Anda di halaman 1dari 10

PENERAPAN TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP TEKANAN

DARAH PASIEN HIPERTENSI

IMPLEMENTATION OF PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION TECHNIQUES TO


BLOOD PRESSURE OF HYPERTENSION PATIENTS

Cindi Oktavia Azizah1, Uswatun Hasanah2, Asri Tri Pakarti3


1,2,3
Akademi Keperawatan Dharma Wacana Metro
Email: cindyoktavia874@gmail.com

ABSTRAK

Hipertensi atau sering disebut penyakit darah tinggi, merupakan salah satu penyakit kronis yang
dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung koroner, stroke dan gagal ginjal kronik
bahkan hingga kematian. Penyakit hipertensi menjadi permasalahan kesehatan yang penting untuk
diperhatikan bagi masyarakat yang penting untuk diperhatikan bagi masyarakat karena penyakit ini
jarang menyebabkan gejala dan dapat membunuh individu secera diam-diam oleh sebab itu
hipertensi juga disebut dengan istilah penyakit silent killer. Penatalaksanaan secara farmakologis
bertujuan untuk mencegah kematian dan komplikasi dengan mencapai dan mempertahankan
tekanan darah arteri pada atau kurang dari 140/90 mmHg. Penatalaksanaan yang akan diterapkan
penulis pada karya tulis ilmiah ini yaitu penerapan relaksasi otot progresif. Rancangan karya tulis
ilmiah ini menggunakan desain studi kasus (case study). Subyek yang digunakan yaitu dua pasien
dengan hipertensi. Analisa data dilakukan menggunakan analisis deskriptif. Hasil penerapan
menunjukkan bahwa setelah dilakukan penerapan relaksasi otot progresif selama 3 hari, terjadi
penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi. Bagi pasien hipertensi hendaknya dapat
melakukan penerapan relaksasi otot progresif secara mandiri untuk membantu menurunkan atau
mengontrol tekanan darah.

Kata Kunci : Hipertensi, Tekanan Darah, Relaksasi Otot Progresif.

ABSTRACT

Hypertension or often called high blood pressure, is a chronic disease that can increase the risk of
coronary heart disease, stroke and chronic kidney failure and even death. Hypertension is an
important health problem for the public to pay attention to because it rarely causes symptoms and
can kill individuals secretly, therefore hypertension is also called the silent killer disease.
Pharmacological management aims to prevent death and complications by achieving and
maintaining arterial blood pressure at or less than 140/90 mmHg. The management that will be
applied by the author in this scientific paper is the application of progressive muscle relaxation.
The design of this scientific paper uses a case study design. The subjects used were two patients
with hypertension. Data analysis was carried out using descriptive analysis. The results showed
that after applying progressive muscle relaxation for 3 days, there was a decrease in blood pressure
in patients with hypertension. Hypertensive patients should be able to apply progressive muscle
relaxation independently to help lower or control blood pressure.

Keywords : Hypertension, Blood Pressure, Progressive Muscle Relaxation.


PENDAHULUAN prevalensi 18442 penderita atau 24,01% 4.
Hipertensi atau sering disebut penyakit Data medical record di Rumah Sakit
darah tinggi, merupakan salah satu Umum Daerah (RSUD) Jend. Ahmad Yani
penyakit kronis yang dapat meningkatkan Metro pada tahun 2019, kasus hipertensi
risiko terjadinya penyakit jantung koroner, menempati urutan ke-6 dari 10 penyakit
stroke dan gagal ginjal kronik bahkan besar yang ada di Ruang Penyakit Dalam
hingga kematian1. B dengan jumlah penderita sebanyak 125

Masalah penyakit hipertensi, menjadi orang5 .

permasalahan kesehatan public karena Penyakit hipertensi menjadi permasalahan


prevalensinya yang tinggi dan belum kesehatan yang penting untuk diperhatikan
terkontrol secara optimal di seluruh dunia. bagi masyarakat yang penting untuk
Pada tahun 2019 prevalensi hipertensi diperhatikan bagi masyarakat karena
tertinggi berada pada wilayah Afrika penyakit ini jarang menyebabkan gejala
sebesar 27% sedangkan untuk prevalensi dan dapat membunuh individu secera
terendah berada di wilayah Amerika diam-diam oleh sebab itu hipertensi juga
dengan 18% . 2
disebut dengan istilah penyakit silent

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar killer1.

(Riskesdas) tahun 2018 di Indonesia Individu dapat dikatakan terdiagnosis


prevalensi hipertensi berdasarkan hasil hipertensi jika tekanan darah sitolik pada
pengukuran pada penduduk usia >18 tahun level 140 mmHg atau lebih dan tekanan
yaitu sebanyak 658.201 penderita darah diastolik pada level 90 mmHg atau
terdiagnosa hipertensi, dimana angka lebih6.
tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Barat
Penatalaksanaan hipertensi secara
dengan jumlah 131.153 penderita dan
farmakologis bertujuan untuk mencegah
angka terendah berada di Provinsi
kematian dan komplikasi dengan mencapai
Kalimantan Utara dengan jumlah 1.675
dan mempertahankan tekanan darah arteri
penderita, sedangkan untuk Provinsi
pada atau kurang dari 140/90 mmHg.
Lampung menempati urutan ke-7 dengan
Penatalaksanaan non farmakologis
prevalensi hipertensi sebanyak 20.484
mencakup penurunan berat badan,
penderita3
pembatasan alkohol dan natrium, olahraga
Hasil laporan Pelayanan Kesehatan Dasar teratur dan relaksasi7.
(Yankesdas) kota Metro tahun 2019
Banyak macam terkait jenis relaksasi
melaporkan bahwa, penyakit hipertensi
untuk penderita hipertensi salah satu
menempati urutan pertama dari sepuluh
relaksasi yang dapat dilakukan yaitu
penyakit terbanyak di kota Metro dengan
relaksasi otot progresif. Relaksasi otot
progresif merupakan salah satu bentuk Tanggal 12 Juni 2021
pengkajian
terapi yang berupa pemberian instruksi Riwayat Klien mengatakan menderita
kepada seseorang dalam bentuk gerakan- kesehatan hipertensi sejak 14 tahun yang
sebelumnya lalu, klien mengatakan sering
gerakan yang tersusun secara sistematis mengkonsumsi makanan yang
asin. Klien mengatakan
untuk merileksasikan pikiran dan anggota didalam keluarganya tidak
tubuh seperti otot-otot dan mengembalikan ada yang mengalami atau
menderita hipertensi seperti
kondisi dari keadaan tegang ke keadaan klien.
Keluhan Klien mengatakan sering ke
rileks, normal dan terkontrol, mulai dari saat ini fasilitas kesehatan untuk
gerakan tangan sampai kepada gerakan memeriksakan tekanan
darahnya, klien mengatakan
kaki8. rutin mengkonsumsi obat anti
hipertensi yaitu Amlodipine
Tujuan penerapan otot progresif adalah 1x5 mg, klien tidak
mengetahui tentang
untuk membantu menurunkan tekanan bagaimana penanganan dan
darah pada pasien hipertensi. penatalaksanaan hipertensi
untuk dirumah kecuali
mengkonsumsi obat.
METODE Therapy Ceftriaxone 1 gr/12jam/IV
selama Ondansentron 8 mg/8 jam/IV
Desain karya tulis ilmiah ini menggunakan
perawatan Omeprazole 40 mg/24jam/IV
desain stadi kasus (case study). Subyek Codein 2x1/oral
Paracetamol 2x1/oral
yang digunakan dalam studi kasus yaitu Ambodipine 1x5 mg.
pasien dengan hipertensi yang terdiri dari 2 TTV TD: 170/100 mmHg, RR: 22
x/m, Nadi: 94 x/m
pasien. Alat pengumpul data dalam karya
tulis ilmiah menggunakan Standar Tabel 2 Gambaran Subyek II
Operasional Prosedur (SOP) terkait Data Keterangan
Nama Tn. F
penerapan teknik relaksasi otot progresif Usia 23 tahun
dan lembar observasi derajat hipertensi Pendidikan SMP
Tanggal 13 Juni 2021
menurut JNC VII tahun 2017. Penerapan pengkajian
Riwayat Klien mengatakan hanya
ini dilakukan di RSUD Jendral Ahmad
kesehatan mempunyai riwayat penyakit
Yani selama 3 hari. sebelumnya magh, didalam keluarganya
ada yang mengalami atau
menderita hipertensi yaitu ibu
HASIL klien.
Gambaran subyek penerapan yang Keluhan Klien mengatakan sering
saat ini keluar masuk rumah sakit
didapatkan pada saat pengkajian sesuai untuk menjalani perawatan.
Hal ini mengakibatkan klien
dengan tahapan rencana penerapan adalah
stress, dan menyebabkan
sebagai berikut: tekanan darah klien naik.

Tabel 1 Gambaran Subyek I Therapy Ceftriaxone 1 gr/12jam/IV


selama Ondansentron 8 mg/8 jam/IV
Data Keterangan perawatan Omeprazole 40 mg/24jam/IV
Nama Tn. A Gabapentin 2x1/oral
Usia 78 tahun TTV TD: 180/100 mmHg, RR: 18
Pendidikan SMP
x/m, Nadi: 104 x/m menyebabkan tekanan darah naik
Penerapan relaksasi otot progresif pada
dari waktu ke waktu6.
kedua subyek (Tn. A dan Tn. F) dilakukan
pada tanggal yang berbeda. Pada subyek I Berdasarkan hasil penelitian yang
(Tn. A) dilakukan pada tanggal 12 s.d 14 dilakukan oleh Sartik, Tjekyan dan
Juni 2021 sedangkan pada subyek II (Tn. Zulkarnain (2017) tentang faktor-
F) dilakukan pada tanggal 13 s.d 15 Juni faktor resiko dan angka kejadian
2021. Adapun hasil pengukuran tekanan hipertensi, menunjukkan bahwa ada
darah sebelum dan setelah penerapan hubungan yang bermakna antara
relaksasi otot progresif pada kedua subyek riwayat hipertensi keluarga dengan
dapat dilihat pada tabel di bawah: kejadian hipertensi. Dari data
Tabel 3 statistik terbukti bahwa seseorang
Tekanan Darah Kedua Subyek
akan memiliki kemungkinan lebih
Sebelum dan Setelah Penerapan
Relaksasi Otot Progresif besar untuk mendapatkan hipertensi
Pengukuran Tekanan Darah jika orang tuanya menderita
Subyek Hari I
Sebelum Setelah hipertensi. Orang yang terdapat
Tn. A 160/100 mmHg 140/100 mmHg kejadian hipertensi pada
Tn. F 180/100 mmHg 150/90 mmHg
Pengukuran Tekanan Darah keluarganya mempunyai resiko lebih
Subyek Hari II
besar daripada yang tidak
Sebelum Setelah
Tn. A 150/90 mmHg 140/90 mmHg mempunyai hipertensi dalam
Tn. F 130/90 mmHg 120/80 mmHg keluarganya karena seseorang
Pengukuran Tekanan Darah
Subyek Hari III dengan riwayat hipertensi pada
Sebelum Setelah keluarga, beberapa gen mungkin
Tn. A 130/90 mmHg 130/80 mmHg
Tn. F 120/90 mmHg 120/80 mmHg berinteraksi dengan yang lainnya
sehingga menyebabkan tekanan
PEMBAHASAN
darah naik dari waktu ke waktu9.
1. Karakteristik Responden yang
Mempengaruhi Hipertensi b. Usia
a. Riwayat Keluarga
Subyek dalam penerapan ini pada
Tn. F memiliki riwayat hipertensi di
dalam keluarganya. Seseorang
dengan riwayat hipertensi keluarga,
beberapa gen mungkin berinteraksi
dengan yang lainnya dan juga
dengan lingkungan yang
Subyek yang terlibat dalam Subyek I (Tn. A) dalam penerapan
penerapan ini yaitu subyek I (Tn. A) ini mengatakan suka mengkonsumsi
berusia 78 tahun sedangkan subyek makanan yang asin. Asupan natrium
II (Tn. F) berusia 23 tahun. tinggi sering kali dikaitkan dengan
Hipertensi biasanya muncul antara retensi cairan. Hipertensi yang
usia 30-50 tahun. Peristiwa terkait dengan asupan natrium
hipertensi meningkat 50-60% pada melibatkan berbagai mekanisme
usia lebih dari 60 tahun akan fisiologi yang berbeda, termasuk
memiliki tekanan darah lebih dari sistem renin-anigotensin-aldosteron,
140/90 mmHg . 6
nitrit oksida, katekolamin, endotelin,
dan peptida natriuretik atrium1.
Setelah umur 45 tahun dinding arteri
akan mengalami penebalan karena Menurut penelitian yang dilakukan
adanya penumpukan zat kolagen oleh Elvivin, Lestari dan Ibrahim
pada lapisan otot sehingga (2015) berdasarkan hasil analisis
pembuluh darah akan berangsur- besar risiko kebiasaan
angsur menyempit dan menjadi mengkonsumsi garam, diperoleh
kaku10. responden yang mengkonsumsi
garam tiga kali sehari mempunyai
Selain itu seiring dengan terjadinya
risiko mengalami hipertensi 5,271
proses penuaan, maka terjadi
kali lebih besar dibandingkan
kemunduran secara fisiologis yang
dengan responden yang
menyebabkan arteri besar
mengkonsumsi garam satu kali
kehilangan kelenturannya dan
sampai tidak pernah dalam sehari12.
menjadi kaku, tidak dapat
mengembang pada saat jantung d. Stres
memompa darah melalui arteri Subyek II (Tn. F) mengatakan
tersebut. Karena itu darah di setiap bahwa sering keluar masuk ke
denyut jantung di paksa melewati rumah sakit untuk menjalani
pembuluh yang sempit dari pada perawatan sehingga hal ini
biasanya sehingga menyebabkan menyebabkan Tn. F stress. Stres
naiknya tekanan darah. Inilah yang meningkatkan resistensi vaskular
terjadi pada usia lanjut, dinding perifer, curah jantung, dan
arteri menebal dan kaku karena menstimulasi aktivitas sistem saraf
arteriosklerosis . 11
simpatis sehingga dapat
meningkatkan nilai tekanan darah.
c. Kebiasaan (Konsumsi Natrium)
Jika respon stres menjadi
berkepanjangan atau berlebihan, darah terhadap dinding arteri. Sejumlah
disfungsi organ sasaran atau tekanan tertentu dalam sistem
penyakit akan dihasilkan. Oleh diperlukan untuk mempertahankan
karena itu stres adalah permasalah pembuluh terbuka, perfusi kapiler, dan
persepsi, interprestasi orang oksigenasi semua jaringan tubuh1.
terhadap kejadian yang menciptakan
Pada saat melakukan pengkajian pada
banyakt stresor dan respon stres6.
kedua subyek (Tn. A dan Tn. F),
Berdasarkan penelitian yang didapatkan hasil tekanan darah sebelum
dilakukan oleh Syavardie (2014) penerapan relaksasi otot progresif pada
menunjukkan bahwa ada hubungan subyek I (Tn. A) yaitu 160/100 mmHg
yang signifikan antara stres dengan dan subyek II (Tn. F) yaitu 180/100
kejadian hipertensi. Hal ini terjadi mmHg. Tekanan darah ditentukan oleh
karena respon tubuh terhadap stres dua faktor utama yaitu curah jantung
disebut alarm yaitu reaksi dan resistensi perifer. Curah jantung
pertahanan atau respon perlawanan. merupakan kombinasi antara frekuensi
Kondisi ini ditandai dengan jantung dan jumlah darah yang
peningkatan tekanan darah, denyut dipompa keluar dari jantung pada setiap
jantung, laju pernapasan, dan kali kontraksi (volume sekuncup).
ketegangan otot. Selain itu stres juga Resistensi perifer adalah resistensi
mengakibatkan terjadinya pembuluh darah terhadap aliran darah.
peningkatan aliran darah ke otot-otot Resistensi perifer mempengaruhi
rangka dan penurunan aliran darah tekanan darah dan kerja yang
ke ginjal, kulit, dan saluran dibutuhkan jantung untuk memompa
pencernaan. Stres akan membuat darah. Ketika resistensi meningkat,
tubuh lebih banyak menghasilkan jantung harus memompa lebih keras
hormon adrenalin, hal ini membuat untuk mendorong darah ke pembuluh
jantung bekerja lebih kuat dan cepat darah. Faktor-faktor yang
sehingga berdampak meningkatkan mempengaruhi resistensi perifer antara
nilai tekanan darah13. lain hilangnya elastisitas dinding
pembuluh darah (arteriosklerosis,
2. Tekanan Darah Sebelum Penerapan “pengerasan arteri), pembentukan plak
Tekanan darah merupakan salah satu (aterosklerosis), atau kombinasi dari
parameter hemodinamika yang keduanya. Arteri yang mengeras dan
sederhana dan mudah dilakukan plak meningkatkan resistensi terhadap
pengukurannya. Tekanan darah adalah aliran darah. Jantung harus bekerja
tegangan atau tekanan yang dikeluarkan
lebih keras, dan tekanan darah menjadi terkontrol, mulai dari gerakan tangan
lebih tinggi . 14
sampai kepada gerakan kaki8.

Hipertensi adalah suatu keadaan terjadi


3. Tekanan Darah Setelah Penerapan
peningkatan tekanan darah secara
Setelah dilakukan penerapan relaksasi
abnormal dan terus menerus pada
otot progresif selama 3 hari, didapatkan
beberapa kali pemeriksaan tekanan
bahwa tekanan darah kedua subyek
darah yang disebabkan satu atau
mengalami penurunan yaitu dalam
beberapa faktor resiko yang tidak
kategori pre hipertensi tekanan darah
berjalan sebagaimana mestinya dalam
pada subyek I (Tn. A) 130/80 mmHg
mempertahankan tekanan darah secara
dan subyek II (Tn. F) menjadi 120/80
normal . 15
mmHg.
Individu yang terserang hipertensi
Relaksasi otot progresif akan
dapat di tangani secara farmakologis
menurunkan denyut nadi dan tekanan
atau non farmakologis. Penatalaksanaan
darah serta frekuensi pernafasan.
secara farmakologis bertujuan untuk
Tekanan darah sistolik salah satunya
mencegah kematian dan komplikasi
dipengaruhi oleh psikologis sehingga
dengan mencapai dan mempertahankan
dengan relaksasi akan mendapatkan
tekanan darah arteri pada atau kurang
ketenangan dan tekanan sistolik
dari 140/90 mmHg. Penatalaksanaan
menurun, selain itu tekanan darah
non farmako-logis mencakup
sistolik juga dipengaruhi sirkulasi
penurunan berat badan, pembatasan
sestemik dan sirkulasi pulmonal
alkohol dan natrium, olahraga teratur
sehingga dengan terapi ini yang dibantu
dan relaksasi7.
dengan pengaturan pernafasan akan
Banyak macam terkait jenis relaksasi terjadi penurunan tekanan darah
untuk penderita hipertensi salah satu sistolik. Sedangkan tekanan darah
relaksasi yang dapat dilakukan yaitu diastolic terkait dengan sirkulasi
relaksasi otot progresif. Relaksasi otot kororner, jika arteri koroner mengalami
progresif merupakan salah satu bentuk aterosklerosis akan mempengaruhi
terapi yang berupa pemberian instruksi peningkatan tekanan darah diastolik,
kepada seseorang dalam bentuk sehingga dengan terapi relaksasi otot
gerakan-gerakan yang tersusun secara progresif mengalami sedikit penurunan
sistematis untuk merileksasikan pikiran tekanan darah diastolik16.
dan anggota tubuh seperti otot-otot dan
Relaksasi pada dasarnya berhubungan
mengembali-kan kondisi dari keadaan
dengan sistem kerja saraf manusia,
tegang ke keadaan rileks, normal dan
yang terdiri dari sistem saraf pusat dan
sistem saraf otonom (saraf simpatis dan kembali, ion K+ meninggalkan sel,
saraf parasimpatis). Keadaan rileks mengembalikan muatan positif diluar
mampu menstimulasi tubuh untuk sel dan muatan negatif di dalam sel.
memproduksi molekul yang disebut Pompa ini kemudian akan
oksida nitrat (NO). Molekul ini bekerja mengembalikan ion Na+ keluar dan ion
pada tonus pembuluh darah sehingga K+ kedalam sel. Kolineterase dalam
dapat mengurangi tekanan darah17. sarkolema akan menonaktifkan
asetilkolin. Kemudian, impuls saraf
Relaksasi otot progresif dilakukan
akan memperpanjang kontraksi
dengan cara meregangkan dan
(asetilkolin dilepaskan lebih banyak).
merilekskan otot secara sadar, pada saat
Apabila sudah tidak ada impuls lagi,
otot berkontraksi suatu impuls saraf tiba
serabut otot akan relaksasi dan kembali
pada akson terminal, terjadi pelepasan
kepanjangnya semula17.
asetilkolin yang akan berdisfusi
menyeberang sinaps. Asetilkolin Relaksasi otot progresif dapat memicu
membuat sarkolema lebih permeabel aktivitas memompa jantung berkurang
terhadap ion Na+, yang akan segera dan arteri mengalami pelebaran,
masuk kedalam sel. Sarkolema sehingga banyak cairan yang keluar
mengalami depolarisasi, menjadi dari sirkulasi peredaran darah. Hal
bermuatan positif di dalam dan tersebut akan mengurangi beban kerja
bermuatan negatif diluar. Depolarisasi jantung karena pada penderita
menstimulasi pelepasan ion Ca2+ dari hipertensi mempunyai denyut jantung
retikulum sarkoplasma, ion Ca2+ akan yang lebih cepat untuk memompa darah
terikat dengan kompleks troponin- akibat dari peningkatan darah18.
tropomiosin, yang akan
Setelah mengalami relaksasi maka
menyebabkannya bergeser menjauh aktivitas memompa jantung berkurang,
dari filamen aktin. Miosin memecah arteri mengalami pelebaran, dan banyak
ATP untuk melepaskan energinya, cairan keluar dari sirkulasi.
jembatan pada miosin kemudian Sebagaimana diketahui bahwa usia
melekat pada filamen aktin dan muda mempunyai elastisitas pembuluh
menariknya menuju ketengah sarkomer, darah yang lebih baik. Elastisitas
yang akan menyebabkan sarkomer pembuluh darah ini menyebabkan
menjadi lebih pendek. Seluruh besarnya toleransi pembuluh terhadap

sarkomer pada serabut otot akan tekanan akhir diastolik. Dinding


pembuluh darah arteri yang elastis dan
memendek sehingga terjadi kontraksi
mudah berdistensi akan mudah
pada seluruh serabut otot. Pada saat
melebarkan diameter dinding pembuluh
sarkolema mengalami repolarisasi
darah untuk mengakomodasi perubahan penatalaksanaan dalam mengontrol
tekanan. Kemampuan distensi arteri tekanan darah.
mencegah pelebaran fluktuasi tekanan
KESIMPULAN
darah17.
Relaksasi otot progresif dapat menurunkan
Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang
tekanan darah pada kedua subyek (Tn. A
dilakukan oleh Azizah, Herawati dan
dan Tn. F).
Rosella (2015) tentang pengaruh latihan
relaksasi otot progresif terhadap DAFTAR PUSTAKA
penurunan tekanan darah pada
1. LeMone, P., Burke, KM & Bauldoff, G.
penderita hipertensi primer di Dusun (2015). Buku Ajar Keperawatan
Gondang yang dilakukan selama 7 hari Medikal Bedah Volume 3. Alih Bahasa:
Subekti, B N. Jakarta: EGC.
berturut-turut dan sehari 2 kali,
2. WHO. (2019). Hypertension. diakses
menunjukkan bahwa latihan relaksasi pada tanggal 04 Februari 2021 pukul
otot progresif berpengaruh secara 19.00 WIB dalam website:
signifikan terhadap penurunan tekanan https://www.who.int/

darah sistolik pada penderita hipertensi 3. Kemenkes RI. (2019). Hasil Utama
Riskesdas 2018. Kementrian Kesehatan
primer dengan nilai p-value 0.008, RI Badan Penelitian dan
sedangkan tekanan darah diastolik tidak Pengembangan Kesehatan.
menunjukkan adanya pengaruh 4. Dinkes Kota Metro. (2019). Profil
Kesehatan Kota Metro. Kota Metro:
terhadap tekanan darah dengan nilai p-
Dinas Kesehatan Kota Metro.
value 0.07718.
5. Medikal Record RSUD Jend. Ahmad
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Yani Metro. (2019). 10 Besar Penyakit
di RPD B RSUD Jend. Ahmad Yani
Karang dan Rizal (2017) tentang Metro.
efektifitas terapi relaksasi otot progresif 6. Black, J M & Hawks, J H. (2014).
terhadap penurunan tekanan darah pada Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
lansia dengan hipertensi yang dilakukan Buku 2. Jakarta : Salemba Medika.

selama bulan Oktober 2015, 7. Brunner & Suddarth. (2020).


Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 12.
menunjukkan bahwa nilai ρ value 0,014 alih bahasa Yulianti, D & Kimin, A.
atau ada pengaruh terapi relaksasi otot Jakarta: EGC.
progresif terhadap penurunan tekanan 8. Saleh., L.M., dkk. (2019). Teknik
darah pada lansia dengan hipertensi . 17 Relaksasi Otot Progresif pada Air
Traffic Controller (ATC). Yogyakarta:
Berdasarkan hasil penerapan diatas ISBN Elektronik.
penulis dapat menyimpulkan bahwa 9. Sartik., Tjekyan, R. S., & Zulkarnain,
M. (2017). Faktor–faktor Risiko dan
penerapan relaksasi otot progresif dapat Angka Kejadian Hipertensi pada
membantu menurunkan tekanan darah Penduduk Palembang. Jurnal Ilmu
pasien hipertensi. Sehingga pasien Kesehatan Masyarakat, 8(3).

hipertensi dapat melakukan 10. Raihan, L. N., Erwin & Dewi, A.


P. (2014). Faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian Gondang (Doctoral dissertation,
hipertensi primer pada masyarakat di Universitas Muhammadiyah
wilayah kerja Puskesmas Rumbai Surakarta).
Pesisir (Doctoral dissertation, Riau
University).
11. Wulandari, S.T & Marliana, Y.
(2018). Senam Kebugaran Lansia
Memengaruhi Tekanan Darah Pada
Wanita Menopause. Jurnal Kesehatan
Prima. p-ISSN: 1978-1334 (Print); e-
ISSN: 2460-8661 (Online).
12. Elvivin, E., Lestari, H., & Ibrahim,
K. (2017). Analisis Faktor Risiko
Kebiasaan Mengkonsumsi Garam,
Alkohol, kebiasaan Merokok dan
Minum Kopi terhadap Kejadian
Dipertensi pada Nelayan Suku Bajo di
Pulau Tasipi Kabupaten Muna Barat
Tahun 2015. (Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kesehatan Masyarakat), 1(3).
13. Syavardie, Y. (2014). Pengaruh Stres
Terhadap Kejadian Hipertensi di
Puskesmas Matur, Kabupaten Agam.
Jurnal Keperawatan STIE H.Agus
Salim, Bukittinggi.
14. Rosdahl, C.B & Kowalski, M.T.
(2017). Buku Ajar Keperawatan Dasar
Edisi 10 Vol. 2. Jakarta : EGC.
15. Wijaya, S.A & Putri., M.Y. (2013).
KMB 1: Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta: Nuha Medika.
16. Karang, M. T. A. J., & Rizal, A. (2017).
Efektifitas Terapi Relaksasi Otot
Progresif Terhadap Penurunan
Tekanan Darah Pada Lansia Dengan
Hipertensi. Jurnal Ilmiah Ilmu
Keperawatan Indonesia, 7(04), 339-
345.
17. Tyani, E. S., & Hasneli, N.
(2015). Efektifitas Relaksasi Otot
Progresif Terhadap Tekanan Darah
Pada Penderita Hipertensi
Esensial (Doctoral dissertation, Riau
University).
18. Azizah, S. N., Herawati, S.I & Rosella,
K.D. (2015). Pengaruh Latihan
Relaksasi Otot Progresif Terhadap
Penurunan Tekanan Darah pada
Prenderita Hipertensi Primer di Dusun

Anda mungkin juga menyukai