Anda di halaman 1dari 7

Studi Kasus

PENGARUH TERAPI RELAKSASI IMAJINASI TERPIMPIN TERHADAP PENURUNAN


TEKANAN DARAH PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI
Reny Mufaida 1, Dera Alfiyanti 2

1
Program Studi Pendidikan Profesi Ners 2Program Studi Keperawatan, Universitas
Muhammadiyah Semarang
Email: renymufaida99@gmail.com

Informasi Artikel Abstrak


Riwayat Artikel: Submit Latar belakang: Hipertensi merupakan suatu penyakit yang menjadi
bulan Agustus 2022 masalah kesehatan di seluruh dunia. Hipertensi menjadi sangat
berbahaya apabila tidak terkontrol maka akan menimbulkan
terjadinya komplikasi penyakit lainnya. Penatalaksanaan hipertensi
Kata kunci:
dapat dilakukan dengan terapi imajinasi terpimpin. Tujuan: Tujuan
Hipertensi; Lansia;
dari penelitian ini adalah mengetahui penurunan tekanan darah pada
terapi relaksasi
pasien lansia dengan hipertensi menggunakan terapi imajinasi
imajinasi terpimpin. Metode: Desain yang digunakan peneliti yaitu deskriptif
terpimpin kuantitatif dengan pendekatan proses asuhan keperawatan. Subjek
studi kasus ini terdiri dari 2 pasien yang didapatkan secara random.
Adapun Subjek studi kasus ini adalah pasien dengan diagnosa medis
hipertensi dengan tekanan darah ≥140 / ≥ 90 mmHg, rentang usia
responden <60 tahun, jenis kelamin perempuan, IMT antara 18,5–
24,9, 2 pasien yang pendengarannya baik, pasien yang kooperatif dan
dapat berkomunikasi dengan baik, pasien 2 jam sebelumnya tidak
meminum obat antihipertensi, dan pasien yang sedang melakukan
Rawat Inap di RSUD KRMT Wongsonego. Hasil : Berdasarkan hasil
studi kasus rata-rata penurunan tekanan darah pada subjek studi kasus
1 tekanan sistoliknya adalah 45,5 mmHg dan diastoliknya yaitu 7,5
mmHg. Sedangkan pada subjek studi kasus 2 tekanan rata-rata
penurunan tekanan sistoliknya adalah 40 mmHg dan diastoliknya
yaitu 12,5 mmHg. Kesimpulan : berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa terapi imajinasi terpimpin efektif untuk
menurunkan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi.
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan suatu penyakit yangnmenjadi masalah kesehatan di seluruh dunia.
Berdasarkan prediksi WHO tahun 2025 angka kejadian hipertensi di dunia pada orang dewasa
mencapai 29,2%.Penyakit hipertensi setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal ini bisa dilihat dari
hasil pervalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran tahun 2013 hingga 2018 pada
penduduk yang berumur diatas 18 tahun mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 25,8%
menjadi 34,1% sedangkan prevalensi berdasarkan usia, penyakit hipertensi paling banyak di derita
oleh lansia yaitu antara 45-75 tahun keatas (Kementrian Kesehatan RI, 2018).
Menurut data WHO terbaru (2018), di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% mengidap
penyakit hipertensi, angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2021. Sebanyak
kurang lebih 60% penderita hipertensi berada di negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut data
yang telah dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan, hipertensi dan penyakit jantung lain meliputi lebih
dari sepertiga penyebab kematian, dimana hipertensi menjadi penyebab kematian kedua setelah stroke
(Groot, 2021). Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa hipertensi paling benyak menyerang
pada usia lansia sebesar 55,2%. Kejadian hipertensi yang meningkat setiap tahun mengindikasikan
bahwa hipertensi harus segera ditangani. Hipertensi menjadi sangat berbahaya ketika penderita tidak
mengontrolnya karena jika terjadi dalam waktu yang lama akan dapat menimbulkan terjadinya
komplikasi penyakit seperti penyakit jantung koroner, stroke, gagal ginjal maupun gangguan
penglihatan. Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan secara farmakologi dan non farmakologi
(Tyani et al., 2015).
Penatalaksanaan secara farmakologi pada hipertensi biasanya diobati dengan pemberian obat
anti inflamasi, namun obat-obat tersebut memiliki efek samping yakni iritasi gastrointestinal pada
pengunaan NSAID dan kerusakan hati (Amrulloh et al., 2016). Efek samping berbahaya lainnya yaitu
terhadap ginjal karena bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal, melemahnya kemampuan ginjal
dalam menyaring sisa-sisa metabolisme dalam darah, atau radang ginjal dan dapat menyebabkan
penurunan aktivitas sumsum tulang dalam memperoduksi sel darah merah serta menyebabkan
kehilangan selera makan dan mual(Nurhikmah, 2017). Metode terapi lain yang dapat ditempuh untuk
mengatasi hipertensi adalah dengan terapi non farmakologi seperti imajinasi terpimpin. Imajinasi
terpimpin adalah salah satu aktivitas kognitif yang dapat digunakan untuk menurunkan persepsi nyeri
menjadi berkurang, imajinasi terpimpin efektif dalam mengurangi kecemasan dan menurunkan tekanan
darah (Oktaviany, 2019). Imajinasi ini bersifat individu dimana individu menciptakan gambaran mental
dirinya sendiri, atau bersifat terbimbing, sehingga klien harus memusatkan perhatian pada banyak hal
dalam satu waktu dengan membayangkan satu imajinasi yang sangat kuat dan menyenangkan yang
semua orang dapat melakukannya (Yoga, 2018). Terapi imajinasi terpimpin akan memberikan efek
rileks. Pada saat kondisi tubuh rileks, tubuh akan mengeluarkan hormon endorphin. Hormon endorphin
merupakan neuromodulator yang bekerja secara tidak langsung dengan menurunkan efek katekolamin
penurun kadar katekolamin dalam pembuluh darah dapat mengakibatkan denyut jantung berkurang dan
tekanan darah menjadi turun.
Studi kasus ini menggunakan terapi imajinasi terpimpin. Imajinasi terpimpin merupakan teknik
penggunaan imajinasi individu yang secara khusus bertujuan untuk mencapai pengendalian dan
relaksasi. Terapi imajinasi terpimpin yang diberikan selama 10 menit dapat membentuk kekuatan
konsentrasi, sehingga tujuan khusus terapi imajinasi terpimpin untuk mencapai pengendalian dan
relaksasi dapat terpenuhi. Penggunaan terapi imajinasi terpimpin efektif terhadap penurunan tekanan
darah pada pasien lansia dengan hipertensi. Berdasarkan pendahuluan tersebut peneliti ingin
mengambil studi kasus ini yang bertujuan untuk mengetahui penurunan tekanan darah pada pasien
lansia dengan hipertensi menggunakan terapi imajinasi terpimpin.

METODE
Studi kasus ini menggunakan desain deskriptif kuantitatif dengan pendekatan proses asuhan
keperawatan pada pasien hipertensi dengan mempertimbangkan efek negatif dari terapi imajinasi
terpimpin pada kondisi subjek studi kasus. Subjek studi kasus ini adalah pasien dengan diagnosa medis
hipertensi dengan kriteria inklusi yaitu pasien dengan tekanan darah ≥140 / ≥ 90 mmHg, rentang usia
responden <60 tahun, jenis kelamin perempuan, IMTantara 18,5–24,9, 2 pasien yang pendengarannya
baik, pasien yang kooperatif dan dapat berkomunikasi dengan baik, pasien 2 jam sebelum meminum
obat antihipertensi, dan yang sedang melakukan Rawat Inap di RSUD KRMT Wongsonegoro. Adapun
kriteria eksklusinya adalah pasien hipertensi kurang dari 2 tahun, pasien yang mempunyai penyakit
penyerta (Diabetes melitus, CKD, dll), dan pernah melakukan terapi yang sama (imajinasi terpimpin).
Subjek studi kasus ini terdiri dari 2 pasien. Variabel yang diukur adalah tekanan darah. Tekanan
darah diukur sebelum dan sesudah intervensi. Peneliti akan memilih subjek studi kasus yang sesuai
dengan kriteria inklusi, Pada tahap berikutnya peneliti akan memberikan pemahaman terkait tujuan
dan manfaat dari terapi imajinasi terpimpin. Subjek studi kasus diminta menandatangani lembar
persetujuan yang disiapkan oleh peneliti, sebelum dilakukan tindakan peneliti akan mengukur tekanan
darah pasien, selanjutnya peneliti akan memberikan perlakuan terapi imajinasi terpimpin. terapi
imajinasi terpimpin dilakukan dengan waktu 10 menit, setelah diberikan terapi imajinasi terpimpin
peneliti akan segera mengukur kembali tekanan darah pasien. Tindakan ini akan dilakukan selama 2
kali pertemuan.
Pengelolaan data studi kasus yang diperoleh dipresentasikan dan dianalisis untuk mengetahui
penurunan tekanan darah pasien setelah dilakukan terapi imajinasi terpimpin. Data hasil studi kasus
disajikan dalam bentuk tabel.
HASIL
Hasil pengkajian menunjukan, kedua subjek studi kasus beragama Islam dan kedua subjek berjenis
kelamin wanita. Subyek studi kasus 1 sudah tidak memiliki suami karena meninggal, subyek studi
kasus 2, masih memiliki suami, Subyek studi kasus 1 berumur 58 tahun, subyek studi kasus 2 berumur
56 tahun, subyek studi kasus 3 berumur 55 tahun dan subyek studi kasus 4 berusia 54 tahun.
Hasil pemeriksaan tekanan darah menunjukkan hasil yang tinggi, kedua pasien merasakan pegal
(cengeng) di tengkuk, dan sulit tidur. Pasien studi kasus 1 saat dikaji tekanan darahnya 196/90 mmHg
dan menderita hipertensi sejak 10 tahun yang lalu, pasien studi kasus 1 rutin untuk mengecek
kondisinya dan melakukan pengelolaan diit hipertensi dengan baik. Pasien studi kasus 2 tekanan
darahnya 170/100 mmHg, menderita hipertensi sejak 6 tahun yang lalu, pasien studi kasus 2 tidak rutin
mengecek kondisinya dan tidak melakukan pengelolaan diit hipertensi dengan baik, dibuktikan dengan
kebiasaan pasien mengonsumsi makanan ringan yang banyak mengandung garam dan micin.
Diagnosis keperawatan utama keduapasien yang dikelola peneliti yaitu nyeri akut (D.0077)
berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (PPNI, 2017). Data mayor kedua subyek studi kasus
menunjukkan terjadinya nyeri akut hal ini ditunjukkan pada subyek studi kasus 1 mengatakan terasa
berat atau pegal pada tengkuk serta pusing pada kedua subyek studi kasus disertai dengan kesulitan
untuk tidur karena terasa pegal pada tengkuk, dengan tekanan darah196/90 mmHg. Subyek studi kasus
2 mengatakan terasa berat di tengkuk dan pusing, sulit tidur pada malam hari serta dengan tekanan
darah170/100 mmHg. Nyeri akut diambil penulis menjadi diagnosis keperawatan utama. Penulis
berfokus untuk mengurangi tekanan darah pada pasien hipertensi terebut.
Intervensi kedua subyek studi kasus tersebut yaitu manajemen nyeri (I.08238) (PPNI, 2018).
Manajemen nyeri yang direncanakan yaitu observasi (identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, identifikasi skala nyeri), terapeutik (berikan terapi imajinasi
terpimpin), edukasi (ajarkan kepatuhan diit hipertensi dan ajarkan terapi imajinasi terpimpin),
kolaborasi (kolaborasi pemberian obat hipertensi). Intervensi keperawatan pada kedua studi kasus
terdapat penambahan spesifikasi yaitu diberikan terapi imajinasi terpimpin untuk menurunkan tekanan
darah pasien.
Implementasi keperawatan dilakukan sebelum diberikan terapi farmakologi hipertensi. Untuk
pasien 1 pada pertemuan pertama dilakukan pada 30 Mei 2022 jam 09.00 sampai selesai dimulai
dengan mengukur tekanan darah pasien menggunakan spignomanometer sebelum diberikan terapi.
Kemudian memberikan terapi imajinasi terpimpin selama 5 menit dan selanjutnya mengukur tekanan
darahnya kembali apakah ada perubahan atau tidak. Pertemuan kedua dilakukan pada tanggal 31 Mei
2022 jam 09.00 sampai selesai dan dilakukan hal yang sama yaitu mengukur tekanan darah
menggunakan alat spignomanometer sebelum dilakukan terapi, kemudian memberikan terapi imajinasi
terpimpin selama 5 menit, dan kemudian mengukur tekanan darahnya kembali apakah ada perubahan
atau tidak. Pada pasien 2, pertemuan pertama dilakukan pada tanggal 31 Mei 2022 jam 09.00 sampai
selesai dimulai dengan pengukuran tekanan darah sebelum intervensi, kemudian diberikan intervensi
terapi imajinasi terpimpin selama 5 menit, selanjutnya mengukur kembali tekanan darah pasien.
Pertemuan kedua dilakukan pada tanggal 1 Juni 2022 jam 09.00 dimulai dengan pengukuran tekanan
darah pasien sebelum pemberian intervensi, setelah itu dilberikan intervensi terapi imajinasi terpimpin
selama 5 menit dan selanjutnya mengukur kembali tekanan darah pasien apakah ada perubahan atau
tidak sembari memberikan edukasi terkait diit pada pasien hipertensi dan cara penangannya.

Tabel 1
Tekanan Darah Responden Sebelum dan Setelah Dilakukannya Terapi Imajinasi Terpimpin
Subyek Studi Intervensi Hari 1 Hari 2
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Subyek Kasus 1 Sistolik 196 145 170 130
Diastolik 90 85 90 80
Subyek Kasus 2 Sistolik 170 125 155 120
Diastolik 100 80 90 85

Berdasarkan Tabel diatas maka, penurunan tekanan darah pada subjek kasus 1, pada hari pertama
penurunan sistoliknya adalah 51 mmHg dengan penurunan diastolik 5 mmHg. Pada hari kedua
penurunan sistoliknya yaitu 40 mmHg dengan penurunan diastolik 10 mmHg. Sedangkan pada subjek
studi kasus 2 pada hari pertama penurunan sistoliknya adalah 45 mmHg dengan penurunan diastolik 20
mmHg. Pada hari kedua penurunan sistoliknya yaitu 35 mmHg dengan penurunan diastolik 5 mmHg.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata penurunan tekanan darah pada subjek studi kasus 1
tekanan sistoliknya adalah 45,5 mmHg dan diastoliknya yaitu 7,5 mmHg. Sedangkan pada subjek studi
kasus 2 tekanan rata-rata penurunan tekanan sistoliknya adalah 40 mmHg dan diastoliknya yaitu 12,5
mmHg

PEMBAHASAN
Pada studi kasus ini kedua subyek berjenis kelamin perempuan, berdasarkan penelitian Ekarini
(2019) sebagian besar responden yang mengalami hipertensi berjenis kelamin perempuan yaitu
sebanyak 34 responden (91,9%) dan jenis kelamin laki-laki sebanyak 3 responden (8,1%) hal ini sesuai
dengan hasil data Riskesdas (2018) menunjukkan bahwa hipertensi lebih banyak pada perempuan
(Balitbangkes, 2013). Perempuan menopause akan mengalami penurunan hormone estrogen.
Berkurangnya hormone estrogen akan mempengaruhi kemampuan control organ tubuh pada wanita dan
menyebabkan menegangnya pembuluh atrial sehingga dapat memicu meningkatkan tekanan darah
(Sukarmin, 2018).
Menurut penelitian yang dilakukan Ningsih (2017) karakteristik responden berdasarkan usia
dan didapatkan data sebagian besar responden berusia >60 tahun. Tekanan darah dewasa cenderung
meningkat seiring dengan pertambahan usia. Pada lansia tekanan sistoliknya meningkat sehubungan
dengan penurunan elastisitas pembuluh darah. Angka kejadian meningkat pada usia lebih dari 60 tahun.
Hal ini sejalan dengan penelitian Sucipto (2014) yang menunjukkan usia 60 tahun sebesar 55% dan
sangat mempengaruhi angka kejadian hipertensi.Salah satu faktor yang dapat menyebabkan hipertensi
adalah usia hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang seluruh respondennya pada penelitian ini
merupakan lansia. Pada sistem kardiovaskuler lansia katup jantung menebal dan menjadi kaku,
elastisitas dinding aorta menurun, tekanan darah meninggi akibat resistensi pembuluh darah perifer
yang meningkat (Rosidin, Sumarni, & Suhendar, 2019).
Pada kedua subyek mengalami penurunan tekanan darah setelah dilakukan terapi imajinasi
terpimpin hal ini sejalan dengan penelitian Anita Lufianti dan Sutrisno (2019), membuktikan bahwa
pemberian terapi relaksasi imajinasi terpimpin efektif terhadap penurunan tekanan darah sistole dan
diastole pada lansia dengan hipertensi.
Terapi imajinasi terbimbing merupakan teknik penggunaan imajinasi individu yang secara
khusus bertujuan untuk mencapai pengendalian dalam relaksasi, relaksasi dapat memberikan efek
secara langsung fungsi tubuh efek dari relaksasi tersebut yaitu dapat menurunkan tekanan darah dan
mengurangi nyeri pada hipertensi (Sutrisno, 2019). Hasil penelitian tersebut, sejalan juga dengan
penelitian yang dilakukan oleh Aprilyadi (2021), dimana hasil dalam penelitian tersebut menunjukkan
bahwa ada pengaruh antara pemberian Terapi imajinasi terbimbing terhadap penurunan hipertensi.
Penelitian membuktikan bahwa dengan menstimulasi otak melalui imajinasi dapat
menimbulkan pengaruh langsung pada sistem saraf dan endokrin, dan menyebabkan terjadinya
pelepasan hormon endorphin yang mempengaruhi penurunan kadar katekolamin dalam darah sehingga
menyebabkan pembuluh darah melebar (vasodilatasi) dan suplai darah terpenuhi, yang kemudian
berdampak pada penurunan tekanan darah serta pengurangan denyut jantung (Fitrina & Wiryanti ,
2018) .

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terapi imajinasi terpimpin efektif untuk
menurunkan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi, hal ini ditunjukan pada penurunan tekanan
darah subjek studi kasus sebelum dan sesudah dilakukan terapi imajinasi terpimpin. Diharapkan
institusi pelayanan kesehatan dapat menerapkan terapi imajinasi terpimpin sebagai terapi non
farmakologi untuk mengatasi hipertensi.

UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua pasien yang sudah bersedia menjadi subjek studi
kasus. Terimakasih kepada Kepala Ruang Abimanyu sekaligus dosen pembimbing, Ns. Dera Alfiyanti,
M.Kep serta kawan-kawan yang sudah memberikan motivasi, arahan, dan keilmuannya kepada saya.
REFERENSI

Dinkes Jateng. (2021). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2017. 3511351(24), 1–
62.
Handayani & Rahmayanti, (2018) Pengaruh Aromaterapi Lavender, Relaksasi Otot
Progresif dan Guided Imagery terhadap Kecemasan Pasien Pre Operatif Jurnal
Kesehatan, Volume 9, Nomor 2, Agustus 2018, hlm
319324.http://ejurnal.poltekkestjk.ac.id/index.php/JK/article/download/984/
762.
Kementrian Kesehatan RI. (2020). Hasil Utama Laporan Riskesdas 2018. Jakarta:
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 22. https://doi.org/1 Desember 2013
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2018. Diakses: 27 Desember 2018 dari
www.depkes.go.id
Rosidin, U., Sumarni, N., & Suhendar, I. (2019). Penyuluhan tentang Aktifitas Fisik
dalam Peningkatan Status Kesehatan. Media Karya Kesehatan, 2(2).
Sukarmin. (2016). Pengaruh Terapi Healing Touch terhadap Tekanan Darah Pasien
Hipertensi di Desa Tulakan Donorojo Jepara. Jurnal Kesehatan "Samodra Ilmu,"
7 (1), 24-29.
Smeltzer, C.S., & Bare, G.B. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner &
Suddarth. Jakarta: EGCTim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar diagnosis
keperawatan Indonesia definisi dan indikator diagnostik. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar luaran keperawatan Indonesia definisi dan
tindakan keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar luaran keperawatan Indonesia definisi dan
kriteria hasil keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Triyanto, E. (2019). Pelayanan keperawatan bagi penderita Hipertensi Secara
Terpadu. Yokyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai