan ultrasonografi atau CT sken pasien. Pemeriksaan laboratorium terhadap
kepala menunjukkan adanya perdarahan faktor koagulasi membuktikan adanya
intrakranial. pemanjangan PPT dan aPTT. Pemeriksaan CT-
Injeksi vitamin K dan asam traneksamat scan bertujuan untuk membuktikan adanya
diberikan guna menghentikan dan meminimalisir perdarahan intrakranial. Injeksi vitamin K,
perdarahan. Transfusi PRC diberikan untuk pemberian FFP, dan tindakan operatif merupakan
tatalaksana anemia pada pasien. Tatalaksana manajemen pasien APCD dengan perdarahan
simptomatik berupa pemberian oksigen, intrakranial. Profilaksis vitamin K pada semua
antikonvulsan, antibiotik, dan injeksi omeprazol. bayi baru lahir sangat penting guna menghindari
Pasien membutuhkan tindakan operatif guna APCD yang memiliki tingkat mortalitas yang
mengevakuasi perdarahan yang terjadi serta tinggi.
mengurangi tekanan intrakranial. Pasien dirujuk
ke rumah sakit lain yang memiliki spesialis Laporan penelitian ini diajukan dalam sesi ilmiah
bedah saraf akibat keterbatasan fasilitas. presentasi poster di The Bali Neurology Update 5th
Manajemen kasus APCD berupa pemberian yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter
vitamin K1 dengan dosis 1 mg intramuskular Spesialis Saraf Indonesia cabang Denpasar bekerja
sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas
selama 3 hari berturut-turut guna memperbaiki
Udayana dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
defisiensi yang ada. Terapi penggantian faktor Denpasar tanggal 22-24 September 2017 di Denpasar,
pembekuan darah diperlukan dengan cara Bali.
memberikan fresh frozen plasma (10-15 mL/
KgBB) selama 3 hari berturut-turut. Manajemen

Daftar Rujukan
3. Kumala A. Perdarahan Subdural terkait Defisiensi
1. Pansatiankul B, Jitapunkul S. Risk factors of
Kompleks Protrombin Didapat [Internet].
acquired prothrombin complex deficiency
cdkjournal. 2016 [diakses 3 September 2017].
syndrome: a case-control study. J Med Assoc
Tersedia di:
Thai. 2008;91(Suppl3): 1-8.
http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/articl
2. Dewi LP, Nurfitri E, Tiya Romli M. Good
e/download/73/
outcomes in operative management of acquired
4. Mihatsch W, Braegger C, Bronsky J, Campoy C,
protrombin complex deficiency: a serial case
Domellöf M, Fewtrell M et al. Prevention of
report. Paediatrica Indonesiana.2011;51(5):298-
Vitamin K Deficiency Bleeding in Newborn
302.

69 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Tertia dkk 2018 LAPORAN KASUS
Infants. Journal of Pediatric Gastroenterology and 11. Abrams S, Savelli S. Be prepared to address
Nutrition. 2016;63(1):123-129. parents’ concerns about vitamin K injection
5. Saboori P, Sadegh A. Histology and Morphology [Internet]. Aappublications.org. 2017 [diakses 3
of the Brain Subarachnoid Trabeculae. Anatomy 12. September 2017]. Tersedia di:
Research International. 2015;2015:1-9 http://www.aappublications.org/content/35/5/1.
6. Sastroasmoro S. Perdarahan Akibat Defisiensi 13. Ciantelli M, Bartalena L, Bernardini M, Biver P,
Vitamin K, Buku Panduan Pelayanan Medis Chesi F, Boldrini A et al. Late vitamin K
Departemen Ilmu Kesehatan Anak 2007: 279-28 deficiency bleeding after intramuscular
7. American Academy of Pediatrics Committee on prophylaxis at birth: a case report. Journal of
Fetus and Newborn. Controversies concerning Perinatology. 2009;29(2):168-169.
Vitamin K and the newborn. Pediatrics. 2003 14. Ijland M, Pereira R, Cornelissen E. Incidence of
Jul;112(1 Pt 1):191-2. late vitamin K deficiency bleeding in newborns in
8. McMillan D, Canadian Paediatric Society, Fetus the Netherlands in 2005: evaluation of the current
and Newborn Committee. Routine administration guideline. European Journal of Pediatrics.
of Vitamin K to newborns: A joint statement with 2007;167(2):165-169.
the College of Family Physicians of Canada. 15. The Canadian Paediatric Surveillance Program.
Paediatr Child Health 1997;2(6):429-31 Vitamin K injection – best prevention for
9. Sankar M, Chandrasekaran A, Kumar P, Thukral newborns. Paediatr Child Health. 2002;7(8):588–
A, Agarwal R, Paul V. Vitamin K prophylaxis for 589.
prevention of vitamin K deficiency bleeding: a 16. Pudjiadi AH, Hegar B, Handaryastuti S, Idris NS,
systematic review. Journal of Perinatology. Gandaputra EP, Hamoniati ED. Pedoman
2016;36:S29-S35. Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
10. Van-Winckel M, De-Bruyne R, Van De Velde S, IDAI. 2011. Hal: 41-42.
Van Biervliet S. Vitamin K, an update for the 17. Lippi G, Franchini M. Vitamin K in neonates:
paediatrician. European Journal of Pediatrics. facts and myths. Blood Transfus. 2011;9:4
2008;168(2):127-134.

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 70


Callosum Neurology, Volume 1, Nomor 2:71-74, 2018
ARTIKEL ASLI
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284

HIPONATREMIA SEBAGAI
PREDIKTOR PROGNOSIS
KEMATIAN PASIEN CEDERA OTAK
AKIBAT TRAUMA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP)
DR. SARDJITO YOGYAKARTA
Mariesta Kusumaningtyas1, Atitya Fithri Khairani2, Indarwati Setyaningsih2
1
Residen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/ RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
2
Neurolog Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/ RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Diterima 11 Agustus 2017 DOI: 10.29342/cnj.v1i2.37


Disetujui 5 Mei 2018
Publikasi 21 Mei 2018 Korespondensi: dr.mariesta@gmail.com

ABSTRAK
Latar Belakang: Insidensi cedera otak akibat trauma terdiagnosis dan tercatat sebagai traumatic cerebral
memiliki angka mortalitas mencapai 25%. oedema (S06.1), traumatic subdural haemorrhage,
Hiponatremia merupakan gangguan elektrolit yang (S06.5), dan traumatic subarachnoid haemorrhage
paling sering terjadi pada pasien cedera otak akibat (S06.6).
trauma yang dapat memperburuk kondisi dan dapat Hasil: Terdapat 52 subjek dengan mayoritas laki-laki
menjadi salah satu penyebab disabilitas/ mortalitas. (76,9%), rerata usia 32 tahun, dan sebagian besar
Tujuan: Untuk menilai hubungan hiponatremia mengalami hiponatremia derajat sedang (61,5%).
terhadap prognosis kematian pasien cedera otak akibat Jumlah pasien meninggal sebanyak 13,5%. Kadar
trauma di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. natrium berpengaruh terhadap prognosis kematian
Sardjito Yogyakarta. pada pasien cedera otak akibat trauma (p=0,031).
Metode Penelitian: Penelitian analitis menggunakan Simpulan: Hiponatremia berhubungan dengan
metode potong lintang terhadap data rekam medis prognosis kematian pasien cedera otak akibat trauma
pasiencedera otak akibat trauma di RSUP Dr. Sardjito di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
selama bulan Desember 2016. Subjek penelitian

Kata Kunci: Hiponatremia, Cedera otak akibat trauma, Prognosis, Mortalitas

ABSTRACT

Background: The mortality rate of traumatic brain fulfill the criteria and recorded as traumatic cerebral
injury (TBI) reached 25%. Hyponatremia is an edema (S06.1), traumatic subdural hemorrhage
electrolyte imbalance most often occurred among TBI (S06.5), traumatic subarachnoid hemorrhage (S06.6).
patients and one of the main causes of disability Result: There were 52 subjects with the largest
and/or mortality in TBI patients. proportion was male (76,9%), mean age was 32 years,
Purpose: To determine the correlation of and 61,5 % patients have moderate hyponatremia.
hyponatremia and mortality prognostic in TBI patients Mortality rate was 13,5%. The natrium level is related
in Dr. Sardjito Hospital Yogyakarta. to mortality prognosis in TBI patients (p=0,031).
Method: Analytic cross-sectional study of TBI Conclusion: Hyponatremia is related to morbidity
patients in Dr. Sardjito Hospital Yogyakarta prognosis of TBI patients in Dr. Sardjito Hospital
December 2016 from the medical record. The subjects Yogyakarta

Keywords: Hyponatremia, Traumatic brain injury, Prognosis, Mortality

71 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Kusumaningtyas dkk 2018 ARTIKEL ASLI
Latar Belakang pada kadar natrium serum < 115 mmol/L, 25%
Cedera kepala mengenai hampir 1,5 juta orang di pada kadar < 125 mmol/L setelah evaluasi
Amerika Serikat setiap tahunnya dengan 240.000 selama 6 bulan.2
orang membutuhkan rawat inap di rumah sakit. Penelitian mengenai hiponatremia pada pasien
Sekitar 60.000 orang meninggal dan 70.000 dengan cedera otak akibat trauma belum banyak
orang mengalami cacat neurologis permanen. dilakukan di Indonesia. Dengan alasan tersebut
Estimasi kerugian finansial karena hilangnya perlu dilakukan penelitian tentang hiponatremia
produktivitas serta biaya perawatan medis sebagai prediktor prognosis kematian pasien
berkisar 100 milyar dolar Amerika pertahunnya. 1 cedera otak akibat trauma di RSUP Dr. Sardjito
Salah satu faktor ekstrakranial yang Yogyakarta.
memperburuk prognosis pasien cedera kepala
Metode Penelitian
adalah hiponatremia. Kondisi hiponatremia
Penelitian ini menggunakan metode potong
selama masa perawatan berhubungan dengan
lintang dengan subyek penelitian semua rekam
cedera kepala. Sebuah penelitian retrospektif
medis pasien yang termasuk dalam diagnosis
menunjukkan hiponatremia terjadi pada 16,8%
cedera otak akibat trauma di Instalasi Catatan
pasien cedera kepala, 50,7% pasien hematoma
Medis RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta pada
subdural (SDH), 25% pasien hematoma epidural
Desember 2016. Diagnosis cedera otak akibat
(EDH), 47,9% pasien kontusio cerebri, dan 50%
trauma sesuai International Classification of
pasien diffuse axonal injury (DAI). Terdapat
Diseases (ICD) 10 meliputi traumatic cerebral
korelasi antara kondisi hiponatremia dengan
oedema (S06.1), traumatic subdural haemorrhage
lama perawatan di rumah sakit serta luaran yang
(S06.5), traumatic subarachnoid haemorrhage
buruk. Kadar natrium serum menunjukan
(S06.6) yang dikonfirmasi dengan Computed
hubungan berbentuk U dengan luaran, yaitu
Tomography (CT) sken kepala, dan dilakukan
semakin rendah atau tinggi kadar natrium, luaran
pemeriksaan natrium pada awal masuk rumah
cedera kepala semakin buruk.
sakit. Hasil CT Sken kepala berupa tumor atau
Hiponatremia pascacedera kepala mengakibatkan
massa akan dieksklusi. Stratifikasi hiponatremia
gangguan homeostasis di sistem saraf pusat.
menjadi derajat ringan (131-135 mmol/L),
Cedera kepala menyebabkan respons stres dan
sedang (120-130 mmol/L) dan berat (<120
aktivasi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal yang
mmol/L). Evaluasi juga dilakukan terhadap
meningkatkan atrial natriuretic peptide (ANP),
variabel usia, jenis kelamin, tingkat kesadaran,
brain natriuretic peptide (BNP), dan arginin
serta tindakan operatif. Analisis bivariat
vasopressin sehingga terjadi kondisi
menggunakan uji Chi-Square karena seluruh
hiponatremia. Sekresi hormon antidiuretik
variabel menggunakan skala kategorik.
(ADH) berlebihan, restriksi cairan, perdarahan,
atau adanya cedera lain mengakibatkan Hasil Penelitian
terjadinya kondsi hipovolemia. Sekresi ADH Sebanyak 52 pasien cedera otak akibat trauma
berlebih sesuai untuk kondisi hipovolemia tetapi yang memenuhi kriteria penelitian dan menjalani
tidak sesuai untuk kondisi hiponatremia. rawat inap di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta.
Restriksi cairan dapat memperburuk kondisi Penilaian derajat kesadaran menggunakan
dengan terus meningkatkan produksi ADH. Glasgow Coma Scale (GCS) dan dibagi menjadi
Hiponatremia juga dapat terjadi karena kelebihan 3 kategori, yaitu: (1) pasien sadar atau penurunan
penggunaan cairan dekstrosa tanpa pemberian kesadaran ringan (GCS 14-15) sebanyak 8
suplementasi natrium. (15,3%) subjek, (2) pasien dengan penurunan
Hiponatremia yang tidak terkoreksi dapat kesadaran sedang (GCS 9-13) sebanyak 37
memicu penurunan kesadaran dan kejang. (71,1%) subjek, (3) pasien dengan penurunan
Mekanismenya melalui timbulnya edema serebri, kesadaran berat (GCS 3-8) sebanyak 7 (13,4%)
kematian sel otak, dan meningkatnya tekanan subjek. Rerata GCS adalah 10.2 dengan SD ±
intrakranial yang menyebabkan herniasi dan 3.27. Pemeriksaan elektrolit dilakukan saat
kematian pasien. Hiponatremia memiliki tingkat pertama kali masuk rumah sakit. Rerata
morbiditas dan mortalitas yang tinggi, yaitu penurunan kadar natrium adalah 124,15 dengan
17,9% pada pasien rawat inap. Studi lain SD ±10,11. Ditemukan kondisi hiponatremia
menunjukkan angka mortalitas sebanyak 50% derajat ringan sebanyak 15 (28,8%) subjek,

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 72


ARTIKEL ASLI Kusumaningtyas dkk 2018

derajat sedang sebanyak 32 (61,5%) subjek, dan menunjukkan bahwa kadar hiponatremia
derajat berat sebanyak 5 (9,6%) subjek. Data berpengaruh terhadap kematian pasien cedera
demografis ditunjukkan oleh tabel 1. otak akibat trauma. Uji Chi-Square menunjukkan
Hasil analisis bivariat terhadap prognosis pasien nilai p=0,031.
Tabel 1. Karakteristik Demografi Subjek Penelitian
95% IK
Data Demografis Jumlah (%) Rerata ± SD Nilai p
Bawah Atas
Usia 31,79 ± 5,66 26,13 37,45 0,000
<45 tahun 36 (69,2%)
≥45 tahun 16 (30,8%)
Jenis kelamin
Laki- laki 40 (76,9%)
Perempuan 12 (23,1%)
Tingkat Kesadaran 10,2 ± 3,27 6,93 13,57 0,000
Ringan 8 (15,5%)
Sedang dan berat 44 (84,5%)
Hiponatremia 124,15 ±10,11 114,04 134,26 0,000
Ringan 15 (28,8%)
Sedang dan berat 37 (71,1%)
Tindakan Operasi
Ya 11 (21,1%)
Tidak 41 (78,8%)
Prognosis
Hidup 45 (86,5%)
Meninggal 7 (13,5%)
Keterangan: Standar Deviasi (SD), Indeks Kepercayaan (IK)
Tabel 2. Analisis Bivariat Variabel terhadap Prognosis
Karakteristik Prognosis
Jumlah (%) RR 95% IK Nilai p
Pasien Meninggal Hidup
Usia
<45 36 (69,2%) 3 (6,9%) 40 (93%)
1,65 0,431 - 6,313 0,147
≥45 16 (30,8%) 4 (44,4%) 5 (55,5%)
Jenis Kelamin
Laki- laki 40 (76,9%) 5 (12,5%) 35 (87,5%)
0,962 0,255 - 3,630 0,611
Perempuan 12 (23,1%) 2 (16,6%) 10 (83,3%)
Tingkat Kesadaran
Ringan 8 (15,3%) 4 (50%) 4 (50%)
0,498 0,489 - 0,958 0,067
Sedang dan berat 44 (80,7%) 3 (6,8%) 41 (93,1%)
Hiponatremia
Ringan 15 (28,8%) 1 (6,7%) 6 (93,3%)
3,636 0,040 - 4,578 0,031*
Sedang dan berat 37 (71,1%) 6 (16,2%) 31 (83,7%)
Tindakan Operasi
Ya 11 (21,1%) 3 (27,2%) 8 (72,7%)
0,427 0,330 - 7,769 0,427
Tidak 41 (78,8%) 4 (9,7%) 37 (90,2%)
Keterangan (*) korelasi bermakna pada nilai 0,05. Indeks Kepercayaan (IK), Risiko Relatif (RR)

73 | Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali


Kusumaningtyas dkk 2018 ARTIKEL ASLI
Pembahasan Kondisi hiponatremia tersebut bila tidak
Penelitian ini didominasi pasien berjenis kelamin didiagnosis dan ditangani sedini mungkin akan
laki-laki dibandingkan perempuan. Hasil ini memperparah kondisi pasien hingga
sesuai dengan penelitian yang dilakukan menyebabkan kematian.5,6 Koreksi hiponatremia
Xiaofeng (2016) dengan proporsi subjek laki-laki pada pasien cedera otak akibat trauma sangat
adalah 60% dan subjek perempuan 40%.3 penting. Rendahnya asupan natrium dapat
Rerata dan sebaran kelompok usia menunjukkan dikoreksi dengan pemberian natrium tambahan
cedera otak akibat trauma dominan terjadi pada secara oral atau intravena. Koreksi terhadap pola
usia yang relatif muda. Hal ini disebabkan karena konsumsi diuretik yang berlebihan dengan cara
mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif mengurangi pemberian diuretik. Manajemen
sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan pasien dengan Syndrome of Inappropriate
di jalan masih rendah disamping penanganan Antidiuretic Hormone Secretion (SIADH) berupa
pertama yang belum benar dan rujukan yang mengurangi asupan cairan, pemberian suplemen
terlambat. Kasus trauma terbanyak disebabkan natrium, pemberian diuretic, dan/ atau pemberian
oleh kecelakaan lalu lintas, disamping albumin. Penatalaksanaan pasien dengan cerebral
kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh salt-wasting syndrome (CSWS) dengan
dari ketinggian maupun akibat kekerasan.3 pemberian transfusi darah, suplemen natrium,
Tingkat kesadaran yang buruk pada mayoritas dan terapi steroid jangka pendek.7,8
subjek serta tindakan operasi yang dilakukan Hasil analitis bivariat kondisi hiponatremia
tidak bermakna terhadap prognosis kematian mempengaruhi prognosis kematian pada pasien
pasien cedera otak akibat trauma. Hal ini sesuai cedera otak akibat trauma di RSUP Dr. Sardjito
dengan penelitian sebelumnya oleh Xiaofeng Yogyakarta. Keterbatasan penelitian ini berupa
(2016), yang menyebutkan bahwa tidak ada kesulitan untuk menganalisis dan
hubungan antara usia, jenis kelamin, GCS, dan mengidentifikasi perjalanan penyakit pasien
tindakan operasi terhadap terjadinya terkait kondisi hiponateremia yang mungkin
hiponatremia yang akan memperparah kondisi dimiliki. Kondisi seperti seperti insufisiensi
sehingga dapat menyebabkan terjadinya asupan natrium, kelebihan pemberian diuretik,
kematian. Dong dkk. (2012) meneliti prevalensi SIADH, CSWS, dan diabetes insipidus potensial
hiponatremia pada pasien dengan cedera medula memperburuk kondisi dan meningkatkan risiko
spinalis segmen servikalis dan menemukan kematian pasien cedera otak akibat trauma.
bahwa 38% pasien menderita hiponatremia. 4
Serupa dengan penelitian Xiaofeng (2016) Simpulan
penelitian ini, tidak ada hubungan antara usia, Hiponatremia mempengaruhi prognosis kematian
jenis kelamin, serta tindakan pembedahan pasien cedera otak akibat trauma di RSUP Dr.
terhadap mortalitas pasien. Sardjito Yogyakarta.

Daftar Rujukan
1. Marik PE, Varon J, Trask T. Management of head 5. Sajadieh A, Binici Z, Mouridsen MR, Nielsen
trauma. Chest. 2002;122(2):699-711. OW, Hansen JF, Haugaard SB. Mild hyponatremia
2. Clayton JA, Le-Jeune IR, Hall IP. Severe carries a poor prognosis in community subjects.
hyponatremia in medical in-patients; aetiology, Am J Med. 2009;122:679–686.
assessment and outcome. QJM. 2006;99(8):505- 6. Waikar SS, Mount DB, Curhan GC. Mortality
511. after hospitalization with mild, moderate, and
3. Xiaofeng M, Baozhong S. Traumatic Brain Injury severe hyponatremia. Am J Med. 2009;122:857–
Patients with a Glasgow Coma Scale Score of ≤8, 865.
Cerebral Edema, and/or a Basal Skull Fracture are 7. Dhar R, Murphy-Human T. A bolus of conivaptan
More Susceptible to Developing Hyponatremia. J lowers intracranial pressure in a patient with
Neurosurg Anesthesiol. 2016;28(1):21-26. hyponatremia after traumatic brain injury.
4. Dong YX, Wang XW, Wang L. Clinical analysis Neurocrit Care. 2011;14:97–102.
and management of hyponatremia in neurosurgical 8. Wu ZD, Wu ZH. Surgery. 7th ed. Beijing:
patients. Chin J Neurosurg. 2012;28:1160–1162. People’s Medical Publishing House. 2008.

Callosum Neurology – Jurnal Berkala Neurologi Bali | 74

Anda mungkin juga menyukai