ARTIKEL ASLI
ISSN 2614-0276 | E-ISSN 2614-0284
ABSTRAK
Latar Belakang: Hipertensi kronis dapat (11,76%) memiliki fungsi kognitif yang terganggu.
mengakibatkan gangguan fungsi kognitif yang akan Sebanyak 13 pasien mengalami hipertensi grade II
memengaruhi kualitas hidup penderita. Penelitian dengan 1 orang diantaranya (7,7%) mengalami
berkaitan dengan masalah ini masih belum banyak gangguan fungsi kognitif. Terdapat 6 pasien yang
dilakukan di Indonesia. mengalami krisis hipertensi dengan 3 orang
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan hipertensi diantaranya (50%) mengalami gangguan fungsi
terhadap penurunan fungsi kognitif pasien di wilayah kognitif. Uji Pearson menunjukkan hipertensi memiliki
kerja Puskesmas Samalantan, Kalimantan Barat. pengaruh terhadap penurunan fungsi kognitif dan
Metode Penelitian: Penelitian observasional-analitik bermakna secara signifikan (p<0.05).
dengan desain penelitian potong lintang. Jumlah Simpulan: Terdapat hubungan antara hipertensi dengan
sampel sebanyak 36 responden, dengan metode terjadinya penurunan fungsi kognitif. Terdapat
consecutive sampling. Kuesioner dan pemeriksaan variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi hasil
Mini-Mental Status Examination (MMSE) pasien penelitian, antara lain kelompok usia, jenis kelamin,
hipertensi selama bulan November-Desember 2016 di pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok, serta
Puskesmas Samalantan, Kalimantan Barat. aktivitas olahraga.
Hasil: Sebanyak 36 responden, 17 pasien memiliki
riwayat hipertensi grade I dengan 2 orang diantaranya
ABSTRACT
Background: Chronic high blood pressure will cause Result: Of 36 patients studied, 17 patients had grade I
cognitive function impairment, and will certainly hypertension and 2 of them (11,76%) had cognitive
interfere patient’s quality of life. Nevertheless, in function decline. One out of 13 patients (7,7%) with
Indonesia, studies related to this issue are not much grade II hypertension had cognitive function decline,
done yet. and 3 out of 6 patients (50%) with hypertensive crisis
Purpose: To determine hypertension toward patient’s had cognitive function decline as well. Hypertension
cognitive function decline in Samalantan Public Health had significant effect on cognitive function decline
Center, West Kalimantan. (p<0.05).
Method: This was an observational-analytical study Conclusion: Hypertension is significantly associated
with cross-sectional approach. There were 36 patients with cognitive function decline. However, there are
selected by consecutive sampling. A structured other variables those can affect the outcome of this
questionnaire and MMSE scoring given to study, such as age, gender, education, occupation,
hypertensive patients from November-December 2016 smoking habit, and physical activity.
in Samalantan Public Health Center, West Kalimantan.
dapat menyelesaikan tes MMSE, pasien dengan mengalami krisis hipertensi dengan 3 orang
gangguan psikiatri, retardasi mental, riwayat diantaranya (50%) mengalami gangguan fungsi
stroke, tumor otak, trauma kepala, menderita kognitif.
infeksi sistem saraf pusat, epilepsi, penyakit
Tabel 1. Karakteristik responden
Parkinson, riwayat mendapat terapi obat
Variabel n(%)
penenang, dan pasien dengan depresi. Sebanyak
Usia
36 subjek penelitian telah dipilih dengan
45-50 tahun 15(41,7)
menggunakan teknik consecutive sampling. Alur
51-55 tahun 11(30,6)
penelitian dibuat dalam kerangka yang terdapat
56-60 tahun 7(19,4)
dalam gambar 1. Seluruh subjek penelitian
61-65 tahun 2(5,6)
diminta persetujuannya untuk diikutsertakan
>65 tahun 1(2,8)
dalam penelitian dengan informed consent
Jenis kelamin
tertulis.
Perempuan 21(58,3)
Laki-laki 15(41,7)
Persiapan alat dan
Riwayat pendidikan
bahan
Tidak tamat SD 4(11,1)
Tamat SD 16(44,4)
Pasien berusia ≥45 Tamat SMP 12(33,3)
tahun Tamat SMA 1(2,8)
Perguruan tinggi 3(8,3)
Kriteria inklusi Pekerjaan
Kriteria eksklusi Tidak bekerja 11(30,6)
Pengukuran tekanan Bekerja 25(69,4)
darah dan pengisian Perilaku merokok
kuesioner Tidak merokok 23(63,9)
Merokok 13(36,1)
Pengukuran fungsi
Aktivitas olahraga
kognitif Tidak rutin olahraga 35(97,2)
Rutin olahraga 1(2,8)
Tingkat fungsi kognitif
Pencatatan hasil dan Normal 30(83,3)
analisis Gangguan fungsi kognitif ringan 6(16,7)
Gambar 1. Alur penelitian Gangguan fungsi kognitif berat 0(0)
Hubungan jenis kelamin dengan penurunan fungsi mengalami gangguan fungsi kognitif ringan.
kognitif menunjukkan individu wanita lebih Semakin tinggi tingkat pendidikan berhubungan
berisiko mengalami penurunan fungsi kognitif dengan makin rendahnya kejadian gangguan
yang disebabkan adanya perubahan level hormon fungsi kognitif. Kelompok pasien yang tidak
seks endogen. Rendahnya level estradiol dalam bekerja memiliki proporsi mengidap gangguan
tubuh telah dikaitkan dengan penurunan fungsi kognitif yang lebih besar dibandingkan pasien
kognitif umum dan memori verbal.12,13 yang masih aktif bekerja. Individu dengan
Pengaruh penurunan fungsi kognitif juga pendidikan dan sosioekonomi yang lebih tinggi
ditunjukkan oleh tingkat pendidikan serta status memiliki fungsi kognitif yang lebih baik. Edukasi
pekerjaan responden. Peneltian ini menunjukkan menimbulkan efek langsung pada struktur otak di
seluruh responden yang tidak tamat SD awal kehidupan dengan meningkatkan jumlah
sinaps atau vaskularisasi dan membuat cadangan bermanfaat dalam mempertahankan fungsi
fungsi kognitif, yang dikenal dengan teori kognitif pada orang tua antara lain senam aerobik,
“kapasitas cadangan”. Selain itu, pendidikan di tenis meja, dan badminton. Sebuah penelitian di
awal kehidupan memiliki pengaruh pada Minnesota mengungkapkan bahwa gerakan yang
kehidupan ke depannya, yaitu timbulnya stimulasi cenderung konstan dan berlangsung cepat seperti
mental untuk berpendidikan lebih tinggi lagi, aerobik yang dilakukan selama 30 menit/ hari
yang memberikan dampak positif terhadap sebanyak 5 kali dalam seminggu terbukti
neurokimia dan menjaga integritas struktural di berhubungan dengan pemeliharaan fungsi
otak.14 kognitif yang lebih baik.16
Kebiasaan merokok dan berolahraga memiliki
hubungan yang signifikan. Hubungan rutinnya Simpulan
mengonsumsi rokok dengan penurunan fungsi Kondisi hipertensi memiliki hubungan terhadap
kognitif ditunjukkan pada kelompok yang penurunan fungsi kognitif seseorang, semakin
memiliki kebiasaan merokok. Merokok pada usia tinggi derajat hipertensi, semakin besar persentase
pertengahan berhubungan dengan kejadian penurunan fungsi kognitif yang dapat terjadi.
gangguan fungsi kognitif pada usia lanjut, Terdapat variabel-variabel lain, yaitu kelompok
sedangkan status masih merokok dihubungkan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
dengan peningkatan insiden demensia.15 Pasien kebiasaan merokok, dan aktivitas olahraga yang
yang tidak rutin berolahraga memiliki proporsi memiliki pengaruh bermakna pada subjek
gangguan fungsi kognitif yang lebih banyak penelitian dengan riwayat hipertensi terhadap
dibandingkan kelompok pasien yang rutin gangguan fungsi kognitif.
berolahraga. Hubungan antara aktivitas olahraga
dengan kemampuan kognitif, terutama untuk Laporan penelitian ini diajukan dalam sesi ilmiah
diamati pada kelompok lanjut usia. Individu yang presentasi poster di The Bali Neurology Update 5th
yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter
memiliki rutinitas berolahraga memiliki
Spesialis Saraf Indonesia cabang Denpasar bekerja
kemampuan penalaran, fungsi eksekutif, ingatan, sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas
dan waktu reaksi yang lebih baik dibandingkan Udayana dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
dengan individu yang jarang atau tidak pernah Denpasar tanggal 22-24 September 2017 di Denpasar,
berolahraga. Jenis olahraga yang dianggap Bali.
14. Lee S, Kawachi I, Berkman LF, Grodstein F. cohort study. Arch Gen Psychiatry.
Education, other socioeconomic indicators, and 2012;69(6):627-635.
cognitive function. Am J Epidemiol. 16. Gajewski PD, Falkenstein M. Physical activity and
2003;157(8):712-720. neurocognitive functioning in aging-a condensed
15. Sabia S, Elbaz A, Dugravot A, Head J, Shipley M, updated review. Eur Rev Aging Phys Act,
Hagger-Johnson G, dkk. Impact of smoking on 2016;13(1).
cognitive decline in early old age: the Whitehall II
ABSTRAK
Latar Belakang: Prediktor awal yang akurat terhadap yang meliputi data The National Institutes of Health
luaran fungsional sangat diperlukan dalam tatalaksana Stroke Scale (NIHSS), usia, riwayat menderita diabetes
pasien stroke iskemik akut. THRIVE (The Total Health mellitus (DM), hipertensi, dan atrial fibrilasi (AF)
Risk In Vascular Events) score telah divalidasi dan diambil melalui formulir laporan kasus. Nilai skor
digunakan sebagai prediktor luaran pasien stroke Barthel Index diambil saat pasien keluar rumah sakit.
iskemik akut yang akan menjalani prosedur Hasil: Subjek penelitian berjumlah 90 dengan proporsi
endovaskular maupun recombinant-tissue 60 subjek laki-laki (66,6%) dan 30 subjek perempuan
Plasminogen Activator (r-tPA) intravena. (33,3%). Uji Chi-Square menunjukkan adanya korelasi
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan THRIVE score signifikan antara tingginya THRIVE score dengan
terhadap skor Barthel Index pada pasien dengan stroke rendahnya skor Barthel Index dengan nilai p = 0,001 (p
iskemik akut di Unit Stroke RSUP Dr. Sardjito. <0,05).
Metode Penelitian: Penelitian deskriptif analitik Simpulan: Nilai THRIVE score saat masuk yang tinggi
dengan metode potong lintang. Diagnosis stroke berhubungan dengan skor Barthel Index pasien yang
iskemik ditegakkan dengan pemeriksaan Computed rendah saat keluar rumah sakit.
Tomography (CT)-sken kepala. Data THRIVE score
Kata Kunci: Stroke iskemik akut, luaran klinis, THRIVE score, Barthel Index.
ABSTRACT
Background: Early accurate predictor of functional (CT)-scan. THRIVE score data including The National
outcome is necessary in acute ischemic stroke. Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) score, age,
THRIVE (The Total Health Risk In Vascular Events) history of DM, hypertension, and atrial fibrillation are
score have been validated and used as predictor of taken from case report form. The Barthel Index was
outcome in patients with acute ischemic stroke who taken during discharged.
receive intravenous recombinant-tissue Plasminogen Result: Ninety subjects included in this study, 60 are
Activator (r-tPA) and endovascular intervention. males (66.6%) and 30 are females (33.3%). The Chi-
Purpose: To determine the relation of THRIVE score Square showed a significant correlation between high
to Barthel Index in acute ischemic stroke patients at THRIVE score with low score of Barthel Index with p
Stroke Unit Dr. Sardjito Central General Hospital. value = 0.001 (p < 0.05).
Method: This study used analytic descriptive design Conclusion: Patients’ high admission THRIVE score
and cross-sectional method. Ischemic stroke is correlated with low score of Barthel Index during
diagnosed based on Head Computed Tomography discharge.
Keywords: Acute ischemic stroke, clinical outcome, THRIVE score, Barthel index.
formulir laporan kasus yang diisi pada pasien stroke fase akut dikaitkan dengan luaran yang
yang dirawat di unit stroke, didapatkan 115 buruk.6
formulir laporan kasus dengan data diagnosis
Tabel 3. Analisis Chi-Square THRIVE score
stroke iskemik akut. Sebanyak 25 formulir pasien
terhadap Barthel Index
tidak dimasukkan dalam penelitian karena
Barthel Index
termasuk kriteria eksklusi. Data demografis, usia,
Baik Buruk nilai
faktor risiko hipertensi, DM, AF, dan NIHSS
(≥60) (<60) p
dicatat pada saat masuk. Karakteristik subjek
n(%) n(%)
penelitian dapat dilihat pada tabel 2.
Ringan
Tabel 2. Karakteristik subjek 40(71) 16(28,6)
THR (0-2)
Variabel Jumlah % IVE Sedang- 0,001
Usia (rerata) 57,9 score
berat 9(26,5) 25(73,5)
Jenis kelamin (≥3)
Laki-laki 60 66,6 Total 49(54) 41(45)
Perempuan 30 333 Keterangan: The Total Health Risk In Vascular Events
Faktor risiko (THRIVE)
Hipertensi 77 85
Probabilitas penyembuhan stroke berguna untuk
Diabetes Mellitus 30 33
pasien, keluarga, dan dokter pada praktik klinis.
Fibrilasi atrial 4 4,4
Dokter spesialis saraf sebaiknya mampu
NIHSS saat masuk
menentukan luaran pada pasien dengan skor
Ringan (0-4) 46 51
prediksi yang adekuat. Beberapa skor prognosis
Sedang (5-15) 35 38,8
guna memprediksi luaran stroke iskemik, seperti
Sedang-berat (16-20) 9 10
BOAS (Bologna Outcome Algorithm for Stroke)
Barthel Index
scale, iScore, skor PLAN (preadmission
Luaran baik (≥60) 49 54,4
comorbidities, level of consciousness, age,
Luaran buruk (<60) 41 45,5
neurologic deficit), skor ASTRAL (age, severity
THRIVE score
of stroke measured by admission NIH Stroke
Ringan (0-2) 56 62
Scale score, stroke onset to admission time, range
Sedang-berat (≥3) 34 37
of visual fields, acute glucose, and level of
Keterangan: The Total Health Risk In Vascular Events
(THRIVE), The National Institutes of Health Stroke
consciousness), dan skor DRAGON
Scale (NIHSS) ([hyper]dense middle cerebral artery sign or early
infarct signs on admission CT head scan, pre-
Analisis variabel bebas (THRIVE score) terhadap stroke modified Rankin Scale score 1, age,
variabel tergantung (Barthel Index) menunjukkan glucose level on admission, onset-to-treatment
terdapat hubungan yang bermakna secara statistik time, and NIHSS score). Akan tetapi skor tersebut
antara THRIVE score dengan Barthel Index memiliki banyak variabel dan sebagian besar dari
subjek (p=0,001). Luaran buruk terjadi secara sistem skor tersebut memerlukan pencitraan
signifikan pada pasien dengan THRIVE score ≥3, kepala. Instrumen THRIVE score memiliki
sesuai dengan tabel 3. beberapa keuntungan dibandingkan sistem skor
yang lain berupa kemudahan untuk dihitung
Pembahasan berdasarkan faktor risiko pasien yang diketahui
Penelitian ini menunjukan dari 90 kasus stroke tanpa memerlukan pemeriksaan laboratorium dan
iskemik akut rerata usia pasien adalah 59 tahun neuroimaging.7
dan lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki. Hasil penelitian ini menunjukkan kemampuan
Hal ini sesuai dengan studi sebelumnya yang yang kuat THRIVE score guna memprediksi
menunjukkan prevalensi stroke lebih banyak pada luaran fungsional pasien dengan stroke iskemik
laki-laki. Faktor risiko hipertensi sebanyak 85% akut. Keterbatasan pada penelitian ini adalah tidak
(n=77), DM 33% (n=30), dan AF sebanyak 4,4% memiliki data luaran fungsional tiga bulan setelah
(n=4). Hipertensi saat terjadinya stroke iskemik stroke dikarenakan rancangan studi retrospektif.
akut berhubungan dengan respons inflamasi yang
dapat memperburuk luaran neurologis. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa hipertensi pada
Daftar Rujukan
1. Flint AC, Faigeles BS, Cullen SP, Kamel H, Rao Cerebrovasc Dis. 2016;25(10):2331–2337.
VA, Gupta R, dkk. THRIVE Score Predicts 5. Nakao S, Takata S, Uemura H, Kashihara M, Osawa
Ischemic Stroke Outcomes and Thrombolytic T, Komatsu K, dkk. Relationship between Barthel
Hemorrhage Risk in VISTA. Stroke. Index scores during the acute phase of rehabilitation
2013;44(12):3365-3369. and subsequent ADL in stroke patients. J Med
2. Lamsudin R. Profil Stroke di Yogyakarta, mortalitas Invest. 2010;57(1-2):81–88.
dan faktor risiko Stroke. BKM. 1998;14(1):71–87. 6. Go AS, Mozaffarian D, Roger VL. Heart Disease
3. Sulter G, Steen C, Keyser J De. Use of the Barthel and Stroke Statistics-2013 Update. Circulation.
Index and Modified Rankin Scale in Acute Stroke 2013;127(1):e6–e245.
Trials. Stroke. 1999;30:1538–1541. 7. Kamel H, Patel N, Rao VA, Cullen SP, Faigeles BS,
4. Chen W, Liu G, Fang J, Wang Y, Song Y, Pan Y, Smith WS, dkk. The totaled health risks in vascular
dkk. External Validation of the Totaled Health Risks events (THRIVE) score predicts ischemic stroke
in Vascular Events Score to Predict Functional outcomes independent of thrombolytic therapy in
Outcome and Mortality in Patients Entered into the the NINDS tPA trial. J Stroke Cerebrovasc Dis.
China National Stroke Registry. J Stroke 2013;22(7):1111-1116.
ABSTRAK
Latar Belakang: Kehamilan dan pascapersalinan kelemahan anggota gerak kanan, pelo, dan perot yang
dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke melalui mendadak. Pasien menyangkal memiliki riwayat
mekanisme. Tidak banyak laporan kasus mengenai hipertensi, kencing manis, stroke sebelumnya,
variasi manifestasi klinis stroke perdarahan pada dislipidemia, dan penyakit jantung. Kesadaran pasien
kehamilan dan pasca persalinan menjadi alasan sopor (E3V2M5) dengan PIS di temporoparietalis
pemilihan kasus ini. sinistra sebanyak 42,5mL.
Kasus: : Kasus 1: Ny. A berusia 36 tahun, G2P1A0, Diskusi: : Kedua pasien dirawat di Unit Stroke Rumah
usia kehamilan 33 minggu dengan sindrom Sakit Umum Pusat Dr Sardjito mengalami PIS dengan
peningkatan tekanan intrakranial (PTIK), gangguan kecurigaan lesi vaskular sekunder (AVM atau
komunikasi, dan kelemahan anggota gerak kanan aneurisma) sebagai etiologinya. Penatalaksanaan pada
mendadak. Pasien rutin menggunakan kontrasepsi kedua pasien menggunakan panduan terapi PIS serta
suntik, memiliki riwayat hipertensi sebelum menyesuaikan kondisi ibu dan janin.
kehamilan anak kedua, menyangkal mengidap Simpulan: Kondisi PIS dalam kehamilan dan
penyakit kencing manis dan dislipidemia. Kesadaran pascapersalinan menyebabkan morbiditas dan
pasien compos mentis dengan perdarahan mortalitas. Penatalaksanaan stroke selama kehamilan
intraserebral (PIS) di temporalis sinistra sebanyak memerlukan perawatan interdisipliner dari bedah
21mL. Kasus 2: Ny. S berusia 38 tahun, G3P2A0, saraf, neurologi, dan obstetri.
usia kehamilan 35 minggu dengan sindrom PTIK,
ABSTRACT
Background: Pregnancy and the postpartum period are weeks pregnancy with IICP, right hemiparesis, and
associated with an increased risk of stroke through slurred speech. There is no history of hypertension,
various mechanisms. Lacking of hemorrhage stroke diabetes mellitus, prior stroke, dyslipidemia, and heart
case report related pregnancy and postpartum, disease.
underlied the choice of these cases. Discussion: Both patients had ICH with suspected
Case Illustration: Case 1: Mrs. A, 36 years old, etiology was secondary vascular lesion (AVM or
G2P1A0, 33 weeks pregnancy with increased aneurysm). Management for both patients with ICH
intracranial pressure syndrome (IICP), communication guideline and adjusted with the maternal and fetal
disturbance, and right hemiparesis. Patient with condition.
injected contraception and hypertension history. Conclusion: Intracerebral hemorrhage during
Denied the history of diabetes mellitus and pregnancy and postpartum is a significant cause of
dyslipidemia. The patient is compos mentis with morbidity and mortality. Management of ICH during
intracerebral hemorrhage (ICH) 21mL volume in left pregnancy may require interdisciplinary care from
temporal. Case 2: Mrs. S, 38 years old, G3P2A0, 35 neurosurgery, neurology, and obstetrics.
Daftar Rujukan
1. Tate J dan Bushnell C. Pregnancy and stroke 6. Macellari F, Paciaroni M, Agnelli G, dkk.
risk in women. Womens Health (Lond) 2011; Neuroimaging in intracerebral hemorrhage.
7(3): 363-374. Stroke 2014; 45(3): 903-908.
2. Kittner S, Stern BJ, Feeser BR, dkk.Pregnancy 7. Domingues R, Rossi C, Cordonnier C.
and the risk of stroke. N Eng J Med 1996; 335 Diagnostic evaluation for nontraumatic
(11): 768-774. intracerebral hemorrhage. Neurol Clin 2015;
3. Laadioui M, Bouzoubaa W, Jayi S, dkk. 33(2): 315-328.
Spontaneous hemorrhagic strokes during 8. Smith EE, Shobha N Dai D dkk. A risk score
pregnancy: case report and review of the for in-hospital death in patients admitted with
literature. Pan Afr Med J 2014; 19: 372. ischemic or hemorrhagic stroke. J Am Heart
4. Grear K dan Bushnell C. Stroke and pregnancy: Assoc 2013; 2(1): 1-11.
clinical presentation, evaluation, treatment, and 9. Provenzale J dan Kranz P. Dural sinus
epidemiology. Clin Obstet Gynecol 2013; thrombosis: sources of error in image
56(2): 350-359. interpretation. AJR Am J Roentgenol 2011;
5. Yoshida K, Takahashi JC, Takenobu Y, dkk. 196(1): 23-31.
Strokes Associated With Pregnancy and 10. Delgado-Almandoz J, Schaefer PW, Goldstein
Puerperium: A Nationwide Study by the Japan JN, dkk. Practical Scoring System for the
Stroke Society. Stroke 2017; 48(2): 276-282. Identification of Patients with Intracerebral
ABSTRAK
Latar Belakang: Paralisis nervus fasialis perifer dapat menunjukkan tidak adanya respons nervus fasialis
menyebabkan gangguan motorik otot wajah. kanan, sedangkan pada sisi kiri hasilnya normal.
Pemeriksan elektromiografi berguna untuk Diskusi: Perubahan hasil pemeriksaan elektromiografi
mendiagnosis sekaligus menentukan prognosis pasien. pada kasus ini akibat penurunan eksitasi akson pada
Laporan ini mengidentifikasi perubahan amplitudo degenerasi serabut saraf. Hasil ini dapat menentukan
serta potensi bangkitan otot pada paralisis nervus prognosis dari pasien, adanya perbedaan nilai
fasialis perifer. amplitudo dan latensi distal > 90% dibandingkan sisi
Kasus: Seorang pria berusia 58 tahun datang ke yang sehat memiliki prognosis buruk.
poliklinik dengan keluhan mata kanan tidak bisa Simpulan: Perubahan hasil pemeriksaan
ditutup dan bibir tertarik ke sisi kiri sejak seminggu elektromiografi pada kasus paralisis nervus fasialis
lalu. Pemeriksaan neurologi menunjukkan lesi nervus perifer ditandai dengan menurunnya amplitudo dan
VII infranuklear kanan. Evaluasi terapi kortikosteroid pemanjangan latensi distal serabut saraf yang
dan fisioterapi belum menghasilkan perbaikan gejala mempersarafi wajah. Hasil tersebut berpengaruh
klinis sehingga disarankan untuk melakukan terhadap prognosis pasien.
pemeriksaan elektromiografi. Hasil pemeriksaan
ABSTRACT
Background: Lesion of seventh cranial nerve referred decrease of the number of exciting axons as a result of
to the interruption of the motoric function of facial degeneration of nerve fibers lesion. The degree of
muscles. This case report aims to define the degeneration determined an interchange of the
interchange of the amplitude of muscle evoked amplitude of muscle-evoked potential in
potential in peripheral facial nerve paralysis. electromyography test results. The test probably could
Case Illustration: A 58-years old man came to determine the prognosis of the patient, whereas the
neurology clinic with a chief complaint of difficult to decreased amplitude of muscle-evoked potential was
close his right eye and deviated lips since a week ago. more than 90%, compared to a healthy side, as a bad
On neurologic physical examination, there was prognostic sign.
seventh cranial nerve infranuclear lesion on the right Conclusion: The results of electromyography test in
side. The patient had treated with corticosteroids and peripheral facial nerve paralysis are decreasing of the
physiotherapy, the result still unsatisfactory. Hence, amplitude of muscle evoked potential and distal
the patient was advised undergoing electromyography latency of facial nerve as a factor to determine the
tests. There was no response on the right facial nerve. prognosis.
Discussion: The interchange of electromyography test
in peripheral facial nerve paralysis is caused by a
Diagnosis paralisis nervus fasialis perifer dapat Hasil pemeriksaan elektromiografi pasien ini
ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan menunjukkan tidak adanya respons nervus
penyebab paralisis fasialis. Guna menghindari fasialis otot orbicularis oculi dan orbicularis oris
efek kerusakan saraf yang ireversibel, semakin kanan, sebaliknya respons sisi kiri dalam batas
dini penegakkan diagnosis dan memulai terapi normal. Penurunan amplitudo lebih dari 90% bila
akan semakin baik prognosisnya. Kerusakan dibandingkan dengan sisi yang sehat akan
dapat bersifat dinamis, proses patologis pada memberikan prognosis yang buruk. Hal tersebut
paralisis nervus fasialis perifer membuat sesuai dengan penampakan klinis pasien yang
kelumpuhan otot terjadi saat dua hari awal onset tidak merespons terapi kortikosteroid yang
gejala. Pemberian kortikosteroid selambat- diberikan. Paralisis tetap terjadi walaupun telah
lambatnya 72 jam setelah onset akan diberikan manajemen yang tepat oleh karena
mempengaruhi prognosisnya. Kombinasi terapi keterlambatan pemberian terapi sejak gejala
dengan antiviral seperti Acyclovir diberikan dimulai.1-3
apabila paralisis dikaitkan dengan adanya infeksi
virus yang menyebabkan degenerasi saraf. Simpulan
Pemberian tetes mata artifisial atau kapas basah Penting halnya untuk memperhatikan onset
untuk menutupi mata yang sulit dipejamkan juga dalam melakukan penatalaksanaan kasus
disarankan guna mengurangi kemungkinan mata paralisis nervus fasialis perifer karena akan
kering serta iritasi. Belum ada bukti ilmiah mempengaruhi efektivitas terapi. Progresivitas
memadai yang membuktikan efektivitas degenerasi serabut saraf dapat menyebabkan
fisioterapi serta stimulasi elektrik untuk terapi kelumpuhan atau lesi yang menetap. Penentuan
paralisis nervus fasialis perifer. prognosis pasien dengan paralisis nervus fasialis
Pemeriksaan elektromiografi dapat memberikan perifer sebaiknya menggunakan pemeriksaan
informasi penting dalam menentukan beratnya elektromiografi guna memeriksa perbandingan
gejala serta prognosis kasus paralisis. aktivitas otot, amplitudo, serta latensi distal
Pemeriksaan elektromiografi adalah prosedur nervus fasialis kedua sisi. Adanya perbedaan
non invasif yang dapat mengamati aktivitas otot amplitudo lebih dari 90% antara sisi yang sakit
baik volunter maupun involunter. dan yang sehat, mengindikasikan prognosis yang
Elektromiografi dapat menginvestigasi potensial buruk. Semakin dini menegakkan diagnosis dan
aksi otot fungsional. Pemeriksaan memberikan terapi pada kasus paralisis nervus
elektromiografi ini bertujuan untuk mengetahui fasialis perifer, maka semakin baik pula
prognosis pasien dengan cara memeriksa prognosisnya.
perubahan dari amplitudo otot yang bergantung
dari jumlah akson yang aktif dan juga degenerasi Laporan penelitian ini diajukan dalam sesi ilmiah
serabut saraf yang terjadi. Bila dijumpai presentasi poster di The Bali Neurology Update 5th
yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter
perbedaan amplitudo dan latensi distal lebih dari
Spesialis Saraf Indonesia cabang Denpasar bekerja
90% dibandingkan sisi yang sehat, maka sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas
prognosisnya buruk. Hilangnya potensial aksi Udayana dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
otot selama pemeriksaan elektromiografi Denpasar tanggal 22-24 September 2017 di Denpasar,
memberikan prognosis yang buruk.1,2 Bali.
Daftar Rujukan
1. Djordjevic G dan Djuric S. Early prognostic value 3. Wenceslau LGC, Sassi FC, Magnani DM, Andrade
of electrophysiological tests in Bell’s Palsy- CRFD. Peripheral facial palsy: muscle activity in
Estimating the duration of clinical recovery. different onset times. CoDAS. 2016;28(1):3-9.
Medicine and Biology. 2005;12(1):47-54.
2. Moala H, Ahmed S, Yousif Y. Etiology and
clinical presentations of lower motor neuron facial
nerve palsy in Khartoum, Sudan. J Ear Nose Throat
Disord. 2017;2(1):1017.
Latar Belakang: Stroke iskemik menyebabkan Diagnosis stroke iskemik akut ditegakkan berdasarkan
terjadinya inflamasi sel. Sitokin inflamasi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
menyebabkan peningkatan Red-Blood-Cell Computed Tomography (CT)-scan kepala. Data
Distribution Width (RDW) dan mencegah maturasi NIHSS dan RDW diambil saat admisi dan diuji
sel darah merah. Pemeriksaan RDW rutin dan murah korelasi dengan tes Pearson. Nilai p<0,05 dianggap
dikerjakan, sehingga diharapkan dapat digunakan signifikan secara statistik.
sebagai prediksi keparahan klinis pada pasien stroke. Hasil: Sebanyak 51 orang subjek dimasukkan dalam
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan RDW terhadap penelitian. Hasil analisis menunjukkan bahwa RDW
skor National Institutes of Health Stroke Scale serum berkorelasi terhadap NIHSS (r= 0,296;
(NIHSS) pasien stroke iskemik akut di Unit Stroke p=0,035).
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito Simpulan: Terdapat korelasi positif antara kadar
Yogyakarta. RDW dengan nilai NIHSS pada penderita stroke
Metode Penelitian: Studi dengan rancangan potong iskemik akut dengan kekuatan korelasi rendah,
lintang. Subjek penelitian adalah pasien stroke sehingga semakin tinggi kadar RDW, maka semakin
iskemik yang dirawat di Unit Stroke RSUP Dr. tinggi nilai NIHSS.
Sardjito periode Januari 2014 hingga Desember 2015.
ABSTRACT
Background: Ischemic stroke causes cellular head CT-scan. NIHSS score and RDW are taken on
inflammation. Cytokine will increase RDW and the day of hospital admission. The relationship
inhibit maturation of red blood cells. This study was between serum RDW level with NIHSS score
taken up to find out if RDW can be used as an correlation with Pearson’s test. The result are
inexpensive predictor of outcome in stroke. considered statistically significant if p<0,05.
Purpose: The purpose of this study is to determine Result: Total of 51 subjects were participated in the
relation between RDW and NIHSS score of acute study. Analysis indicated that RDW level is
ischemic stroke patient in Stroke Unit Dr. Sardjito significantly correlated with NIHSS (r= 0,296;
Hospital. p=0,035).
Method: The method in this study uses cross-sectional Conclusion: There was a positive correlation between
design. Subjects were taken of patient treated in stroke RDW level with NIHSS score in acute ischemic
unit dr. Sardjito Hospital Yogyakarta from Januari stroke patient with low correlation strength. Hence,
2014-December 2015, diagnosed as acute ischemic the higher RDW, the higher NIHSS score.
stroke based on history, clinical examination, and
Daftar Rujukan
1. Brust JCM. Current Diagnosis and Treatment 5. Ani C, Ovbiagele B. Elevated red blood cell
Neurology. New York: Mc Graw Hill Medical. distribution width predicts mortality in persons
2012. with known stroke. J Neurol Sci. 2009;277:103–
2. Zalawadiya SK. Red cell distribution width and 108.
risk of coronary heart disease events, Elsevier Inc. 6. Ramírez-Moreno JM, Gonzalez-Gomez M, Ollero-
2010.
Ortiz A, Roa-Montero AM, Gómez-Baquero MJ,
3. Kara H, Degirmenci S, Bayir A, Ak A, Akinci M,
Dogru A, dkk. Red cell distribution width and Constantino-Silva AB. Relation between red blood
neurological scoring systems in acute stroke cell distribution width and ischemic stroke: a case-
patients. Neuropsychiatric Disease and Treatment. control study. Int J Stroke. 2013;8(6):E36.
2015;18(11):733-739. 7. Farahmand S, Anzali BC, Heshmat R, Ghafouri
4. Jensen MB, Chacon MR, Sattin JA, Levine RL, HB, Hamedanchi S. Serum sodium and potassium
Vemuganti R. Potential biomarkers for the level in cerebro-vascular accident patient. Malays J
diagnosis of stroke. Expert Rev Cardiovasc Ther. Med. 2013;20(3):39-43.
2009;7(4):389–393. 8. Misbach J. Pandangan umum mengenai stroke,
dalam unit stroke manajemen stroke secara
komprehensif. Jakarta: FKUI. 2007.
ABSTRAK
Latar Belakang: Acquired Prothrombin Complex time (PT) dan activated partial thromboplastin time
Deficiency (APCD) adalah pendarahan akibat (APTT). CT sken menunjukkan perdarahan
kekurangan vitamin K. Manifestasi klinis berupa intraserebral multipel, subarakhnoid, dan subdural,
defisit neurologis fokal maupun global yang iskemia luas, dan fluid-fluid level. Pasien diterapi
berhubungan dengan perdarahan intraserebral dengan asam traneksamat, vitamin K, antikonvulsan,
spontan. dan dirujuk ke RS dengan fasilitas layanan bedah
Kasus: Bayi laki-laki 1 bulan mengalami penurunan saraf.
kesadaran, bangkitan, serta muntah sejak 1 hari Diskusi: Diagnosis APCD ditegakkan berdasarkan
sebelumnya. Riwayat injeksi vitamin K dan trauma pemanjangan protrombin dan perdarahan spontan
kepala disangkal. Bayi somnolen, pucat, ubun-ubun yang ditunjang oleh CT sken kepala.
menonjol, pupil anisokoria, dan ekstremitas spastik. Simpulan: Kasus APCD memiliki tingkat morbiditas
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan dan mortalitas yang tinggi sehingga profilaksis
trombositosis, pemanjangan partial thromboplastin vitamin K pada neonatus sangat penting.
ABSTRACT
• Bayi kecil (usia 1-6 bulan) yang sebelumnya simptomatis berupa transfusi PRC sesuai kadar
sehat, tiba-tiba tampak pucat, malas minum, hemoglobin awal, tatalaksana bangkitan, dan
lemah dan banyak tidur. terapi guna mengatasi peningkatan tekanan
• Minum ASI ekslusif. intrakranial.15,16 Terkadang tatalaksana konservatif
• Tidak mendapatkan vitamin K1 saat lahir. pada perdarahan intrakranial pada kasus APCD
• Bangkitan fokal. dibatasi oleh ukuran dan lokasi perdarahan
Pada pemeriksaan fisik didapatkan: intrakranial, sehingga tindakan operatif
• Pucat tanpa perdarahan yang nyata. diperlukan guna memberikan dekompresi dan
• Peningkatan tekanan intrakranial yang evakuasi perdarahan.2
ditandai dengan ubun-ubun besar yang
menonjol, penurunan kesadaran, dan papil Simpulan
edema. Diagnosis APCD ditegakkan melalui anamnesis,
• Defisit neurologis fokal berupa bangkitan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
fokal, hemiparesis, paresis nervus kranial. Anamnesis bertujuan untuk menggali faktor
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan: risiko seperti tidak diberikannya vitamin K
• Darah perifer lengkap menunjukkan kondisi pascakelahiran, konsumsi obat-obatan selama
anemia berat dengan jumlah trombosit kehamilan, pemberian ASI ekslusif, dan onset
normal. perdarahan yang terjadi. Pemeriksaan fisik
• Pemeriksaan PTT memanjang dan APTT bertujuan menilai keadaan umum, tingkat
dapat normal atau memanjang. kesadaran, dan memperkirakan lokasi perdarahan
• Pemeriksaan ultrasonografi atau CT sken pasien. Pemeriksaan laboratorium terhadap
kepala menunjukkan adanya perdarahan faktor koagulasi membuktikan adanya
intrakranial. pemanjangan PPT dan aPTT. Pemeriksaan CT-
Injeksi vitamin K dan asam traneksamat scan bertujuan untuk membuktikan adanya
diberikan guna menghentikan dan meminimalisir perdarahan intrakranial. Injeksi vitamin K,
perdarahan. Transfusi PRC diberikan untuk pemberian FFP, dan tindakan operatif merupakan
tatalaksana anemia pada pasien. Tatalaksana manajemen pasien APCD dengan perdarahan
simptomatik berupa pemberian oksigen, intrakranial. Profilaksis vitamin K pada semua
antikonvulsan, antibiotik, dan injeksi omeprazol. bayi baru lahir sangat penting guna menghindari
Pasien membutuhkan tindakan operatif guna APCD yang memiliki tingkat mortalitas yang
mengevakuasi perdarahan yang terjadi serta tinggi.
mengurangi tekanan intrakranial. Pasien dirujuk
ke rumah sakit lain yang memiliki spesialis Laporan penelitian ini diajukan dalam sesi ilmiah
bedah saraf akibat keterbatasan fasilitas. presentasi poster di The Bali Neurology Update 5th
Manajemen kasus APCD berupa pemberian yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter
vitamin K1 dengan dosis 1 mg intramuskular Spesialis Saraf Indonesia cabang Denpasar bekerja
sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas
selama 3 hari berturut-turut guna memperbaiki
Udayana dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
defisiensi yang ada. Terapi penggantian faktor Denpasar tanggal 22-24 September 2017 di Denpasar,
pembekuan darah diperlukan dengan cara Bali.
memberikan fresh frozen plasma (10-15 mL/
KgBB) selama 3 hari berturut-turut. Manajemen
Daftar Rujukan
3. Kumala A. Perdarahan Subdural terkait Defisiensi
1. Pansatiankul B, Jitapunkul S. Risk factors of
Kompleks Protrombin Didapat [Internet].
acquired prothrombin complex deficiency
cdkjournal. 2016 [diakses 3 September 2017].
syndrome: a case-control study. J Med Assoc
Tersedia di:
Thai. 2008;91(Suppl3): 1-8.
http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/articl
2. Dewi LP, Nurfitri E, Tiya Romli M. Good
e/download/73/
outcomes in operative management of acquired
4. Mihatsch W, Braegger C, Bronsky J, Campoy C,
protrombin complex deficiency: a serial case
Domellöf M, Fewtrell M et al. Prevention of
report. Paediatrica Indonesiana.2011;51(5):298-
Vitamin K Deficiency Bleeding in Newborn
302.
HIPONATREMIA SEBAGAI
PREDIKTOR PROGNOSIS
KEMATIAN PASIEN CEDERA OTAK
AKIBAT TRAUMA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP)
DR. SARDJITO YOGYAKARTA
Mariesta Kusumaningtyas1, Atitya Fithri Khairani2, Indarwati Setyaningsih2
1
Residen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/ RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
2
Neurolog Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/ RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
ABSTRAK
Latar Belakang: Insidensi cedera otak akibat trauma terdiagnosis dan tercatat sebagai traumatic cerebral
memiliki angka mortalitas mencapai 25%. oedema (S06.1), traumatic subdural haemorrhage,
Hiponatremia merupakan gangguan elektrolit yang (S06.5), dan traumatic subarachnoid haemorrhage
paling sering terjadi pada pasien cedera otak akibat (S06.6).
trauma yang dapat memperburuk kondisi dan dapat Hasil: Terdapat 52 subjek dengan mayoritas laki-laki
menjadi salah satu penyebab disabilitas/ mortalitas. (76,9%), rerata usia 32 tahun, dan sebagian besar
Tujuan: Untuk menilai hubungan hiponatremia mengalami hiponatremia derajat sedang (61,5%).
terhadap prognosis kematian pasien cedera otak akibat Jumlah pasien meninggal sebanyak 13,5%. Kadar
trauma di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. natrium berpengaruh terhadap prognosis kematian
Sardjito Yogyakarta. pada pasien cedera otak akibat trauma (p=0,031).
Metode Penelitian: Penelitian analitis menggunakan Simpulan: Hiponatremia berhubungan dengan
metode potong lintang terhadap data rekam medis prognosis kematian pasien cedera otak akibat trauma
pasiencedera otak akibat trauma di RSUP Dr. Sardjito di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
selama bulan Desember 2016. Subjek penelitian
ABSTRACT
Background: The mortality rate of traumatic brain fulfill the criteria and recorded as traumatic cerebral
injury (TBI) reached 25%. Hyponatremia is an edema (S06.1), traumatic subdural hemorrhage
electrolyte imbalance most often occurred among TBI (S06.5), traumatic subarachnoid hemorrhage (S06.6).
patients and one of the main causes of disability Result: There were 52 subjects with the largest
and/or mortality in TBI patients. proportion was male (76,9%), mean age was 32 years,
Purpose: To determine the correlation of and 61,5 % patients have moderate hyponatremia.
hyponatremia and mortality prognostic in TBI patients Mortality rate was 13,5%. The natrium level is related
in Dr. Sardjito Hospital Yogyakarta. to mortality prognosis in TBI patients (p=0,031).
Method: Analytic cross-sectional study of TBI Conclusion: Hyponatremia is related to morbidity
patients in Dr. Sardjito Hospital Yogyakarta prognosis of TBI patients in Dr. Sardjito Hospital
December 2016 from the medical record. The subjects Yogyakarta
derajat sedang sebanyak 32 (61,5%) subjek, dan menunjukkan bahwa kadar hiponatremia
derajat berat sebanyak 5 (9,6%) subjek. Data berpengaruh terhadap kematian pasien cedera
demografis ditunjukkan oleh tabel 1. otak akibat trauma. Uji Chi-Square menunjukkan
Hasil analisis bivariat terhadap prognosis pasien nilai p=0,031.
Tabel 1. Karakteristik Demografi Subjek Penelitian
95% IK
Data Demografis Jumlah (%) Rerata ± SD Nilai p
Bawah Atas
Usia 31,79 ± 5,66 26,13 37,45 0,000
<45 tahun 36 (69,2%)
≥45 tahun 16 (30,8%)
Jenis kelamin
Laki- laki 40 (76,9%)
Perempuan 12 (23,1%)
Tingkat Kesadaran 10,2 ± 3,27 6,93 13,57 0,000
Ringan 8 (15,5%)
Sedang dan berat 44 (84,5%)
Hiponatremia 124,15 ±10,11 114,04 134,26 0,000
Ringan 15 (28,8%)
Sedang dan berat 37 (71,1%)
Tindakan Operasi
Ya 11 (21,1%)
Tidak 41 (78,8%)
Prognosis
Hidup 45 (86,5%)
Meninggal 7 (13,5%)
Keterangan: Standar Deviasi (SD), Indeks Kepercayaan (IK)
Tabel 2. Analisis Bivariat Variabel terhadap Prognosis
Karakteristik Prognosis
Jumlah (%) RR 95% IK Nilai p
Pasien Meninggal Hidup
Usia
<45 36 (69,2%) 3 (6,9%) 40 (93%)
1,65 0,431 - 6,313 0,147
≥45 16 (30,8%) 4 (44,4%) 5 (55,5%)
Jenis Kelamin
Laki- laki 40 (76,9%) 5 (12,5%) 35 (87,5%)
0,962 0,255 - 3,630 0,611
Perempuan 12 (23,1%) 2 (16,6%) 10 (83,3%)
Tingkat Kesadaran
Ringan 8 (15,3%) 4 (50%) 4 (50%)
0,498 0,489 - 0,958 0,067
Sedang dan berat 44 (80,7%) 3 (6,8%) 41 (93,1%)
Hiponatremia
Ringan 15 (28,8%) 1 (6,7%) 6 (93,3%)
3,636 0,040 - 4,578 0,031*
Sedang dan berat 37 (71,1%) 6 (16,2%) 31 (83,7%)
Tindakan Operasi
Ya 11 (21,1%) 3 (27,2%) 8 (72,7%)
0,427 0,330 - 7,769 0,427
Tidak 41 (78,8%) 4 (9,7%) 37 (90,2%)
Keterangan (*) korelasi bermakna pada nilai 0,05. Indeks Kepercayaan (IK), Risiko Relatif (RR)
Daftar Rujukan
1. Marik PE, Varon J, Trask T. Management of head 5. Sajadieh A, Binici Z, Mouridsen MR, Nielsen
trauma. Chest. 2002;122(2):699-711. OW, Hansen JF, Haugaard SB. Mild hyponatremia
2. Clayton JA, Le-Jeune IR, Hall IP. Severe carries a poor prognosis in community subjects.
hyponatremia in medical in-patients; aetiology, Am J Med. 2009;122:679–686.
assessment and outcome. QJM. 2006;99(8):505- 6. Waikar SS, Mount DB, Curhan GC. Mortality
511. after hospitalization with mild, moderate, and
3. Xiaofeng M, Baozhong S. Traumatic Brain Injury severe hyponatremia. Am J Med. 2009;122:857–
Patients with a Glasgow Coma Scale Score of ≤8, 865.
Cerebral Edema, and/or a Basal Skull Fracture are 7. Dhar R, Murphy-Human T. A bolus of conivaptan
More Susceptible to Developing Hyponatremia. J lowers intracranial pressure in a patient with
Neurosurg Anesthesiol. 2016;28(1):21-26. hyponatremia after traumatic brain injury.
4. Dong YX, Wang XW, Wang L. Clinical analysis Neurocrit Care. 2011;14:97–102.
and management of hyponatremia in neurosurgical 8. Wu ZD, Wu ZH. Surgery. 7th ed. Beijing:
patients. Chin J Neurosurg. 2012;28:1160–1162. People’s Medical Publishing House. 2008.